HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN STABILITAS POSTURAL PADA LANSIA DI DESA KUKUH, KERAMBITAN, TABANAN

Ni Kadek Ayu Satya Dewanti1, Putu Ayu Sita Saraswati2, Luh Made Indah Sri Handari Adiputra3, Ni Made Linawati4

1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 3Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 4Departemen Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali [email protected]

ABSTRAK

Lansia merupakan seseorang yang memasuki tahap usia 60 tahun ke atas. Saat memasuki tahap lansia, setiap orang mengalami proses degeneratif dari perubahan fisik maupun neurologis yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Penyebab masalah kesehatan pada lansia salah satunya adalah kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur yang buruk dapat mempengaruhi fungsi sensorimotor pada tubuh lansia sehingga berdampak pada stabilitas posturalnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan stabilitas postural pada lansia di Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan. Desain penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yang dilakukan pada bulan Februari-April 2021. Pengambilan subjek dilakukan dengan teknik Purposive Sampling. Total subjek penelitian ini sebanyak 66 orang. Variabel independen yang diukur adalah kualitas tidur yang diukur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index. Variabel dependen yang diukur adalah stabilitas postural yang diukur menggunakan Time Up Go Test. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji chi-square untuk menganalisis hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil analisis data diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05). Subjek dengan kualitas tidur yang buruk (Global PSQI ≥5) lebih dominan memiliki stabilitas postural berisiko jatuh (≤20 detik) dan sangat berisiko jatuh (≤30 detik), sedangkan subjek yang memiliki kualitas tidur yang baik (Global PSQI <5) memiliki stabilitas yang normal (≤10 detik). Berdasarkan hasil penelitian dan uji hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara kualitas tidur dengan stabilitas postural pada lansia di Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan.

Kata kunci: Lansia, Stabilitas Postural, Tidur

THE RELATIONSHIP BETWEEN SLEEP QUALITY WITH POSTURAL STABILITY IN ELDERLY AT DESA KUKUH, KERAMBITAN, TABANAN

ABSTRACT

Elderly is someone who has entered the age of 60 years and over. When entering elderly stage, everyone experiences a degenerative process of physical and neurological changes related to health problems. One of causes of health problems in elderly is poor sleep quality. Poor sleep quality can affect sensorimotor function in elderly's body which affects on postural stability. The purpose of this study was to determine the relationship between sleep quality and postural stability in elderly at Kukuh Village, Kerambitan, Tabanan. The study design was analytic observational with a cross-sectional approach which was conducted in February-April 2021. Sampling was done by using purposive sampling technique. Total subjects of this study were 66 people. Sleep quality was measured with Pittsburgh Sleep Quality Index and postural stability was measured with Time Up Go Test. This study used chi-square test to analyze the relationship between independent and dependent variables. The results of data analysis obtained p value=0,000 (p <0,05). Subjects with poor sleep quality (Global PSQI ≥5) were more dominant in having postural stability at risk of falling (≤20 seconds) and very risk of falling (≤30 seconds), while subjects with good sleep quality (Global PSQI <5) have normal postural stability (≤10 seconds). Based on results of the research and hypothesis testing, it can be concluded that there is a relationship between sleep quality and postural stability in elderly at Kukuh Village, Kerambitan, Tabanan.

Keywords : Elderly, Postural Stability, Sleep

PENDAHULUAN

Tidur merupakan suatu keadaan pikiran dan tubuh dalam keadaan istirahat, dimana merupakan penentu penting dalam kesehatan fisik maupun mental seseorang.1 Para peneliti dan masyarakat umum juga menyatakan tidur sebagai penentu kualitas hidup seseorang.1,2 Kualitas tidur merupakan ukuran dimana seseorang mampu memulai tidur dengan mudah, mampu mempertahankan proses tidur dan terasa rileks setelah bangun dari tidur.3 Setiap orang membutuhkan tidur yang optimal untuk mencapai kualitas hidup yang baik.3Kualitas tidur yang buruk atau dalam waktu yang tidak optimal dapat mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan tubuh dan telah terbukti sebagai penyebab meningkatnya angka mortalitas populasi umum.1

