THE POSITIONAL RELEASE TECHNIQUE AND INFRARED INTERVENTION HAS NO SIGNIFICANT DIFFERENCE AS CONTRACT RELAX STRETCHING AND INFRARED INTERVENTION TO REDUCE PAIN IN HEADACHE DUE TO UPPER TRAPEZIUS MUSCLE TENSION ON EMPLOYEES
on

ORIGINAL ARTICLE
Vol 6 No 2 (2018), P-ISSN 2303-1921
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
INTERVENSI POSITIONAL RELEASE TECHNIQUE DAN INFRARED SAMA BAIK DENGAN INTERVENSI CONTRACT RELAX STRETCHING DAN INFRARED DALAM MENURUNKAN NYERI KEPALA AKIBAT KETEGANGAN OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA PEGAWAI KANTORAN
Made Kristira Yanti1, Ni Luh Nopi Andayani2, I Putu Adiartha Griadhi3 1,2Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali 3Bagian Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali kristira.yanti@yahoo.com
ABSTRAK
Nyeri kepala dapat disebabkan oleh adanya peningkatan ketegangan pada otot upper trapezius. Nyeri kepala ini ditandai dengan adanya trigger point dan tautband otot upper trapezius. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan antara intervensi positional release technique dan infrared dengan contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius. Penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan pre dan post-test group design terhadap 24 orang yang dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok 1 mendapatkan positional release technique dan infrared, sedangkan Kelompok 2 mendapatkan contract relax stretching dan infrared. Hasil analisis data dengan paired sample t-test pada Kelompok 1 menunjukan rerata 2,242±0,329 dan p=0,001, sedangkan Kelompok 2 menunjukan rerata 2,225±0,201 dan p=0,001. Dari hasil analisis tersebut menunjukan pada tiap kelompok terdapat penurunan nyeri yang bermakna. Berdasarkan uji independent samples t-test antara kelompok 1 dan 2 diperoleh nilai p=0,882 (p>0,05). Dapat disimpulkan bahwa intervensi positional release technique dan infrared sama baik dengan contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius.
Kata Kunci: Nyeri kepala, otot upper trapezius, positional release technique, contract relax stretching, infrared, VAS
POSITIONAL RELEASE TECHNIQUE AND INFRARED INTERVENTION
HAS NO SIGNIFICANT DIFFERENCE AS CONTRACT RELAX STRETCHING AND INFRARED INTERVENTION TO REDUCE PAIN IN HEADACHE DUE TO UPPER TRAPEZIUS MUSCLE TENSION ON EMPLOYEES
ABSTRACT
Headache can be caused by increased tension in upper trapezius muscle. This headache is characterized by trigger point and upper trapezius muscle tautband. The purpose of this study was to compare the positional release technique and infrared interventions with contract relax stretching and infrared on the reduction of headache due to upper trapezius muscle tension. This study was experimental with pre and post-test group design designs of 24 people divided into two groups. Group 1 received positional release technique and infrared, while Group 2 received contract relax stretching and infrared. The result of data analysis with paired sample t-test in Group 1 showed the average 2,242 ± 0,329 and p = 0,001, while Group 2 showed the average 2,225 ± 0,201 and p = 0,001. From the results of the analysis showed in each group there is a significant reduction of pain. Based on independent samples test t-test between groups 1 and 2 obtained p value = 0.882 (p> 0.05). It can be concluded that the positional release technique and infrared intervention has no significant difference as contract relax stretching and infrared to decreased headache due to upper trapezius muscle tension.
Keywords: headache, upper trapezius muscle, positional release technique, contract relax stretching, infrared, VAS
PENDAHULUAN
Pada era globalisasi seperti saat ini, kemajuan teknologi sudah dimanfaatkan pada berbagai jenis pekerjaan. Salah satunya adalah semakin banyaknya penggunaan komputer di perkantoran atau pekerjaan lain yang berlangsung dalam posisi yang statis dan jangka waktu yang relatif lama, serta masih kurangnya memperhatikan ergonomi saat beraktivitas. Saat seseorang duduk lama di depan komputer, banyak otot-otot kepala, leher dan bahu yang bekerja secara ekstra. Kontraksi otot leher yang terjadi secara berlebihan dapat menimbulkan ketegangan otot. Kontraksi otot dan vasokonstriksi akibat mekanik maupun hormonal yang terjadi secara bersama-sama dan secara terus menerus dapat menyababkan terjadinya nyeri kepala akibat ketegangan otot.
