THE INTERVENSI ULTRASOUND DAN PERTURBATION TRAINING LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN DENGAN ULTRASOUND DAN CLOSED KINEMATIC CHAIN EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS GENU GRADE 2
on
INTERVENSI ULTRASOUND DAN PERTURBATION TRAINING LEBIH
EFEKTIF DIBANDINGKAN DENGAN ULTRASOUND DAN CLOSED KINEMATIC CHAIN EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS GENU GRADE 2 1Gede Parta Kinandana, 2I Putu Sutha Nurmawan, 3 I Nyoman Adiputra
-
1. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
-
2. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
-
3. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
ABSTRAK
Osteoarthritis Genu merupakan suatu kondisi degeneratif pada sendi yang menyebabkan penurunan kemampuan fungsional. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan perbedaan efektivitas antara intervensi ultrasound dan perturbation training dengan ultrasound dan closed kinematic chain exercise terhadap peningkatan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2. Pengukuran kemampuan fungsional menggunakan indeks WOMAC. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan pre dan post test control group design. Jumlah sampel sebanyak 22 orang yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok 1 diberikan intervensi ultrasound dan perturbation training dan Kelompok 2 diberikan ultrasound dan closed kinematic chain exercise. Uji hipotesis menggunakan paired sample t-test didapatkan hasil p=0,000 dengan beda rerata 21,45±4,132 pada Kelompok 1, sedangkan pada Kelompok 2 didapatkan hasil p=0.000 dengan beda rerata 11,55±1,368. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan fungsional yang signifikan pada setiap kelompok. Uji perbandingan dengan independent sample t-test didapatkan beda selisih p=0,000 (p<0,05). Berdasarkan hasil uji statistik, dapat disimpulkan bahwa intervensi ultrasound dan perturbation training lebih baik dibandingkan dengan ultrasound dan closed kinematic chain exercise terhadap peningkatan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2.
Kata Kunci: Osteoarthritis genu, perturbation training, closed kinematic chain exercise, ultrasound, WOMAC
INTERVENTION OF ULTRASOUND AND PERTURBATION TRAINING IS MORE EFFECTIVE COMPARED WITH ULTRASOUND AND CLOSED KINEMATIC CHAIN EXERCISE IN IMPROVING FUNCTIONAL ABILITY OF PEOPLE WITH OSTEOARTHRITIS GENU GRADE 2
ABSTRACT
Osteoarthritis genu is a degenerative joint disease which causes reduction of functional ability. The purpose of this research was to verify the differences between the intervention of ultrasound and perturbation training with ultrasound and closed kinematic chain exercise in improving functional ability of people with grade 2 osteoarthritis genu. WOMAC Index was used to measure the functional ability. This research is an experimental research design with pre and post test control group design. These samples included 22 people who were divided into two groups. Group 1 was received intervention of ultrasound and perturbation training, while Group 2 was received ultrasound and closed kinematic chain exercise. The hypothesis was tested using paired sample t-test in Group 1 showed p = 0.000 with a mean difference 21,45 ± 4,132, while in Group 2 showed p = 0.000 and mean difference 11,5 ± 1,368. These results represent a significant improve in functional ability in each group. Comparison was tested using independent sample t-test and the difference was obtained with p = 0,000 (p> 0.05). Based on these analytic, the conclusion is that the intervention of ultrasound and perturbation training is significantly more effective compared with ultrasound and closed kinematic chain exercise to improve functional ability for people with osteoarthritis genu grade 2.
Keywords: Osteoarthritis genu, perturbation training, closed kinematic chain exercise, ultrasound, WOMAC
PENDAHULUAN
Osteoarthritis merupakan jenis Arthritis yang paling umum dijumpai di kalangan masyarakat dekade ini. Osteoarthritis umumnya terjadi pada orang tua atau lansia dengan jumlah kasus diperkirakan sekitar 60% - 70% pada usia lebih dari 60 tahun.1 Prevalensi penderita OA di seluruh dunia adalah sekitar 9,6% pada laki-laki dan 18% pada perempuan.2 Osteoarthritis Genu merupakan penyakit sendi degeneratif kronis yang mengenai persendian lutut. Prevalensi terjadinya OA lutut adalah berkisar 23,3% pada usia 50-59 dan 25,5% pada usia 60-69 tahun. Prevalensi terjadinya OA akan meningkat seiring bertambahnya usia dengan usia terbanyak pada kelompok 50-69 tahun. Diketahui juga bahwa jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap angka prevalensi OA lutut dimana prevalensi nya lebih besar pada kelompok jenis kelamin perempuan.
