HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK DAN PERSENTASE LEMAK TERHADAP DYSMENORRHEA PADA REMAJA PEREMPUAN DI SMA NEGERI 2 TABANAN
on
ORIGINAL ARTICLE
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
Vol 9 No 2 (2021), P-ISSN 2303-1921, E-ISSN 2722-0443
HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK DAN PERSENTASE LEMAK DENGAN DYSMENORRHEA PADA REMAJA PEREMPUAN DI SMA NEGERI 2 TABANAN
Dewa Ayu Ketut Indriani Putri1, M. Widnyana2, Indira Vidiari Juhanna3, I Made Niko Winaya4
-
1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
-
2,4Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
-
3 Departemen Ilmu FaaI, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
ABSTRAK
Dysmenorrhea atau nyeri menstruasi merupakan suatu kondisi yang umum terjadi pada perempuan. Dysmenorrhea dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seperti aktivitas fisik dan persentase lemak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea serta mengetahui hubungan antara persentase lemak dengan dysmenorrhea pada remaja perempuan di SMA Negeri 2 Tabanan. Rancangan penelitian menggunakan cross-sectional analitik. Penelitian dilakasanakan pada bulan Mei 2019. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 102 orang, dimana 51 orang diukur aktivitas fisik dan dysmenorrhea sedangkan 51 orang diukur persentase lemak dan dysmenorrhea pada remaja perempuan yang berusia 15-17 tahun. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Variabel independen dalam penelitian ini adalah aktivitas fisik dan persentase lemak, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah dysemnorrhea. Teknik analisa yang digunakan adalah spearman’s rho. Hasil dari hubungan antara aktivitas fisik dan dysmenorrhea adalah p=0,008 (p<0,05) dan r = -0,368, sedangkan hasil dari hubungan antara persentase lemak dan dysmenorrhea adalah p=0,002 (p<0,05) dan r = 0,415. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea serta terdapat hubungan yang signifikan antara persentase lemak dengan dysmenorrhea. Kata Kunci: Aktivitas Fisik, Persentase Lemak, Dysmenorrhea
THE RELATIONSHIP BETWEEN PHYSICAL ACTIVITY AND FAT PERCENTAGE WITH DYSMENORRHEA IN ADOLESCENT FEMALES AT SMA NEGERI 2 TABANAN
ABSTRACT
Dysmenorrhea or menstrual pain is a condition that is common in women. Dysmenorrhea can be caused by internal and external factors such as physical activity and fat percentage. The purpose of this study was to determine the relationship between physical activity and dysmenorrhea and to find out the relationship between fat percentage and dysmenorrhea in adolescent females at SMA Negeri 2 Tabanan. The study design used was analytical crosssectional. The study was conducted in May 2019. The number of samples in this study was 102 people (physical activity and dysmenorrhea were measured in 51 people, while fat percentage and dysmenorrhea were measured in 51 people) in adolescent females aged 15-17 years. The sampling technique used was simple random sampling. The independent variables in this study were physical activity and fat percentage, while the dependent variable in this study was dysmenorrhea. The analysis technique used was Spearman's Rho. The result of the relationship between physical activity and dysmenorrhea was p=0.008 (p<0.05) and r= - 0,368, while the result of the relationship between fat percentage and dysmenorrhea was p=0.002 (p<0.05) and r=0,415. It can be concluded that there was a significant relationship between physical activity and dysmenorrhea and there was a significant relationship between the percentage of fat and dysmenorrhea.
Keywords: Physical Activity, Fat Percentage, Dysmenorrhea
PENDAHULUAN
Menurut American College of Obstetritians and Gynecologist tahun 2015 dysmenorrhea sering disebut sebagai painful period atau menstruasi yang menyakitkan. Dysmenorrhea atau rasa nyeri menstruasi umumnya terjadi pada perut bagian bawah, namun dapat menyebar sampai ke punggung bagian bawah, pinggang, panggul, paha atas sampai betis.1 Prevalensi dysmenorrhea di setiap negara sangat tinggi. Data World Health Organisation (WHO) menyatakan bahwa perempuan yang mengalami dysmenorrhea berat yaitu sebesar 1.769.425 jiwa (90%). Di Amerika, angka kejadian dysmenorrhea sekitar 45–90 %, sedangkan di Indonesia menunjukkan angka kejadian sebesar 107.673 jiwa (64,25%), yang terdiri dari 59.671 jiwa (54,89%) mengalami dysmenorrhea primer dan 9.496 jiwa (9,36%) mengalami dysmenohrrea sekunder..2 Penelitian sebelumnya menyebutkan angka kejadian dysmenorrhea pada remaja perempuan berhubungan dengan faktor-faktor seperti lama menstruasi, siklus menstruasi, merokok, usia menarche yang terlalu awal, riwayat keluarga, konsumsi alkohol, usia, konsumsi obat hormonal dan analgesik, persentase lemak serta aktivitas fisik.3,4
Hasil penelitian lain juga sejalan dengan hal tersebut, seperti penelitian yang dilakukan oleh Sari et al.5 dan Rahayu, et al.6 menyatakan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea. Hasil penelitian