Tidur normal terdiri dari dua fase yaitu Non-Rapid Eye Movement (NREM) atau gerakan bola mata yang lambat dan Rapid Eye Movement (REM) atau gerakan bola mata yang cepat.4 Setiap orang memiliki kualitas tidur yang berbeda tergantung dari aktivitas fisik dan usia. Aktivitas fisik mempengaruhi kualitas tidur seseorang tergantung seberapa berat aktivitas yang dilakukan. Selain aktivitas fisik, usia juga merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas tidur. Waktu tidur pada bayi baru lahir sekitar 16-20 jam sehari, anak-anak sekitar 10-12 jam sehari, kemudian menurun pada umur diatas 10 tahun sekitar 9-10 jam sehari dan pada orang dewasa atau lansia sekitar 7-9 jam sehari.3

Lansia atau lanjut usia merupakan seseorang yang memasuki usia lebih dari 60 tahun. Di Indonesia pada tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa (9,03%) penduduk lansia dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta), dimana angka harapan hidup wanita lebih tinggi sekitar 73,38% sedangkan pria lebih rendah sekitar 68,26%. Menurut data statistik Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2015, jumlah lansia di Bali mencapai 441.000 jiwa (10,3%) dan merupakan provinsi yang masuk dalam 5 besar memiliki jumlah lansia terbanyak di Indonesia.5 Saat memasuki tahap lansia, seseorang akan mengalami banyak perubahan fisik maupun neurologis yang berkaitan dengan masalah kesehatan.6 Penyebab masalah kesehatan pada lansia salah satunya adalah kualitas tidur yang buruk. Sekitar 50% lansia pada umumnya memiliki masalah pada tidurnya.7 Masalah tidur pada lansia disebabkan karena perubahan sistem neurologis yakni penurunan angka dan ukuran bentuk neuron pada sistem saraf pusat yang berdampak pada fungsi neurotransmiter menjadi turun sehingga distribusi noreprinefrin yang merupakan hormon perangsang tidur juga ikut menurun.4,6 Kualitas tidur yang buruk ini dapat mempengaruhi keseimbangan atau stabilitas postural (postural stability) pada lansia.1–3,7–9

Stabilitas postural (postural stability) adalah kemampuan tubuh untuk menjaga pusat massa tubuh atau Center of Mass (CoM) dengan batasan stabilitas berdasarkan penyangga tubuh atau Base of Support (BoS). CoM terletak didepan vertebra sakral 2 atau pada 55%-57% dari tinggi badan seseorang dari atas tanah. Dalam menjaga stabilitas postural, tubuh secara otomatis menghasilkan gaya reaksi pada permukaan bawah telapak kaki untuk mengendalikan gerakan pusat masa tubuh yang disebut dengan Center of Pressure (CoP). CoP merupakan pusat tekanan gaya tubuh saat seseorang dalam keadaan statis maupun dinamis dan akan selalu bergerak disekitar CoM untuk menjaga stabilitas postural. Faktor-faktor yang mempengaruhi CoP yaitu luas permukaan area yang menapak, kecepatan, dan jarak CoP disekitar CoM. Perpindahan CoP yang tidak teratur dapat menyebabkan terjadinya keadaan yang tidak stabil.8,10

Proses degeneratif yang diperburuk oleh kualitas tidur menyebabkan terganggunya stabilitas postural, berisiko mengancam kaum lansia. Dalam menjaga keseimbangan, tubuh menjaga CoP agar selalu berada dalam lingkup CoM. Efek kurang tidur pada kontrol postural terbatas pada kisaran CoP ke arah anterior-posterior dan mediolateral pada lansia. Ini menunjukkan bahwa kualitas tidur yang buruk dapat mengubah biomekanik pada kontrol postural untuk mencapai stabilitas postural. Arah CoP anterior-posterior diatur oleh otot-otot ankle, sedangkan CoP mediolateral diatur oleh otot abduktor-adduktor hip. CoP mediolateral berfungsi penting dalam inisiasi langkah bagian lateral sehingga tubuh menjadi stabil melangkah ke depan. Atrofi otot oleh karena penuaan menyebabkan tingkat kepekaan otot ankle menjadi sensitif dan meningkatkan mobilisasi dari otot mediolateral saat keadaan berdiri pada lansia dengan kualitas tidur yang buruk. Menangani hal tersebut, lansia yang memiliki kualitas tidur yang buruk memanfaatkan otot mediolateral (hip) langsung bekerja pada CoM dikarenakan otot-otot hip terletak lebih proksimal dari CoM otot ankle. Efek dari kurang tidur dapat meningkatkan jangkauan dan besarnya CoP pada lansia. Pergerakan CoP lebih besar pada lansia yang kurang tidur sehingga meningkatkan risiko batas dari stabilitas postural, dimana kecepatan yang tinggi dalam siklus berjalan (gait cycle) berkaitan dengan risiko jatuh pada lansia.8

