PEMAKAIAN LUMBAL KORSET PADA INTERVENSI MICRO WAVE DIATHERMY, TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION, ULTRA SOUND MENGURANGI NYERI SPONDILOSIS LUMBALIS.

I Gede Sujana

Program Studi Fisoterapi, Universitas Udayana Denpasar

ABSTRAK

Keluhan nyeri pinggang pada kondisi spondilosis lumbalis disebabkan oleh adanya penurunan space diskus dan penyempitan foramen intervertebralis. Adanya penurunan space diskus dan penyempitan foramen intervertebralis dapat menghasilkan iritasi pada radiks saraf sehingga menimbulkan nyeri pinggang yang menjalar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar efektifitas pengurangan nyeri terhadap penambahan lumbal korset pada kombinasi pemberian MWD, TENS dan US. Telah dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan randomized pre test and post test group design. Sampel sebanyak 28 dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 14 orang. Kelompok perlakuan I dengan kombinasi MWD, TENS, dan US, sedangkan perlakuan II dengan MWD, TENS,US dan Lumbal Korset. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur intensitas nyeri menggunakan VAS, pada saat sebelum dan setelah perlakuan, lalu dilakukan uji beda dengan uji t (paired t test dan independent t test). Hasil penelitian menunjukkan, ada pengaruh yang signifikan masing-masing perlakuan terhadap penurunan intensitas nyeri p=0,000 (p<0,05). Namun dari rerata tingkat nyeri setelah perlakuan nampak perlakuan II lebih efektif menurunkan nyeri. Penggunaan lumbal korset pada penderita spondilosis lumbalis akan berfungsi mengontrol nyeri karena dapat membatasi atau menyangga gerakan lumbal. Sehingga disarankan untuk menambahkan lumbal korset pada kombinasi pemberian MWD, TENS dan US guna mengurangi nyeri pada pasien spondilosis lumbalis.

Kata Kunci: Lumbal Korset, MWD, TENS dan US, Nyeri, Spondilosis

Lumbalis

USE OF LUMBAR CORSET ON INTERVENTION MICRO WAVE DIATHERMY, TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION, ULTRA SOUND REDUCING PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS.

ABSTRACT

Low back pain in spondylosis lumbalis condition caused by a decrease in disc space and the narrowing of the intervertebral foramen. And a decrease in disc space narrowing of the intervertebral foramen can produce irritation of the nerve roots causing back pain is spreading. The purpose of this study was to determine how much to increase the effectiveness of pain reduction on a combination of lumbar corset giving MWD, TENS and US. Experimental studies have been done with the design of randomized pre test and post test group design. Sample size of 28 is divided into two groups of 14 persons each. Group I with a combination of MWD, TENS, and the U.S., whereas group II treatment with MWD, TENS, U.S. and lumbar corset. The data was collected by measuring the intensity of pain using the VAS, at the time before and after treatment, then performed with different test t test (paired t test and independent t test). The results showed significant effect of each treatment to decrease pain intensity p = 0.000 (p <0.05). But the average level of pain after treatment II treatment seems more effective to reduce pain. The use of lumbar corset in patients with spondylosis lumbalis will serve to control the pain as it can restrict movement or lumbar support. So it is advisable to add a lumbar corset on a combination of giving MWD, TENS and U.S. to reduce pain in patients with spondylosis lumbalis.

Keywords: Lumbar Corset, MWD, TENS and U.S., Pain, Spondylosis Lumbalis

PENDAHULUAN

Pembangunan Kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu pembangunan kesehatan yang sedang digalakkan pemerintah adalah pengembangan program kesehatan geriatric, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

penduduk Indonesia baik mencakup aspek jasmani, rohani, berkepribadian, cerdas, produktif, serta mempunyai daya juang tinggi (Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar Th. 2009).

Peningkatan jumlah lansia di Indonesia tidak lepas dari meningkatnya umur harapan hidup yang mana akan terjadi perubahan pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit degeneratif. Untuk Provinsi Bali umur harapan hidup pada tahun 2009 mencapai

umur 72 tahun (Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar Th. 2009). Dengan bertambahnya umur harapan hidup maka penyakit degeneratif akan ikut mengalami peningkatan.