tersebut berbeda dengan penelitian Khairunnisa et al.7 bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea. Aktivitas fisik merupakan salah satu indikator yang dapat mempengaruhi dysmenorrhea. Menurut WHO, aktivitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.8 Aktivitas fisik yang kurang menjadi pemicu dysmenorrhea.9 Aktivitas fisik yang lebih juga menjadi penyebab terjadinya dysmenorrhea, sedangkan melakukan aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat menstimulasi produksi endorfin serta vasodilatasi pembuluh darah sehingga dengan melakukan aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat mengurangi dysmenorrhea.10
Faktor lain yang berpengaruh terhadap dysmenorrhea ialah persentase lemak tubuh. Persentase lemak tubuh merupakan perbandingan antara total lemak tubuh dan berat tubuh. Remaja perempuan yang memiliki persentase lemak tubuh lebih dapat berpengaruh terhadap produksi hormon esterogen dan progesteron. Kadar esterogen dan progesteron meningkat menyebabkan produksi prostaglandin tinggi sehingga terjadi peningkatan aktivitas myometrium dan iskemia yang akan memicu timbulnya nyeri dysmenorrhea.4 Peneliti lain juga sejalan dengan hal tersebut seperti penelitian yang dilakukan oleh Zivanna et al.11 dan Karina et al.12 menyatakan bahwa kelebihan jaringan lemak didalam tubuh memicu terjadinya dysmenorrhea. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustini et al.13 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara masa lemak dengan kejadian dysmenorrhea. Berdasarkan perbedaan hasil penelitian dan masih sedikitnya penelitian mengenai hubungan antara persentase lemak dengan dysmenorrhea, maka peneliti ingin meneliti kembali hubungan antara persentase lemak dengan dysmenorrhea.
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan mendapatkan bahwa remaja perempuan SMA Negeri 2 Tabanan memiliki tingkat dysmenorrhea sedang hingga berat. Selain itu, remaja perempuan di SMA Negeri 2 Tabanan juga dapat mewakili populasi dari aktivitas fisik rendah hingga tinggi, karena SMA Negeri 2 Tabanan belum menerapkan sistem full day school, sehingga menyebabkan remaja perempuan banyak menghabiskan waktunya dengan bermain gadget dan menonton televisi. Hal ini menjadikan remaja perempuan memiliki aktivitas fisik yang rendah. Namun, disisi lain, SMA Negeri 2 Tabanan menerapkan ekstrakulikuler sebanyak 2 kali dalam seminggu. Hal tersebut diduga dapat menjadikan remaja perempuan memiliki aktivitas fisik yang tinggi. Maka dari itu, SMA Negeri 2 Tabanan memiliki populasi remaja yang dapat mewakili populasi umum dengan aktivitas rendah hingga tinggi.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti ingin mengetahui dan membuktikan bagaimana hubungan antara aktivitas fisik dan persentase lemak dengan dysmenorrhea pada remaja perempuan di SMA Negeri 2 Tabanan, karena belum pernah dilakukan penelitian yang membahas tentang hal tersebut.
METODE
Rancangan peneIitian yang digunakan adaIah anaIitik cross-sectionaI. PeneIitian ini diIaksanakan pada buIan Mei 2019 di SMA Negeri 2 Tabanan. SampeI peneIitian dipiIih berdasarkan kriteria inkIusi, yaitu bersedia menjadi subjek peneIitian, berusia 15-17 tahun, memiliki usia menarche 10-16 tahun, memiliki lama menstruasi 3-7 hari, memiliki siklus menstruasi 21-35 hari. Kriteria eksklusi penelitian ini meliputi sedang mengalami menstruasi, mengkonsumsi obat anti-nyeri dan hormonal, mengkonsumsi alkohol, dan aktif merokok. PengambiIan sampeI dilakukan dengan Simple Random Sampling. SampeI peneIitian berjumIah 102 orang, dimana 51 orang diukur aktivitas fisik dan dysmenorrhea, sedangkan 51 orang diukur persentase lemak dan dysmenorrhea.
VariabeI independen pada peneIitian ini adalah aktivitas fisik yang diukur dengan menggunakan kuesioner Physical Activity Questionnaire for Adolescents (PAQ-A) dan persentase lemak yang diukur menggunakan alat Bioelectrical Impedance Analysis (BIA), sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah dysmenorrhea yang diukur menggunakan Numerical Rating Scale (NRS). Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah usia, usia menarche, lama menstruasi dan siklus menstruasi. Variabel rambang dalam penelitian ini adalah riwayat keluarga, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi obat hormonal dan analgetik.
AnaIisis data pada peneIitian ini menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) yang dibagi menjadi tiga, yaitu anaIisis univariat untuk menggambarkan distribusi frekuensi tiap variabeI, uji normalitas untuk mengetahui sebaran data berdistribusi normal atau tidak, dimana uji normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogrov-Smirnov, dan anaIisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara kedua variabeI dengan metode anaIisis menggunakan uji Spearman’s Rho.
HASIL
Berikut adaIah hasiI peneIitian berdasarkan usia, usia menarche, nyeri dysmenorrhea, aktivitas fisik dan persentase lemak di SMA Negeri 2 Tabanan yang berjumlah 102 orang.
