PENAMBAHAN CORE STABILITY EXERCISE PADA THROWER’S TEN EXERCISE MENINGKATKAN JARAK LEMPARAN PEMAIN OUTFIELDER’S BASEBALL DI SMAN 8 DENPASAR

I Made Buda Kurniantara1 Ni Komang Ayu Juni Antari2 I Made Niko Winaya3 I Nyoman Adiputra4 1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2,3Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran ,Universitas Udayana, Denpasar, Bali 4Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran ,Universitas Udayana, Denpasar, Bali

[email protected]

ABSTRAK

Melempar tidak hanya berfokus pada kekuatan otot bahu, otot-otot core juga berkontribusi sekitar 55% dari energi kinetik dan gaya yang digunakan pada seluruh gerak lemparan. Oleh sebab itu, penambahan core stability exercise (CSE) pada latihan konvensional yaitu thrower’s ten exercise (TTE) sangat diperlukan untuk pemain outfielder agar terjadi peningkatan jarak lempar pada pemain tersebut. Tujuan Penelitian adalah untuk membuktikan efektivitas penambahan CSE pada TTE terhadap peningkatan jarak lempar pemain outfielder’s baseball di SMAN 8 Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan metode randomized two group pre-test and post-test, pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling dengan jumlah peserta sebesar 16 orang dan setelah diacak peserta dikelompokkan merata pada Kelompok Kontrol (TTE) dan Kelompok Intervensi (CSE dan TTE). Setiap kelompok diberi intervensi 3 kali seminggu dalam 6 minggu penelitian. Jarak lemparan diukur tiap 3 kali intervensi dalam 6 minggu untuk semua peserta penelitian. Hasil analisis data uji paired t-test. Kelompok kontrol diperoleh nilai (p=0,588) sedangkan hasil Kelompok Intervensi (p=0,000). Dari hasil tersebut, latihan pada Kelompok Intervensi signifikan meningkatkan jarak lemparan outfielder’s baseball. Hasil analisis Independent T-Test di data selisih ke dua kelompok ditemukan nilai (p= 0,049) yang menginterpretasikan terdapat perbedaan yang bermakna hasil jarak lemparan kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Berdasakan hasil analisis dapat disimpulkan ada perbedaan efektivitas pada kelompok penambahan intervensi CSE pada TTE dengan kelompok intervensi TTE terhadap peningkatan jarak lemparan pemain outfielders baseball di SMAN 8 Denpasar.

Kata Kunci: baseball, core stability exercise, jarak lemparan, thrower’s ten exercise

THE ADDITION OF CORE STABILITY EXERCISE IN THROWER’S TEN EXERCISE INCREASE THE OUTFIELDER’S BASEBALL PLAYER'S THROW DISTANCE AT SMAN 8 DENPASAR

ABSTRACK

Throwing not about strength of the shoulder muscles, role of core muscles was contributed around 55% of kinetic energy in all throw phase. Therefore, the addition of core stability exercise (CSE) in conventional training, namely thrower’s ten exercise (TTE) is very necessary for outfielder players to increase the throwing distance of these players. The purpose of study is to know the effectiveness of adding of CSE in TTE to increase throw distance of outfielder’s baseball players at senior high school 8 Denpasar. This research design by an experimental research with a randomized two group pre-test post-test method with a simple random sampling technique with 16 participants then randomly selected and put into Control group (TTE) and Intervention group (CSE and TTE). All group was trained 3x/week for 6 weeks. Throw distance was measured every 3 interventions for 6 weeks for all study participants. In data analysis with paired t-test in Control group obtained value (p= 0.588) while value Intervention group obatained (p= 0.000). From these results, training in Intervention group significantly increased outfielder's baseball throw distance. In data analysis on the difference data between the two groups with independent t-test obtained value (p= 0.049) which means that there is a significant difference in results of the throw distance between intervention group with control group. Based on the analysis and discussion of this research, it can be concluded that there is a difference in effectiveness in the addition of CSE in TTE intervention grup with TTE intervention group to increase the throw distance of baseball outfielders at SMAN 8 Denpasar.