Penyakit degeneratif adalah istilah dalam medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat dari proses mundurnya fungsi sel tubuh dari keadaan yang awalnya normal menjadi lebih buruk. Berbagai penyakit degeneratif yang muncul diantaranya obesitas, jantung koroner, ostio arthritis, spondilosis lumbalis dan lain-lain (Thamburaj, 2007).

Spondilosis lumbalis diartikan sebagai bentuk perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Pada umumnya spondilosis lumbalis terjadi pada orang dengan umur 50 tahun keatas dengan keluhan pegal, ngilu, kaku, capek diseluruh daerah pinggang. Keluhan bertambah berat pada gerakan pinggang terlebih setelah duduk atau berbaring.

Di dunia spondilosis lumbalis dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat dan mungkin tidak

dapat dihindari bersamaan dengan bertambahnya usia. Sekitar 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit vertebralis yang sering terjadi setinggi T9-T10. Sekitar 30% pria dan 28 wanita berusia 55-64 tahun mempunyai osteofit lumbalis. Sekitar 20% pria dan 22% wanita berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis. Rasio jenis kelamin dalam keadaan ini bervariasi, namun hampir sama secara bermakna (Thamburaj, 2007).

Di Indonesia penelitian spesifik tentang spondilosis lumbalis masih belum dapat dilaporkan secara mendetail. Namun karena sering bersifat asimtomatis, sehingga kita sebagai petugas kesehatan baik itu tenaga dokter maupun fisioterapist perlu untuk mengetahui patogenesis, gejala klinis yang sering tampak serta pemeriksaan fisik maupun penunjang untuk dapat menegakkan diagnosa.

Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar adalah merupakan satu-satunya rumah sakit yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Gianyar sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat secara spesifik belum dapat melaporkan secara riil tentang penyakit spondilosis lumbalis. Namun pada observasi di poliklinik fisoterapi instalasi rehabilitasi medis RSUD Sanjiwani Gianyar melihat kecenderungan penyakit ini mengalami peningkatan. Dari data kunjungan pasien tahun 2010 berjumlah 3920 orang, diproleh

1045 (26,6%) kasus menderita nyeri pinggang bawah dan diantaranya 395 (37,8%) kasus spasme otot-otot punggung, 300 (28,7%) kasus ischialgia dan 350 (33,5%) menderita spondilosis lumbalis (Laporan Tahunan Fisioterapi Tahun 2010). Berbagai macam keluhan dirasakan mulai dari yang ringan sampai tingkat berat dan bahkan berbagai cara pengobatan dilakukan namun belum juga bisa menolong.

Selama ini pengobatan fisioterapi yang diberikan di RSUD Sanjiwani Gianyar hanya menggunakan Micro Wave Diathermi (MWD), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan Ultra Sound (US) untuk setiap intervensi fisioterapi. Dari evaluasi yang telah dilakukan ternyata belum memperoleh hasil seperti yang diharapkan, baik terhadap kesembuhan pasien itu sendiri maupun harapan program petugas fisioterapi.

Merujuk pada hasil intervensi tersebut di atas kami akan melakukan penelitian kombinasi intervensi MWD, TENS dan US dengan kombinasi intervensi MWD, TENS, US dan pemakaian lumbal korset terhadap pengurangan nyeri pada kasus spondilosis lumbalis.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan randomized pre test and

post test group design yang bertujuan untuk membandingkan penambahan lumbal korset pada kombinasi pemberian MWD, TENS dan US terhadap efektifitas pengurangan nyeri pada kasus spondilosis lumbalis. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar efektifitas pengurangan nyeri terhadap penambahan lumbal korset pada kombinasi pemberian MWD, TENS dan US. Pengurangan nyeri diukur dengan metode kwantitatif gerakan ekstensi lumbal. Hasil pengukuran pengurangan nyeri tersebut akan dianalisis dan dibandingkan antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II.