TabeI 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Variabel |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Usia | ||
15 |
14 |
13,7 |
16 |
82 |
80,4 |
17 |
6 |
5,9 |
Usia Menarche | ||
11 |
10 |
9,8 |
12 |
33 |
32,4 |
13 |
42 |
41,2 |
14 |
17 |
16,7 |
Nyeri Dysmenorrhea |
Ringan |
30 |
29,4 |
Sedang |
45 |
44,1 |
Berat |
27 |
26,5 |
Aktivitas Fisik | ||
Ringan |
14 |
13,7 |
Sedang |
77 |
75,5 |
Berat |
11 |
10,8 |
Persentase Lemak | ||
Good |
11 |
10,8 |
Acceptable |
19 |
18,6 |
Overweight |
21 |
20,6 |
Obesitas |
51 |
50 |
Berdasarkan Tabel 1. jika dilihat dari total responden sebanyak 102 orang, diketahui bahwa jumlah responden terbanyak berusia 16 tahun yaitu 82 orang (80,4 %) dan jumlah responden terkecil ialah yang berusia 17 tahun yaitu sebanyak 6 orang (5,9 %), sedangkan untuk kelompok usia 15 tahun sebanyak 14 orang (13,7%). Dilihat dari distribusi usia menarche, mayoritas responden memiliki usia menarche 13 tahun yaitu sejumlah 42 orang (41,2 %) dan jumlah responden minoritas adalah yang memiliki usia menarche 11 tahun yaitu sejumlah 10 orang (9,8%). Untuk kelompok yang memiliki usia menarche 12 tahun yaitu sejumlah 33 orang (32,4%), sedangkan yang memiliki usia menarche 14 tahun yaitu sejumlah 17 orang (16,7%). Nyeri dysmenorrhea dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang dan berat. Responden terbanyak memiliki nyeri dysmenorrhea sedang yaitu sejumlah 45 orang (44,1 %), sedangkan jumlah sampel terkecil memiliki nyeri dysmenorrhea berat yaitu sejumlah 27 orang (26,5%), dan untuk yang memiliki nyeri dysmenorrhea ringan yaitu sejumlah 30 orang (29,4%). Data aktivitas fisik dibagi menjadi tiga kategori yait ringan, sedang dan berat. Responden terbanyak memiliki aktivitas fisik sedang yaitu sejumlah 77 orang (75,5%), sedangkan responden terkecil memiliki aktivitas fisik berat yaitu sejumlah 11 orang (10,8%) dan aktivitas fisik ringan yaitu sejumlah 14 orang (13,7%). Data persentase lemak dibagi menjadi empat kategori yaitu good, acceptable, overweight dan obesitas. Responden terbanyak memiliki persentase lemak ketegori obesitas yaitu sejumlah 51 orang (50%), sedangkan jumlah sampel terkecil memiliki kategori persentase lemak good yaitu sejumlah 11 orang (10,8%). Untuk kelompok kategori lemak acepptable yaitu sejumlah 19 orang (18,6%) dan persentase lemak kategori overweight yaitu sejumlah 21 orang (20,6%).
TabeI 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden untuk Uji Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Nyeri Dysmenorrhea
Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia
15 |
7 |
13,7 |
16 |
43 |
84,3 |
17 |
1 |
2,0 |
Usia Menarche | ||
11 |
9 |
17,6 |
12 |
15 |
29,4 |
13 |
18 |
35,3 |
14 |
9 |
17,6 |
Aktivitas Fisik | ||
Ringan |
14 |
27,5 |
Sedang |
26 |
51,0 |
Berat |
11 |
21,6 |
Nyeri Dysmenorrhea | ||
Ringan |
15 |
29,4 |
Sedang |
21 |
41,2 |
Berat |
15 |
29,4 |
Persentase Lemak | ||
Obesitas |
51 |
100 |
Berdasarkan TabeI 2. karakteristik responden untuk uji hubungan aktivitas fisik dan nyeri dysmenorrhea bahwa ada 51 responden dengan persentase lemak kategori obesitas yang masuk kedalam kelompok ini. Mayoritas usia dalam kelompok ini ialah 16 tahun (84,3%), usia 15 tahun (13,7%) dan minoritasnya ialah usia 17 tahun (2,0%). Data usia menarche pada kelompok ini yang terbanyak adalah yang memiliki usia menarche 13 tahun (35,3%), 12 tahun (29,4%), sedangkan yang memiliki usia menarche 11 tahun dan 14 tahun yaitu 17,6%. Data aktivitas fisik pada kelompok ini menunjukkan responden paling banyak mengalami aktivitas fisik sedang yaitu 26 orang (51%), aktivitas fisik ringan 14 orang (27,5%), sedangkan yang mengalami aktivitas fisik berat 11 orang (21,6%). Dilihat dari data nyeri dysmenorrhea mayoritas responden pada kelompok ini mengalami nyeri dysmenorrhea kategori sedang yaitu 21 orang (41,2%), kategori ringan 15 orang (29,4), sedangkan yang mengalami nyeri dysmenorrhea kategori berat yaitu 15 orang (29,4%).