Keywords: baseball, core stability exercise, throw distance, throwers ten exercise

PENDAHULUAN

Outfielder’s merupakan pemain yang bertugas melempar bola kembali ke daerah dalam lapangan atau ke baseman terdekat yang akan dimasuki oleh tim musuh (batter). Peran pemain ini penting dalam tim penjaga, karena apabila panjang lemparan dari pemain ini tidak sampai ke baseman terdekat, maka tim lawan dengan mudah mencuri skor pada pertandingan tersebut. Oleh karena itu, peningkatan performa lemparan terutama panjang lemparan sangat diperlukan agar memperkecil peluang tim lawan mendapatkan skor. Supaya pemain baseball dapat menghasilkan energi dan momentum untuk melempar bola ke target dengan tepat dan cepat, kontraksi yang terjadi di seluruh rantai kinetik saat melempar harus kuat dan tepat. Rantai kinetik saat melempar tidak hanya terdiri dari sendi glenohumeral, lengan atas, lengan bawah, dan tangan, namun juga terdiri dari kaki, pinggul, dan tubuh.1 Berdasarkan penelitian, otot-

otot core dapat berkontribusi sekitar 55% dari energi kinetik dan gaya yang digunakan pada seluruh gerak lemparan.2 Apabila terjadi penurunan sekitar 20% dari energi kinetik yang dikirim dari otot core ke lengan, maka diperlukan tambahan 80% gaya terhadap beban atau 34% kecepatan rotasi bahu untuk memberikan jumlah resultan gaya yang sama ke tangan.3

Tidak hanya itu, peran otot-otot core dalam lemparan dijelaskan juga pada penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa saat terjadinya lemparan, otot lateral flexion trunk tepatnya latissimus dorsi akan bekerja sebagai transmitergaya dari M. gluteus maximus menuju ekstremitas atas melalui Myofascial connection. Myofascial connection yang berada diantara otot hip dan lateral flexion trunk akan meningkatkan aktivitas m. serratus anterior. Otot ini merupakan salah satu otot yang berkontribusi terhadap scapula protraction dan membantu menyeimbangkan bahu ketika horizontal adduction dan internal rotation. Berdasarkan hal tersebut, saat fase akselerasi lemparan, otot-otot seperti subscapularis, pectoralismayor, dan latissimus dorsi akan dapat melakukan gerakan internal rotation bahu secara maksimal dan tanpa adanya tahanan eksorotasi bahu, serta akan membantu dalam kecepatan bola saat dilepaskan. Kecepatan bola yang meningkat ini yang akan meningkatkan jarak lempar dari atlet tersebut.3

Melihat dari aspek biomekanik melempar, m. core teraktivasi dari mulai awal sampai akhir fase. Fase wind up, otot ekstensor hip bekerja secara isometrik dan eksentrik untuk menjaga dan mengendalikan fleksi pelvis. Apabila terjadi permasalahan pada daerah tersebut, maka akan menganggu one leg balance pada stance leg yang berpengaruh terhadap rantai kinetik melempar. Fase stride, m. gluteus maximus membantu menyeimbangkan trunk dan pelvic. Fase arm cocking, m. abdominal oblique berkontraksi secara eksentrik untuk mencegah terjadinya hyperextension pada lumbal spine. Fase selanjutnya adalah akselerasi, fase ini m. abdominal oblique, m.rectus abdominis, dan m. lumbar paraspinal akan bekerja mengubah posisi vertebra lumbal yang semula hyperlordosis menjadi fleksi kedepan dan berotasi mengikuti kontraksi m. abdominal oblique. Apabila otot-otot tersebut tidak cukup kuat, maka akan menciptakan kondisi slow arm saat fase ini yang akan berpengaruh kepada jarak lemparan dan juga akan memberi pembebanan yang tinggi pada bahu saat melempar.4