Populasi dan Sampel

Populasi target penelitian ini adalah semua pasien dengan assessment yang menunjukkan adanya Spondilosis Lumbalis. Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua pasien dengan assessment yang menunjukkan adanya Spondilosis Lumbalis, laki-laki/perempuan berumur di atas 40 tahun yang berobat di poliklinik Fisioterapi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD Sanjiwani Gianyar, selama 6 bulan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011.

Dari hasil penghitungan di atas maka sampel ditetapkan berjumlah 28 sampel. Sampel akan di bagi menjadi dua kelompok masing-masing 14 orang dengan perlakuan sebagai berikut :

  • 1.    Kelompok I akan diberikan MWD, TENS dan US sampai 10 kali terapi (seminggu 3 kali).

  • 2.    Kelompok II akan diberikan MWD, TENS, US dan penambahan Lumbal Korset sampai 10 kali terapi (seminggu 3 kali).

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposif sampling dengan harapan mendapatkan sampel yang benar-benar mewakili suatu populasi yang diambil sebagai anggota sampel. Teknik ini juga dipilih berdasarkan pertimbangan untuk mendapatkan gambaran hasil pengujian suatu perlakuan terapi, dalam hal ini penambahan Lumbal Korset pada kombinasi MWD, TENS dan US dengan memilih subyek tertentu yang benar-benar mewakili kriteria yang telah ditetapkan. Subyek penelitian adalah semua pasien dengan assessment yang menunjukkan adanya Spondilosis Lumbalis.

Instrumen Penelitian

Adapun teknik yang digunakan dalam mengukur intensitas nyeri pada spondilosis lumbalis adalah Visual Analogue Scale (VAS). VAS merupakan alat ukur yang digunakan untuk pengukuran intensitas dan tipe nyeri dengan menggunakan garis lurus yang diberi ukuran 10 cm yang menggambarkan intensitas nyeri yang berbeda dimana pada ujung kiri diberi tanda yang berarti “tidak nyeri” sedangkan ujung kanan diberi tanda yang berarti “nyeri yang tak

tertahankan”( Frentice dan Quillen, 2005).

Pengumpulan dan Analisa Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • 1.    Melakukan proses perijinan pada institusi yang akan menjadi tempat penelitian.

  • 2.    Peneliti     membuat surat

persetujuan, dan harus ditandatangani subyek, dan disetujui     oleh     pengawas

fisioterapi, yang isinya bahwa subyek bersedia menjadi sample penelitian ini sampai dengan selesai.

  • 3.    Peneliti memberikan edukasi kepada subyek yang diteliti mengenai, manfaat, tujuan, bagaimana penelitian ini di lakukan, dan pentingnya dilakukannya penelitian ini.

  • 4.    Setelah dilakukan pemeriksaan, subyek atau sample dikelompokkan menjadi 2 bagian, kedalam kelompok I dan kelompok II . Sebelum dan sesudah dilakukan intervensi fisioterapi, kedua kelompok tersebut sama-sama dilakukan pengukuran nyeri dengan metode kwantitatif analisa eksetensi lumbal.

  • 5.    Setelah 10 kali evaluasi, dan peneliti sudah mendapatkan data yang lengkap, kemudian peneliti membandingkan hasilnya sebelum dan setelah diberikan intervensi fisioterapi pada kedua kelompok perlakuan.

  • 6.    Kemudian, semua data yang didapatkan diolah dengan statistik menggunakan komputer dengan program SPSS.

Dalam menganalisis data yang diperoleh, maka peneliti menggunakan beberapa uji statistik, antara lain:

  • 1.    Uji statistik deskriptif untuk menganalisis umur, tinggi badan, berat badan dari tiap sampel.

  • 2.    Uji normalitas data dengan Saphiro Wilk Test, untuk mengetahui sebaran data terdistribusi normal atau tidak.

  • 3.    Uji homogenitas data dengan Leven’s test, untuk mengetahui sebaran data bersifat homogen atau tidak.

  • 4.    Analisis komparasi:

  • a.    Paired sample t-test

  • b.    Independent sample t-test.