TabeI 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden untuk Uji Hubungan Antara Persentase Lemak dan Nyeri Dysmenorrhea
Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia
15 |
7 |
13,7 |
16 |
39 |
76,5 |
17 |
5 |
9,8 |
Usia Menarche 11 |
1 |
2,0 |
12 |
18 |
35,3 |
13 |
24 |
47,1 |
14 |
8 |
15,7 |
Persentase Lemak Good |
11 |
21,6 |
Acceptable |
19 |
37,3 |
Overweight |
21 |
41,2 |
Nyeri Dysmenorrhea Ringan |
15 |
29,4 |
Sedang |
24 |
47,1 |
Berat |
12 |
23,5 |
Aktivitas Fisik Sedang |
51 |
100 |
Berdasarkan Tabel 3. karakteristik responden untuk uji hubungan antara persentase lemak dan nyeri dysmenorrhea bahwa ada 51 responden yang masuk kedalam kelompok ini dan memiliki aktivitas fisik sedang. Dilihat dari usia responden pada kelompok ini, 16 tahun adalah usia dengan frekuensi terbanyak yaitu 39 orang (76,5%), 15 tahun sejumlah 7 orang (13,7 %) dan usia 17 tahun sejumlah 5 orang (9,8%). Data usia menarche pada kelompok ini mayoritas memiliki usia menarche 13 tahun sejumlah 24 orang, usia menarche 12 tahun 18 orang (35,3 %), usia menarche 14 tahun 8 orang (15,7 %), dan hanya satu orang pada kelompok ini yang memiliki usia menarche 11 tahun. Kelompok ini memiliki paling banyak kategori persentase lemak overweight yaitu 21 orang (41,2%), acceptable 19 orang (37,3%) dan kategori persentase lemak good sejumlah 11 orang (21,6%). Nyeri dysmenorrhea dikategorikan menjadi tiga yaitu ringan, sedang, dan berat. Mayoritas nyeri dysmenorrhea pada kelompok ini adalah responden yang memiliki nyeri dysmenorrhea kategori sedang yaitu 24 orang (47,1%), responden kategori ringan sebanyak 15 orang (29,4) dan responden yang memiliki nyeri dysmenorrhea berat sejumlah 12 orang (23,5%). Uji normalitas digunakan pada kelompok ini untuk mengetahui distribusi data persentase lemak dari 51 responden.
TabeI 4. Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov
Variabel |
Rerata |
Simpang Baku |
p |
Dysmenorrhea |
1,97 |
0,751 |
0,000 |
Aktivitas Fisik |
1,94 |
0,705 |
0,000 |
Persentase Lemak |
2,20 |
0,775 |
0,000 |
Tabel 4. menunjukkan hasil uji normalitas untuk data dysmenorrhea, variabel aktivitas fisik di kelompok A, dan
variabel persentase lemak di kelompok B. Didapatkan nilai signifikansi p (Asymp. Sig. (2-tailed) untuk variabel dysmenorrhea, aktivitas fisik dan persentase lemak sebesar 0,000 (p < 0,05), yang berarti data yang diperoleh tidak terdistribusi normal.
TabeI 5. Hubungan Aktivitas Fisik dan Dysmenorrhea
Aktivitas Fisik |
Dysmenorrhea |
Total |
p |
r | ||
Ringan |
Sedang |
Berat | ||||
Ringan |
2 14.3% |
4 28.6% |
8 57.1% |
14 100.0% | ||
Sedang |
7 26.9% |
14 53.8% |
5 19.2% |
26 100.0% |
0,008 |
-,368 |
Berat |
6 |
3 |
2 |
11 | ||
54.5% |
27.3% |
18.2% |
100.0% | |||
Total |
15 29.4% |
21 41.2% |
15 29.4% |
51 100.0% |
Berdasarkan Tabel 5. diatas dapat dilihat bahwa responden yang mengalami dysmenorrhea paling banyak pada dysmenorrhea dengan kategori sedang memiliki frekuensi terbanyak yaitu 21 orang (41,2%) dengan rincian 4 orang yang memiliki aktivitas fisik ringan, 14 orang dengan aktivitas fisik sedang, dan 3 orang dengan aktivitas fisik berat. Pada responden kategori dysmenorrhea ringan frekuensi nya sebanyak 15 orang (29,4%) dengan rincian tingkat aktivitas fisik ringan 2 orang, 7 orang dengan aktivitas fisik sedang dan 6 orang dengan aktivitas fisik berat 6 orang. Sama seperti dysmenorrhea kategori ringan, dysmenorrhea kategori berat juga memiliki frekuensi 15 orang (29,4%) dengan rincian aktivitas fisik ringan 8 orang, aktivitas fisik sedang 5 orang dan aktivitas fisik berat 2 orang.
Hasil dari output data diatas diketahui bahwa nilai n atau jumlah data peneliti sebanyak 51 sampel. Selanjutnya, diperoleh nilai p sebesar 0,008 (p<0,05) dan nilai r atau koefisien korelasi sebesar -,368. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna negatif antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea, yang berarti terdapat hubungan yang
sangat kuat, signifikan dan berlawanan arah antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea pada remaja perempuan di SMA Negeri 2 Tabanan, yaitu semakin ringan aktivitas fisik seseorang maka tingkat dysmenorrhea yang dirasakan akan semakin berat.
