PENAMBAHAN ANKLE EXERCISE DENGAN MENGGUNAKAN THERA-BAND PADA INTERVENSI ULTRASOUND LEBIH MENURUNKAN NYERI PADA KASUS SPRAIN ANKLE KRONIS DI KOTA DENPASAR

  • 1I Ngurah Gede Verar Fujastawan 2Ni Luh Nopi Andayani 3I Nyoman Adiputra

  • 1.    Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali

  • 2.    Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali

  • 3.    Bagian Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali

PENAMBAHAN ANKLE EXERCISE DENGAN MENGGUNAKAN THERA-BAND PADA INTERVENSI ULTRASOUND LEBIH MENURUNKAN NYERI PADA KASUS SPRAIN ANKLE KRONIS DI KOTA DENPASAR

ABSTRAK

Sprain ankle adalah kondisi di mana terjadinya penguluran dan robekan pada ligamentum lateral komplek. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi secara tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada tumpuan. Pemberian penambahan ankle exercise dengan menggunakan thera-band pada intervensi ultrasound diharapkan mampu membantu meningkatkan kekuatan, mobalitas, fungsi dan mengurangi nyeri sendi. Pemberian intervensi ultrasound diharapkan memberi efek anti peradangan yang dapat mengurangi nyeri dan kekakuan sendi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penambahan ankle exercise dengan menggunakan thera-band pada intervensi ultrasound lebih menurunkan nyeri pada kasus sprain ankle kronis di Kota Denpasar yang diukur menggunakan visual analog scale.

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan pre test and post test control group design. Sampel diambil secara purposive sampling. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, setiap kelompok berjumlah 12 orang. Kelompok perlakuan akan diberikan ankle exercise theraband pada intervensi ultrasound sedangkan kelompok kontrol diberikan intervensi ultrasound. Penelitian dilakukan 12 kali intervensi dengan frekuensi 3 kali seminggu dan setiap sesinya dilakukan 1 jam.

Selanjutnya dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Saphiro Wilk Test dan uji homogenitas dengan Levene’s test. Perbedaan rerata untuk penurunan VAS sebelum dan sesudah penerapan pada setiap kelompok di uji dengan paired sample t-test, diolah dengan program SPSS versi 16.0 dan diperoleh hasil pada kelompok perlakuan menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) berarti bahwa intervensi pada kedua kelompok memberikan penurunan yang bermakna terhadap intensitas nyeri pada pasien sprain ankle kronis di Kota Denpasar. Hipotesis dengan menggunakan uji independent sample t-test diperoleh nilai p = 0,025 (p < 0,05).

Kesimpulan pada pemilihan penambahan ankle exercise dengan menggunakan thera-band pada intervensi ultrasound lebih menurunkan nyeri pada kasus sprain ankle kronis di Kota Denpasar.

Kata kunci : Ultrasound, ankle exercise, thera-band, sprain ankle kronis, nyeri,visual analog scale

ADDITIONAL ANKLE EXERCISE USING THERA-BAND INTO INTERVENTION ULTRASOUND DECREASE THE PAIN ON THE CASE OF CRONIC SPRAIN ANKLE IN DENPASAR

ABSTRACT

Sprain ankle is a condition of the streatch and the torn in ligamentum lateral compleks. It is caused by the force’s inversion and the plantar flexion which is come suddenly when the leg on imperfection’s support. The granting of additional ankle exercise using thera-band into ultrasound intervention is expected to help increase strength, mobility, function and reduce joint pain. Granting of ultrasound intervention is expected to give the effect of anti inflammation that can reduce the pain and stiffness of the joints. This research aims to know the addition of ankle exercise using thera-band ultrasound intervention more lower pain in cases of chronic ankle sprain in Denpasar which is measured using a visual analogue scale.

Experimental research has been performed with the designs of pre-test and post-test control group design. Samples taken in purposive sampling. The samples are divided into two groups, each group of 12 people. The experimental group be given treatment ankle theraband exercise intervention ultrasound while the control group given intervention ultrasound. The research was done 12 times the intervention with a frequency of 3 times a week and each session done an hour.

The next test is performed using the Shapiro Wilk normality test and Levene’s test of homogeneity test. The difference of VAS before and after the application of each group were tested with the paired sample t-test, processed with SPSS version 16.0 and results obtained p = 0,000 (p < 0,05) for group control and p = 0,000 (p < 0,05) for experimental group. This means that in each group were significantly decreased pain. The result of hypothesis testing used the independent t-test obtained p = 0,025 (p < 0,05).

In conclusion additional ankle exercise using thera-band in the intervention ultrasound decrease the pain on the case of chronic sprain ankle in Denpasar.

Key word : Ultrasound, ankle exercise, thera-band, chronic sprain ankle, pain,visual analog scale

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan suatu hal yang penting bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, baik itu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga kehidupan yang berkaitan erat dengan lingkungan sekitarnya. Untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari harus ditunjang dengan kondisi tubuh yang prima. Kondisi tubuh yang prima hanya bisa didapat jika ke empat ekstrimitas berfungsi dengan normal.

