HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN LINGKAR PERUT TERHADAP FOOT HYPERPRONATION PADA PEREMPUAN DEWASADI DESA BATUAN, SUKAWATI, GIANYAR
on
ORIGINAL ARTICLE
Vol 7 No 3 (2019), P-ISSN 2303-1921
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN LINGKAR PERUT TERHADAP FOOT HYPERPRONATION PADA PEREMPUAN DEWASADI DESA BATUAN, SUKAWATI, GIANYAR
Ni Kadek Utari Warmadewi1, I Putu Gde Surya Adhitya2, I Putu Adiartha Griadhi3, I Wayan Gede Sutadarma4 1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 4Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Udayana utariwd@gmail.com
ABSTRAK
Penyesuaian berat badan secara terus menerus merupakan salah satu faktor yang dicurigai dapat menyebabkan foot hyperpronation. Penyesuaian tersebut dikaitkan dengan indeks massa tubuh (IMT) yang tinggi dan lingkar perut yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IMT dan lingkar perut terhadap foot hyperpronation pada perempuan dewasa di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar. Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik potong lintang dengan teknik purposive sampling pada 135 perempuan dewasa yang dilakukan pada bulan Maret 2018. Variabel IMT diklasifikasikan menurut WHO Asia Pacific, lingkar perut diukur dengan midline dan foot hyperpronation diukur dengan goniometer. Hasil analisis chi square dan spearman’s rho mengenai hubungan kedua variabel menunjukkan nilai p>0,05, sehingga dapat diartikan tidak ada hubungan yang bermakna antara IMT dan lingkar perut terhadap foot hyperpronation. Namun hasil lain menunjukkan pengaruh aktivitas fisik pada overweight dan obese berhubungan signifikan terhadap foot hyperpronation dengan nilai p<0,05.
Kata kunci: IMT, lingkar perut, foot hyperpronation
CORRELATION BETWEEN BODY MASS INDEX AND ABDOMINAL CIRCUMFERENCE WITH FOOT HYPERPRONATION IN ADULT WOMEN AT BATUAN VILLAGE, SUKAWATI, GIANYAR
ABSTRACT
Persistent weight adjustment is one of the factors that suspected to cause foot hyperpronation. The adjustment is associated with a high body mass index (BMI) and a large abdominal circumference. This research aims to determine the correlation between BMI and abdominal circumference against foot hyperpronation in adult women at Batuan Village, Sukawati, Gianyar. The research design was using cross sectional analysis with purposive sampling technique in 135 adult women conducted in March 2018. BMI were classified according to WHO Asia Pacific, abdominal circumference measured by midline and foot hyperpronation measured by goniometer. The result of chi-square and spearman's rho analysis on the correlation of both variables shows p>0.05, so there is no significant correlation between BMI and abdominal circumference to foot hyperpronation. However, other results showed the effect of physical activity on overweight and obese significantly related to foot hyperpronation with p <0.05.
Keywords: BMI, abdominal circumference, foot hyperpronation
PENDAHULUAN
Indeks massa tubuh (IMT) didefinisikan sebagai berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (m2). Indeks massa tubuh dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal bisa berupa pengaruh genetik, jenis kelamin, hormon, dan umur, sedangkan faktor eksternal meliputi konsumsi makanan yang tinggi akan kalori dan kurangnya aktivitas fisik.
Indeks massa tubuh dibagi menjadi kategori underweight, normal, overweight, dan obesitas. Indeks massa tubuh diketahui sebagai indeks dari kegemukan dimana berkorelasi dengan distribusi lemak pada perut sehingga mempengaruhi besar lingkar perut. Semakin meningkat indeks massa tubuh semakin meningkat pula rasio lingkar perut. Pada perempuan, nilai normal rasio lingkar perut yakni sebesar < 80 cm.1
Secara umum, pada tahun 2013 prevalensi orang dewasa yang mempunyai berat badan berlebih sebesar 26,23% dengan prevalensi overweight sebesar 11,48% dan obesitas 14,76%. Sedangkan prevalensi penduduk dewasa underweight sebesar 11,09% dan untuk kategori normal tidak ada perubahan dari tahun 2007 sampai 2013 yakni <40%. Pada dewasa dengan semua kelompok umur, kelebihan berat badan lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki.2 Provinsi Bali sendiri memiliki prevalensi underweight sebesar 8,70%, normal sebesar 62,56%, overweight sebesar 13,27%, dan obesitas sebesar 15,46%.3
Indeks massa tubuh dapat digunakan mengidentifikasi kemungkinan masalah kesehatan pada orang dewasa. Salah satu dampak terkait indeks massa tubuh yakni permasalahan pada muskuloskeletal ekstremitas bawah seperti gangguan pada kaki. Masalah pada kaki sering terjadi karena jarak antara tubuh dan permukaan tanah mengalami beban dan tekanan tinggi. Beban dari tubuh menyebabkan kontak area dan tekanan pada area tersebut. Saat kaki berada dalam posisi midstance salah satu kaki akan menerima transfer berat badan sepenuhnya yang kemudian dikompensasi dengan gerakan pronasi.4 Penyesuain atau kompensasi berat badan secara terus menerus dapat menyebabkan pronasi berlebih atau foot hyperpronation.