TabeI 6. Hubungan Persentase Lemak dengan Dysemenorrhea
Persentase Lemak |
Dysmenorrhea |
Total |
p |
r | ||
Ringan |
Sedang |
Berat | ||||
Good |
7 |
2 |
2 |
11 | ||
63.6% |
18.2% |
18.2% |
100.0% | |||
Acceptable |
5 |
13 |
1 |
19 |
0,002 |
,468 |
26.3% |
68.4% |
5.3% |
100.0% | |||
Overweight |
3 |
9 |
9 |
21 | ||
14.3% |
42.9% |
42.9% |
100.0% | |||
Total |
15 |
24 |
12 |
51 | ||
29.4% |
47.1% |
23.5% |
100.0% |
Berdasarkan Tabel 6. diatas dapat dilihat bahwa responden yang mengalami dysmenorrhea paling banyak pada dysmenorrhea dengan kategori sedang memiliki frekuensi terbanyak yaitu 24 orang (47,1%) dengan rincian responden yang memiliki persentase lemak good sebanyak 2 orang, acceptable sebanyak 13 orang dan overweight sebanyak 9 orang. Pada responden kategori dysmenorrhea ringan frekuensi nya sebanyak 15 orang (29,4%) dengan rincian tingkat persentase lemak good sebanyak 7 orang, acceptable sebanyak 5 orang dan overweight sebanyak 3 orang. Kategori dysmenorrhea berat memiliki frekuensi 12 orang (23,5%) dengan rincian persentase lemak good 2 orang, persentase lemak acceptable 1 orang dan overweight 9 orang.
Hasil dari output data diatas diketahui bahwa nilai n atau jumlah data peneliti sebanyak 51 orang. Kemudian diperoleh nilai p sebasar 0,002 (p>0,05) dan nilai r atau koefisien korelasi sebesar ,468, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna positif antara persentase lemak dengan dysmenorrhea. Hal ini berarti hubungan antara persentase lemak terhadap dysmenorrhea kuat, signifikan dan searah pada remaja perempuan di SMA Negeri 2 Tabanan dimana artinya semakin tinggi persentase lemak tubuh seseorang maka tingkat dysmenorrhea nya juga semakin meningkat.
DISKUSI
Karakteristik Sampel
Karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa responden terbanyak pada usia 16 tahun yang berjumlah 82 responden, dimana total keseluruhan responden berjumlah 102 responden. Responden dipilih dengan menggunakan metode random sampling adalah responden yang berada pada kelas X dimana responden memiliki rentang usia antara 15-17 tahun usia responden dalam penelitian ini termasuk kedalam tahap remaja madya dan remaja akhir. Menurut Fitria responden yang berusia 15 dan 16 tahun tergolong kedalam remaja madya, sedangkan responden yang berusia 17 tahun tergolong kedalam remaja akhir.14 Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah responden yang telah memenuhi kreteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini.
Usia menarche merupakan usia pertama seorang perempuan mengalami masa akil balik yang ditandai dengan keluarnya darah dari lubang vagina akibat meluruhnya dinding rahim yang sering disebut dengan menstruasi. Hasil RISKESDAS 2010 menyatakan bahwa rentang usia menarche remaja perempuan dimulai dari usia 9-20 tahun, dengan rata-rata usia menarche 13 tahun.15 Hal tersebut sesuai dengan distribusi karakteristik responden pada penelitian ini dimana didapatkan hasil dari 102 responden rentangan usia menarche nya adalah 11-14 tahun dan mayoritas responden mengalami menstruasi pertama kali pada saat menginjak usia 13 tahun. Usia menarche setiap remaja perempuan berbeda-beda dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti lingkungan, status gizi, aktivitas fisik dan lain-lain.16
Nyeri dysmenorrhea ialah nyeri yang timbul saat dan sebelum menstruasi, dimana nyeri dysmenorrhea merupakaan gejala yang umum muncul pada wanita. Rasa nyeri yang muncul pada setiap perempuan berbeda-beda mulai dari ringan hingga berat tergantung pada ambang batas nyeri seseorang tersebut. Selain itu, timbulnya nyeri dysmenorrhea juga ditandai dengan berbagai keluhan yang dapat menghambat aktivitas seperti mual, letih, sakit kepala dan gangguan sistemik.17 Nyeri dysmenorrhea dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor psikis, fisiologis dan hormonal.18 Distribusi frekuensi responden berdasarkan nyeri dysmenorrhea pada penelitian ini mayoritas memiliki nyeri dysmenorrhea dengan kategori sedang yaitu sejumlah 45 orang dari total responden 102 orang dan sisanya memiliki nyeri dysmenorrhea kategori ringan hingga berat.