Lemparan dalam baseball sangatlah penting bagi tim bertahan dan peningkatan kekuatan selain bagian di bahu juga sangat berperan dalam performa lemparan, terutama jarak lemparan. Program TTE merupakan latihan umum yang digunakan di antara pemain baseball untuk meningkatkan kekuatan lengan dan meningkatkan kecepatan pelemparan selama pelatihan dan rehabilitasi. Pelatihan ini dirancang untuk melatih otot-otot ekstremitas atas, terutama yang terlibat selama melempar. Program TTE terdiri dari 10 kelompok yang mempunyai beberapa rincian latihan. Program ini menggunakan dumbell dan elastic band sebagai latihan resisten.5 Karena penguatan pada otot bahu tidak cukup untuk mengoptimalkan lemparan, maka penguatan otot lain seperti core perlu dilakukan. Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa CSE dapat meningkatkan akurasi lemparan, core stability, dan proprioseptif untuk peningkatan performa atlet. Latihan ini merupakan latihan progresif yang dimulai dari 30 detik dan ditingkatkan terus sampai 1 menit 45 detik. Berdasarkan pemaparan di atas dan pencarian literatur dari peneliti, penambahan CSE pada TTE terhadap jarak lemparan belum ada, sehingga dengan adanya penelitian ini kedepannya fisioterapi dapat melihat adanya efektivitas penambahan Core Stability Exercise TTE terhadap peningkatan jarak lemparan pemain outfielders baseball.1

METODE

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental metode randomized two group pre-test post-test yang merupakan eksperimen yang dilaksanakan pada dua kelompok. Penelitian telah lulus uji kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar yang bernomor 385/UN14.2.2.VII.14/LP/2020. Desain penelitian ini menggunakan single blind design antar peserta penelitian, sehingga para peserta penelitian tidak mengetahui mereka masuk kelompok kontrol atau intervensi.

Jumlah peserta sebanyak 8 orang per kelompok yang sudah memenuhi kriteria inklusi penelitian antara lain siswa berumur 15-17 tahun, indeks massa tubuh (IMT) normal sesuai umur (IMT =-2SD sampai dengan 1 SD), siap mengikuti intervensi dari awal sampai akhir, dan menandatangani informed consent. Serta merupakan pemain outfielder baseball.6,7 Kemudian peserta penelitian diacak dengan teknik simple random sampling yaitu teknik undian. Teknik ini dilakukan dengan meminta peserta penelitian memilih kertas yang sudah diacak. Kertas yang bertuliskan “No.1” berarti masuk ke kelompok kontrol (TTE), sedangkan yang bertuliskan “No.2” masuk ke kelompok intervensi (penambahan CSE pada TTE). 8

Kelompok Kontrol diberi TTE dengan 10 kelompok gerakan yang mencakup diagonal pattern (D2), eksternal dan internal rotasi dengan sudut 0° dan 90° abduksi bahu, tidur terlentang dengan horizontal abduksi pada posisi netral dan abdksi bahu 100°, abduksi bahu 90°, side lying with external rotation, scaption with external rotation, press up, normal push up, elbow exercise, prone rowing, dan wirst exercise, dengan 12 repetisi pada minggu 1 dan 4, 10 repetisi pada minggu ke-2 dan 5, dan 8 repetisi pada minggu ke-3 dan 6 dengan 1-2 menit istirahat setiap set latihan. Kelompok Intervensi diberi intervensi penambahan CSE pada TTE yang mencakup bridging, dead bugs, partial sit-ups, quadrupeds, wall slides, ball exercise, dan prone exercises dengan durasi di mulai dari 30 detik dan terus ditingkatkan sampai 105 detik dalam 6 minggu. Setiap peserta penelitian nantinya diberi edukasi terkait penelitian dan diminta untuk menandatangani informed consent. Pemberian intervensi dilakukan oleh peneliti utama di bawah arahan fisioterapi yang sudah mempunyai surat ijin praktik fisioterapi (SIPF).