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional yang sudah mendapatkan izin kode etik oleh Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan nomor 730/UN 14.2.2.VII.14/LT/2020. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2021 pada Lansia di Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan. Besaran subjek berjumlah 66 orang yang telah diperoleh dengan teknik pengambilan Purposive Sampling. Subjek penelitian sebelumnya telah memenuhi kriteria inklusi yaitu berusia 60-87 tahun, mampu berkomunikasi secara verbal dan kooperatif dilihat ketika diajak berwawancara, bersedia menjadi subjek penelitian dan mengisi informed consent sebagai persetujuan menjadi subjek penelitian, skor MMSE (Mini Mental State Examination) penilaian kognitif minimal 24 dengan interpretasi kognitifnya baik untuk diberikan perintah, skor Baecke Index (penilaian aktivitas fisik) 5,6 – 7,9 dengan interpretasi kategori aktivitas fisiknya minimal sedang, serta tidak memenuhi kriteria eksklusi seperti lansia dengan gangguan penglihatan yang benar-benar mengganggu saat melihat diketahui melalui riwayat kesehatan subjek (kecuali presbiopi (cacat mata tua), hipermetropi (rabun dekat) dan miopi (rabun jauh) karena dapat menggunakan alat bantu kacamata sesuai kebutuhan), lansia dengan penyakit gangguan sistem saraf dan riwayat trauma kepala yang diketahui melalui riwayat kesehatan subjek, lansia dengan penyakit kronis pada kondisi yang tidak memungkinkan ikut serta dalam penelitian ini seperti disabilitas, penyakit jantung, keganasan, dan lain-lain yang diketahui melalui riwayat kesehatan subjek. Variabel dalam penelitian ini yaitu kualitas tidur merupakan variabel independen, stabilitas postural merupakan variabel dependen, serta usia, jenis kelamin, fungsi kognitif, dan aktivitas fisik merupakan variabel kontrol.

Alur dari penelitian ini pertama memberikan konsep dan edukasi kepada subjek secara door to door sudah menggunakan protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19, dilanjutkan persetujuan subjek sebagai subjek penelitian dengan menandatangani informed consent, setelah itu dilakukan penilaian kualitas tidur menggunakan kuesioner PSQI dan pengukuran stabilitas postural dengan TUGT. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) memiliki reliabilitas dengan nilai cronbach’s alpha = 0,805 dengan test-retest reliability spearman’s correlation coefficient=0,773 dan validitas p<0,001 dengan sensitivitas = 1 serta spesifisitas = 0,81.1,2,10,11 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur stabilitas postural menggunakan TUGT yang memiliki nilai sensitivitas 45% dan spesifisitas 90% dengan nilai validitas p<0,001 dan reliabilitas = 0,93.12,13 Interpretasi hasil dari

Global PSQI yaitu rentang 0-21 dimana kualitas tidur baik bila skor ≤5 dan kualitas tidur yang buruk bila skor >5, sedangkan interpretasi hasil dari TUGT yaitu ≤ 10 detik bernilai normal, ≤ 20 detik bernilai berisiko jatuh, ≤ 30 detik sangat berisiko jatuh.11,12 Setelah mendapatkan seluruh data subjek, data – data tersebut dianalisis menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) IBM versi 25.0. Teknik analisis data yang digunakan ada dua yakni analisis univariat yang bertujuan untuk menggambarkan secara umum karakteristik subjek serta analisis bivariat menggunakan metode chi-square test yang bertujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen kualitas tidur dengan variabel dependen stabilitas postural.