Telah diperkirakan bahwa persentase masyarakat yang berusia diatas 65 tahun akan meningkat selama 2 dekade berikutnya, yaitu dari 6,8% pada tahun 2008 akan meningkat menjadi 16,2% pada tahun 2040. Peningkatan jumlah lansia usia 65 tahun ini tentunya juga akan disertai dengan peningkatan kejadian penyakit-penyakit yang dialami lansia, terutama penyakit Osteoarthritis. Diperkiran pada tahun 2040, angka prevalensi Osteoarthritis Genu mencapai 95% dari total penduduk.3
Beberapa faktor resiko penyebab terjadinya osteoarthritis genu yang paling umum diantaranya meliputi umur, jenis kelamin, obesitas, riwayat operasi lutut ataupun riwayat trauma lutut, atau beberapa pekerjaan yang memerlukan pembebanan besar seperti angkat-angkut, berlutut, dan squat. 4,5
Pada Osteoarthritis Genu terjadi destruksi katrilago sendi yang melapisi permukaan tulang femur dan tibia, destruksi ini menyebabkan pengikisan permukaan kartilago, yang kemudian akan
menimbulkan gesekan antara kedua permukaan tulang. Beberapa tanda dan gejala pada Osteoarthritis Genu meliputi nyeri, keterbatasan Range of Motion (ROM), adanya krepiatsi, pembengkakan sendi, deformitas sendi, morning stiffness, dan tanda-tanda inflamasi.6 Tentunya gejala-gejala yang ditimbulkan ini dapat mengganggu aktivitas fungsional penderitanya seperti aktivitas berdiri dan berjalan lama, duduk, jongkok, dan aktivitas lainnya yang memerlukan pembebanan. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari populasi yang mengalami Osteoarthritis Genu, melaporkan kejadian jatuh, dan 40% melaporkan bahwa merekan memiliki kualitas hidup serta kemampuan fungsional yang rendah dan bahkan buruk.7 Suatu studi Cross-Sectional juga menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kejadian Osteoarthritis Genu dengan insiden jatuh pada lansia (β= -34,4, p ≤ 0,0001).8
Kemampuan fungsional diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan tugas spesifik berkaitan dengan aktivitas sehari-hari. Pada Osteoarthritis Genu, patologi pada persendian lutut menghambat seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas fungsional nya dengan baik. Menurunnya kekuatan otot pada Osteoarthritis Genu berdampak pada menurunnya waktu reaksi otot tersebut terhadap adanya perubahan gaya. Keterlambatan waktu reaksi tersebut akan meningkatkan resiko terjadinya insiden jatuh pada penderita Osteoarthritis. Menurunnya kekuatan disertai dengan hilangnya daya kontraksi fungsional otot akan menghasilkan kontraksi yang tidak sinergis (non-fisiologis). Gerakan non-fisiologis tersebut meningkatkan stress pembebanan yang berlebihan pada salah satu permukaan kontak sendi, sehingga meningkatkan progresifitas proses degeneratif sendi. Pasien penderita Osteoarthritis Genu akan cenderung membatasi gerakan-gerakan tungkai untuk menghindari rasa nyeri dan
rasa tidak nyaman yang dirasakan (giving way).9 Namun hal ini cenderung akan memperburuk keadaan seperti terjadinya gejala berupa Muscle Wasting atau atrofi 10
otot-otot disekitar lutut.
Pengobatan yang dapat diberikan pada osteoarthritis adalah terapi farmakologis dan non-farmakologis. Terapi farmakologis yang diberikan pada umumnya adalah non-steroidal antiinflammatory drug (NSAID) maupun golongan steroid seperti Glucocorticoid. Namun, pemberian obat-obatan ini hanya mampu menangani dalam hal inflamasi dan menurunkan nyeri namun belum memperbaiki keterbatasan dan
kemampuan fungsional pasien sesuai dengan International Classification of Functioning Disability and Health. Maka dari itu perlu ditunjang dengan pemberian terapi nonfarmakologis seperti pemberian modalitas fisioterapi dan terapi latihan. Pemberian modalitas fisioterapi yang standar diberikan pada osteoarthritis genu adalah penggunaan ultrasound terapi.
Latihan yang pada umumnya diberikan pada pasien Osteoarthritis Genu adalah jenis-jenis latihan yang ditujukan untuk meningkatkan
fleksibilitas dan kekuatan otot-otot disekitar lutut seperti static stretching, strengthening exercise isometric dan isotonic (low, medium, dan high intensity) baik secara closed kinematic chain maupun open kinematic chain.11
Untuk latihan penguatan, baik menggunakan metode weight-bearing maupun non-weight bearing terbukti sama-sama efektif dalam memperbaiki kekuatan otot di sekitar lutut.12 Namun hal itu harus dipertimbangkan sesuai dengan keadaan pasien itu sendiri.
Closed Kinematic Chain exercise merupakan suatu metode penerapan latihan penguatan dimana dalam pemberian latihan, pasien berada pada posisi menumpu berat badan dan tungkai kontak langsung dengan permukaan dasar. Latihan ini dilakukan dengan mini-squat
exercise with back support (wall slide) untuk intensitas medium dan intensitas tinggi serta latihan berjalan untuk intensitas yang rendah. Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot Quadriceps Femoris. Namun latihan ini juga memberikan pembebanan yang cukup besar pada lutut karena dilakukan dalam posisi menumpu berat badan. Latihan ini harus dihindari pada pasien yang tergolong obesitas.