Penelitian ini dilakukan di SMAN 8 Denpasar, intervensi pada peserta penelitian dimulai dari bulan Maret sampai Juni 2020 dengan intervensi 3 kali seminggu dalam 6 minggu penelitian. Pengukuran jarak lemparan menggunakan meteran roll 100 meter dan diukur sebanyak 3 kali dari jarak titik lempar sampai titik jatuh bola. Pengukuran ini dilakukan setiap 3 kali intervensi dan setelah 6 minggu penelitian, hasil pengukuran jarak lemparan bola dianalisis dengan SPSS. Adapun analisis data penelitian ini, antara lain; uji deskriptif untuk menggambarkan karakteristik setiap peserta penelitian berdasarkan umur dan IMT, normalitas data diuji menggunakan Shapiro Wilk Test, dengan signifikansi 95% (p= 0,05), homogenitas data diuji menggunakan Levene Test, dengan signifikansi 95%

(p= 0,05), uji untuk hasil sebelum dan setelah tes jarak lemparan tiap kelompok menggunakan parametric test (Paired Sample T-Test) yang tingkat signifikansinya 95% (p=0,05), dan uji untuk beda selisih sebelum dan setelah tes jarak lemparan pada dua kelompok menggunakan uji Independent T-Test) yang signifikansinya 95% (p =0,05).

HASIL

Karakteristik Peserta Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah semua siswa SMA Negeri 8 Denpasar yang mengikuti klub baseball dengan total yang mengikuti adalah sebanyak 16 orang yang sudah memenuhi kriteria inklusi. Adapun karakteristik subjek yang dilihat dari umur dan IMT.

Tabel 1. Karakteristik Peserta Penelitian Dilihat Dari Umur Dan IMT

Nilai Rerata dan Standar deviasi

Karakteristik     Kelompok Kontrol       Kelompok Intervensi

Rerata Standar deviasi Rerata Standar deviasi

Umur          16,93        0,48        16,94        0,53

IMT           20,84        2,23        19,60        0,78

Berdasarkan tabel 1, didapatkan umur rerata Kelompok Kontrol sebesar 16,93 tahun, standar deviasi 0,48 tahun. Kelompok Intervensi memiliki rerata 16,94 tahun dan standar deviasi 0,53 tahun. Selanjutnya, didapatkan IMT rerata Kelompok Kontrol sebesar 20,84 Kg/m2 dengan standar deviasi 2,23 Kg/m2. IMT rerata Kelompok Intervensi didapatkan sebesar 19,60 Kg/m2 dengan standar deviasi 0,78 Kg/m2.

Uji normalitas dan homogenitas merupakan persyaratan untuk uji statistik yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini. Hasil uji normalitas dan homogenitas sebelum dan setelah penelitian berturut-turut menggunakan Shapiro Wilk Test dan Levene’s Test.

Tabel 2. Normalitas Data Menggunakan Uji Shapiro Wilk

Normalitas Data Menggunakan Uji Shapiro Wilk

Data kelompok   Kelompok Kontrol     Kelompok Intervensi

P                    P

Sebelum tes             0, 170                  0, 598

Setelah tes               0, 450                   0, 263

Berdasarkan tabel 2, Kelompok Kontrol sebelum tes didapatkan nilai (p=0, 170) dimana (p > 0,05) dan setelah tes didapatkan nilai (p= 0,450) dimana (p > 0,05). Kelompok Intervensi sebelum tes didapatkan nilai (p =0,598) dimana (p > 0,05) dan setelah tes didapatkan nilai (p=0, 263) dimana (p > 0,05). Hasil analisis kelompok kontrol dan kelompok intervensi menunjukan data berdistribusi normal.

Tabel 3. Homogenitas Data Menggunakan Uji Levene’s Test

Kelompok data           Uji Homogenitas dengan Levene’s Test

Sebelum tes                          0,452

Setelah tes                              0,286

Berdasarkan tabel 3, diperoleh nilai (p= 0,452) (p > 0,05) di data sebelum tes dan nilai p = 0,286 (p > 0,05) pada data setelah tes. Hasil dari selisih jarak lemparan menunjukan ke dua kelompok memiliki data homogen.