Nyeri kepala akibat ketegangan otot tidak hanya terjadi pada orang tua saja, namun juga bisa terjadi pada usia muda. Presentasi usia yang paling sering ditemukan kasus nyeri kepala akibat ketegangan otot adalah usia 25 sampai 30 tahun, dan kasus ini mengalami peningkatan di usia 30-39 tahun. Sebanyak 40% penderita biasanya juga ditemukan dengan adanya riwayat dari keluarga, dengan persentase 88% terjadi pada perempuan dan 69% terjadi pada laji-laki dengan rasio perempuan:laki-laki adalah 5:4.1
Pegawai pegadaian cenderung menggunakan komputer dalam kegiatan sehari-harinya. Seseorang yang beraktifitas dalam waktu yang lama dan terjadi secara terus-menerus terdapat kecenderungan seseorang akan berada dalam posisi forward head posture maupun lateral head posture, dimana akibat postur tubuh dan ergonomis dalam bekerja ini dapat menyebabkan kontraksi yang terus-menerus pada otot leher. Kontraksi yang berlebihan pada otot leher dapat menyebabkan keluhan nyeri leher dan nyeri kepala. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Grandjean mengenai keluhan tubuh dan antropometri terhadap 261 orang pria dan 117 wanita yang melakukan tugas perkantoran, ternyata keluhan terbanyak yang dirasakan pekerja adalah mengenai punggung 57%, lutut dan kaki 29%, leher 24%, paha 19%, pantat 16%, lengan dan tangan 15%, kepala 14%, dan tanpa keluhan 15%.2
Terdapatnya ketegangan yang terjadi secara terus-menerus pada otot upper trapezius dapat menimbulkan nyeri lokal atau menjalar. Penjalaran nyeri dari otot upper trapezius bahkan sampai ke kepala. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya keluhan nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius.3
Intervensi fisioterapi dapat diberikan untuk mengurangi keluhan nyeri akibat ketegangan otot ini. Salah satu intervensi fisioterapi yang dapat diberikan yaitu positional release technique. Prinsip aplikasi pemberian positional release technique adalah penekanan pada trigger point dalam posisi yang nyaman. Penekanan trigger point dalam posisi nyaman akan memberikan efek penurunan ketegangan otot sehingga menyebabkan otot menjadi relaks dan terjadi penurunan nyeri.4 Intervensi lain yang dapat diberikan fisioterapis adalah contract relax stretching. Prinsip dari pemberian contract relax stretching adalah penggabungan dari kontraksi otot secara isometrik yang akan mempermudah mekanisme pumping action dan stretching secara pasif akan mebantu mengulur otot yang mengalami pemendekan ataupun serabut yang mengalami abnormal cross link dapat kembali kepanjang otot semula. Teknik contract relax stretching akan memperlancar nutrisi kejaringan dan memperlancar pengeluaran sisa metabolisme singga akan mengurangi otot yang mengalami tightness dan menyebabkan penurunan nyeri.5
Pemberian kedua intervensi tersebut dikombinasikan dengan infrared. Infrared merupakan terapi modalitas yang biasa diberikan sebelum pemberian manual terapi yang menghasilkan efek panas pada jaringan superfisial. Efek panas pada jaringan superfisial dapat menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah yang akan memperlancar nutrisi ke dalam jaringan dan memperlancar pengeluaran sisa-sisa metabolisme dalam jaringan. Hal ini akan membantu penurunan rasa nyeri.6 Selain itu pernyataan tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian dari Gale, dkk7 yang menunjukan adanya penurunan nyeri setelah pemberian infrared dan tidak ditemukannya efek merugikan dari infrared. Kombinasi kedua intervensi dengan infrared akan menghasilkan efek relaksasi yang lebih baik dan mempercepat penurunan nyeri.