    Hasil Penelitian

    Kelompok Perlakuan I

    Kelompok Perlakuan II

    Sebelum

    Sesudah

    Sebelum

    Sesudah

    80

    48

    80

    20

    75

    45

    78

    30

    74

    45

    70

    25

    80

    40

    65

    20

    77

    45

    80

    40

    65

    36

    83

    10

    70

    35

    75

    20

    80

    47

    85

    30

    80

    46

    75

    10

    83

    47

    81

    10

    78

    43

    70

    15

    75

    39

    85

    30

    74

    40

    75

    20

    83

    46

    77

    20

    Mean

    76,71

    43,00

    77,07

    21,43

    SD

    5,014

    4,2431

    5,903

    8,864

    Pengujian hipotesis untuk mengetahui perbedaan nyeri sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan II menggunakan uji beda yaitu paired sampel t-test.


Dari hasil perhitungan didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna intensitas nyeri sebelum dan sesudah pemakaian lumbal korset dengan kombinasi intervensi MWD, TENS dan US pada kasus spondilosis lumbalis.

Pada pengujian hipotesis untuk mengetahui adakah perbedaan antara kelompok perlakuan I dan II maka dilakukan uji beda independent sample t-test dan didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna intensitas nyeri kelompok perlakuan I (kombinasi MWD, TENS dan US) dengan kelompok perlakuan II (pemakaian lumbal korset pada kombinasi MWD, TENS dan US). Jika dilihat dari perbedaan rerata intensitas nyeri pada kelompok I dan II sesudah perlakuan nampak rerata kelompok II < kelompok I. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi pada kelompok perlakuan II lebih baik dibandingkan dengan intervensi kelompok perlakuan I dalam menurunkan intensitas nyeri pada kasus spondilosis lumbalis.

Dari pengujian hipotesis tersebut dapat ditetapkan sebagai berikut : 1) Kombinasi intervensi MWD, TENS dan US dapat mengurangi nyeri pada kasus spondilosis lumbalis. 2) Pemakaian Lumbal Korset pada kombinasi intervensi MWD, TENS dan US dapat mengurangi nyeri pada kasus spondilosis lumbalis. 3) Pemakaian Lumbal Korset pada kombinasi intervensi MWD, TENS dan US lebih baik dari kombinasi intervensi MWD,

TENS dan US mengurangi nyeri pada spondilosis lumbalis.

PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel

Deskripsi sampel pada penelitian ini terdiri atas kelompok perlakuan I sebagian besar (57%) responden berjenis kelamin perempuan, demikian juga pada kelompok perlakuan II sebagian besar (64%) respoden berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan pekerjaan kelompok perlakuan I mayoritas (44%) respoden sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan pada kelompok perlakuan II respoden sebagai PNS dan petani sama yaitu sebanyak (36%). Dilihat dari umur, kelompok perlakuan I memiliki rerata umur (52,71 ± 8,287) tahun dan pada kelompok perlakuan II (55,93 ± 8,897) tahun. Berdasarkan karakteristik tinggi badan pada kelompok perlakuan I (159,21 ± 8,825) cm dan kelompok perlakuan II (158,71 ± 7,279) cm. Sedangkan berdasarkan berat badan pada kelompok perlakuan I (61,50 ± 10,181) kg dan kelompok perlakuan II (58,00 ± 8,494) kg.

Dari deskripsi tersebut menunjukkan bahwa spondilosis lumbalis memiliki keterkaitan resiko pada jenis kelamin perempuan pada usia > 40 tahun dan kelebihan berat badan, namun unsur pekerjaan dan tinggi badan relatif tidak menggambarkan kecenderungan tertentu.

Intensitas Nyeri Pada Kombinasi Intervensi MWD, TENS dan US

Pada pengujian kelompok perlakuan I dengan menggunakan uji beda paired sample t-test didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna intensitas nyeri sebelum dan sesudah kombinasi intervensi MWD, TENS dan US. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi pada kelompok perlakuan I memberikan penurunan yang bermakna terhadap intensitas nyeri pada spondilosis lumbalis.