Uji Beda Rerata Peningkatan Jarak Lempar Sebelum Dan Setelah Latihan Menggunakan Uji Paired Sample T-Test

Tabel 4. Uji Beda Rerata Peningkatan Jarak Lemparan Sebelum dan Setelah Tes

Uji Paired Sample T Test

Rerata sebelum tes Rerata setelah tesp

Kelompok Kontrol    37,60                36,920,588

Kelompok Intervensi  41,73                45,460,000

Berdasarkan tabel 4, Kelompok Kontrol sebelum dan setelah tes diperoleh nilai (p=0,588) dimana (p>0,05) dengan interpretasi tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap peningkatan jarak lemparan sebelum dan setelah diberikan intervensi TTE terhadap jarak lemparan pada pemain outfielder’s baseball di SMAN 8 Denpasar. Uji Paired Sample T-test sebelum dan setelah tes di Kelompok Intervensi diperoleh nilai (p=0,000) dimana (p< 0,05), artinya terdapat perbedaan signifikan pada jarak lemparan sebelum dan setelah intervensi penambahan CSE pada TTE terhadap peningkatan jarak lemparan pada pemain outfielder’s baseball di SMAN 8 Denpasar.

Uji beda hasil selisih merupakan cara untuk melihat perbedaan peningkatan jarak lemparan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Intervensi. Uji ini menggunakan independent T-test.

Tabel 5. Uji Beda Hasil Selisih Jarak Lemparan Sebelum dan Setelah Tes Ke Dua Kelompok Kelompok data post test Uji Independent T-Test berdasarkan Post-test n Rerata     Standar Deviasip

Kelompok Kontrol        8    36,92           6,340,049

Kelompok Intervensi      8    45,469,24

Berdasarkan tabel 5, data selisih jarak lemparan sebelum dan setelah tes menunjukan nilai (p= 0,049) dimana (P<0,05) yang interpretasinya adalah adanya perbedaan yang signifikan terhadap hasil jarak lemparan kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

PEMBAHASAN

Karakteristik Peserta penelitian

Peserta penelitian berjumlah 16 orang yang secara merata dimasukkan dalam Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi. Berdasarkan uji deskriptif untuk karakteristik peserta penelitian berdasarkan umur, didapatkan umur rerata Kelompok Kontrol sebesar 16,93 tahun dengan standar deviasi 0,48 tahun. Kelompok Intervensi memiliki rerata 16,94 tahun dengan standar deviasi 0,53 tahun. Selanjutnya, karakteristik peserta penelitian berdasarkan IMT didapatkan IMT rerata Kelompok Kontrol sebesar 20,84 Kg/m2 dengan standar deviasi 2,23 Kg/m2. Selanjutnya, IMT rerata Kelompok Intervensi didapatkan sebesar 19,60 Kg/m2 dengan standar deviasi 0,78 Kg/m2.

Berat tubuh dan IMT memiliki korelasi signifikan terhadap lemparan. Penelitian lain juga menemukan korelasi IMT yang signifikan terhadap lemparan bola. Namun, tidak dijelaskan secara rinci bagaimana pengaruh IMT secara biomekanik lemparan bola. Hasil dari uji karakteristik berdasarkan usia dan IMT pada kedua kelompok menunjukan karakteristik dari setiap peserta penelitian pada ke dua kelompok sama, sehingga tidak akan mempengaruhi hasil penelitian kedepannya. Apabila terdapat perbedaan hasil antara dua kelompok, perbedaan tersebut bisa saja terjadi karena adanya perbedaan intervensi yang diberi pada 2 kelompok tersebut.9,10

Intervensi TTE Tidak Efektif Terhadap Peningkatan Jarak Lemparan Pemain Outfielders Baseball

