ORIGINAL ARTICLE

Vol 7 No 1 (2019), P-ISSN 2303-1921

MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA

HUBUNGAN POSISI KERJA TERHADAP KELUHAN NYERI LEHER NON-SPESIFIK PADA PEKERJA LAUNDRY DI KOTA DENPASAR

Ni Made Wahyuni Dewi1, Nila Wahyuni2, Luh Putu Ratna Sundari3

1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

3Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

wahyunidewi1234@gmail.com

ABSTRAK

Nyeri leher non-spesifik merupakan nyeri leher yang disebabkan oleh postur yang buruk dalam jangka waktu lama. Pekerja laundry yang setiap harinya sering melakukan aktivitas menyetrika dalam waktu yang lama berisiko mengalami nyeri leher non-spesifik akibat posisi kerja yang tidak ergonomis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara posisi kerja terhadap keluhan nyeri leher non-spesifik pada pekerja laundry di Kota Denpasar. Penelitian ini adalah penelitian analitik cross sectional dengan pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Sampel berjumlah 60 pekerja dengan rentang usia 20-40 tahun. Variabel independen yang diukur adalah posisi kerja dengan metode RULA, sedangkan variabel dependen yang diukur adalah nyeri leher non-spesifik dengan kuesioner Neck Disability Index. Uji hipotesis yang digunakan adalah Chi-Square Test. Hasil uji Chi-Square Test terhadap variabel posisi kerja dengan nyeri leher non-spesifik menunjukkan hasil nilai p sebesar 0,00 atau p < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ditemukan hubungan yang signifikan antara posisi kerja terhadap keluhan nyeri leher non-spesifik pada pekerja laundry di Kota Denpasar.

Kata Kunci: posisi kerja, nyeri leher non-spesifik, pekerja laundry.

THE RELATIONS BETWEEN WORKING POSITION WITH NON-SPECIFIC NECK PAIN ON LAUNDRY WORKERS IN DENPASAR CITY

ABSTRACT

Non-specific neck pain is a neck pain caused by bad posture in the long term. Laundry workers who everyday often perform activities ironing for a long time at risk of non-specific neck pain due to working position that are not ergonomic. The purpose of this research is to determine the relation between working position with non-specific neck pain on laundry worker in Denpasar City. This research is cross sectional analytic research with purposive sampling. The number of sample is 60 workers with the range of age 20-40 years. Independent variable measured is working position with RULA method, while the dependent variable measured is non-specific neck pain with Neck Disability Index Questionnaire. Hypothesis test used is Chi-Square Test. The resulted of Chi-Square Test on working position with nonspecific neck pain variable shown the result of p value is 0,00 or p < 0,05. Based on the results of this study it can be concluded that found a significant relationship between working position against non-specific neck pain on laundry worker in Denpasar City.

Keywords: working position, non-specific neck pain, laundry worker.

PENDAHULUAN

Industri laundry seakan sudah menjadi peluang usaha bagi masyarakat umum akibat tingkat kesibukan yang tinggi pada masyarakat perkotaan sehingga memanfaatkan industri laundry untuk mencuci dan menyetrika pakaian.1 Hal yang kurang diperhatikan oleh pekerja laundry adalah posisi kerja yang ergonomis. Posisi kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan gangguan muskuloskeletal salah satunya yaitu nyeri leher atau neck pain.2 Sekitar 6070% pekerja wanita lebih sering mengalami nyeri leher dibandingkan pekerja pria.3

Nyeri leher biasanya ditandai dengan adanya kekakuan dan ketegangan otot-otot leher yang menyebabkan pergerakan pada leher menjadi terbatas. Selain itu, posisi leher yang statis menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang terus-menerus. Jika dilakukan dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan cedera pada otot.4