HASIL

Pada penelitian ini yang di analisis univariat adalah usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, kualitas tidur, dan stabilitas postural pada subjek penelitian lansia di Desa Kukuh, Kerambitan,Tabanan, yang berjumlah 66 orang. Berikut merupakan tabel hasil dari analisis univariat.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Variabel                   Frekuensi (n)            Persentase (%)

Usia

Usia Lanjut (60 – 74 tahun)

53

80,3

Usia Tua (75 – 90 tahun) Jenis Kelamin

13

19,7

Laki-laki

30

45,5

Perempuan

Aktivitas Fisik

36

54,5

Sedang

44

66,7

Tinggi

Kualitas Tidur

22

33,3

Baik

17

25,8

Buruk

Stabilitas Postural

49

74,2

Normal

17

25,8

Berisiko Jatuh

37

56,1

Sangat Berisiko Jatuh

12

18,2

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa dari 66 subjek penelitian ini terdapat 53 orang (80,3%) dalam kategori usia lanjut (60-74 tahun) dan 13 orang (19,7%) dalam kategori usia tua. Karakteristik dari jenis kelamin terdapat 45,5% (30 orang) merupakan laki-laki dan 54,5% (36 orang) merupakan perempuan. Karakteristik dari tingkat aktivitas fisik sedang sebanyak 44 orang (66,7%) dan tingkat aktivitas fisik tinggi 22 orang (33,3%). Karakteristik dari kualitas tidur mayoritas lansia memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak 49 orang (74,2%) dan 17 orang (25,8%) memiliki kualitas tidur yang baik. Karakteristik dari stabilitas postural normal sebanyak 17 orang (25,8%), berisiko jatuh sebanyak 37 orang (56,1%) dan sangat berisiko jatuh sebesar 12 orang (18,2%).

Hasil analisis hubungan antara dua variabel yaitu, variabel independen kualitas tidur dengan variabel dependen stabilitas postural dianalisis dengan metode bivariat chi-square test. Berikut merupakan tabel hasil uji bivariat.

Tabel 2. Hubungan Kualitas Tidur dengan Stabilitas Postural

Kualitas Tidur

Stabilitas Postural

Total

p

Normal

Berisiko Jatuh

Sangat Berisiko Jatuh

n

%

n

%

n    %

n

%

0,000

Baik

17

100

0

0

0      0

17

25,8

Buruk

0

0

37

75,5

12    24,5

49

74,2

Jumlah

17

25,8

37

56,1

12    18,2

66

100

Hasil uji chi-square yang terlihat pada Tabel 2. yang menunjukkan nilai Asymptotic significance (2-sided) sebesar 0,000. Berdasarkan tabel tersebut dapat diartikan bahwa adanya hubungan antara kualitas tidur dengan stabilitas postural dimana dapat dilihat pada hasil subjek dengan kualitas tidur yang buruk lebih dominan memiliki stabilitas postural berisiko jatuh (≤20 detik) dan sangat berisiko jatuh (≤30 detik), sedangkan subjek yang memiliki kualitas tidur yang baik memiliki stabilitas yang normal (≤10 detik). Nilai Asymptotic significance (2-sided) lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan stabilitas postural pada lansia di Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan.

DISKUSI

Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kukuh, Kerambitan Tabanan pada minggu kedua bulan Februari 2021, dimana keadaan dunia pada saat itu sedang dilanda pandemi corona virus disease 19 (COVID-19). Akibat daripada itu, berdampak pada proses penelitian yang seharusnya mengumpulkan subjek dalam satu banjar, pelaksanaannya menjadi door-to-door (rumah ke rumah). Pelaksanaan secara door-to-door ini mengikuti protokol kesehatan sehingga tidak mempengaruhi jalan dan hasil dari penelitian namun peneliti harus berusaha lebih untuk mencari subjek dari rumah ke rumah penduduk. Pencarian subjek menggunakan teknik purposive sampling dimana subjek merupakan

masyarakat lansia di Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan telah berumur 60-87 tahun berjumlah 66 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi. Peneliti memperoleh data yang digunakan untuk mendukung hipotesis penelitian ini yakni data primer seperti usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, kualitas tidur, dan stabilitas postural yang sudah diolah oleh peneliti.

Hasil penelitian yang terdapat pada tabel 1 mengenai penjelasan karakteristik usia yang menjadi subjek pada penelitian ini dengan jumlah terbanyak pada usia 70 tahun berjumlah 12 orang (18,2%), usia termuda yakni 60 tahun berjumlah 1 orang (1,5%) dan usia tertua yakni 83 tahun berjumlah 1 orang (1,5%). Subjek pada penelitian ini di dominasi berjenis kelamin perempuan berjumlah 36 orang (54,5%) dan sisanya laki-laki berjumlah 30 orang (45,5%).