Penelitian menunjukkan sangatlah penting untuk melibatkan komponen balance-recovery reaction dalam penatalaksanaan osteoarthritis karena komponen ini merupakan kemampuan seseorang untuk merespon secara efektif terhadap adanya perturbasi keseimbangan (kehilangan keseimbangan akibat adanya perubahan gaya) yang akan menentukan apakah orang tersebut akan jatuh atau tidak.13 Perturbasi keseimbangan dapat terjadi akibat adanya perubahan reaksi support terhadap keseimbangan yang mana perubahan reaksi tersebut harus melibatkan pergerakan tungkai yang sangat cepat (melangkah ataupun meraih objek untuk sebagai pegangan) dan merupakan komponen yang sangat penting terhadap adanya perturbasi keseimbangan.14 Gaya reaksi ini juga harus terjadi pada magnitude yang rendah, hal ini menyebabkan seseorang yang mengalami perturbasi dapat bereaksi secara natural dan automatis (tanpa perintah atau usaha tungkai yang berlebihan).13,15
Pemberian Perturbation Training pada Osteoarthritis Genu dapat meningkatkan kemampuan fungsional penderita osteoarthritis genu tidak hanya melalu peningkatan kekuatan otot melalui kontraksi statik dan dinamik, namun juga dengan menjangkau komponen awareness. Perubahan arah gaya yang berlangsung dengan cepat dapat mengaktivasi fungsi sensoris proprioseptor dari sandi lutut yang dapat membantu dalam menjaga keseimbangan terhadap pengaruh gaya dari berbagai
arah selama gerakan fungsional seperti berjalan, berlari, dan lain-lain. Kontraksi sinergis otot-otot ini akan menghasilkan gerakan yang halus dan mampu menyesuaikan dengan tingkat pembebanan pada Range of Motion (ROM) yang berbeda. Komponen awareness dapat meningkatakan kesadaran pasien terhadap gerakan yang dihasilkan, sehingga pasien mampu menghasilkan gerakan yang halus dan terkontrol serta dapat menyediakan respon reaksi keseimbangan (stepping & reaching) yang cepat dan efisien sehingga mampu mencegah resiko terjadinya jatuh pada pasien Osteoarthritis Genu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap intervensi memiliki efek yang berbeda dalam meningkatkan kemampuan fungsional pada osteoarthritis genu. Maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan intervensi ultrasound dan perturbation training dengan intervensi ultrasound dan closed kinamtic chain exercise terhadap peningkatan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental dengan pre dan post test control group design. Adapun penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas intervensi antara ultrasound dan perturbation training dengan ultrasound dan closed kinematic chain exercise terhadap peningkatan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2. Kemampuan fungsional diukur menggunakan indeks WOMAC, yang diukur sebelum dan sesudah perlakuan diberikan.
Populasi dan Sampel
Popolasi target yaitu pasien penderita osteoarthritis genu grade 2. Populasi terjangkau adalah pasien penderita osteoarthritis genu grade 2 sebanyak 22 orang yang mengunjungi klinik Fisioterapi di Perumahan Bernasi Permai, Jl. Rahayu Asri 8 A Buduk. Besar sampel berjumlah 22 orang yang secara acak dibagi ke dalam dua kelompok perlakuan sebanyak 11 orang tiap kelompok. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan consecutive sampling.
Instrumen Penelitian
Alat ukur untuk mengetahui skala kemampuan fungsional menggunakan Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index (WOMAC). Indeks WOMAC merupakan indeks yang menyangkut kemampuan fungsional pasien yang digunakan untuk mengukur pada pasien penderita osteoarthritis genu. Terdapat 24 parameter dengan nilai tiap parameter adalah 5. Total nilai 96 menunjukkan kemampuan fungsional yang baik.
Analisis data dilakukan dengan software komputer. Beberapa Uji Statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Uji Deskriptif, Uji Normalitas dengan Saphiro Wilk Test, Uji Homogenitas dengan Levene’s test. Oleh karena data berdistribusi normal, Uji Parametrik digunakan dalam pengujian hipotesis yaitu paired sample t-test dan independent sample t-test.
HASIL PENELITIAN
Hasil dari uji sstatistik deskriptif untuk mendapatkan data karakteristik sampel yang terdiri dari jenis kelamin, usia, dan IMT adalah sebagai berikut.