Menurut penjelasan singkat tersebut dapat disimpulkan kedua intervensi ini apabilaa dikombinasikan dengan infrared akan mempercepat penurunan nyeri dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda dari kedua intervensi, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah intervensi positional release technique dan infrared sama baik dengan contract relax stretching dan infrared dalam menurunkan nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan pre dan post-test group design yang dilakukan pada pegawai pegadaian di Kanwil VII Pegadaian Depasara sejak bulan Maret sampai bulan April 2017. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi, eksklusi, dan drop out yang telah ditentukan. Selain itu pengambilan sampel juga dilakukan berdasarkan assessment fisioterapi yang menunjukan sampel positif mengalami nyeri kepala akibat adanya peningkatan ketegangan pada otot upper trapezius. Total sampel dalam penelitian ini sebanyak 24 orang yang dibagi menjadi dua kelompok yang nantinya Kelompok 1 mendapatkan intervensi positional release technique dan infrared sedangkan Kelompok 2 mendapatkan contract relax stretching dan infrared.
Alat ukur nyeri yang digunakan yaitu Visual Analogue Scale (VAS), dimana pada ujung sis kiri VAS menunjukan “tidak adanya nyeri” kemudian pada ujung sisi kanan menunjukan “nyeri tidak tertahankan”.
Setelah dilakuakn intervensi selama 6 kali dan data sudah terkumpul maka dilakukan analisis data dengan perangkat lunak kompuer untuk dilakukan uji statistik deskriptif, uji normalitas, uji hipotetsis kelompok berpasangan dan uji hipotesis kelompok tidak berpasangan.
HASIL PENELITIAN
Hasil uji statistik deskriptif yang dilakukan mendapatkan data karakteristik sampel yang terdiri dari jenis kelamin dan usia.
Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin dan Usia
| 
 Jenis Kelamin  | 
 Kelompok 1 Jumlah  | 
 Kelompok 2 Jumlah  | 
| 
 Laki-Laki  | 
 5 41,7%  | 
 5 41,7%  | 
| 
 Perempuan  | 
 7 58,3%  | 
 7 58,3%  | 
| 
 Usia (Th)  | 
 32,4±4,25  | 
 33,9±4,54  | 
Tabel 1 menunjukkan data Kelompok 1 dan Kelompok 2 memiliki kesamaan jumlah jenis kelamin karena dilakukan kontrol jenis kelamin dimana jenis kelamin laki-laki sebanyak 5 orang (41,7%) dan perempuan sebanyak 7 orang (58,3%). Rerata umur pada Kelompok 1 adalah (32,4±4,25) tahun dan pada Kelompok 2 adalah (33,9±4,54) tahun.
Tabel 2. Uji Normalitas dan Homogenitas
| 
 Kelompok Data  | 
 Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test  | 
 Uji Homogenitas (Levene’s Test)  | |
| 
 Klp. 1  | 
 Klp. 2  | ||
| 
 p  | 
 p  | ||
| 
 Sebelum Intervensi  | 
 0,931  | 
 0,914  | 
 0,664  | 
| 
 Sesudah Intervensi  | 
 0,532  | 
 0,308  | 
 0,708  | 
| 
 Selisih  | 
 0,253  | 
 0,305  | 
 0,316  | 
Tabel 2 menunjukan data hasil uji normalitas berdistribusi normal dan uji homogenitas bersifat homogen, sehingga pengujian hipotesis menggunakan uji statistik parametrik.
Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis
| 
 Sebelum intervensi  | 
 Setelah intervensi  | 
 p*  | |
| 
 Kelompok 1  | 
 4,317  | 
 2,075  | 
 0,001  | 
| 
 Kelompok 2  | 
 4,217  | 
 1,992  | 
 0,001  | 
| 
 p**  | 
 0,693  | 
 0,668  | 
Keterangan:
- 
(*) nilai p kelompok berpasangan hasil uji paired sample t-test
 - 
(** ) nilai p kelompok tidak berpasangan hasil uji independent t-test
 
Tabel 3 menunjukan data hasil uji hipotesis, dimana didapatkan nilai p= 0,001 (p<0,05) untuk hasil beda rerata penurunan nyeri pada kelompok berpasangan dan pada kelompok tidak berpasangan didapatkan nilai sebelum intervensi p=0,693 (p>0,05) dan nilai setelah intervensi p=668 (p>0,05).