Latihan TTE merupakan latihan yang diberi pada kelompok kontrol. Latihan berguna bagi pemain baseball untuk peningkatan kekuatan lengan, power, endurance, dan meningkatkan kecepatan pelemparan selama pelatihan dan rehabilitasi.11 Hasil yang tidak signifikan pada Kelompok Kontrol dapat disebabkan oleh peran otot ekstremitas atas yang berkontribusi tidak sebesar otot core yang mempunyai kontribusi sebesar 55% dari energi kinetik dalam setiap fase lemparan.2 Apabila terjadi penurunan 20% energi kinetik dari otot core ke lengan, maka dibutuhkan peningkatan 34% kecepatan rotasi bahu untuk menyamakan resultan gaya yang dihasilkan ke tangan atau 80% tambahan gaya terhadap beban.3 Selain itu, peran otot core terutama trunk flexion dan rotation berkontribusi paling awal saat fase arm cocking. Diketahui juga trunk flexion dan rotation menghasilkan 48% dan 33% dari total energi kinetik yang digunakan dalam fase melempar dan komponen dari pengerak bahu hanya berkontribusi sebesar 10%. Selain itu, aktivasi dari otot bahu dan siku dari fase arm cocking ke akselerasi mempunyai sedikit bahkan tidak berpengaruh terhadap kinetika sendi bahu atau kecepatan tangan sebagai kontrol varus siku. Dari hal tersebut tentu peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas yang berperan dalam lemparan tidak cukup untuk meningkatkan performa lemparan terutama jarak lemparan atlet.12

Berdasarkan dari fase melempar bola baseball. Terdapat 3 fase yang mempengaruhi perfroma lemparan dan salah satunya adalah fase akselerasi. Fase ini dimulai dari titik maksimal eksternal rotasi sampai akhirnya bola terlepas dari tangan. Saat fase ini berlangsung, otot subscapularis, latissimus dorsi, dan pectoralis mayor melakukan kontraksi maksimal yang menghasilkan gerakan internal rotation humerus sehingga akan menghasilkan gaya yang besar dan kecepatan sudut yang tinggi dari fase arm cocking ke akselerasi. Saat fase ini berlangsung, m. triceps brachii juga teraktivasi tinggi membantu memfasilitasi pencegahan fleksi siku yang berlebihan dan kontrol untuk pergerakan siku ketika rotasi bahu terjadi. Namun di sisi lain, m. triceps juga dibantu oleh otot-otot core yang berperan dalam trunk leaning. Setiap peningkatan 100 dari trunk leaning akan meningkatkan kecepatan sebesar 0,5 m/s. 9,13,14,15,16,17. Hal tersebut menjelaskan kembali, bahwa latihan yang berfokus pada peningkatan otot bahu (TTE) tidak cukup dalam peningkatan performa lemparan terutama jarak lemparan.

Faktor dari peserta penelitian, aktivitas peserta penelitian di luar penelitian seperti mengangkat, menarik, atau mendorong benda, tentu mempunyai intensitas dan frekuensi yang berbeda pada setiap peserta penelitian. Penurunan jarak lemparan yang pada Kelompok Kontrol dapat disebabkan oleh aktivitas yang mempengaruhi tingkat kelelahan peserta penelitian sebelum melakukan pengukuran jarak lemparan. Aktivasi otot bahu berpengaruh dalam fase lemparan seseorang dan Kelelahan otot dalam baseball akan mempengaruhi kinerja fisik maupun mental, meningkatkan risiko cedera, dan mempengaruhi perubahan kinematika lemparan.18,19

Adanya Perbedaan yang bermakna pada Kelompok Intervensi Dengan Kelompok Kontrol Pada Hasil Jarak Lemparan

Ada perbedaan yang yang bermakna Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol dan hasil selisih yang positif pada Kelompok Intervensi, tidak terlepas dari aktivasi otot-otot core pada setiap fase lemparan bola. Otot-otot core berkontribusi sekitar 55% dari energi kinetik dan gaya yang digunakan pada seluruh gerak lemparan bola.3

