HUBUNGAN ANTARA KEKUATAN OTOT GENGGAM DAN TINGKAT KEMANDIRIAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA LANSIA WANITA DI DESA TISTA KECAMATAN KERAMBITAN TABANAN
on
ORIGINAL ARTICLE
Vol 7 No 2 (2019), P-ISSN 2303-1921
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
HUBUNGAN ANTARA KEKUATAN OTOT GENGGAM
DAN TINGKAT KEMANDIRIAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA LANSIA WANITA DI DESA TISTA KECAMATAN KERAMBITAN TABANAN
Ni Komang Dewi Semariasih1, Ni Luh Nopi Andayani2, I Made Muliarta3, 1Program Studi Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana [email protected]
ABSTRAK
Proses menua berdampak terhadap struktur otot skeletal dan disabilitas sistem muskuloskeletal yang berakibat terbatas dan melambatnya gerakan yang dihasilkan. Salah satu ciri dari proses penuaan adalah menurunnya kekuatan otot. Kekuatan otot mempengaruhi hampir semua aktivitas sehari-hari. Menurunnya kekuatan otot dapat menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, kemandirian serta kualitas hidup. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekuatan otot genggam dengan tingkat kemandirian kemampuan fungsional pada lansia wanita di Desa Tista Kecamatan Kerambitan Tabanan. Untuk menilai kekuatan hubungan dan menilai arah hubungan antara variabel tersebut. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan teknik pengambilan sampel secara Simple Random Sampling dan didapat sampel sebanyak 73 orang. Kekuatan otot genggam diukur dengan menggunakan alat Hand-grip dynamometer, sedangkan tingkat kemandirian kemampuan fungsional dinilai dengan wawancara kuesioner Intermediate Activity Daily Living (IADL). Hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi Spearman’s rho didapat nilai ρ=0,000 (ρ<0,05) dan nilai Coefficient correlation sebesar 0,489 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kekuatan otot genggam dengan tingkat kemandirian kemampuan fungsional, hubungan ini bersifat postif sedang. Dapat disimpulkan bahwa kekuatan otot genggam dan tingkat kemandirian kemampuan fungsional berkorelasi positif sedang. Semakin tinggi kekuatan otot genggam semakin tinggi tingkat kemandirian kemampuan fungsional demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu, kekuatan otot genggam dapat digunakan dalam mengidentifikasi disabilitas pada lansia.
Kata kunci : lansia, kekuatan otot genggam, kemampuan fungsional, disabilitas.
THE CORELATION BETWEEN GRIP MUSCLES’ STRENTGH AND A LEVEL OF FUNCTIONAL ABILITY AMONG THE ELDERLY WOMEN IN TISTA KERAMBITAN, TABANAN
ABSTRACT
The aging process affects the skeletal muscle structure and disability of the musculoskeletal system which resulted in limited and slowed motion. One characteristic of the aging process is a decrease in muscle strength. Muscle strength affects almost all daily activity. Decreased muscle strength can lead to limitations in daily activities, independence and quality of life. This study aims to determine the relationship between handgrip muscles’ strength and level of functional ability among elderly women in Tista, Kerambitan Tabanan. To assess the strength of the relationship and assess the direction of the relationship between the variables. The research design was used cross sectional study with Simple Random Sampling and got 73 samples. The strength of handgrip muscles was measured using Hand-grip dynamometer, while the functional independence level was assessed by Intermediate Activity Daily Living (IADL) questionnaire interview. Result of research by using Spearman correlation test got value P = 0,000 (P <0,05) and Coefficient correlation value equal to 0,489 indicate that there is a significant correlation between handgrip muscles’ strength with functional ability independence level, this relation is positive and medium. In conculsion that handgrip muscles’s strength and level of functional ability are positively correlated and medium. The stronger the muscle strength of the handgrip, the higher the level of functional ability independence and vice versa. Therefore, handgrip muscle’s strength can be used in identifying disabilities in the elderly.
Keywords: elderly, handgrip muscles’ strength, functional capabilities, disability.
PENDAHULUAN
Kemampuan fungsional dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan kapasitas fisik yang dimiliki guna menjalankan aktivitas sehari-hari baik aktivitas produktif maupun aktivitas rekreasi yang berintegrasi atau berinteraksi dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya.1 Lansia memiliki berbagai permasalahan yang berhubungan dengan fungsi tubuh karena proses penuaan.2 Seiring bertambah usia seseorang mulai mengalami keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas fungsionalnya. Proses menua berdampak terhadap struktur otot skeletal dan disabilitas sistem muskuloskeletal yang berakibat terbatas dan melambatnya gerakan yang dihasilkan.3 Perubahan massa otot pada lansia menyebabkan kekuatan otot juga menurun. Kekuatan otot yang melemah menimbulkan gangguan terhadap keseimbangan pada lansia sehingga menyebabkan lansia mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari.4 Hal ini yang memicu angka morbiditas dan mortalitas lansia menjadi tinggi.