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa kegiatan aktivitas fisik lansia mayoritas bernilai sedang berjumlah 44 orang (66,7%) dan bernilai tinggi berjumlah 22 orang (33,3%). Aktivitas fisik merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari dengan pengeluaran energi tergantung aktivitas yang dilakukan dalam kategori rendah, sedang, atau tinggi. Semakin besar pengeluaran energi maka lansia akan memerlukan pengumpulan energi kembali dengan cara istirahat dan tidur. Tingkat aktivitas fisik yang semakin tinggi berakibat kelelahan pada fisik, sehingga tubuh akan menjaga keseimbangan energi tersebut melalui talamus yang akan menonaktifkan rangsangan dari luar sehingga memicu perpendekan gelombang NREM pada lansia yang memiliki aktivitas fisik semakin tinggi. Aktivitas fisik terus-menerus tidak seimbang maka dapat mempengaruhi pola tidur yang berdampak pada kualitas tidur lansia.16,17

Hasil penelitian pada tabel 1 mengenai kualitas tidur menunjukkan bahwa subjek penelitian lebih dominan memiliki kualitas tidur yang buruk berjumlah 49 orang (74,2%) sedangkan yang memiliki kualitas tidur yang baik berjumlah 17 orang (25,8%). Hasil dari penelitian ini juga sama dengan penelitian dari Shiho et al pada tahun 2017 dimana subjek yang memiliki kualitas tidur yang buruk (24,5%) lebih banyak dibandingkan dengan kualitas tidur yang baik (17,6%).11 Selain itu pada penelitian Hita Contreras pada tahun 2017 dari 165 subjek sebesar 66% lansia memiliki kualitas tidur yang buruk.1 Selain itu hasil penelitian ini serupa dengan Azmi Hanifa pada tahun 2016 dengan hasil kualitas tidur buruk (96,8%) lebih banyak daripada kualitas tidur yang baik (3,2%) pada lansia. Pola tidur lansia sangatlah beragam.18 Lansia memiliki keluhan dalam proses tidur mereka. Seperti halnya sulit tidur pada malam hari biasanya disebabkan karena adanya penyakit penyerta ataupun beban pikiran (psikis). Selain sulit tidur pada malam hari, lansia juga mengeluhkan terjadinya peningkatan tidur di siang hari yang disebabkan karena seringnya terbangun pada malam hari (seperti ke toilet, mimpi, ataupun tiba-tiba saja terbangun). Bila dibandingkan dengan jumlah waktu total di tempat tidur, waktu yang digunakan untuk tidur menjadi menurun rata-rata satu jam atau lebih. Keluhan perubahan pola tidur lansia tersebut dipengaruhi oleh penurunan kinerja Sistem Saraf Pusat yang mempengaruhi sensitivitas saraf sensorik untuk mempertahankan irama sirkadian. Selain itu faktor-faktor eksternal seperti gaya hidup, lingkungan, riwayat obat-obatan dan aktivitas fisik dapat mempengaruhi kualitas tidur pada lansia.19

Hasil Penelitian pada tabel 1. mengenai stabilitas postural lansia normal berjumlah 17 orang (25,8%), berisiko jatuh berjumlah 37 orang (56,1%), dan sangat berisiko jatuh berjumlah 12 orang (18,2%). Salah satu faktor utama yang menyebabkan gangguan stabilitas postural adalah proses degeneratif. Dampak terjadinya degeneratif pada lansia salah satunya akan berpengaruh pada stabilitas posturalnya. Lansia mengalami perubahan fisik atau penurunan morfologis pada otot yang dapat mengakibatkan perubahan fungsional otot seperti penurunan fleksibilitas, elastisitas, kontraksi, dan kecepatan waktu reaksi.20 Selain itu perubahan oleh dampak degeneratif adalah sistem vestibular. Terjadinya penurunan fungsi pada otolith, epithelium sensoris dan sel rambut, saraf kranialis VIII serta serebelum.21 Sensitivitas sistem somatosensoris pada lansia menurun seiring bertambahnya usia dimana input taktil dan proprioseptif dalam mendeteksi adanya perubahan pada tubuh menjadi melambat. Akibatnya, akan berisiko jatuh pada lansia. Risiko jatuh merupakan ciri-ciri dari gangguan stabilitas pada lansia.20,21