Foot hyperpronation atau pronasi berlebih berarti kaki mengalami pronasi melebihi 25% dari fase stance, akibatnya pada midstance tidak terjadi resupinate dan tetap terjadi maksimum pronasi. Hal tersebut menyebabkan ketidakmampuan kaki menyerap berat badan secara efektif.5 Foot hyperpronation berpengaruh terhadap alignment ekstremitas bawah yang dianggap memberi tekanan pada sendi, ligamen, dan otot.6 Pronasi berlebih ini diyakini berperan sebagai fasilitator dalam menimbulkan kondisi patologis seperti plantar fasciitis, anterior knee pain, injuri tendon achilles, maupun low back pain.
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sarkar dan Sawhney pada 20 subjek perempuan yang dibagi menjadi 2 kelompok yakni perempuan dengan berat badan kategori normal dan perempuan dengan berat badan kategori overweight didapatkan hasil bahwa sudut eversi calcaneus lebih besar pada perempuan overweight daripada perempuan normal.7 Penelitian oleh Adi Putri dkk di Tabanan mengenai perbandingan sudut eversi calcaneus dan ekstensibilitas gastrocnemius pada perempuan yang memiliki berat badan kategori overweight dan obesitas didapatkan hasil bahwa sudut eversi calcaneus lebih besar pada perempuan obesitas dibandingkan perempuan overweight dan normal serta ekstensibilitas gastrocnemius perempuan obesitas lebih kecil daripada perempuan overweight dan normal.4 Hasil dalam hal sudut eversi (komponen pronasi) dari kedua penelitian tersebut hanya berupa rerata sudut, tidak dipaparkan mengenai kejadian hiperpronasi. Belum banyak pula penelitian atau jurnal yang membahas mengenai foot hyperpronation, padahal kondisi ini dapat menyebabkan berbagai patologis pada ekstremitas bawah maupun lumbal. Selain itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada 20 perempuan dewasa di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar didapatkan hasil sebanyak 3 orang mengalami foot hyperpronation pada kaki kanan dimana 2 orang dengan IMT kategori obesitas, 1 orang dengan IMT kategori overweight, dan ketiganya memiliki lingkar perut melebihi normal. Sehingga akan dilakukan penelitian dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Perut terhadap Foot Hyperpronation pada Perempuan Dewasa di Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar”.
METODE
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan potong lintang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret tahun 2018 di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perempuan dewasa di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar. Sejumlah 135 sampel penelitian diambil melalui teknik purposive sampling yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi terdiri dari perempuan dengan umur ≥20 tahun, dalam kondisi fisik yang sehat, kooperatif, dan mengerti perintah verbal, bersedia secara sukarela menjadi sampel hingga akhir penelitian dengan menandatangani informed consent, dan memiliki aktivitas fisik kategori sedang sampai tinggi. Kriteria ekslusi yakni sampel mengalami deformitas pada kaki oleh karena rheumatoid arthritis, gout arthritis, maupun penyakit genetik. Adapun variabel bebas penelitian ini adalah indeks massa tubuh dan lingkar perut, sedangkan variabel tergantung adalah foot hyperpronation. Klasifikasi indeks massa tubuh yang digunakan ialah menurut WHO Asia Pasific yang diukur dengan timbangan SECA, pengukuran lingkar perut menggunakan tape measurement sedangkan foot hyperpronation diukur dengan goniometer universal.