Kondisi fisik yang berubah seperti penurunan kekuatan otot menjadi pengaruh paling besar terhadap peningkatan angka morbiditas pada lansia. Kekuatan otot mengalami puncaknya pada usia 30 tahun dan kemudian kekuatannya berkurang 30% – 40% hingga usia 80 tahun.5 Penurunan kekuatan otot dapat memicu timbulnya penurunan tingkat kemandirian kemampuan fungsional pada lansia yang menyebabkan kualitas hidup lansia juga menurun, sehingga menyebabkan lansia mengalami ketergantungan pada orang lain.6 Nilai rasio ketergantungan lansia sebesar 12,71% menunjukkan bahwa 100 orang penduduk usia produktif harus menaggung sekitar 13 orang lansia.7
Perlu adanya cara untuk menilai disabilitas yang dialami lansia sehingga program pemeliharaan kesehatan dan kebugaran lansia bisa segera ditingkatkan agar lansia nantinya lebih mampu mempertahankan kemampuan fungsionalnya sebagai upaya menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada lansia. Maka dari itu, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara kekuatan otot genggam dengan tingkat kemandirian kemampuan fungsional pada lansia.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan jenis pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Desa Tista Kecamatan Kerambitan Tabanan pada bulan Maret sampai dengan April 2018. Populasi penelitian ini adalah lansia wanita yang berusia ≥ 59 tahun yang bersedian menjadi sampel penelitian.
Kekuatan otot genggam genggam diukur menggunakan alat Handgrip dynamometer dengan ketelitian 0,5 kg. Sedangkan tingkat kemandirian kemampuan fungsional dinilai dengan wawancara kuesioner Intermediate Activity Daily Living (IADL). Teknik pengambilan sampel dengan cara simple random sampling dengan besar sampel sebanyak 73 sampel. Data hasil penelitian kemudian dianalisa menggunakan uji korelasi Spearman untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel dependent dan independent.
HASIL
Karakteristik Responden
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 73 orang lansia wanita yang menjadi subjek penelitian sebagian besar merupakan golongan usia lansia pertama ( 60-74 tahun) yaitu sebanyak 47 orang (64,4%), 69 orang ( 94,5%) lansia wanita yang sudah tidak bekerja, 37 (50,7 %) orang lansia wanita mengikuti senam lansia 54 orang (74%) subjek memiliki penyakit penyerta seperti osteoartritis, gangguan penglihatan, hipertensi, asma, asam urat, nyeri pinggang, Diabetes Mellitus, dan osteoporosis. Indeks Massa Tubuh (IMT) yang diteliti sebagian besar berada pada kategori normal sebanyak 48 orang (65,8%), tingkat kekuatan otot genggam, subjek penelitian dominan berada pada kategori kurang (78,1%) dengan tingkat kemandirian kemampuan fungsionalnya sebagian besar berada pada kategori berat (41,1%). Hanya 1 orang (1,4%) subjek yang mempunyai kekuatan otot genggam baik dan 11 orang (15,1%) yang tingkat kemandirian kemampuan fungsionalnya mengalami ketergantungan total.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
(n) |
(%) |
Usia Lansia Pertengahan |
6 |
8,2 |
Lansia Pertama |
47 |
64,4 |
Lansia Tua |
20 |
27,4 |
Status Pekerjaan Tidak Bekerja |
69 |
94,5 |
Bekerja Aktivitas Fisik |
4 |
5,5 |
Tidak Senam |
36 |
49,3 |
Senam |
37 |
50,7 |
Riwayat Penyakit Ada Penyakit |
54 |
74,0 |
Tidak Ada Penyakit |
19 |
26,0 |
Kekuatan Otot Genggam Kurang |
57 |
78,1 |
Sedang |
15 |
20,5 |
Baik |
1 |
1,4 |
Indeks Massa Tubuh Obesitas |
8 |
11,0 |
Berat Badan Lebih |
6 |
8,2 |
Normal |
48 |
65,8 |
Kurus |
11 |
15,1 |
Kemampuan Fungsional | ||
Ketergantungan Total |
11 |
15,1 |
Ketergantungan Berat |
30 |
41,1 |
Ketergantungan Sedang |
18 |
24,7 |
Ketergantungan Ringan |
12 |
16,4 |
Mandiri |
2 |
2,7 |
Tabel 2. Hubungan Kekuatan Otot Genggam dengan Tingkat Kemandirian Kemampuan Fungsional
Variabel r P-Value
Kekuatan Otot Genggam 0,489** 0,000
Berdasarkan hasil analisis uji Korelasi Spearman diperoleh nilai P=0,000 yang berarti P<0,05 dan nilai r = 0,489**. Hasil tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kekuatan otot genggam dengan tingkat kemandirian kemampuan fungsional. Coefficient Correlation pada penelitian ini menyatakan hubungan yang positif yang berarti semakin kuat kekuatan otot genggam semakin mandiri kemampuan fungsionalnya, begitu sebaliknya.