Sebagian besar responden pada penelitian ini memiliki aktivitas fisik dengan kategori sedang yaitu sejumlah 77 orang dan sisanya berada pada kategori aktivitas fisik berat dan ringan. Data RISKESDAS tahun 2013 menyatakan bahwa aktivitas fisik usia ≥ 10 tahun di Indonesia 73,9% tergolong aktif dan 26,1% kurang aktif. Selain itu, hal tersebut juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang meneliti tentang aktivitas fisik pada remaja SMA N 5 Kota Jambi yang menunjukkan hasil rata-rata aktivitas fisik termasuk dalam kategori aktivitas fisik sedang.19 Hal tersebut disebabkan karena siswa SMA, selain melakukan olahraga disekolah saat pelajaran pendidikan jasmani, juga melakukan aktivitas fisik domestik seperti memasak, menyapu, mengepel dan lain-lain.20
Kategori persentase lemak tubuh dibagi menjadi empat yaitu good, acceptable, overweight dan obesitas.21 Mayoritas persentase lemak yang dimiliki oleh responden pada penelitian ini ialah kategori persentase lemak obesitas yaitu sejumlah 51 orang dari total sampel 102 orang, dimana sisanya memiliki persentase lemak kategori good, acceptable dan overweight. Hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan jaringan adiposa pada saat masa pubertas, dimana pada masa pubertas akan terjadi peningkatan kadar leptin yang akan menjadi pemicu meningkatnya serum LH
yang berfungsi untuk meningkatkan sekresi hormon progesteron dan esterogen. Sehingga saat seorang remaja perempuan berada pada masa pubertas persentase lemak tubuhnya akan semakin meningkat.22
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Dysmenorrhea
Analisis data yang digunakan pada penelitian hubungan aktivitas fisik dengan nyeri dysmenorrhea adalah spearman’s rho dan didapatkan hasil ada hubungan dengan arah hubungan negatif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik dan nyeri dysmenorrhea mempunyai hubungan yang bermakna. Jadi, semakin ringan aktivitas fisik yang dilakukan maka semakin tinggi nyeri dysmenorrhea yang dirasakan.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sermioati et al. di Bantul pada remaja perempuan yang berusia 15-19 tahun yang menemukan hubungan negatif antara tingkat aktivitas fisik dengan tingkat nyeri dysmenorrhea, dimana semakin tinggi tingkat aktivitas fisik semakin rendah tingkat dysmenorrhea, dan begitu juga sebaliknya.23 Penelitian yang dilakukan oleh Avrini pada karyawan putri di Departement Operation Trans Studio Bandung menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian dysmenorrhea, dengan nilai Chi Square 0.000 (p<0.05).24
Kejadian dysmenorrhea akan meningkat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya ialah kurangnya melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan remaja perempuan mengalami nyeri dysmenorrhea, dimana oksigen tidak dapat tersalurkan ke pembuluh darah organ reproduksi yang saat itu mengalami vasokonstriksi.25 Aktivitas fisik menghasilkan respon bagi tubuh seperti respon koordinasi sistem organ (jantung, pembuluh darah perifer, otot, paru-paru dan sistem endokrin).26 Aktivitas fisik yang dilakukan dapat berpengaruh pada peningkatan tekanan darah sementara, dimana darah dipompa keseluruh bagian organ tubuh untuk mengaktifkan kinerja-kinerja sendi dan otot pada ektermitas atas dan bawah sehingga tekanan saat jantung berkontraksi meningkat. Apabila jantung berkontraksi lebih cepat maka aliran darah akan lebih mudah untuk mengalir keseluruh jaringan tubuh.27 Aktivitas fisik yang dilakukan dapat meningkatkan kebugaran jasmani dimana dapat mengakibatkan peningkatan efisiensi kerja jantung dan paru sehingga dapat menyediakan oksigen hampir dua kali lipat permenit dan jantung dapat semakin kuat memopa darah lebih banyak, sehingga saat terjadi dysmenorrhea nyeri yang dirasakan akan berkurang karena oksigen dan darah dapat tersalurkan kedalam pembuluh darah di organ reproduksi yang mengalami vasokonstiksi.28
Aktivitas fisik aerobik seperti olahraga yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan sirkulasi darah yang dapat mengurangi sensasi berat pada pelvis ataupun kongestif nyeri dysmenorrhea. Selain itu, olahraga secara teratur juga dapat merangsang pelepasan opiat endogen, beta endorphin.29 Hormon endorfin dihasilkan oleh hipofisis (kalenjar pitutari) bagian adenohipofis pars intermedia dimana sekresi dari hipofisis dikontrol oleh hipotalamus. Hormon endorfin (β-endorfin) termasuk bagian dari prohormon propiomelanocortin (POMC).30 Kalenjar hipofisis yang mensintesis POMC berfungsi sebagai respons terhadap sinyal dari hipotalamus dimana sinyal tersebut adalah corticotrophnin-releasing hormone (CRH). Hipotalamus melepaskan CRH sebagai respons terhadap stresor fisiologis seperti nyeri.31 Endorfin memiliki fungsi yaitu mengatur berbagai fungsi fisiologis transmisi nyeri, kontrol nafsu makan, emosi, dan sekresi hormon.32
Hubungan Persentase Lemak dengan Dysmenorrhea
Berdasarkan hasil pengujian data menggunakan spearman’s rho pada responden yang berjumlah 51 orang, ditemukan hasil analisis bahwa terdapat hubungan yang bermakna dengan arah hubungan positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara persentase lemak dengan nyeri dysmenorrhea. Jadi, semakin tinggi persentase lemak tubuh yang dimiliki seseorang, maka tingkat nyeri dysmenorrhea yang dirasakan juga meningkat.