HASIL
Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini adalah umur dan aktivitas fisik, variabel bebas berupa gambaran indeks massa tubuh dan lingkar perut, variabel tergantung berupa kejadian foot hyperpronation pada perempuan dewasa di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 135 responden.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Umur, Aktivitas Fisik, IMT, Lingkar Perut, dan Kejadian Foot Hyperpronation
Umur* n %
Remaja Akhir |
9 |
6,7 |
Dewasa |
65 |
48,1 |
Lansia |
50 |
37 |
Manula |
11 |
8,1 |
Total |
135 |
100 |
Aktivitas Fisik |
n |
% |
Sedang |
79 |
58,5 |
Tinggi |
56 |
41,5 |
Total |
135 |
100 |
IMT |
n |
% |
Underweight & Normal |
39 |
28,9 |
Overweight & Obese |
96 |
71,1 |
Total |
135 |
100 |
Lingkar Perut |
n |
% |
Normal |
31 |
23 |
Tidak Normal |
104 |
77 |
Total |
135 |
100 |
Foot Hyperpronation |
n |
% |
Tidak |
113 |
83,7 |
Ya |
22 |
16,3 |
Total |
135 |
100 |
*Klasifikasi berdasarkan Depkes RI 2009
Tabel 1 menyatakan bahwa rentang umur responden yang didapat adalah dari remaja akhir sampai manula dengan jumlah responden terbanyak adalah pada rentang umur dewasa. Mayoritas responden memiliki aktivitas fisik sedang (58,5%), IMT kategori overweight dan obese (71,1%), dan lingkar perut tidak normal (77%), sedangkan berdasarkan kejadian foot hyperpronation, terdapat 22 orang (16,3%) yang mengalami foot hyperpronation dan 113 orang (83,7%) yang tidak mengalami foot hyperpronation.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Foot Hyperpronation berdasarkan Umur dan Aktivitas Fisik
Variabel Umur* |
Foot Hyperpronation |
Total (%) | |
Tidak (%) |
Ya (%) | ||
Remaja Akhir |
7 |
2 |
9 |
5,2 |
1,5 |
6,7 | |
Dewasa |
58 |
7 |
65 |
43 |
5,2 |
48,1 | |
Lansia |
41 |
9 |
50 |
30,4 |
6,7 |
37 | |
Manula |
7 |
4 |
11 |
5,2 |
3 |
8,1 | |
Total |
113 |
22 |
135 |
83,7 |
16,3 |
100 | |
Aktivitas Fisik |
Foot Hyperpronation |
Total | |
Tidak |
Ya |
(%) | |
(%) |
(%) | ||
Sedang |
74 |
5 |
79 |
54,8 |
3,7 |
58,5 | |
Tinggi |
39 |
17 |
56 |
28,9 |
12,6 |
41,5 | |
Total |
113 |
22 |
135 |
83,7 |
16,3 |
100 |
*Klasifikasi berdasarkan Depkes RI 2009
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 22 orang yang mengalami foot hyperpronation, responden dengan umur lansia paling banyak mengalami foot hyperpronation yakni sebanyak 9 orang (6,7%) dan menurun pada umur manula. Selain itu diketahui bahwa responden yang mengalami foot hyperpronation lebih banyak terjadi pada responden dengan aktivitas fisik tinggi yakni sebanyak 17 orang (12,6%) dibandingkan responden dengan aktivitas fisik sedang yakni sebanyak 5 orang (3,7%).
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov
Variabel |
Rerata |
p |
IMT |
1,7111 ± 0,45493 |
0,000 |
Lingkar Perut |
1,7704 ± 0,42216 |
0,000 |
Foot Hyperpronation |
1,1630 ± 0,37071 |
0,000 |
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel indeks massa tubuh, lingkar perut, dan foot hyperpronation sebesar 0,000. Nilai signifikansi untuk seluruh variabel lebih kecil dari 0,05, sehingga data dalam penelitian ini berdistribusi tidak normal.
Tabel 4. Hasil Uji Chi-square Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Perut terhadap Kejadian Foot Hyperpronation
IMT Kejadian Foot Hyperpronation Total p
Tidak (%) |
Ya g |
□ | |
Underweight & Normal |
31 |
8 |
39 0,398 |
23 |
5,9 |
28,9 | |
Overweight & Obese |
82 |
14 |
96 |
60,7 |
10,4 |
71,1 | |
Total |
113 |
22 |
135 |
83,7 |
16,3 |
100 | |
Lingkar Perut |
Kejadian Foot Hyperpronation |
Total p | |
Tidak |
Ya |
n | |
(%) |
(%) |
(%) | |
Normal |
24 |
7 |
31 0,280 |
17,8 |
5,2 |
23 | |
Tidak |
89 |
15 |
104 |
Normal |
65,9 |
11,1 |
77 |
Total |
113 |
22 |
135 |
83,7 |
16,3 |
100 |
Tabel 4 menunjukkan hasil uji Chi-square dengan nilai p sebesar 0,398 untuk hubungan indeks massa tubuh terhadap kejadian foot hyperpronation dan nilai p sebesar 0,280 untuk hubungan lingkar perut terhadap kejadian foot hyperpronation.