Saat terjadinya lemparan, kekuatan yang dihasilkan di ekstremitas bawah akan dipindahkan melalui otot lateral flexion trunk tepatnya m. latissimus dorsi. Otot ini akan bekerja sebagai transmiter gaya dari m. gluteus maximus menuju ekstremitas atas melalui myofascial connection. Myofascial connection yang berada di antara otot hip dan lateral flexion trunk akan meningkatkan aktivitas m. serratus anterior.21 Teraktivitas m.serratus anterior berkontribusi dalam scapula protraction dan membantu menyeimbangkan bahu ketika horizontal adduction dan internal rotasi. Sehingga, pada fase akselerasi lemparan, otot-otot seperti subskapularis, pectoralis mayor, dan latissimus dorsi akan dapat melakukan gerakan internal rotasi bahu secara maksimal dan tanpa adanya tahanan eksternal rotasi. Adanya gerakan internal rotation bahu secara maksimal dan maximal elbow varus torque pada fase arm cocking akan meningkatan peak elbow proximal force pada fase akselerasi sehingga pada fase deceleration, peningkatan kecepatan sudut maksimal internal rotasi bahu dan maximal elbow varus torque menghasilkan pelepasan bola dengan kecepatan yang tinggi. Kecepatan

bola yang meningkat dan ditambah dengan sudut lemparan yang optimal akan meningkatkan jarak lempar dari atlet tersebut. 4, 20

Selain itu, dilihat dari biomekanika melempar bola, m. core teraktivasi dari mulai awal sampai akhir fase. Fase wind up, otot ekstensor hip bekerja secara isometrik dan eksentrik untuk menjaga dan mengendalikan fleksi pelvis. Apabila terdapat masalah pada daerah tersebut, maka akan menganggu one leg balance pada stance leg yang berpengaruh terhadap rantai kinetik melempar. Fase stride, m. gluteus maximus membantu menyeimbangkan trunk dan pelvic. Sehingga saat fase ini dimulai, rotasi pelvic yang terjadi mampu membantu pergerakan posisi trunk saat fase arm cocking. Fase arm cocking, m. abdominal oblique berkontraksi secara eksentrik untuk mencegah terjadinya hyperextension pada lumbal spine. Fase selanjutnya adalah akselerasi, fase ini m. abdominal oblique, m.rectus abdominis, dan m. lumbar paraspinal akan bekerja mengubah posisi vertebra lumbal yang semula hyperlordosis menjadi fleksi ke depan dan berotasi mengikuti kontraksi abdominal oblique. Apabila otot-otot tersebut tidak cukup kuat, maka akan menciptakan kondisi slow arm saat fase ini yang akan berpengaruh kepada jarak lemparan dan juga akan memberi pembebanan yang tinggi pada bahu saat melempar.4,22

Simpulan

Mengacu pada hasil dan pembahasan penelitian di atas, simpulan dari peneliti adalah adanya perbedaan efektivitas intervensi penambahan CSE pada TTE dibandingkan dengan intervensi TTE terhadap peningkatan jarak lemparan pemain outfielders baseball di SMAN 8 Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Lust, K.R., Sandreym, M.A., Bulger, S.M., Wilder, N. The effects of 6-week training programs on throwing accuracy, proprioception, and core endurance in baseball. J Sport Rehabil. 2009;18(3):407–26.

  • 2.    Lintner D, Noonan TJ, Kibler W Ben. Injury Patterns and Biomechanics of the Athlete’s Shoulder. Clin Sports Med [Internet]. 2008;27(4):527–51.

  • 3.    Pogetti, L.S., Nakagawa, T.H., Conteçote, G.P., Camargom, P.R. Core stability, shoulder peak torque and function in throwing athletes with and without shoulder pain. Phys Ther Sport. 2018;34:36–42

  • 4.    Chu, S.K., Jayabalan, P., Kibler, W., Ben. The Kinetic Chain Revisited: New Concepts on Throwing Mechanics and Injury. Press J.. 2016;8(3):S69–77.