|
Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin |
homogenitas 0,958) dan sesudah |
|
Frekwensi (%) Karakteristik Kel.1 Kel.2 Jenis Kelamin Laki-Laki 4 (36,4) 3 (27,3) Perempuan 7 (63,6) 8 (72,7) Usia |
intervensi (nilai p Kel 1= 0,175 & Kel.2 = 0,072, nilai homogenitas = 0,067) sehingga pengujian hipotesis menggunakan uji statistik parametrik Tabel 3. Uji Paired Sample t-test |
|
Mean ± SD 58,91±5,30 59,18±8,24 IMT Normal 2 (18,2) 3 (27,3) Overweight 9 (81,8) 8 (72,7) |
Beda Rerata p Kelompok 1 21,45±4,132 0,000 |
|
Pada kelompok 1, 4 orang (36,4%) sampel berjenis kelamin laki-laki |
Kelompok 2 11,55±1,368 0,000 |
|
dan 7 orang (63,6%) sampel berjenis kelamin perempuan dengan 2 orang (18,2%) sampel memiliki IMT normal dan 9 orang (81,8%) sampel memiliki IMT overweight. Pada kelompok 2, 3 orang (27,3%) sampel berjenis kelamin laki-laki dan 8 orang (72,7%) sampel berjenis kelamin perempuan dengan 3 orang (27,3%) sampel memiliki IMT normal dan 8 orang (72,7%) sampel memiliki IMT overweight. Rata-rata umur pada kelompok 1 adalah |
Tabel 3 merepresentasikan hasil uji paired sample t-test yang dimana didapatkan hasil berupa nilai p= 0,000 (p<0,05) untuk hasil beda rerata peningkatan kemampuan fungsional pada kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum dan setelah dilakukan itervensi. Hal ini menggambarkan bahwa peningkatan kemampuan fungsional secara signifikan terjadi pada kedua kelompok perlakuan. |
|
(58,91±5,30) tahun dan pada kelompok 2 adalah (59,18±8,24)tahun. Jumlah sampel pada masing-masing kelompok adalah 11 orang dengan jumlah sampel keseluruhan yaitu 22 orang. Tabel 2. Uji Normalitas dan Homogenitas Uji Normalitas dengan Uji Kelompok Shapiro Wilk Homogenitas Data Test (Levene’s Klp. 1 Klp. 2 Test) p p Sebelum 0,138 0,308 0,958 Intervensi Sesudah 0,175 0,072 0,067 Intervensi |
Tabel 4. Uji Independent t-test Kelompok Rerata±SB p Skor Kelompok 51,82±6,369 WOMAC 1 0,896 Sebelum Kelompok 51,45±1,974 Intervensi 2 Skor Kelompok 30,36±2,873 WOMAC 1 0 000 Sesudah Kelompok , 39,73±5,442 Intervensi 2 Kelompok 21,45±4,132 Selisih 1 0,000 Kelompok 11,55±1,368 |
|
Tabel 2 menunjukkan data Hasil uji normalitas dengan Shapiro Wilk test dan uji homogenitas dengan Levene’s test menunjukkan data berdistribusi dengan normal dan homogen sebelum (nilai p Kel 1= 0,138 & Kel.2 = 0,308, nilai = |
Tabel 4 merepresentasikan hasil uji independent t-test untuk perbandingan efektifvitas intervensi pada kelompok 1 dan intervensi pada kelompok 2 terhadap peningkatan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2. Diperoleh nilai selisih peningkatan |
kemampuan fungsional yaitu p=0,000 (p<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian intervensi ultrasound dan perturbation training lebih efektif dibandingkan dengan ultrasound dan closed kinematic chain exercise terhadap peningkatan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2.
PEMBAHASAN
Karakteristik Sampel
Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 4 orang (36,4%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 7 orang (63,6%). Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian osteoarthritis genu lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan laki laki dan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakuukan oleh Muraki, et al (2013) yang menunjukkan angka kejadian osteoarthritis genu dengan kriteria Kellgren-Lawrence grade 2 lebih besar pada wanita (40,7%) dibandingkan dengan laki-laki (29,8%)16.
Untuk karakteristik umur sampel, Kelompok 1 memiliki rerata umur (58,91±5,30) tahun dan Kelompok 2 memiliki rerata umur (59,18±8,24) tahun. Hal ini menunjukkan bahwa, osteoarthritis genu lebih beresiko pada kelompok lanjut usia (45-70 tahun). Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian dilakukan Muraki, et al (2011) yang merepresentasikan usia yang paling tinggi mengalami osteoarthritis genu adalah usia ≥50 tahun17. Pada fase lanjut usia, terjadi degenerasi pada jaringan tubuh terutama pada sendi yang paling tinggi menerima beban berat badan.. Hal ini menyebabkan kerusakan pada tulang rawan sendi secara perlahan, namun tidak diikuti oleh respon penyembuhan yang seimbang. Rice, et al (2011) menunjukkan bahwa pada usia tersebut mengalami kemunduran dalam fungsi otot quadriceps sebagai stabilisator sendi lutut, yang dikaitkan dengan meningkatkan keluhan osteoarthritis.18
Berdasarkan indeks masa tubuh (IMT), terdapat sedikit perbedaan dimana pada kelompok 1, jumlah sampel yang memiliki IMT normal sebanyak 2 orang (18,2%), sedangkan yang memiliki IMT overweight sebanyak 9 orang (81,8%), dan pada kelompok 2 subjek yang memiliki IMT normal sebanyak 3 (27,3%) dan IMT overweight sebanyak 8 orang (72,7%). Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian osteoarthritis genu meningkat seiring dengan meningkatnya IMT. Penelitian oleh Vrezas, et al (2009) memperkuat pernyataan tersebut dengan menunjukkan bahwa kondisi overweight (23,0-24,9