Tabel 5. Hasil Uji Spearman’s Rho Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Perut terhadap Foot Hyperpronation
Foot Hyperpronation
Tabel 5 menunjukkan hasil uji Spearman’s Rho bahwa nilai p sebesar 0,402 untuk hubungan indeks massa tubuh dengan foot hyperpronation dan nilai p sebesar 0,284 untuk hubungan lingkar perut dengan foot hyperpronation. Selanjutnya diketahui nilai koefisien korelasi sebesar -0,073 untuk indeks massa tubuh dengan foot hyperpronation dan -0,093 untuk lingkar perut dengan foot hyperpronation. Nilai tersebut menunjukkan tidak adanya korelasi antara variabel bebas dan variabel tergantung serta memiliki hubungan yang tidak searah dimana apabila nilai variabel bebas tinggi, maka nilai variabel tergantung menjadi rendah dan sebaliknya.
DISKUSI
Karakteristik responden berdasarkan umur pada penelitian dibagi menjadi 4 kelompok umur yakni remaja akhir, dewasa, lansia, dan manula sesuai klasifikasi Depkes RI tahun 2009. Jumlah responden terbanyak yakni pada umur dewasa. Mayoritas responden memiliki aktivitas fisik sedang (58,5%), IMT kategori overweight dan obese (71,1%), dan lingkar perut tidak normal (77%). Selain itu didapat hasil sebanyak 22 orang (16,3%) mengalami foot hyperpronation dan 113 orang (83,7%) tidak mengalami foot hyperpronation.
Distribusi kejadian foot hyperpronation berdasarkan umur menunjukkan bahwa dari jumlah kejadian foot hyperpronation yakni 22 responden, semakin tua umur semakin sedikit kejadian foot hyperpronation. Penelitian oleh Hagen dkk8 menyebutkan bahwa wanita yang berumur lebih muda memiliki ROM pronasi yang lebih besar dibandingkan wanita yang berumur lebih tua. Sedangkan distribusi kejadian foot hyperpronation berdasarkan aktivitas fisik menunjukkan hasil dimana kejadian foot hyperpronation lebih banyak terjadi pada responden dengan aktivitas fisik kategori tinggi yakni sebanyak 17 orang (12,6%).
Hasil uji normalitas menunjukkan data dalam penelitian ini berdistribusi tidak normal. Berdasarkan pengolahan data dengan uji Chi Square dan Spearman’s Rho didapat nilai p>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dan lingkar perut terhadap kejadian foot hyperpronation pada perempuan dewasa di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar. Namun kejadian foot hyperpronation lebih banyak terjadi pada perempuan dengan IMT kategori overweight dan obesese dibandingkan dengan kategori underweight dan normal. IMT
tinggi dicurigai memiliki prevalensi flat foot yang lebih tinggi,9 yang mungkin terkait dengan peningkatan pronasi kaki saat fase berjalan.