Hubungan antara Kualitas tidur dengan Stabilitas Postural

Pada tabel 2 terlihat bahwa mayoritas pada lansia memiliki kualitas tidur yang buruk (Nilai Global PSQI ≥5) yang masuk ke dalam kategori stabilitas postural berisiko jatuh (≤20 detik) sebanyak 37 orang (75,5%), sedangkan yang memiliki kualitas tidur yang buruk (Nilai Global PSQI ≥5) yang masuk ke dalam kategori stabilitas postural sangat berisiko jatuh (≤30 detik) sebanyak 12 orang (24,5%) dengan jumlah total subjek yang memiliki kualitas tidur yang buruk sebesar 49 orang (74,2%) dari 66 total subjek. Lansia yang memiliki kualitas tidur yang baik (Nilai Global PSQI <5) masuk ke dalam kategori stabilitas postural normal (≤10 detik) sebesar 17 orang (25,8%) dari total 66 subjek. Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara kualitas tidur dengan stabilitas postural dimana dapat dilihat pada hasil subjek dengan kualitas tidur yang buruk lebih dominan memiliki stabilitas postural berisiko jatuh (≤20 detik) dan sangat berisiko jatuh (≤30 detik), sedangkan subjek yang memiliki kualitas tidur yang baik memiliki stabilitas yang normal (≤10 detik).

Hasil yang diperoleh pada tabel 2 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen dan dependen. Penelitian lain yang serupa diperoleh hasil adanya hubungan antara kualitas tidur dengan Aguiar dan Barela pada tahun 2015 dimana hasil pada kelompok subjek yang memiliki kualitas tidur yang buruk dalam uji Post Hoc Test menunjukkan amplitudo bergoyang lebih tinggi pada kelompok SD (Sleep Deprivation) p<0,005 yang berarti adanya pengaruh kurang tidur dengan stabilitas postural. Selain itu pada penelitian Shiho et al pada tahun 2017 dengan hasil serupa nilai Global PSQI>5 pada 210 peserta 19,6% dengan risiko jatuh setidaknya sekali dalam setahun saat pemeriksaan tidur Odds Ratio OR = 1,50 (CI 95% 1,20 – 1,89) yang berarti adanya hubungan kualitas tidur dengan stabilitas postural.11 Pada penelitian Robillard R et al pada tahun 2011 juga memiliki hasil yang sama yakni pengaruh kualitas tidur yang buruk (sleep deprivation) meningkatkan CoP Range dan CoP Speed pada lansia dengan nilai p<0,01 yang artinya ada hubungan kualitas tidur terhadap stabilitas postural.8

Kualitas tidur dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan kesehatan seseorang. Perubahan pola tidur termasuk ke dalam faktor yang menentukan kualitas tidur seseorang. Menurut Edwards et al pada tahun 2012 kegiatan lansia sebagian besar menghabiskan waktunya di tempat tidur, namun durasi waktu terkadang singkat sehingga mudah

terbangun dari tidur. Pola tidur yang berubah dari lansia pada penurunan gelombang NREM tahap 3-4 dan gelombang alfa yang berdampak pada peningkatan frekuensi terbangun pada malam hari.19 Faktor-faktor lain juga dapat mempengaruhi kualitas tidur lansia seperti gaya hidup, kondisi kesehatan, psikis, Aktivitas fisik, serta faktor lingkungan.17–19 Pada lansia dengan kualitas tidur yang buruk akan mengganggu input visual, vestibular, dan somatosensoris. Kondisi tubuh yang kurang tidur akan berdampak terjadinya visual yang tidak fokus atau jelas (noise postural control system). Jika tubuh terkena gaya eksternal secara tiba-tiba dan cepat, akan menyebabkan terjadinya guncangan pada postur dikarenakan tidak siapnya input sensoris mengirimkan sinyal sehingga terjadinya respons jatuh pada tubuh.2

Sistem sensorik visual, vestibular, dan somatosensoris berkaitan erat dengan stabilitas postural, namun seiring bertambahnya usia sistem ini akan menurun fungsinya. Penurunan pada sistem ini dapat mempengaruhi kemampuan respon postural terhadap gaya gravitasi.21 Selain itu aktivitas motorik berpengaruh juga terhadap kontrol postural. Atrofi otot akibat penuaan akan menyebabkan otot menjadi lemah dan fungsinya akan tidak maksimal. Ketidakmaksimalan otot terutama bagian ekstremitas bawah berdampak pada pemendekan langkah kaki yang disebabkan karena siaga tubuh untuk memfokuskan agar tidak jatuh, maka dari itu proses berjalan lansia menjadi lambat karena fokus pada menstabilkan posturalnya.8,11