2
kg/m2) meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis genu dibandingkan dengan IMT normal. 19
Intervensi Ultrasound dan Perturbation Training dapat Meningkatkan
Kemampuan Fungsional pada
Penderita Osteoarthritis Genu Grade 2
Berdasarkan hasil uji paired sample t-test pada Kelompok 1, didapatkan rerata skor WOMAC sebelum intervensi sebesar 51,82 dan setelah intervensi sebesar 30,36 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,005) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara skor WOMAC sebelum dan setelah intervensi Dapat disimpulkan bahwa intervensi ultrasound dan perturbation training dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Brotzman dan Manske (2011) yang menyatakan bahwa perturbation training dapat meningkatkan fungsi lutut melalui mekanisme knee protective neuromuscular response. Dalam perturbation training, gaya yang berpotensi untuk mengacaukan kestabilan pada lutut dapat meningkatkan neuromuscular awareness dan neuromuscular response yang dapat membantu dalam memfasilitasi reaksi kontraksi otot yang selektif dan adaptif
untuk menetralisisr gaya yang terjadi 20 pada lutut selama gerakan fungsional.20
Balance recovery reaction pada perturbation training terhadap fungsi tungkai bawah selama gerakan fungsional berperan besar terhadap peningkatan tersebu.13 Balance recovery reaction menghasilkan adaptasi reaksi otot cepat sehingga menghasilkan kerja yang sinergis pada otot-otot stabilisator sendi lutut. Pemberian gaya yang cepat dalam arah random membantu meningkatkan input proprioceptive pada kapsul sendi dan otot untuk berespon terhadap perubahan deviasi mekanika lutut selama gerakan fungsional.13,15 Usaha isometrk yang dilakukan oleh pasien selama intervensi ini ditujukkan untuk menghasilkan kontraksi otot yang sangat efisien berfungsi untuk mengontrol atau mengantipasi adanya perpindahan yang terjadi selama gerakan sehingga membantu menghasilkan gerakan fungsional yang baik.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Choudary dan Kishor (2013) serta penelitian randomized clinical trial yang dilakukan oleh Fitzgerald, et al., (2011). Hasil kedua penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada peningkatan kemampuan fungsional yang diukur dengan menggunakan skor WOMAC sebelum dan setelah pemberian perturbation training pada kasus osteoarthritis genu grade 2.9,21
Sebelum memberikan intervensi perturbation training, subjek penelitian diberikan intervensi modalitas fisik berupa ultrasound dengan gelombang intermitten (pulsed). Draper & Prentice (2005) menunjukkan efek nonthermal penggunaan ultrasound dengan
gelombang pulsed tersebut, dapat menghasilkan kavitasi dan microstreaming pada pergerakan molekul. Hal tersebut merangsang pelepasan histamin dari mast cells yang meningkatkan transport ion kalsium sehingga
merangsang pelepasan histamin yang kemudian menghasilkan PMN leukosit, monosit yang dapat melepaskan agen chemotactic, faktor pertumbuhan yang merangsang fibroblast dan sel endotel untuk membentuk kolagen serta membantu dalam menghilangkan sel-sel yang bertanggung jawab terhadap nyeri. Agen-agen kimiawi tersebut sangat efektif dalam memfasilitasi proses penyembuhan pada kerusakan jaringan dan memodifikasi simtom nyeri.22
Penelitian oleh Leong et al., (2013) memperkuat teori tersebut dengan menunjukkan bahwa pemberian LIPUS (Low Intensity Pulsed Ultrasound) pada penderita osteoarthritis genu membantu dalam modifikasi progresifitas penyakit serta membantu dalam mengurangi gejala yang dirasakan pasien.23 Systematic Review oleh Rutjes, et al., (2010) juga menemukan bahwa adanya perbedaan kemampuan fungsional yang diukur dengan WOMAC (95% CI -3.0 to 0.3) antara kelompok pulsed ultrasound 24 dengan kelompok kontrol.24
Intervensi Ultrasound dan Closed Kinematic Chain Exercise dapat Meningkatkan Kemampuan Fungsional pada Penderita Osteoarthritis Genu Grade 2
Berdasarkan hasil uji paired sample t-test pada Kelompok 2, didapatkan rerata skor WOMAC sebelum intervensi sebesar 51,45 dan rerata setelah intervensi sebesar 39,73 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,005) yang
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara skor WOMAC sebelum dan setelah intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi
ultrasound dan closed kinematic chain exercise dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2.