Penelitian oleh Redmond dkk10 menyebutkan bahwa foot posture tidak dipengaruhi oleh IMT. Hal yang sama juga disebutkan dalam penelitian Rodriguez dkk11 dalam studinya mengenai pengaruh komponen antropometri dan jenis kelamin terhadap foot posture index menyebutkan bahwa tidak ada korelasi antara IMT dan foot posture. Ia juga menyebutkan perubahan ROM pronasi kaki disebabkan oleh faktor lemah tidaknya ligamen, fleksibilitas sendi, dan kekuatan otot yang bertanggung jawab terhadap arkus longitudinal internal kaki.11
Salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap foot posture adalah penuaan. Penuaan dikaitkan dengan beberapa perubahan fisiologi sendi seperti penurunan kadar kartilago, volume cairan synovial dan proteoglikan. Serat kolagen pada kartilago mengalami proses crosslinking yang berakibat pada kekakuan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dorsofleksi ankle, plantar fleksi ankle, dan ROM eversi-inversi sendi subtalar mengalami penurunan 12-30% pada orang dewasa.12
Penelitian oleh Chiacchiero dkk13 menyebutkan bahwa penuaan menyebabkan penurunan area cross-sectional otot dan volume jaringan ikat serta lebih jauh menyebabkan penurunan pada serabut otot fast twitch tipe II yang akan menghambat kemampuan otot untuk menciptakan kontraksi cepat yang kuat. Ia juga menyebutkan bahwa fleksibilitas sendi ankle menurun sebesar 50% pada perempuan setelah umur 55 tahun.13 Namun dalam penelitian ini, apabila dilakukan uji analisis hubungan pada IMT berdasarkan umur terhadap kejadian foot hyperpronation didapat hasil seperti tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Korelasi pada IMT berdasarkan Umur terhadap Kejadian Foot Hyperpronation
Umur pada IMT Kejadian Foot Hyperpronation Total p
Underweight & Normal (tahun) |
Tidak (%) |
Ya (%) |
(%) |
20-50 |
23 |
6 |
29 0,963 |
59 |
15,4 |
74,4 | |
51-80 |
8 |
2 |
10 |
20,5 |
5,1 |
25,6 | |
Total |
31 |
8 |
39 |
79,5 |
20,5 |
100 | |
Umur pada IMT |
Kejadian Foot Hyperpronation |
Total p | |
Overweight |
Tidak |
Ya |
n |
& Obese |
nA |
nA |
(%) |
(tahun) |
(%) |
(%) | |
20-50 |
55 |
8 |
63 0,470 |
57,3 |
8,3 |
65,6 | |
51-80 |
27 |
6 |
33 |
28,1 |
6,3 |
34,4 | |
Total |
82 |
14 |
96 |
85,4 |
14,6 |
100 |
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan pada IMT berdasarkan umur terhadap kejadian foot hyperpronation (p>0,05). Sehingga distribusi kejadian foot hyperpronation tidak berhubungan dengan umur, baik pada IMT underweight & normal maupun IMT overweight & obese.
Donatelli dkk14 dalam penelitiannya pada pemain baseball profeional menyebutkan bahwa subjek dengan forefoot varus secara signifikan memiliki calcaneal valgus lebih besar dimana subjek tersebut juga menunjukka pronasi berlebih dari rearfoot selama stance phase. Penelitian oleh Kuo dan Liu menyebutkan bahwa partisipasi dalam olahraga dapat dikaitkan dengan postur kaki yang lebih pronasi. Hasil penelitian Kuo dan Liu menyatakan sebesar 20% responden yang atletik dan 6.7% responden yang tidak aktif beraktfitas memiliki nilai FPI cenderung pronasi.15
Tabel 7. Hasil Uji Korelasi Aktivitas Fisik pada IMT terhadap Kejadian Foot Hyperpronation
Aktivitas Fisik IMT Underweight & Normal Foot Hyperpronation Total p
Tidak (%) |
Ya (%) |
(«%) | |
Sedang |
17 |
2 |
19 0,132 |
43,6 |
5,1 |
48,7 | |
Tinggi |
14 |
6 |
20 |
35,9 |
15,4 |
51,3 | |
Total |
31 |
8 |
39 |
79,5 |
20,5 |
100 | |
Aktivitas Fisik IMT Overweight & Obese |
Foot Hyperpronation |
Total p | |
Tidak |
Ya |
n | |
(%) |
(%) |
(%) | |
Sedang |
56 |
3 |
59 0,001 |
58,3 |
3,1 |
61,5 |
Tinggi |
26 |
11 |
37 |
27,1 |
11,5 |
38,5 | |
Total |
82 |
14 |
96 |
85,4 |
14,6 |
100 |
Apabila dilakukan uji analisis antara aktivitas fisik pada IMT dengan kejadian foot hyperpronation menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0,05) antara aktivitas fisik pada IMT underweight & normal terhadap kejadian foot hyperpronation dengan kejadian pada aktivitas fisik tinggi lebih besar dibandingkan pada aktivitas fisik sedang. Namun aktivitas fisik pada IMT overweight & obese menunjukkan hubungan signifikan terhadap kejadian foot hyperpronation (p<0,05) dimana kejadian pada aktivitas fisik tinggi lebih besar dibandingkan pada aktivitas fisik sedang, sehingga distribusi kejadian foot hyperpronation dalam penelitian ini berhubungan dengan aktivitas fisik pada IMT overweight & obese namun tidak pada IMT underweight & normal.