DISKUSI
Kategori Kekuatan Otot Genggam Lansia
Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 73 sampel sebagian besar kekuatan otot genggam lansia berada pada kategori kurang (78,1%), kategori sedang (20,5%) dan kategori baik (1,4%). Kekuatan otot akan berkurang secara bertahap seiring bertambahnya usia. Kekuatan otot puncaknya terjadi pada usia 30 tahun. Kemudian terjadi penurunan 30%-40% setelah usia 80 tahun dan penurunan lebih cepat terjadi pada usia yang lebih tinggi.8 Seiring bertambahnya usia terjadi penurunan kekuatan otot genggam yang disebabkan oleh perubahan morfologi pada otot tersebut. Semakin bertambahnya usia miofibril pada otot akan digantikan oleh lemak, kolagen dan jaringan parut. Aliran darah menuju otot berkurang sebanding dengan terus bertambahnya usia yang disertai juga dengan berkurangnya jumlah zat gizi dan energi yang tersedia untuk otot sehingga kekuatan otot berkurang.9 Penurunan kekuatan otot erat hubungannya dengan perkembangan disabilitas, gangguan kemampuan fungsional, risiko jatuh dan kematian. Penurunan kekuatan otot disebabkan oleh adanya faktor fisiologis yaitu adanya penurunan massa otot dan kurangnya kemampuan sistem saraf dalam mengaktifkan otot rangka sepenuhnya, sehingga terdapat kaitan yang erat antara peran sistem saraf pusat dengan hilangnya kekuatan otot terkait dengan usia.10
Kategori Tingkat Kemandirian Kemampuan Fungsional Lansia
Dari Tabel 1. diketahui dari 73 sampel sebagian besar tingkat kemandirian kemampuan fungsional lansia berada pada kategori ketergantungan berat (41,1%), kategori ketergantungan total (15,1%), ketergantungan sedang (24,7%), ketergantungan ringan (16,4%) dan hanya 2,7% yang berada pada kategori mandiri. Kemampuan fungsional pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi karakteristik individu berupa genetik, umur dan jenis kelamin. Kondisi kesehatan seperti kekuatan otot genggam,keseimbangan, fungsi kognitif dan penyakit degeneratif lainnya juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi tingkat kemampuan fungsional lansia. Kemampuan fungsional pada lansia juga dipengaruhi oleh kondisi sosial dan kondisi ekonomi. Kondisi sosial yang dimaksud seperti dukungan keluarga serta keaktifan lansia dalam kegiatan sosial. Sedangkan yang dimaksud dengan kondisi ekonomi seperti ketersediaan fasilitas atau alat bantu dilingkungan tempat tinggal lansia serta pendapatan yang dihasilkan oleh lansia tersebut.11
Hubungan Antara Kekuatan Otot Genggam dan Tingkat Kemandirian Kemampuan Fungsional
Penurunan kekuatan otot disebabkan karena berkurangnya reseptor dihidropiridin pada lansia sehingga terjadi uncoupling pada reseptor ryanodine (kanal yang melepaskan kalsium) pada saraf otot tipe II (cepat) yang menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah kalsium untuk memulai kontraksi dan meningkatkan waktu untuk mencapai kontraksi. Peningkatan waktu untuk mencapai kontraksi akan menurunkan kecepatan kontraksi dan kekuatan otot. Normalnya, ion kalsium menginisiasi kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain dan menghasilkan proses kontraksi. Dengan bertambahnya usia, proses pelepasan kalsium mengalami gangguan menyebabkan kecepatan sintesis protein miosin menjadi lebih lambat. Usia mempengaruhi terjadinya atropi pada serabut otot tipe II yang berdampak terhadap waktu kontraksi, mengurangi kekuatan dan menurunkan ukuran serabut-serabut otot.12 Penurunan kekuatan otot ini menyebabkan seorang lansia memiliki keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-harinya, atau dengan kata lain terjadinya penurunan tingkat kemandirian kemampuan fungsional.
Kekuatan otot genggam tangan sebagai salah satu cutoff point dalam mengidentifikasi adanya kelemahan otot dan keterbatasan mobilitas pada lansia. Yang mana kedua faktor tersebut berpengaruh kuat terhadap terjadinya keterbatasan aktivitas fungsional lansia dalam kehidupan sehari-harinya.13 Hal itu sejalan dengan analisis dari penelitian ini yaitu nilai p=0,000 yang berarti bahwa adanya hubungan yang bermakna antara kekuatan otot genggam dengan kemampuan fungsional. Diperkuat pula dengan nilai coefficient correlation (r) sebesar 0, 489 yang menunjukkan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut sedangkan nilai 0,489 menunjukkan hubungan yang sedang secara positif yang menunjukkan bahwa semakin kuat tingkat kekuatan otot genggam maka akan semakin mandiri kemampuan fungsionalnya begitu pula sebaliknya.
Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Taekema et al (2010) yang menyatakan bahwa kekuatan otot genggam yang rendah secara signifikan berkorelasi terhadap rendahnya tingkat kemampuan fungsional pada lansia.14 Selain itu, hasil dari penelitian ini sejalan pula dengan penelitian oleh Chan et al (2014) yang menyatakan bahwa lansia dengan kekuatan otot genggam yang rendah memiliki kualitas hidup yang rendah dan peningkatan disabilitas pada activity daily living dikemudian hari.15
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan “Hubungan Antara Kekuatan Otot Genggan dan Tingkat Kemandirian Kemampuan Fungsional pada Lansia Wanita di Desa Tista Kecamatan Kerambitan Tabanan”, diperoleh simpulan bahwa terdapat hubungan positif antara kekuatan otot genggam dengan tingkat kemandirian kemampuan fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Pudjiastuti, S.S. & Utomo, B. (2003). Fisioterapi Pada Lansia. EGC. Hal: 8-11, 22-23, 103, 106. Jakarta
-
2. Mahendra,W. Andayani,N. Dinata, K. Pemberian Otago Home Exercise Programme Lebih Baik dalam Mengurangi Risiko Jatuh daripada Balance Strategi Exercise pada Lansia di Tabanan. Kedokteran Universitas Udayana, E-Jurnal Medika, https:/ojs.unud.ac.index.php/mifi/issue/download/2185.2014
-
3. Aswin, S. (2007). Pengaruh proses menua terhadap system musculoskeletal dalam W. Rachmach (ed): Naskah Lengkap Simposium Gangguan Musculoskeletal. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Hal. 10-20
-
4. Suadnyana, IA A. Nurmawan,S. Muliarta I.M. Core Stability Exercise Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Lanjut Usia di Banjar Bebengan, Desa Tanger, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Universitas Udayana, E-Jurnal Medika, https:/ojs.unud.ac.idindexphpmif/article/view/13119. 2015
-
5. Nair, K.S. 2005. Aging Muscle. Am J Clin Nutr, 81:953-63.
-
6. Basuki, A.2008.”Korelasi Antara Kekuatan Genggam Tangan dengan Tes Timed Up & Go pada Pasien Usia Lanjut di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta” (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia.
-
7. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
-
8. Roserberg, I.H. 1990. Nutrion and Aging in Principles of Geriatric Medicine and Germatology. Third Edition.
Mc Grow Hill, Inc. Health Profesions Division.
-
9. Setiati S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata, M., Setyohadi, B. & Syam, A.F. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keenam. Jakarta: InternaPublishing
-
10. Singh, D.K.A., Bailey, M. & Lee, R. 2013. Decline in Lumbar Extensor Muscle Strength the Older Adults: Correlation with Age, Gender and Spine Morphology. BMC Musculoskeletal Disorders, 14:215.
-
11. Utomo, B. 2010. “Hubungan Kekuatan Otot dan Daya Tahan Otot Anggota Gerak Bawah dengan Kemampuan Fungsional Lanjut Usia” (tesis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
-
12. Jones, E.T, Stephenson, K.W, King, J.G, Knight, K.R, Marshall, T.L, Scott, W.B. 2009. Sarcopenia- Mechanisms and Treatments. Journal of Geriatric Physical Therapy. 32 (2).
-
13. Vasconcelos,K.S, Dias Domingues, J. M, Bastone, A.D.C, Vieira, R.A, Andrade, A.C.D, Parracini, M.R, Guerra, D.R, Dias,C.R. 2016. Handgrip Strength Cuttoff Points to Identify Mobility Limitation in Community-Dwelling Older People and Associated Factors. J Nutr Health Aging. 20 (3).
-
14. Taekema,DG., Gussekloo,J., Maier,AB., Westendorp,RG., de crean, AJ. 2010. Handgrip Strength as a Predictor of Functional, Psychological and Social Health. A Prospective Population-Based Study Among the Oldest Old. Departement of Gerontology and Geriatrics, Leiden University Medical Center, Leiden, The Netherlands. 39(3) : 331-7.
-
15. Chan,A.O.Y, Houwelingen,A.H, Gussekloo,J, Blom, J.W, Elzen, W.P.J. 2014. Comparison of Quadriceps Strength and Handgrip Strength in Their Association with Health Outcomes in Older Adult in Primary Care. American Aging Association. 36 : 9714.
Open Access Journal : https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 48 |
Discussion and feedback