Closed kinematic chain exercise menyediakan stimulus proprioseptif dan kinestetik yang besar melalui aproksimasi sendi yang dihasilkan.25 Kontraksi
multiple disertai elemen menumpu berat badan (pembebanan axial) selama proses closed-kinematic chain exercise
menyebabkan aproksimasi pada sendi, hal ini menstimulasi mekanoreseptor pada otot dan reseptor disekitar sendi untuk meningkatkan input sensoris dalam 25
proses kontrol gerakan.25
Yarlagadda (2013) dalam penelitiannya pada osteoarthrtitis genu menunjukkan bahwa perbaikan yang lebih signifikan terjadi pada kelompok closed chain exercise daripada open chain exercise dalam hal nyeri (VAS) dan skala disfungsi yang diukur
menggunakan Kujala Scale. Hal ini dikarenakan kerja otot secara eksentrik terjadi selama pemberian closed chain exercise menghasilkan tension yang lebih besar pada otot sehingga lebih meningkatkan kemampuan fungsional 26 pada otot.26
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian terbaru yang dilakukan Susilawati et al., (2015) pada pasien osteoarthritis genu yang dimana disebutkan bahwa adanya rerata selisih penurunan yang lebih besar sebelum dan setelah intervensi pada kelompok closed chain exercise (selisih 14,333, p = 0,000) bila dibandingkan dengan kelompok open chain exercise (selisih 7,333, p = 0,007) dengan pengukuran skala WOMAC. Dikatakan bahwa pemberian closed chain exercise melibatkan komponen penguatan antara otot agonis dan antagonis lutut secara bersamaan yang berkaitan dengan 27 gerakan fisiologis anggota gerak bawah.27
Sebelum memberikan intervensi perturbation training, subjek penelitian diberikan intervensi modalitas fisik berupa ultrasound dengan gelombang intermitten (pulsed). Efek pemberian utrasound ini sama dengan yang terjadi sebelum pemberian perturbation training. Efek nonthermal penggunaan ultrasound dengan gelombang pulsed tersebut, dapat merangsang pelepasan histamin dari mast cells yang meningkatkan transport ion kalsium dan
merangsang pelepasan histamin yang kemudian menghasilkan PMN leukosit, monosit, growth factor, serta mengabsorpsi zat-zat kimia penghantar nyeri yang nantinya akan dapat membantu dalam perbaikan jaringan yang mengalami kerusakan serta mengurangi rasa nyeri yang terjadi.22 Hal ini sangat membantu memodifikasi respon nyeri pasien serta sebagai persiapan struktur sendi sebelum diberikan terapi latihan.
Intervensi Ultrasound dan Perturbation Training Lebih Efektif dibandingkan dengan Ultrasound dan Closed Kinematic Chain Exercise dalam Meningkatkan Kemampuan Fungsional pada Osteoarthritis Genu Grade 2
Berdasarkan hasil uji independent t-test yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan penurunan skor WOMAC pada kedua kelompok, diperoleh nilai selisih penurunan skor WOMAC pada Kelompok 1 sebesar (21,45±4.132) dan Kelompok 2 sebesar (11,55±1,368). Selain itu, diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara Kelompok 1 dan Kelompok 2. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi ultrasound dan perturbation training lebih efektif daripada ultrasound dan closed kinematic chain exercise jika di aplikasikan pada penderita osteoarthritis genu grade 2.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ke dua intervensi terapi latihan ini dengan kombinasi ultrasound memiliki efek yang berbeda dalam hal meningkatkan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2. Kedua teknik ini memiliki mekanisme dan target kerja yang berbeda, sehingga meningkatkan kemampuan fungsional dengan nilai yang berbeda pula, serta tidak ada efek samping yang dirasakan oleh subjek selama penelitian ini berlangsung.
Dalam penelitian ini, didapatkan hasil berupa perbedaan yang signifikan
antara perturbation training dan closed kinematic chain exercise setelah pemberian ultrasound dengan dosis yang sama dalam hal meningkatkan kemampuan fungsional sendi lutut pada pasien osteoarthritis genu. Hal tersebut terjadi oleh karena pada perturbation training telah mencakup beberapa komponen penting yang terjadi selama gerakan fungsional sehari-hari seperti berjalan, berdiri, jongkok, duduk ke berdiri, dan berjalan, naik turun tangga yang belum mampu diliputi oleh closed kinematic chain exercise. Horak et al., (1997) menunjukkan bahwa dalam mengeksekusi gerakan fungsional terdapat beberapa komponen yang dapat berdampak siginifikan dalam gerakan tersebut seperti percepatan dan perpindahan gaya serta perpindahan axis gaya yang sangat dipengaruhi oleh respon awareness pasien.28 Perturbation
training berhasil mencakup komponen tersebut.20
Pada closed kinematic chain exercise dengan menggunakan teknik wall slides hanya melibatkan pergerakan utama dalam satu bidang (bidang sagittal) dan sedikit bidang tranversal dengan gerakan fleksi-ekstensi lutut dan sedikit terjadi rotasi. Sedangkan pada Perturbation training dengan melibatkan gaya dalam arah yang random termasuk di dalam nya arah yang membentuk sudut (diagonal), sangat berguna bagi pasien untuk beradaptasi pada gaya yang terjadi dalam kombinasi bidang. Menurut Levangie & Norkin (2007), dalam pergerakan fungsional lutut, harus melibatkan lebih dari satu bidang atau bahkan seluruh bidang gerakan seperti bidang sagittal (fleksi-ekstensi), bidang frontal (valgus-varus), serta bidang 29 transversal (eksorotasi-endorotasi tibia).29
Berdasarkan hasil kajian, baik perturbation training maupun closed kinematic chain exercise keduanya dapat menghasilkan ko-kontraksi (kontraksi agonis dan antagonis secara bersamaan), sehingga kedua terapi latihan ini
menghasilkan efek yang sangat baik dalam memperbaiki kinerja otot sebagai 21 24 stabilisator aktif pada sendi lutut. , Namun, perturbation training lebih dirancang untuk menghasilkan respon tersebut secara lebih spesifik, cepat, dan efisien.15
Pada pasien osteoarthritis genu, gangguan mekanika lutut meningkatkan resiko jatuh dan hilangnya keseimbangan. 10 Komponen balance recovery reaction dihasilkan selama perturbation training mampu secara signifikan mengatasi perihal hilangnya keseimbangan pada pasien yang beresiko pada kejadian jatuh. Adaptasi respon cepat pada pasien selama perturbation training menciptakan keadaan dimana pasien mempu menjaga keseimbangan untuk mencegah terjadi nya jatuh ataupun bereaksi cepat dalam memperoleh keseimbangan baru setelah pasien akan jatuh.15 Sedangkan pada closed chain exercise tidak mencakup bagaimana respon pasien untuk mencegah atau mengatasi jatuh.