Kualitas tidur yang buruk menjadi target ancaman dari stabilitas postural dan gaya berjalan pada lansia. Menurut penelitian dari Aguiar dan Barela pada tahun 2015, bahwa kondisi kurang tidur dapat menyebabkan tubuh mengalami guncangan (body sway).2 Dalam menjaga keseimbangan, tubuh menjaga CoP agar selalu berada dalam lingkup CoM. Efek kurang tidur pada kontrol postural terbatas pada kisaran CoP kearah anterior-posterior dan mediolateral pada lansia. Arah CoP anterior-posterior diatur oleh otot-otot ankle, sedangkan CoP mediolateral diatur oleh otot abduktor-adduktor hip. Lansia yang memiliki kualitas tidur yang buruk memanfaatkan otot mediolateral (hip) langsung bekerja pada CoM dikarenakan otot-otot hip terletak lebih proksimal dari CoM otot ankle. Efek dari kurang tidur dapat meningkatkan jangkauan dan kecepatan dari CoP pada lansia. Pergerakan CoP lebih cepat pada lansia yang kurang tidur sehingga meningkatkan risiko batas dari stabilitas postural, dimana kecepatan yang tinggi berkaitan dengan risiko jatuh pada lansia.8

Stabilitas postural dinamis pada gaya berjalan terkontrol (control of gait) berkaitan dengan ekuilibrium antara mekanisme kontrol otomatis atau refleks (automatic control) dan kontrol eksekutif atau proses kontrol kognitif (executive control/controlled cognitive processing) untuk tercapainya stabilitas postural. Sebagian besar kelainan gaya berjalan pada lansia ditandai dengan berkurangnya kontrol otomatis dan ditekankan pada kontrol eksekutif. Menurut penelitian dari Agmon et al pada tahun 2016, untuk membedakan kontrol otomatis dan kontrol eksekutif dilakukan tes Dual Task walking (DT) sleep efficiency (kecepatan berjalan rs=0,35 ; p=0,04 ; meningkatkan variabilitas panjang langkah rs=0,-36; p=0,03) dan sleep latency (peningkatan variabilitas panjang langkah rs=0,38; p=0,03). Tes ini dilakukan dengan cara mengajak lansia berjalan seperti biasa sambil mengajaknya bicara. Hasilnya pada lansia yang memiliki kualitas tidur yang buruk memengaruhi kontrol eksekutif dari lobus frontalis karena kemampuan kognitif nya terfokus pada topik pembicaraan sehingga respon motorik dari kontrol eksekutif tidak bekerja. Rendahnya sleep efficiency <5 jam (durasi waktu tidur) dan tingginya sleep latency (waktu untuk memulai tidur) dapat meningkatkan gait variability (peningkatan panjang langkah dan waktu variabilitas) dan menurunkan kecepatan berjalan. Peningkatan panjang langkah menyebabkan pada fase stance phase tahap midstance lebih panjang dari pada fase swing phase pada gait cycle ini dikarenakan input sensoris (kontrol eksekutif) yang lambat, sehingga output motorik berusaha menstabilkan postur lansia dari pengaruh body sway melalui tekanan otot ankle pada tahap midstance.10,11

Kelemahan pada penelitian ini berasal dari alat ukur TUGT dimana permukaan lintasan dan lantai tidak selalu sama setiap subjek, sehingga dapat mempengaruhi konsistensi pengambilan data. Selain itu, dalam penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan spesifik mengenai kecenderungan osteoartritis lutut pada subjek.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan olah data, dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara kualitas tidur dengan stabilitas postural pada lansia di Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan. Subjek dengan kualitas tidur yang buruk dominan memiliki stabilitas postural berisiko jatuh dan sangat berisiko jatuh sedangkan subjek yang memiliki kualitas tidur yang baik memiliki stabilitas postural yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Contreras-Hita Fidel, Zagalas-Anula Noelia M-AA et al. Sleep quality and its association with postural stability

and fear of falling among Spanish postmenopausal women. 2018;25(1):1–8.