Dalam penelitian ini, IMT dan lingkar perut tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian foot hyperpronation. IMT dan lingkar perut tidak sepenuhnya merupakan faktor risiko utama terhadap terjadinya foot hyperpronation, melainkan banyak faktor lainnya yang saling mempengaruhi. Hal ini juga dikonfirmasi dengan penelitian oleh Donatelli yang mengungkapkan bahwa pronasi yang abnormal disebabkan oleh banyak faktor.16 Seperti yang disebutkan oleh Rodriguez dkk,11 perubahan ROM pronasi kaki dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti lemah tidaknya ligamen, fleksibilitas sendi, dan kekuatan otot yang bertanggung jawab terhadap arkus longitudinal internal kaki. Namun demikian, masih ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian foot hyperpronation yang perlu diteliti lebih lanjut.
SIMPULAN
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dan lingkar perut dengan kejadian foot hyperpronation pada perempuan dewasa di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. World Health Organization. Waist Circumference and Waist-Hip Ratio. Geneva: WHO Document Production
Services. 2008.
-
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
-
3. Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.
-
4. Adi Putri, R., Wibawa, Ari., Sugiritama, I Wayan., Muliarta, I Made. Wanita Overweight Dan Obesitas Memiliki Sudut Eversi Calcaneus Lebih Besar Dan Ekstensibilitas Gastrocnemius Lebih Kecil Daripada Wanita Normal Di Desa Mengesta, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. MIFI. 2015. ISSN 2303-1921.
-
5. Khodaveisi, H., Sadeghi, H., Memar, R., Anbarian, M. Comparison of selected muscular activity of trunk and lower extremities in young women’s walking on supinated, pronated and normal foot. Apunts Med Esport. 2016. 51(189): 13-19. doi: 10.1016/j.apunts.2015.10.002.
-
6. Menz, H.B. dkk. Planus Foot Posture and Pronated Foot Function are Associated with Foot Pain: The Framingham Foot Study. Arthritis Care Res (Hoboken). 2013. 65(12), 1991-1999. doi: 10.1002/acr.22079.
-
7. Sarkar, Aparna and Sawhney, Ashima. Effects of Body Mass Index on Biomechanics of Adult Female Foot. MOJ Anat & Physiol 2017. 2017. 4(1): 00014, 1-2017.
-
8. Hagen, Marco., Sanchez-Bergmann, Daniel., Seidel, Sebastian., Lahner, Matthias. Angle-torque Relatioship of the Subtalar Pronators and Supinators in Younger and Elderly Male and Female. JFAR. 2015. 8:64. doi:
10.1186/s13047-015-0125-2.
-
9. Shibuya, Naohiro., Jupiter, Daniel C., Ciliberti, Louis J., VanBuren, Vincent., La Fontaine, Javier. Characteristics of Adult Flatfoot in the United States. JFAS. 2010. 49: 363-368. doi: 10.1053/j.jfas.2010.04.001.
-
10. Redmond, Anthony C., Crane, Yvonne Z., Menz, Hylton B. Normative Values for the Foot Posture Index. JFAR. 2008. 1:6. doi: 10.1186/1757-1146-1-6.
-
11. Rodriguez, Raquel S., Nova, Alfonso M., Martinez, Elena E., Martin, Beatriz G., Quintana, Rogrigo M., Zamorano, Juan D.P. The Foot Posture Index Anthropometric Determinants and Influence of Sex. JAM PODIAT MED ASSN. 2013. 103(5): 400-404.
-
12. Menz, Hylton B. Biomechanics of the Ageing Foot and Ankle: A Mini-Review. Gerontology. 2014. 61: 381-388. doi: 10.1159/000368357.
-
13. Chiacchiero, Michael., Dresely, Bethany., Silva, Udani., DeLosReyes, Ramone., Vorik, Boris. The Relationship Beetween Range of Movement, Flexibility, and Balance in the Elderly. 2010. 25(2): 147-154.
-
14. Donatelli, R., Wooden, M., Ekedahl, S.R., Wilkes, J.S., Cooper, J., Bush, A.J. Relationship Between Static and Dynamic Foot Postures in Professional Baseball. JOSPT. 1999. 29(6): 316-330.doi: 10.2519/jospt.1999.29.6.316.
-
15. Kuo, Y.L. dan Liu, Y.S.L. The Foot Posture Index Between Elite Athletic and Sedentary College Students. Kinesiology. 2017. 49. UDC: 616.7:796.
-
16. Donatelli, Robert. Abnormal Biomechanics of the Foot and Ankle. JOSPT. 1987. 9(1).
Open Access Journal : https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 44 |
Discussion and feedback