Sebanyak 5,9% pekerja laundry di Semarang mengalami keluhan nyeri pada leher. Nyeri leher tersebut menyebabkan kelelahan otot dan ketidakstabilan otot, sehingga pekerja laundry tidak dapat bekerja secara optimal.5 Penelitian lain juga menyebutkan bahwa ada sebanyak 36,5% pekerja laundry di Surakarta mengalami nyeri leher yang menimbulkan dampak seperti kekakuan otot, kelelahan dan stres, gangguan tidur, dan ketidaknyamanan saat bekerja. Nyeri leher dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang repetitif pada lengan atas dan bahu, serta posisi leher yang ekstrem saat bekerja. Posisi statis yang dilakukan pekerja lebih dari 95% dari lamanya waktu bekerja per hari menjadi salah satu pemicu nyeri leher.6

Penelitian mengenai tingkat risiko ergonomi pada pekerja laundry di Tangerang Selatan juga menyebutkan bahwa pekerja laundry mengalami keluhan pada bagian leher saat bekerja maupun setelah bekerja yang berdampak pada masalah kesehatan kerja bagi pekerja laundry dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Nyeri leher non-spesifik sering dikaitkan dengan sikap atau posisi yang tidak ergonomis saat bekerja. Banyaknya pekerja laundry yang memiliki posisi kerja tidak ergonomis meningkatkan risikonya mengalami keluhan nyeri leher non-spesifik. Terlebih lagi durasi kerja yang terkadang melebihi waktu normal bekerja menuntut pekerja laundry berada pada posisi tersebut dalam jangka waktu yang lama. Secara tidak disadari, terjadinya nyeri leher non-spesifik pada pekerja laundry akan mempengaruhi efisiensi, efektivitas, dan produktivitas dalam bekerja.7

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui tentang bagaimana hubungan antara posisi kerja terhadap terjadinya nyeri leher non-spesifik yang diakibatkan oleh aktivitas laundry yaitu aktivitas menyetrika. Maka dari itu penulis memaparkan skripsi penelitian ini dengan judul “Hubungan Posisi Kerja terhadap Keluhan Nyeri Leher Non-Spesifik pada Pekerja Laundry di Kota Denpasar”.

METODE

Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2018 di beberapa tempat usaha laundry yang berada di Kota Denpasar. Sampel penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan menggunakan pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 60 orang.

Pada masing-masing variabel penelitian, dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode RULA untuk mengetahui posisi kerja dan penilaian melalui kuesioner Neck Disability Index untuk mengetahui keluhan nyeri leher non-spesifik.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan software SPSS dengan beberapa uji yaitu uji deskriptif untuk analisis univariat dan uji Chi-Square Test untuk analisis bivariat.

HASIL

Berikut adalah hasil gambaran distribusi frekuensi yang diamati antara lain usia, masa kerja, durasi kerja pada aktivitas menyetrika, skor RULA, variabel bebas berupa posisi kerja, dan variabel tergantung berupa keluhan nyeri leher non-spesifik pada pekerja laundry di Kota Denpasar yang berjumlah 60 responden.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia, Masa Kerja, dan Durasi Kerja

Variabel

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Usia (tahun)

20-25

12

20

26-30

17

28,3

31-35

13

21,7

36-40

18

30

Masa Kerja (tahun)

1-5

24

40

6-10

35

58,3

>10

1

1,7

Durasi Kerja (jam)

≤8

48

80

>8

12

20

Jumlah

60

100

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa responden terbanyak berada pada kelompok usia 36-40 tahun yaitu sebanyak 18 orang (30%). Responden yang memiliki persentase masa kerja tertinggi terdapat pada pekerja yang memiliki masa kerja 6-10 tahun yaitu sebanyak 35 orang (58,3%). Mengenai durasi kerja pada aktivitas menyetrika, sebagian besar responden memiliki durasi kerja selama ≤8 jam per hari yaitu sebanyak 48 orang (80%).