DISKUSI
Karakteritik Sampel
Karakteristik jenis kelamin sampel Kelompok 1 dan Kelompok 2 terdapat kesamaan karena dilakukan kontrol jenis kelamin. Jumlah sampel yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 5 orang (41,7%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 7 orang (58,3%). Dilihat dari karakteristik usia sampel, Kelompok 1 memiliki rerata usia (32,4±4,25) tahun dan Kelompok 2 memiliki rerata usia (33,9±4,54) tahun, dimana usia tersebut merupakan usia yang produktif. Menurut Rasmussen, presentasi usia yang paling sering ditemukan kasus nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius ini adalah usia 25 sampai 30 tahun, dan kasus ini mengalami peningkatan di usia 30-39 tahun.1 Menurut Jensen, kontraksi otot dan vasokonstriksi akibat mekanik maupun hormonal yang terjadi secara bersama-sama dan secara terus menerus dapat menyababkan terjadinya nyeri kepala akibat ketegangan otot.3
Intervensi Positional Release Technique dan Infrared Efektif Menurunkan Nyeri Kepala Akibat Ketegangan Otot Upper Trapezius
Hasil uji paired sample t-test pada Kelompok 1 menunjukan rerata nilai nyeri sebelum intervensi sebesar 4,317 dan rerata nilai nyeri setelah intervensi sebesar 2,075 dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05). Sehingga intervensi positional release technique dan infrared efektif menurunkan nyeri pada kasus nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius.
Positional release technique dapat menurunkan nyeri dengan pengaturan ulang kembali pada proprioseptif otot sehingga dapat membantu menormalisasi tonus otot. Pemberian positional release technique akan mempengaruhi aktivitas proprioseptif otot yang salah. Penekanan pada area trigger point dari otot yang mengalami ketegangan dalam posisi yang nyaman akan menstimulasi muscle spindle. Selanjutnya impuls yang diterima oleh muscle spindle akan diteruskan menuju sistem saraf pusat, sehingga akan menyebabkan terjadinya pengaturan ulang dari gamma motor neuron. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan tonus otot dan menyebabkan terjadinya relaksasi otot. Dengan penurunan ketegangan dari otot upper trapezius, maka nyeri kepala yang diakibatkan dari peningkatan ketegangan otot upper trapezius akan menurun.8
Pemberian penekanan pada area trigger point dilakukan selama 90 detik dalam posisi yang nyaman. Saat penekanan selama 90 detik, maka hal ini akan memberikan pengaruh pada proprioseptif di otot, sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan tonus pada otot dan menurunkan perlengkatan pada fascia.9
Sebelum pemberian intervensi positional release technique, subjek diberikan intervensi infrared. Infrared merupakan modalitas terapi yang menghasilkan efek panas. Efek panas yang dihasilkan infrared akan menyebabkan peningkatan suhu di area superfisial yang akan menstimulasi reseptor saraf pada kulit dan kemudian impuls tersebut diteruskan ke hipothalamus, sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah di area terapi. Peningkatan sirkulasi
menyebabkan metabolisme dalam jaringan meningkat, sehingga zat-zat penyebab nyeri dapat dikeluarkan dari jaringan. Hal ini dapat menurunkan nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius.10
Intervensi Contract Relax Stretching dan Infrared Efektif Menurunkan Nyeri Kepala Akibat Ketegangan Otot Upper Trapezius
Hasil uji paired sample t-test pada Kelompok 2 menunjukan rerata nilai nyeri sebelum intervensi sebesar 4,217 dan rerata nilai nyeri setelah intervensi sebesar 1,992 dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05). Sehinga intervensi contract relax stretching dan infrared efektif menurunkan nyeri pada kasus nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius.