Penelitian deskriptif analitik oleh Haidari et al. di Iran pada 388 responden mendapatkan hubungan yang signifikan antara persentase lemak tubuh dengan tingkat keparahan nyeri dysmenorrhea yang dirasakan.33 Hal ini sejalan dengan penelitian cross-sectional yang dilakukan oleh Pakniat et al. pada 400 siswa SMA yang berusia 14-18 tahun di Qazvin, Iran, dimana dapatkan hasil nilai p = 0,031 (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan signifikan antara persentase lemak tubuh dengan tingkat nyeri dysmenorrhea.34
Lemak yang berlebih pada tubuh akan menjadi pemicu munculnya berbagai gangguan tubuh karena lemak berlebih akan mengganggu kontrol axis hipotalamus-pituaitary, mempengaruhi lemak viseral, sirkulasi lemak, aktivitas enzim dan hormon, mempengaruhi berbagai mediator seperti sitokin proinflamasi sehingga dapat menyebabkan penurunan fungsi organ tubuh.35 Kelebihan berat badan menyebabkan sel lemak dalam tubuh ukurannya membesar dan bertambah banyak. Hal ini merupakan salah satu inflamasi kronis pada tingkat rendah yang dapat mengeluarkan prekursor prostagladnin dan menjadi penyebab dari timbulnya dysmenorrhea. Kadar prostagladnin yang meningkat pada sirkulasi darah dapat menyebabkan peningkatan produksi esterogen akibat adanya penimbunan lemak dan kolesterol dalam tubuh. Selain itu, dengan adanya peningkatan esterogen dan prostagladnin dapat merangsang peningkatan aktivitas kontraktilitas uterus dan serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri pada miometrium sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan munculnya nyeri spamodik.36
Persentase lemak berlebih pada tubuh juga akan mengakibatkan hiperplasia pembuluh darah oleh jaringan lemak pada organ reproduksi wanita, sehingga darah saat menstruasi yang seharusnya mengalir lancar menjadi terhambat akibat lemak yang berlebih dan akan menjadi pemicu timbulnya nyeri dysmenorrhea.37
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik dan persentase lemak dengan nyeri dysmenorrhea pada remaja perempuan di SMA Negeri 2 Tabanan.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Sinaga E, Saribanon N, Suprihatin, Sa'adah N, Salamah U, Murti Y. Manajemen Kesehatan Menstruasi. Universitas Nasional. 2017.
-
2. Herawati, Rika. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri Haid (Dismenorea) Pada Siswi Madrasah Aliyah Negeri Pasir Pengaraian. Jurnal Martenity and Neonatal. 2017;2(3):161-172.
-
3. Proverawati A, Misaroh S. Menarche menstruasi pertama penuh makna. Yogyakarta: Nuha Medika. 2009.144.
-
4. Famimah F, Margawati A, Fitranti, DY. Hubungan Konsumsi Asam Lemak Omega-3, Aktivitas Fisik dan Persen Lemak Tubuh Dengan Tingkat Dismenore Pada Remaja. Journal Of Nutrition College. 2017;6(4):268-276.
-
5. Sari SE, Kartasurya MI, Pangestuti DR. Anemia dan Aktivitas Fisik Yang Ringan Mempengaruhi Faktor Risiko Dismenore Pada Remaja Putri. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal). 2018;6(5):437-444.
-
6. Rahayu KD, Kartika I, Dayanti R. The Relationships Between Physical Activities And Dysmenorrhea In Adolescent The City Of Bandung. Journal Of Maternity Care And Reproductive Health. 2019;2(1).
-
7. Khairunnisa K, Maulina N. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Nyeri Haid (Dismenorea) Pada Santriwati Madrasah Aliyah Swasta Ulumuddin Uteunkot Cunda Kota Lhokseumawe. Averrous. 2018;3(1):10-20.
-
8. World Health Organization. Physical Activity. diakses dari https://www.who.int/dietphysicalactivity/pa/en/ pada tanggal 01 Februari 2019.
-
9. Febriana KT. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Dysmenorrhea Primer Pada Remaja Umur 13-15 Tahun di SMP. K. Harapan Denpasar. 2015.
-
10. Harmoni PH, Basuki SW. Hubungan antara IMT Dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Dismenore Di SMA Batik 1 Surakarta. 2018. PhD Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
-
11. Zivanna A, Wihandani DM. Hubungan antara Obesitas dengan Prevalensi Dismenorea Primer pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. E-Jurnal Medika. 2017;6(5):1-11.
-
12. Kita EKS, Nuryanto N, Kusumastuti AC. Hubungan Obesitas Sentral dengan Siklus Menstruasi dan Dysmenorrhea Primer pada Remaja. 2017;6(4).
-
13. Gustini L, Lipoeto NI, Utama BI. Hubungan Massa Lemak dengan Dismenore Primer Pada Remaja Putri Di Stikes Ceria Buana Bukittinggi. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017;6(1):32-36.