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki skor RULA tertinggi adalah skor RULA 7 yaitu sebanyak 26 orang (43,3%), sedangkan untuk skor RULA terendah yaitu tidak ada responden (0%) yang memiliki skor RULA 1-2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi berdasarkan Skor RULA

Skor RULA

Frekuensi (f)

Persentase (%)

1-2

0

0

3-4

19

31,7

5-6

15

25

7

26

43,3

Jumlah

60

100

Tabel 3. Distribusi Frekuensi berdasarkan Posisi Kerja

Posisi Kerja

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Posisi  Kerja

19

31,7

Ergonomis

Posisi Kerja

41

68,3

Tidak

Ergonomis

Jumlah

60

100

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki posisi kerja yang tidak ergonomis yaitu sebanyak 41 orang (68,3%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi berdasarkan Keluhan Nyeri Leher Non-Spesifik

Nyeri Leher Non-Spesifik

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Tidak Nyeri

18

30

Nyeri Ringan-

29

48,3

Sedang

Nyeri Berat

13

21,7

Jumlah

60

100

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa keluhan nyeri ringan-sedang menjadi keluhan yang paling banyak dialami oleh responden yaitu sebanyak 29 orang (48,3%).

Tabel 5. Hubungan Posisi Kerja terhadap Keluhan Nyeri Leher Non-Spesifik

Posisi Kerja

Nyeri Leher Non-Spesifik

Tidak Nyeri

Nyeri Ringan-Sedang

Nyeri Berat

p

Posisi Kerja Ergonomis Posisi Kerja

13

5

1

Tidak

Ergonomis

5

24

12

0,00

Total

18

29

13

Berdasarkan tabel 5 dari hasil crosstabulation uji statistik Chi-Square Test menunjukkan bahwa responden yang memiliki posisi kerja ergonomis sebagian besar tidak mengalami keluhan nyeri yaitu sebanyak 13 orang (68,4%). Responden yang memiliki posisi kerja ergonomis dengan keluhan nyeri ringan-sedang yaitu sebanyak 5 orang (26,3%) dan yang mengeluhkan nyeri berat sebanyak 1 orang (5,3%). Pekerja laundry yang memiliki posisi kerja tidak ergonomis lebih banyak mengalami keluhan nyeri ringan-sedang yaitu sebanyak 24 orang (58,5%), sedangkan responden dengan posisi kerja tidak ergonomis yang tidak mengeluhkan nyeri yaitu sebanyak 5 orang (12,2%), serta yang mengeluhkan nyeri berat sebanyak 12 orang (29,3%).

DISKUSI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki rentang usia yang bervariasi dari rentang usia 20-40 tahun. Responden terbanyak terdapat pada kelompok usia 36-40 tahun yaitu sebanyak 18 orang (30%). Usia 20-30 tahun menjadi puncak dari fungsi fisiologis tubuh seseorang. Setelah mencapai puncak, akan terjadi degenerasi secara perlahan seiring dengan bertambahnya usia. Degenerasi yang terjadi berupa kerusakan jaringan tubuh, pergantian jaringan menjadi jaringan parut, dan berkurangnya cairan sehingga menyebabkan penurunan stabilitas pada tulang dan otot. Seiring dengan berjalannya proses degenerasi juga akan mempengaruhi kemampuan kerja dan munculnya penyakit akibat kerja.8 Pada usia 20-50 tahun, seseorang cenderung melakukan aktivitas kerja yang statis. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kontraksi otot yang berlebihan sehingga menyebabkan overuse dan ketegangan otot yang akhirnya memicu terjadinya nyeri leher non-spesifik.9

Berdasarkan masa kerja, responden terbanyak terdapat pada masa kerja sedang atau 6-10 tahun yaitu sebanyak 35 orang (58,3%). Tekanan mekanik pada leher yang terakumulasi setiap harinya dalam kurun waktu tertentu akan mengakibatkan penurunan kinerja otot. Semakin lama masa kerja pekerja, maka akan lebih berisiko mengalami nyeri akibat akumulasi dari kelelahan otot yang dialami, serta akibat penurunan kemampuan fisik pekerja.3