Contract relax stretching mengunakan prinsip penggabungan antara kontraksi isometric dan stretching secara pasif. Ketika otot dikontraksikan secara isometrik dan dengan tetap melakukan respirasi secara maksimal maka hal ini akan mempermudah mekanisme pumping action di dalam otot yang akan memperlancar metabolisme di dalam jaringan sehingga nutrisi dapat lebih mudah masuk ke dalam jaringan dan sisa-sisa metabolisme dapat lebih mudah dikeluarkan. Pemberian kontraksi secara isometrik juga akan memberikan informasi kepada golgi tendon organ untuk dapat mengahsilkan efek yang dapat membantu otot menjadi lebih relaks setelah mengkontraksikan otot yang biasa disebut dengan reverse innervation.5
Kontraksi isometrik yang dilakukan selama 7 detik akan mengghasilkan efek yang dapat menyebabkan otot menjadi lebih relaks akibat adanya reverse innervation. Setelah pemberian kontrasi isometrik, dilakukan stretching secara pasif hingga mencapai panjang otot sepenuhnya, dimana hal ini dapat membantu mengembalikan panjang otot atau mengembalikan serabut otot yang mengalami abnormal cross link akan mencapai panjang otot semula. Ketika dilakukan stretching pada posisi maksimal ROM maka hal ini akan menstimlus golgi tendon organ yang menyebabkan relaksasi pada otot antagonis. 11
Efek pemberian infrared ini sama dengan yang terjadi sebelum pemberian positional release technique. Efek panas yang dihasilkan infrared selama 10 menit akan meningkatkan metabolisme dalam jaringan dan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah. Hal ini akan memperlancar pengangkutan nutrisi untuk masuk ke dalam jaringan dan pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang menumpuk dalam jaringan sehingga akan memberikan efek relaksasi pada otot dengan cara menstimulasi ambang rangsang dari muscle spindle dan mengurangi kecepatan dari gamma efferent dalam memberikan impuls, sehingga akan terjadi penurunan tonus otot.6
Intervensi Positional Release Technique dan Infrared Sama Baik dengan Contract Relax Stretching dan Infrared dalam Menurunkan Nyeri Kepala Akibat Ketegangan Otot Upper Trapezius
Hasil uji independent t-test menunjukan nilai p = 693 (p>0,05) untuk nilai sebelum intervensi dan p = 0,668 (p>0,05) untuk nilai setelah intervensi yang berarti intervensi positional release technique dan infrared sama baik dengan contract relax stretching dan infrared jika di aplikasikan pada kasus nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius.
Menurut Carvalho, dkk4 myenyatakan bahwa dengan pemberian positional release technique akan mempengaruhi aktivitas proprioseptif otot yang salah. Penekanan pada area trigger point dari otot yang mengalami ketegangan dalam posisi yang nyaman akan menstimulasi muscle spindle. Selanjutnya impuls yang diterima oleh muscle spindle akan diteruskan menuju sistem saraf pusat, sehingga akan menyebabkan terjadinya pengaturan ulang dari gamma motor neuron. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan tonus otot dan menyebabkan terjadinya relaksasi otot.