Baik perturbation training dan closed kinematic chain exercise berhasil mencakup komponen-komponen esensial seperti ko-kontraksi, aproksimasi, dan aktivasi otot yang multiple yang semuanya berkaitan dan memiliki peranan yang sangat besar dalam terciptanya gerakan yang fungsional. Ko-kontraksi menyebabkan otot mampu menstabilkan sendi secara lebih baik sehingga bepengaruh terhadap kualitas gerakan yang dihasilkan. Aproksimasi akan menstimulasi reseptor pada sendi serta meningkatkan kongruenitas sendi yang juga sangat membantu dalam kestabilan.25 Kontraksi otot yang multiple akan sangat membantu menghasilkan gerakan yang sinergis sesuai dengan 30 tahapan-tahapan gerakan normal.30
Pada perturbation exercise, aktivasi respon awareness sangat membantu seseorang dalam eksekusi gerakan oleh karena melatih kesadaran seseorang terhadap gerakan yang dihasilkan sehingga tercipta respon
selektif yang automatis. Balance recovery reaction juga sangat membantu sesorang dalam mencegah tubuh untuk jatuh, sehingga aktifitas fungsional akan dapat dilakukan dengan aman dan meningkatkan kepercayaan diri pasien. Kemudian komponen perpindahan dan percepatan membantu pasien dalam menanggulangi gaya eksternal yang terjadi pada tungkai yang notabene gaya tersebut merupakan hal yang mutlak terjadi selama aktifitas fungsional sehari-hari.15
Berdasarkan hasil kajian dan penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan fungsional dapat dicapai secara signifikan oleh kedua jenis terapi latihan tersebut setelah dikombinasikan dengan penggunaan. Namun pada perturbation training berhasil lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan fungsional jika dibandingkan dengan closed kinematic chain exercise oleh karena beberapa komponen penting yang terlibat dan berhasil didapatkan selama pelaksanaan perturbation training yang sangat bermanfaat dan teraplikasi pada gerakan fungsional sehari-hari.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah intervensi ultrasound dan perturbation training dengan ultrasound dan closed kinematic chain exercise dapat secara signifikan meningatkan kemampuan fungsional pada penderita osteoarthritis genu grade 2. Kemudian ketika dilakukan perbandingan pada kedua intervensi, terdapat perbedaan yang signifikan dimana ultrasound dan perturbation training mampu meningkatkan kemampuan fungsional lebih baik dibandingkan dengan ultrasound dan closed kinematic chain exercise.
Saran
Kedua intervensi ini dapat dijadikan pilihan oleh fisioterapis untuk menangani kasus osteoarthritis genu dalam meningkatkan kemampuan fungsional dan pemilihannya dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Perlu dilakukannya penelitian yang lebih lanjut terkait dengan intervensi ini serta penelitian ini dapat dijadikan acuan pada kasus-kasus lain yang menyebabkan timbulnya penurunan kemampuan fungsional terutama pada gangguan pada sendi-sendi ekstremitas bawah ataupun sendi-sendi yang berfungsi dalam menjaga keseimbangan selama weight-bearing.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Akinpelu AO, Alonge TO, Adekanla BA, Odole AC. 2009. Prevalence and Pattern of Symptomatic Knee Osteoarthritis in Nigeria: CommunityBased Study. The Internet Journal of Allied Health Science and Practice Vol 7 (3): 1-7
-
2. Mody G dan Wolf A. 2003. A Report on the Global Burden Musculoskeletal Disorders. Business Briefing of European Pharmacotherapy
Association. Available at:
ings.com/pdf/26/ ept031_p_moody& wolf_ir.pdf diakses tanggal 16 Januari 2015
-
3. Fransen M, Bridgett L, March L, Hoy D, Penserga E, Brooks P. 2011. The Epidemiology of Osteoarthritis in Asia. International Journal of Rheumatic Diseases 14: 113-121
-
4. Jensen LK. 2008. Knee Osteoarthritis: Influence of Work involving Heavy Lifting, Kneeling, Climbing Stairs or Ladders, or Kneeling or Squatting Combined with Heavy Lifting. Occup Environ Med 65: 72–89
-
5. Felson DT. 2004. An Update on the Pathogenesis and Epidemiology of Osteoarthritis. Radiol Clin North Am 42: 1–9, v.
-
6. Goodman CC, Fuller KS. 2009. Pathology: Implications for Physical Therapist. Third Edition. Missouri. Elsevier: 1250 – 1258
-
7. Arnold CM, Gyurcsik NC. 2012. Risk Factors for Falls in Older Adults with Lower Extremity Arthritis: A
Conceptual Framework of Current
Knowledge and Future Directions.