  • 2.    Aguiar SA, Barela JA. Adaptation of Sensorimotor Coupling in Postural Control Is Impaired by Sleep Deprivation.

2015;1–14.

  • 3.    Sarfriyanda J. Hubungan Antara Kualitas Tidur dan Kuantitas Tidur Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa. JOM.

2015;2(2).

Rehabilitasi Sosial “ MANDIRI ” Semarang Pendahuluan. 2012;1:189–96.

  • 5.    Kemenkes RI. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Vol. 67, Explicator. Pusat Data dan Informasi

Kementrian Kesehatan RI; 2014.

  • 6.    Bonder BR, Otr L, Bello-haas VD. Performance in Older Adults. 3 ed. F.A Davis Company, Philadelphia; 2009.

1–700 hal.

  • 7.    Stone KL, Blackwell TL, Ancoli-israel S, Cauley JA, Redline S, Marshall LM, et al. Sleep Disturbances and Risk

of Falls in Older Community-Dwelling Men : The Outcomes of Sleep Disorders in Older Men ( MrOS Sleep ) Study. J Am Geriatr Soc. 2014;62(2):299–305.

  • 8.    Re´becca Robillard, Francois Prince DF et al. Aging Worsens the Effects of Sleep Deprivation on Postural Control.

PLoS One. 2011;6(12):1–7.

  • 9.    Robillard R, Prince F, Boissonneault M, Filipini D, Carrier J. Clinical Neurophysiology Effects of increased

homeostatic sleep pressure on postural control and their modulation by attentional resources. 2011;122:1771–8.

  • 10.   Agmon M, Shochat T, Kizony R. Sleep quality is associated with walking under dual-task, but not single-task

performance. Gait Posture [Internet]. 2016; Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.gaitpost.2016.06.016

  • 11.    Shiho Takada, Yosuke Yamamoto, Sayaka Shimizu, Miho Kimachi, Tatsuyoshi Ikenoue, Shingo Fukuma, Yoshihiro Onishi, Misa Takegami, Shin Yamazaki, Rei Ono, Miho Sekiguchi, Koji Otami, Shin-ichi Kikuchi, Shinichi Konno SF. Association between subjective sleep quality and future risk of falls in older people: results from LOHAS. Journals Gerontol Ser A. 2017;73(9):1205–11.

  • 12.    Brandmeir NJ, Brandmeir CL, Kuzma K, Mcinerney J. CLINICAL PRACTICE A Prospective Evaluation of an Outpatient Assessment of Postural Instability to Predict Risk of Falls in Patients with Parkinson ’ s Disease Presenting for Deep Brain Stimulation. 2015;(April):151–5.

  • 13.    Tanneke Schoppen, Annemarijke Boonstra, Johan W Groothoff J de V, Ludwig N.H. WHE. The Time “Up and Go” Test: Reliability and Validity in Persons With Unilateral Lower Limb Amputation. Arch Med Phys Rehabil. 1999;80:67–71.

  • 14.    Carole B, Msn S, Gnp ANP. The Pittsburgh Sleep Quality Index. Aviat Week Sp Technol (New York). 2012;(6.1).

  • 15.    University of Delaware. Timed up and go test(TUG). Phys Ther Univ Delaware. 2010;25(4):513–6.

  • 16.    Sauliyusta M, Rekawati E. Aktivitas Fisik Memengaruhi Fungsi Kognitif Lansia. J Keperawatan Indones. 2016;19(2):71–7.

  • 17.    Laili FN, Hatmanti NM. Aktivitas Fisik Dengan Kualitas Tidur Lansia Di Posyandu Lansia Wulan Erma Menanggal Surabaya. J Ilm Keperawatan (Scientific J Nursing). 2018;4(1):7–14.

  • 18.    Hanifa A. Hubungan Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia di Panti Sosial Margaguna Jakarta Selatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2016.

  • 19.    Edwards, O’Driscoll, Ali Asad, Jordan Amy S, Trinder John dan MA. Aging and Sleep: Physiology and Pathophysiology. Semin Respir Crit Care Med. 2012;31(5):618–33.

  • 20.    Kusnanto, Retno Indarwati NM. PENINGKATAN STABILITAS POSTURAL PADA LANSIA. 2007;1(2):49.

  • 21.    Achmanagara. Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal dengan Keseimbangan Lansia di Desa Pamijen Sokaraja Banyumas. Thesis. 2012;1–167.

Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 138 |