Berdasarkan durasi kerja pada aktivitas menyetrika, responden terbanyak terdapat pada durasi kerja ≤8 jam per hari yaitu sebanyak 48 orang (80%). Risiko nyeri leher non-spesifik dapat meningkat dalam waktu lebih dari 2 jam karena respon maksimal tubuh untuk bekerja dalam keadaan leher yang statis adalah 1 hingga 2 jam. Semakin lama durasi kerja pekerja, tekanan mekanik pada leher akan semakin besar yang kemudian memicu kelelahan otot. Selain itu juga aliran nutrisi dan oksigen ke otot menjadi terhambat. Selanjutnya berdampak pada kerusakan jaringan otot dan akhirnya memicu nyeri. Pada dasarnya, durasi kerja maksimal dalam sehari adalah 8 jam. Memperpanjang durasi kerja hanya akan menurunkan kemampuan kerja dan meningkatkan risiko penyakit akibat kerja. Jadi durasi kerja sangat berfungsi untuk menentukan kesehatan kerja pekerja yang secara tidak langsung akan berkaitan dengan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja.10

Sebagian besar responden memiliki skor RULA 7 atau termasuk dalam posisi kerja dengan risiko tinggi dengan jumlah sebanyak 26 orang (43,3%), sehingga perlu dilakukan investigasi lebih lanjut dan tindakan perbaikan langsung. Responden yang termasuk dalam kriteria posisi kerja tidak ergonomis atau yang memiliki skor RULA 5-6 dan 7 lebih mendominasi dengan frekuensi sebanyak 41 orang (68,3%). Dari hasil analisis postur kerja responden, sebagian besar ditemukan postur janggal pada leher dan lengan atas. Hal ini disebabkan karena tinggi meja dan kursi yang digunakan pekerja saat melakukan aktivitas menyetrika tidak sesuai dengan antropometri pekerja. Meja dan kursi yang terlalu tinggi dan terlalu rendah mengakibatkan leher pekerja beradaptasi dengan melakukan gerakan fleksi atau ekstensi yang berlebihan. Posisi leher yang salah saat melakukan aktivitas kerja statis akan menyebabkan kurva normal pada leher menjadi terbalik dan mengurangi pergerakan kurva. Semakin sedikit mobilitas kurva, maka semakin besar tingkat kelelahan yang terjadi pada otot. Saat melakukan gerakan fleksi servikal lebih dari 20º, tekanan mekanik terjadi pada setengah bagian posterior korpus vertebra servikal. Jika posisi tersebut dipertahankan dalam jangka waktu yang lama, maka bentuk fisiologis kurva vertebra servikal yang lordosis perlahan-lahan berkurang yang nantinya akan berdampak pada terjadinya strain otot yang memicu nyeri leher non-spesifik.11

Sebagian besar responden mengalami keluhan nyeri ringan-sedang yaitu sebanyak 29 orang (48,3%). Tanda dan gejala dari nyeri yang dikeluhkan berupa nyeri saat dipalpasi, nyeri yang bersifat tumpul, adanya spasme otot, serta adanya keterbatasan gerak servikal. Tanda dan gejala nyeri tersebut muncul akibat dari posisi leher yang statis yang kemudian menyebabkan terjadinya tekanan mekanik pada leher, sehingga nantinya akan membatasi aktivitas fungsional pekerja saat melakukan pekerjaannya.6

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji statistik Chi-Square Test pada 60 responden, persentase tertinggi terdapat pada responden yang memiliki posisi kerja tidak ergonomis disertai keluhan nyeri ringan-sedang yaitu sebanyak 24 orang (58,5%). Juga didapatkan nilai p sebesar 0,00 sehingga nilai p < 0,05. Hasil tersebut menyatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara posisi kerja terhadap keluhan nyeri leher non-spesifik pada pekerja laundry di Kota Denpasar.