  • 5.    Escamilla, R.F., Ionno, M., deMahy, M.S., K., et al. Comparison of Three Baseball-Specific 6-Week Training Programs on Throwing Velocity in High School Baseball Players. J Strength Cond Res. 2012; 26(7); 1767–1781.

  • 6.  Kepmenkes. Standar Antopometri Penilaian Status Gizi Anak. 2010.

  • 7.  Pocock. Clinical Trial. A Practical Approach. 2008. New York : A Willey Medical Publication.

  • 8.    Sastroasmoro, S. Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, S., dan Ismael, S. Ed 4. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta, 88-102.

  • 9.    Mercier, M.A., Tremblay, M., Daneau, C., Descarreaux, M. Individual factors associated with baseball pitching performance: scoping review. BMJ Open Sport & Exercise Medicine. 2020; 6(1); e000704.

  • 10.    Karadenizli. The Relationships between Ball Throwing Velocity and Physical-psychomotor Features for Talent Identificationin Physical Education. Univers. J. Educ. Res. 2016; 4(11); 2509-2515.

  • 11.    Patel, H.A., Arunmozhi, R., Arfath, U. Efficacy of scapular retractor strength training vs thrower’s ten programme on performance in recreational overhead athletes–a comparative study. Int J Rehabil Res. 2014; 3(1); 1-11.

  • 12.    Aguinaldo, A.L., Escamilla, R.F. Induced power analysis of sequential body motion and elbow valgus load during baseball pitching. Sports biomechanics. 2020; 1–13.

  • 13.    Cohn, R.M., Jazrawi, L.M. The Throwing Shoulder: the Orthopedist Perspective. Magn Reson Imaging Clin N Am. 2012; 20(2); 261–275.

  • 14.    Lin, D.J., Wong, T.T., Kazam, J.K. Shoulder Injuries in the Overhead Throwing Athlete: Epidemiology, Mechanisms of Injury, and Imaging Findings. J Magn Reson Imaging. 2018; 286(2); 370-387.

  • 15.    Mlynarek, R.A., Lee, S., Bedi, A Shoulder Injuries in the Overhead Throwing Athlete. Hand Clin. 2017; 33(1); 19– 34.

  • 16.    Smidebush, M., Stewart, E., Robert Shapiro, R., et al. Comparison Of Fastball And Curveball Kinematics And Muscle Activity For Elite Baseball Pitchers Throwing From The Stretch. 2019; 129-132.

  • 17.    Solomito, M.J., Garibay, E.J., Woods, J.R., et al. Lateral Trunk Lean in Pitchers Affects Both Ball Velocity and Upper Extremity Joint Moments. The American Journal of Sports Medicine. 2015; 43(5); 1235–1240.

  • 18.    Alizadehkhaiyat, O., Hawkes, D.H., Kemp, G.J., Frostick, S.P. Electromyographic Analysis Of Shoulder Girdle Muscles During Common Internal Rotation Exercises. Int J Sports Phys Ther. 2015; 10(5); 645-654.

  • 19.    Birfer, R., Sonne, M.W., Holmes, M W. Manifestations of muscle fatigue in baseball pitchers: a systematic review. Peer J, 2019; 7, e7390.

  • 20.    Linthorne, N.P., Everett, D.J. Release Angle for Attaining Maximum Distance in the Soccer Throw-in Soccer. Sports Biomechanics. 2006; 5(2); 243–260.

  • 21.    Laudner, K.G., Wong, R., Meister, K. The influence of lumbopelvic control on shoulder and elbow kinetics in elite baseball pitchers. Journal of shoulder and elbow surgery. 2019; 28(2); 330–334.

  • 22.    Oi, T., Takagi, Y., Tsuchiyama, K., Hashimoto, K., et al. Three-dimensional kinematic analysis of throwing motion focusing on pelvic rotation at stride foot contact. JSES. 2018; 2(1); 115–119.

Open Access Journal : https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 67 |