-
14. Fitria IA. Konsep Diri Remaja Putri Dalam Menghadapi Menarche. 2014. PhD Thesis. UIN Sunan Ampel.
-
15. Zalni R, Harahap H, Desfita S. Usia Menarche Pada Anak Perempuan Berhubungan Dengan Status Gizi, Konsumsi Makanan Dan Aktivitas Fisik. 2019.
-
16. Wulandari S, Ungsianik T. Status gizi, aktivitas fisik, dan usia menarche remaja putri. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2013;16(1):55-59.
-
17. Oyoh O, Sidabutar, J. Menurunkan Dismenoreaa Primer melalui Hipnoterapi pada Siswi Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Keperawatan Padjadjaran. 2015;3(2).
-
18. Putri SA, Yunus M, Fanani E. Hubungan Antara Nyeri Haid (Dismenore) terhadap Aktivitas Belajar pada Siswi Kelas XI SMA Negeri 52 Jakarta. Preventia: The Indonesian Journal of Public Health. 2017;2(2):85-92.
-
19. Merita A, Aulia S. Status Gizi Dan Aktivitas Fisik dengan Status Hidrasi Pada Remaja Di Sma Negeri 5 Kota Jambi. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. STIKES Baiturrahim Jambi. 2018.
-
20. Putra WN. Hubungan pola makan, aktivitas fisik dan aktivitas sedentari dengan overweight di SMA Negeri 5 Surabaya. 2017. PhD Thesis. Universitas Arilangga.
-
21. Williams, Melvin H. Nutrition for health, fitness and sport. WCB/McGraw-Hill. 1999.
-
22. Makarimah A, Muniroh L. Status Gizi dan Persen Lemak Tubuh Berhubungan dengan Usia Menarche Anak Sekolah Dasar Di SD Muhammadiyah GKB 1 Gresik. Media Gizi Indonesia. 2017;12(2):191-198.
-
23. Sermoati IA. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Tingkat Nyeri Dismenore Primer pada Remaja Dusun Gedongan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. 2017. PhD Thesis. Universitas Gadjah Mada.
-
24. Avrini, RM. Hubungan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Dismenore Pada Karyawan Putri department Operation Di Trans Studio Bandung tahun 2013. 2013.
-
25. Bavil D, Dolation M, Mahmoodi Z, Baghban A, Akbarzadeh. Comparison of lifestyles of young women with and without primary dysmenorrhea. Electronic Physician. 2016;8(3):2107.
-
26. Laxmi CC, Udaya IB, Vinutha SS. Effect of body mass index on cardiorespiratory fitness in young healthy males. International Journal of Scientific and Research Publications. 2014; 25.
-
27. Octavia F, Yuliza S, Susanti D, Aprimawita, Handayani S. Aktivitas Jantung dan Aliran Darah. 2018.
-
28. Andrini DAG, Silakarma D, Griadhi A. Hubungan Antara Kebugaran Fisik dengan Dismenore Primer Pada Remaja Putri Di Sma Negeri 1 Denpasar Tahun 2014. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2014; 3(3).
-
29. Wati LR, Arifandi MD, Prastiwi F. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Derajat Dysmenorrhea Primer pada Remaja. Journal of Issues in Midwifery. 2017;1(2):1-8.
-
30. Wulandari E. Hormon Hipotalamus dan Hipofisis. Avaliable at
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38258/5/%285%29%20BAB%20II%20Hormon%20hipot alamus%20dan%20Hipofisis.pdf. diakses tanggal 28 Mei 2019.
-
31. Sharma A, Verma D. Endorphins: endogenous opioid in human cells. World J Pharm Pharm Sci [Internet]. 2014;4(1):357-74.
-
32. Rahmadhayanti E, Afriyanin R, Wulandari A. Pengaruh Kompres Hangat terhadap Penurunan Derajat Nyeri Haid pada Remaja Putri di SMA Karya Ibu Palembang. Jurnal Kesehatan. 2017;8(3):369-374.
-
33. Haidari F, Akrami A, Sahardi M, Shahi M. Prevalence and severity of primary dysmenorrhea and its relation to anthropometric parameters. Journal of Hayat. 2011;17(1):70-77.
-
34. Pakniat H, Jahnian S, Hemmati N, Ranjkesh F. The Association of Anthropometric Indices Swith Dysmenorrhea in High School Students: A Cross-Sectional Study. International Journal of School Health. 2019;6(1):1-6.
-
35. Fatimah S, Akbar I, Purba A, Tarawan V, Nugraha G, Radhiyanti P. Hubungan Pengukuran Lemak Subkutan dengan Indeks Massa Tubuh pada Laki-laki Usia Lanjut. Nutrition and Food Research. 2017;40(1):29-34.
-
36. Iqlima A, Wicaksono A, Effiana. Hubungan antara Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit dan Dismenore Primer Pada Siswi SMA Swasta Muhammadiyah 1 Kota Pontianak Kalimantan Barat. 2015.
-
37. Wahyuni R, Oktaviani W. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Dismenore pada Remaja Putri SMP PGRI Pekanbaru. Jurnal Endurance. 2018;3(3):618-623.
Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 77 |
Discussion and feedback