Pekerja laundry melakukan aktivitas menyetrika pada posisi duduk dengan kepala menunduk. Berada pada posisi kerja seperti itu mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan mekanik yang cukup besar pada daerah leher dan sangat rentan menimbulkan pemendekan otot postural servikal. Selanjutnya akan terjadi gangguan keseimbangan pada otot-otot leher untuk mempertahankan posisi (muscular disbalance) yang kemudian memicu terjadinya nyeri leher non-spesifik. Tekanan mekanik yang terjadi pada leher mengakibatkan otot menjadi lebih cepat lelah (fatigue). Tekanan mekanik juga dapat terjadi akibat kerja otot yang berkontraksi secara isometrik pada keadaan statis. Kontraksi otot yang dilakukan secara isometrik dalam jangka waktu lama menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah, sehingga struktur otot dan jaringan lunak di sekitar persendian mengalami iskemia. Selain itu juga menyebabkan terjadinya akumulasi dari asam laktat. Keadaan tersebut berakibat pada kerusakan jaringan otot yang memicu terjadinya nyeri leher.11

Selain itu, aktivitas kerja statis yang dipertahankan dalam jangka waktu lama dengan posisi kerja yang tidak ergonomis semakin meningkatkan beban kerja otot yang berpengaruh pada efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar posisi kerja responden tergolong posisi kerja tidak ergonomis yang dapat memicu terjadinya nyeri leher non-spesifik. Aspek perilaku pekerja untuk mengubah posisi kerja menjadi lebih ergonomis penting dilakukan untuk mengurangi munculnya keluhan nyeri yang disebabkan oleh faktor tekanan mekanik.12

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p=0,00) antara posisi kerja terhadap keluhan nyeri leher non-spesifik pada pekerja laundry di Kota Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Tampubolon dan Adiatmika. 2014. Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Laundry di Kecamatan Denpasar Selatan, Bali. Denpasar: Universitas Udayana.

  • 2.    Ibrahim, Mahmud. 2016. Pengaruh Friction terhadap Penurunan Spasme Otot Upper Trapezius pada Pemain Game Online [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

  • 3.    Ariens, GAM., Bongers, PM., Douwes, M., Miedema, MC., Hoogendoorn, WE., Van der Wal, G. 2001. Are Neck Flexion, Neck Rotation, and Sitting at Work Risk Factors For Neck Pain? Results of a Prospective Cohort Study. Occup Environ Med, 58: 200-207.

  • 4.    Bakhtiyar, Nurdin. 2014. Pengaruh Kinesio Tapping terhadap Muscle Pain pada Karyawan Sopir Bus Damri di Surakarta [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

  • 5.    Sudarmawan. 2012. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal Saat Menyetrika pada Pekerja Laundry Dukuh Gatak Kelurahan Pabelan [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

  • 6.    Samara, Diana. 2007. Nyeri Muskuloskeletal pada Leher Pekerja dengan Posisi Pekerjaan yang Statis. Universa Medicina: Jakarta, 26: 137-142.

  • 7.    Angkoso. 2012. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Aspek Pekerjaan pada Pekerja Laundry Sektor Usaha Informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

  • 8.    Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas (Edisi I, Cetakan I). Surakarta : UNIBA Press.

  • 9.    Gerwin, R.D., Dommerholt, J.D., Shah, J.P. 2004. An Expansion of Simon’s Integrated Hypothesis of Trigger Point Formation. In : Current Pain and Headache Reports. USA, 8: 468-475.

  • 10.    Belayana, B., Darmadi, Mahayana, B. 2014. Hubungan Faktor Waktu Kerja, Waktu Istirahat, dan Sikap Kerja terhadap Keluhan Nyeri Tengkuk pada Pengrajin Ukiran Kayu. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 4: 6-15.

  • 11.    Elizabeth, Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.

  • 12.    Cagnie, B., Danneels, L., Tiggelen, D.V., Loose, V.D., Cambier, D. 2007.Individual and Work Related Risk Factors for Neck Pain Among Office Workers: A Cross Sectional Study. Eur Spine J: 679-686.

Open Access Journal : https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 14 |