Alfin H, (2010) melakukan penelitian yang mengidentifikasi MWD dan William Flexion Exercise terhadap perubahan intensitas nyeri pada kondisi spondilosis lumbal. Penelitian ini dilakukan di di RSUD Syekh Yusuf Gowa. Kesimpulan penelitian tersebut bahwa intervensi MWD dan William Flexion Exercise efektif dalam mengurangi nyeri pada kondisi spondilosis lumbal.

Pemberian MWD merupakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan secara radiasi sehingga sedikit sifat elektrik jaringan, sehingga medan listrik tidak terpusat pada benda metal/dieletrik tinggi yang terdapat pada tubuh atau permukaan menonjol meskipun akan cepat terasa panas. Efek terapeutik MWD adalah meningkatkan proses perbaikan atau reparasi jaringan secara fisioligis, mengurangi nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatif, serta perbaikan metabolisme sehingga memutuskan vicious circle of reflex.

Dalam penelitian yang dilakukan Dwidayani A, (2008) di Surakarta dalam penelitiannya yang

membedakan pemberian Micro Wave Diathermy (MWD) dan isometrik quadriceps dengan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan isometrik quadriceps terhadap penurunan nyeri pasien osteoartritis lutut didapatkan hasil yang sama.

Pemberian TENS dapat mengurangi nyeri dengan merangsang syaraf halus yang sedikit atau tidak bermielin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah. Di samping berpengaruh pada syaraf, juga mempengaruhi otot sehingga terjadi pumping actions. Dengan terjadinya pumping action akan meningkatkan sirkulasi darah dan akan mereabsorbsi inflamasi dan sisa metabolisme sehingga menurunkan iritan pada tingkat nocisensoris sehingga nyeri berkurang, yang akan mempengaruhi panjang langkah.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu kombinasi intervensi MWD, TENS dan US menurunkan intensitas nyeri pada spondilosis lumbalis. Pemberian MWD dapat berpengaruh pada pengurangan nyeri dengan cara meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf, meningkatkan aktivitas neurotransmitter serta ambang rangsang saraf. TENS melalui pulsa monophasic yang mengandung arus galvanic memodularisi rasa nyeri pada level spinal dengan menghambat serabut saraf bermielin tipis dan tak bermielin pada level supra spinal inhibisi produksi dari endorphin.

Sedangkan melalui US dengan pengaruh gosokan membantu

venous dan lymphatic”, meningkatan kelenturan jaringan lemak sehingga menurunnya nyeri regang dan proses percepatan regenerasi jaringan.

Intensitas Nyeri Pemakaian Lumbal Korset Pada Kombinasi Intervensi MWD, TENS dan US

Pada pengujian kelompok perlakuan II dengan menggunakan uji beda paired sample t-test didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi pemakaian lumbal korset pada kombinasi intervensi MWD, TENS dan US. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi pada kelompok perlakuan II memberikan penurunan intensitas nyeri yang bermakna pada spondilosis lumbalis.

Penelitian yang dilakukan oleh Kuntono, (2002) dalam penelitian yang berjudul “ Pengaruh Korset Lumbal dan Back Exercise Untuk Mengurangi Keluhan LBP di PT Sritex Solo“ yang dimuat dalam abstracts Electronic Theses & Dissertation (ETD) Gajah Mada University. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa low back pain dengan penggunaan korset lumbal dan back exercise memang menurun. Namun secara statistik tidak ada perbedaan dalam mengurangi intensitas nyeri antara kedua kelompok tersebut.

Pemakaian lumbal korset merupakan alat pelindung diri pada

region punggung bawah yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi membantu mengontrol nyeri punggung dan dapat membatasi gerakan punggung bawah. Penggunaan lumbal korset pada penderita spondilosis lumbalis akan berfungsi mengontrol nyeri karena dapat membatasi atau menyangga gerakan lumbal. Pemakaian lumbal korset akan mempertahankan titik berat tubuh tetap pada tempatnya sehingga beban kerja otot dalam keadaan seimbang antara group agonis dan antagonis. Lumbal korset pada kondisi ini sangat perperan dalam mengurangi nyeri terutama saat beraktifitas, disamping sebagai stabilisasi lumbal juga sebagai pengambilalih sebagian tumpuan berat badan.