Sedangkan menurut hasil penelitian Widodo bahwa dengan pemberian stretching maka akan mampu membantu mengembalikan panjang otot dan jaringan lunak lainnya yang mengalami pemendekan akibat adanya spasme ataupun tightness. Ketika dilakukan kontraksi isometric dengan tetap melakukan inspirasi secara maksimal maka hal ini akan memberikan informasi kepada golgi tendon organ yang akan membantu otot menjadi lebih relaks sehingga akan membantu pelepasan adhesi pada otot. 12
Sebelum pemberian intervensi positional release technique maupun contract relax stretching, terlebih dahulu diberikan intervensi infrared. Menurut hasil penelitian dari Putra, mengatakan bahwa infrared merupakan salah satu modalitas yang menghasilkan efek panas dan diberikan sebelum pemberian terapi manual, dimana efek yang dihasikan oleh infrared bersifat superfisial. Pemberian infrared akan meningkatkan nilai ambang nyeri karena efek panas akan menghasilkan efek pelebaran pada pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan aliran darah ke area terapi meningkat dan substansi P penyebab nyeri dapat lebih lancar dikeluarkan dari jaringan sehingga akan mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan. Selain itu, stimulasi panas dapat menstimulasi ujung-ujung saraf perifer dan pemberian stimulasi yang terjadi secara terus menerus salah satunya akan dapat mengaktifkan nosiseptor serat besar (serabut saraf A-β). Aktivasi dari serabut saraf A-β akan menyebabkan aktifnya neuron inhibisi seperti asam amino inhibitory yaitu γ-amino butirat (GABA) yang akan menghambat perpindahan nosiseptif pre-sinaps dan post-sinaps. Hal ini menyebabkan impuls dari nosiseptif tidak akan diteruskan secara langsung ke otak, namun akan lebih banyak dimodulasi yang akan menyebabkan terjadinya penurunan nyeri.13
SIMPULAN
Simpulan dalam penelitian ini adalah kombinasi positional release technique dan infrared dengan contract relax stretching dan infrared mampu menurunkan nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius. Kedua intervensi ini ketika dibandingkan, perbedaannya tidak terlalu signifikan sehingga kedua intervensi ini sama baik dalam menurunkan nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius.
Saran yang direkomendasikan adalah pemberian intervensi positional release technique, contract relax stretching dan infrared pada nyeri kepala akibat ketegangan otot upper trapezius dapat dilakukan sesuai dengan kondisi
pasien. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan pilihahan intervensi untuk melakukan penelitian selanjutnya pada kasus-kasus lain yang menyebabkan timbulnya nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
- 
1. Rasmussen, BK. Migrain and Tension Type Headache Are Separate Disorder. Cephalgia 2004; 16:217-23.
 - 
2. Grandjeran, E. Fitting the Task to the Man. A Textbook of Occupational Ergonomic. London: Taylor & Francis; 2007.
 - 
3. Jensen. Experimental Studies Of Pain In Temporal Muscle. In Olesen, Tension Type Headache Classification Mechanism And Treatment. New York: Raven Press; 2003.
 - 
4. Carvalho SC, Vinod BK, Sai KN, Ayyappan VR. Effect of Positional Release Technique in Subjects with Subacute Trapezitis. Int J Physiother 2014; 1(2):91-99.
 - 
5. Hardjono J & Azizah E. Pengaruh Penambahan Contract Relax Stretching pada Intervensi Interferensial Current dan Ultrasound Terhadap Pengurangan Nyeri Pada sindroma Miofasial otot Supraspinatus. Jakarta: Universitas Esa Unggul; 2006.
 - 
6. Porter, S. Tidy’s Physiotherapy (13th Edition.). USA: Elsevier; 2003.
 - 
7. Gale GD, Rothbart PJ, Li Y. Infrared Therapy for Chronic Low Back Pain: A randomized, Controlled Trial. Pain Res
 
Manage 2006; 11(3): 193-196
- 
8. Speicher, T. Clinical Guide to Positional Release Therapy. USA: Human Kinetics; 2016.
 - 
9. Speicher & Draper. Top 10 Positional Release Therapy Technique to Break the Chain of Pain, Part 1. PTHMS Faculty Publications 2006; Paper 14.
 - 
10. Prentice, WE. Therapeutic Modalities for Physical Therapists (2nd edition.). USA: The McGraw-Hill Companies; 2002.
 - 
11. Risal. Beda Pengaruh Contract Relax Stretching dengan Strain Counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri pada Penderita Piriformis Syndrome di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jurnal Fisioterapi Makassar. Makassar: Universitas Hasanudin; 2010.
 - 
12. Widodo A. Penambahan Ischemic Pressure, Sustained Stretching, dan Koreksi Posture Bermanfaat Pada Intervensi Kasus Myofascial Trigger Point Syndrome Otot Trapezius Bagian Atas [Thesis]. Denpasar: Universitas Udayana; 2011.
 - 
13. Putra WY. Efektifitas Jarak Infra Merah Terhadap Ambang Nyeri. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2013.
 
Open Access Journal : https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 41 |
Discussion and feedback