Physiother Can 64(3): 302–314
-
8. Vennu V, Bindawas SM. 2014. Relationship between falls, Knee Osteoarthritis, and Health-related Quality of Life: Data from the Osteoarthritis Initiative Study. Clinical Intervention in Aging 9: 793-800
-
9. Choudhary N, Kishor A. 2013. Effectiveness of Modified Agility and Perturbation Training In Patients with Osteoarthritis Knee- A Case Control Study. Iranian Rehabilitation Journal, Vol. 11, No. 17: 94-96.
-
10. Dziedzic K, Hammond A. 2010. Rheumatology Evidence-Based
Practice for Physiotherapists and
Occupational Therapists. London.
Elsevier: 235–241.
-
11. Benell KL, Hinman RS. 2011. A Review of Clinical Evidence for Exercise in Osteoarthritis of the Hip and Knee. Journal of Science and Medicine in Sport 14: 4-9.
-
12. Fransen M, McConnell S. 2008. Exercise for Osteoarthritis of The Knee. Cochrane Database Syst Rev 2008; (4).
-
13. Mansfield A, Peters AL, Liu BA, Maki BE. A Perturbation-Based Balance Training Program for Older Adults: Study Protocol for a Randomised Controlled Trial. BMC Geriatrics 2007, 7:12.
-
14. Maki BE, McIlroy WE: 2006. Control of Rapid Limb Movements for Balance Recovery: Age-related
Changes and Implications for Fall Prevention. Age Ageing 35 (Suppl 2): ii12-ii18
-
15. Mansfield A, Peters AL, Liu BA, Maki BE. 2010. Effect of Perturbation-
Based Balance Training Program on Compensatory Stepping and Grasping Reaction in Older Adults: A
Randomized Control Trial. Phys Ther 90(4): 476-491.
-
16. Muraki S, Tanaka S, Yoshimura N. 2013. Epidemiology of Knee Osteoarthritis. OA Sports Medicine 26;1 (3) : 21.
-
17. Muraki S, Oka H, Akune T, En-yo Y, Yoshida M, Nakamura K, et al. 2011. Association of occupational activity with joint space narrowing and osteophytosis in the medial compartment of the knee: the ROAD study (OAC5914R2). Osteoarthritis Cartilage 19(7):840–6.
-
18. Rice DA, McNair PJ, Lewis GN. 2011. Mechanisms of Quadriceps Muscle Weakness in Knee Joint Osteoarthritis: The Effects of
Prolonged Vibration on Torque and Muscle Activation in Osteoarthritic and Healthy Control Subjects. Arthritis Research & Therapy 2011, 13:R151
-
19. Vrezas I, Elsner G, Bolm-Audorf U, Abolmaali N, Seidler A. 2009. Case– control study of knee osteoarthritis and lifestyle factors considering their interaction with physical workload. Int Arch Occup Environ Health.
-
20. Brotzman SR, Manske RC. 2011. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. An Evidence Based Approach. Third Edition. Philadelphia. Elsevier: 219222.
-
21. Fitzgerald GK, Piva SR, Gil AB, Wisniewsk SR, Oddis CV, Irrgang JJ. 2011. Agility and Perturbation Training Techniques in Exercise Therapy for Reducing Pain and Improving Function in People with Knee Osteoarthritis. Phys Ther 91(4) : 452-469
-
22. Draper, D.O. and Pretince, W.E. 2005. Therapeutic Modalities in
Rehabilitation. third edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies.
-
23. Leong DJ, Zhang H, Xu L, Tang J, Hirsh DM, Hardin JA, Cardoso L, Guha C, Cobelli NJ, Sun HB. 2013. Therapeutic Ultrasound: Osteoarthritis Symptom-Modification and Potential for Disease Modification. J Surgery 1(2): 5.
-
24. Rutjes AWS, Nuesch E, Sterchi R, Juni P. 2010. Therapeutic ultrasound for osteoarthritis of the knee or hip (Review). Ther Cochrane Library. Issue 1.
-
25. Kisner C, Colby LA. 2012. Therapeutic Exercise. Foundations and Techniques. Sixth edition.
Philadelphia. F.A. Davis Company: 157-192.
-
26. Yarlagadda DS, 2013. A Study to compare the effect of Open versus Closed kinetic chain exercises in Patello-femoral arthritis. IOSR-JSPE 1 (1) : 34-41
-
27. Susilawati I, Tirtayasa K, Lesmana SI. 2015. Latihan Closed Kinetic Chain Lebih Baik daripada Open Kinetic Chain untuk Meningkatkan
Kemampuan Fungsional pada
Osteoarthritis Lutut setelah Pemberian Micro Wave Diathermy (MWD) dan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS). Sport and Fitness Journal 3(1): 26-34.
-
28. Horak FB, Henry SM, Cook AS. 1997. Postural Perturbations : New Insight for Treatment of Balance Disorders. Phys Ther 77 : 517-533
-
29. Levangie PK, Norkin CC. 2007. Joint Structure and Function : A
Comprehensive Analysis. Fourth edition. Philadelphia. F.A Davies Company : 393-491
-
30. Neumann D. 2009. Kinesiology of the Musculoskeletal System. Foundations for Physical Rehabilitation. Second Edition. Mosby. Elsevier: 434-472
Discussion and feedback