Perbedaan Penurunan Intensitas Nyeri Antara Intervensi I Dan II

Pada pengujian antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II dengan uji beda yaitu Independent sample t-test didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna intensitas nyeri kelompok perlakuan I (MWD, TENS dan US) dengan kelompok perlakuan II (Lumbal korset, MWD, TENS dan US). Jika dilihat dari perbedaan rerata intensitas nyeri pada kelompok I dan II sesudah perlakuan nampak rerata kelompok II < kelompok I. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi pada kelompok perlakuan II lebih efektif dibandingkan dengan intervensi kelompok perlakuan I dalam menurunkan intensitas nyeri pada kasus spondilosis lumbalis.

Variabel-variabel Pengganggu

Dalam penelitian ini sangat dimungkinkan adanya variabel pengganggu diantaranya :

  • 1.    Kesungguhan sampel dalam melaksanakan terapi memberikan efek yang berbeda. Pada responden yang memiliki kesungguhan yang baik, maka efek terapi dalam menurunkan intensitas nyeri dapat tercapai dengan baik.

  • 2.    Subyektifitas intensitas nyeri menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) sangat sulit dihindari.

  • 3.    Peneliti tidak mempermasalahkan penggunaan terapi-terapi lainnya yang dilakukan saat di luar terapi.

Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan masih banyak keterbatasannya. Keterbatasan-keterbatasan penelitian tersebut antara lain:

  • 1.    Subyektifitas responden dalam pengukuran intensitas nyeri menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) sehingga mempengaruhi hasil penelitian.

  • 2.    Peneliti tidak membedakan antara pasien yang menggunakan terapi lainnya dengan yang tidak menggunakan terapi lainnya saat di rumah.

Simpulan Dan Saran

Berdasarkan         analisis

penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

  • 1.    Kombinasi intervensi MWD, TENS dan US dapat mengurangi

intensitas nyeri pada kasus spondilosis lumbalis. Hal tersebut dapat dilihat dari uji beda yaitu paired sample t-test didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05).

  • 2.    Pemakaian Lumbal Korset pada kombinasi intervensi MWD, TENS dan US dapat mengurangi intensitas nyeri pada kasus spondilosis lumbalis. Hal tersebut dapat dilihat dari uji beda yaitu paired sample t-test didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05).

  • 3.    Pemakaian Lumbal Korset pada kombinasi intervensi MWD, TENS dan US lebih efektif dari kombinasi intervensi MWD, TENS dan US dalam mengurangi intensitas nyeri pada spondilosis lumbalis. Hal tersebut dapat dilihat dari uji beda independent sample t-test didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05).

Implikasi

Implikasi yang dapat diterapkan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:

  • 1.    Hasil ini memberikan keyakinan kepada peneliti tentang pentingnya pemakaian lumbal korset pada kombinasi intervensi MWD, TENS dan US dalam mengurangi intensitas nyeri pada kasus spondilosis lumbalis.

  • 2.    Penelitian ini dapat dijadikan acuan penelitian-penelitian yang akan datang dalam upaya pengulangan atau pengembangan penelitian yang sejenis.

  • 3.    Masyarakat sebagai pengguna jasa kesehatan, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam

dalam mengurangi intensitas nyeri pada kasus spondilosis lumbalis.

  • 4.    Bagi pasien dapat meningkatkan motivasi dan kepercayaan mereka dalam    dalam mengurangi

intensitas   nyeri   pada kasus

spondilosis lumbalis yang mereka derita.

Saran

  • 1.    Untuk pengembangan penelitian selanjutnya,          dibutuhkan

kombinasi instrumen yaitu VAS yang bersifat subyektif dan instrumen lainnya yang bersifat obyektif dalam mengukur intensitas nyeri.

  • 2.    Sampel dalam penelitian masih perlu diperbanyak, begitu juga dengan waktu penelitian. Karena sampel tidak diperoleh secara sekaligus,    sehingga periode

penelitian    yang dibutuhkan

menjadi lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Alfin, 2010 Fisioterapi Pada Penderita Lbp Akibat Spondylosis

http://fisioterapishamdialfin. com/ diakses 22 Januari 2011

  • 2.    Anderson, C.O. 2008. Corset Untuk Nyeri Punggung, Columbus, Georgia. diakses 22 Januari 2011

  • 3.    Borenstein, D.2004. LBPMedical Diagnosis and Comprehensive Management, fourt Edition W.B Saunders Company, Philadelpia.

  • 4.    Cailliet, R. 2000. Low Back Pain Syndrome, FA Davis Co, Philadelpia.

  • 5.    Donatelli, R. dan Wooden M.J. 2002. Orthopeadic Physical

Therapy, Churchil Livingstone Inc.

  • 6.    Frentice, E.W., Quillen, S.W.2005. Therapeutic Modalities in Rehabilitation, Thrid Edition, The McGraw-Hill Companies, New York.

  • 7.    Guyton, A.C. 2009. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit, Edisi II, WB Saunders Company, Philadelpia.

  • 8.    Harjono, J. 2008. Kumpulan Kuliah Sistem Asuhan Fisioterapi, Universitas Indonusa Esa Unggul, Jakarta.

  • 9.    Kuntono, 2002 Pengaruh Korset Lumbal dan Back Exercise Untuk Mengurangi Keluhan LBP di PT Sritex Solo http://etd.ugm.ac.id/ diakses 22 Januari 2011

  • 10.    Lubis, I. 2003. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam : Meliala L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan           Dokter

SpeliasiSaraf Indoensia. Jakarta.

  • 11.    Mancini, R.M. 2001. Muskuloskeletal Pain, In Halstead LS, Grabois M. Eds. Medical Rehabilitation, New york, hal. 97.

  • 12.    Meliala, L. 2003. Patofiologi dan Penatalaksanaan         Nyeri

Punggung Bawah. Dalam Meliala L, Suryono B, Wibowo S. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah I Indonesia Pain Society, Yogyakarta.

  • 13.    Parjoto, S. 2006. Terapi Latihan pada Nyeri Pinggang Bawah, Pelatihan Nasional 30 jam kupas tuntas LBP dari aspek intervensi Fisioterapi terkini, Surakarta.

  • 14.    Pemkab Gianyar. 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar.

  • 15.    Priatna, H. 2008. Kumpulan Kuliah Elektrofisika, Universitas Indonusa Esa Unggul, Jakarta.

  • 16.    Purbo. K.H. 2006. Perkembangan        Konsep

AplikasiTENS, Diadynamis dan HFC pada Kondisi Nyeri.

  • 17.    Sugijanto, 2008. Kumpulan Kuliah Manual Terapi, Universitas Indonusa Esa Unggul, Jakarta.

  • 18.    Supriyanti, E. 2003. Perbedaan manfaat terapi kombinasi SWD dan Korset dengan SWD Terhadap Pengurangan Nyeri Pada Lower Back pain (LBP)Mekanik. Program Studi DIV Fisioterapi Fakultas Fisioterapi Indonusa Esa Unggul Jakarta.

  • 19.    Thamburaj. V. 2007. Lumbar spondylosis..

http://www.pubmedcentral.nih.go v. diakses 10 Pebruari 2011.

  • 20.    Wheeler, A.H. dan Stubbart, J. 2006. Pathophysology of Chronic Back Pain.Up Date April 13.

  • 21.    Wirawan. 1998. Diagnosis dan Penatalaksanaan         Nyeri

Pinggang. Dalam. Soenarto. Simposium Rematik Pengenalan dan Pengelolaan Artropati Seronegatif, Bagian Penyakit Dalam FK Undip, Semarang.

  • 22.    Wirawan, R.B. 2004. Diagnosis dan Namajemen Nyeri Pinggang Bawah, Kumpulan Makalah Pain Symposium :     Toward

Mechanism Base Treatment, Jogjakarta, hal. 107.