Definisi dari sehat itu sendiri yaitu suatu keadaan sejahtera meliputi dari fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau cacat secara fisik tetapi mampu merasa sejahtera, bahagia dalam kehidupan sehingga mampu untuk mengatasi tantangan di dalam menjalani kehidupan sehari-hari.11

Kemampuan fungsional menjadi hal yang sangat perlu untuk diperhatikan. Karena bila adanya batasan fungsional, kinerja tubuh akan menurun dan berimbas pada terhambatnya aktivitas sehari-hari. Keterbatasan fungsional yang sering dijumpai di masyarakat yakni keterbatasan anggota ekstrimitas gerak bawah baik itu dari hip joint sampai ke ankle joint. Namun dari sekian permasalahan yang terjadi pada ekstrimitas gerak bawah yang paling

menjadi sorotan atau sering terjadi di lapangan yakni keterbatasan pada ankle joint. Salah satu permasalahan yang timbul pada ankle joint yaitu cedera sprain ankle.

Di Amerika Serikat tercatat sekitar satu per 10.000 orang per hari terjadi kasus cedera ankle, di Belanda jumlahnya pertahun mencapai 234.000 kasus hal ini disebabkan oleh kegiatan olahraga.3 Di Indonesia sendiri kasus sprain ankle marak terjadi namun belum adanya penelitian yang lebih mengkhusus untuk dapat memetakan tingkat angka kejadian sprain ankle. Cedera sprain ankle terjadi akibat dari adanya kerusakan jaringan, seperti pada ligamentum akan terjadi robekan, pada pembuluh darah akan terjadi haemorhage dan dilatasi yang dapat meningkatkan terjadinya perlepasan zat-zat iritan yang dapat meningkatkan sensitivitas nosisensorik sehingga dapat memicu terjadinya nyeri. Bila tidak ditangani serius, zat-zat tersebut akan melekat pada jaringan tendon dan ligament yang nantinya akan menjadi fibrous. Fibrous tersebut dapat mengakibatkan nyeri pada saat bergerak, sehingga memicu orang tersebut untuk meminimalisir gerakan. Bila tidak digerakkan maka fleksibilitas jaringan akan menurun. Sedangkan yang terjadi pada otot

bila lama tidak digerakkan tonus dan kekuatan otot akan menurun.3

Efektivitas dan efisiensi gerakan pun juga akan menurun dan kemampuan stabilitas dan juga keseimbangan dari ankle akan menurun. Selain itu akibat adhesiva pada kapsul sendi, akan menyebabkan kekakuan pada sendi sehingga sendi akan menjadi hypomobile. Semua hal tersebut akan mempengaruhi reflek dan konduktivitas saraf menjadi menurun, koordinasi intermuscular menurun, efektifitas dan efisiensi gerakan menurun sehingga akan berujung pada gangguan keseimbangan. Penderita biasanya akan menghentikan aktivitas fungsionalnya karena nyeri timbul akibat dari terjadinya imobilisasi.3 Oleh sebab itu, yang menjadi problematik utama pada sprain ankle kronik adalah intensitas nyeri, penurunan fleksibilitas jaringan, tonus dan kekuatan otot.

Kondisi ini dipandang perlu untuk diteliti mengingat bidang kajian Fisioterapi mencangkup masalah-masalah yang berhubungan dengan gangguan gerak dan fungsi tubuh manusia seperti nyeri, spasme otot, kelemahan otot, pemendekan otot dan keterbatasan lingkup gerak sendi sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan gerak dan fungsi seseorang. Sebagai landasan penulis di dalam melakukan intervensi adalah : KEPMENKES 1363 tahun 2001

BAB I, Pasal 1 ayat 2, Fisioterapis adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara maksimal, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapiutik, dan mekanis) pelatih fungsi, dan komunikasi.

Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan medis fisioterapis harus memiliki kemampuan dan keterampilan di dalam hal memaksimalkan, mengembangkan, mencegah, dan mengembalikan gerak dan fungsi tubuh seseorang. Pada umumnya dalam masalah kasus sprain ankle kronis, problemnya biasanya meliputi nyeri, penurunan kemampuan gerak, stabilisasi, dan fungsi dari ankle itu sendiri. Yang akan di kaji lebih mendalam yakni penurunan intensitas nyeri dari sprain ankle. Untuk mengatasi problem tersebut fisioterapi menggunakan modalitas ultrasound dengan penambahan latihan ankle exercise thera-band. Pemberian terapi ultrasonik (US) diharapkan mampu memberikan efek micro massage dan heating untuk mengurangi nyeri. Penambahan ankle exercise thera-band bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, meningkatkan daya meningkatkan balance dan proprioception, mencegah terjatuh, meningkatkan postur,

mengurangi nyeri, meningkatkan gait, meningkatkan kekuatan grip, meningkatkan kebugaran kardiovaskular, mengurangi tekanan darah, mengurangi cacat dan meningkatkan fungsi.1

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik di atas dalam bentuk penelitian dan memaparkannya dalam bentuk skripsi dengan judul “Penambahan Ankle Exercise dengan Menggunakan Thera-band pada Intervensi Ultrasound lebih Menurunkan Nyeri pada Kasus Sprain Ankle Kronis di Kota Denpasar”.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan Pre dan Post Test Control Group Design. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan mulai bulan April minggu ketiga sampai dengan minggu ketiga bulan mei 2014. Populasi target pada penelitian ini adalah semua pasien laki laki dan perempuan dengan assesmen fisioterapi yang menunjukkan adanya sprain ankle kronis. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi, ekslusi dan assessment fisioterapi yang didapatkan sampel sebanyak 24 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kontrol diberikan modalitas

ultrasound dan kelompok perlakuan diberikan modalitas ultrasound dengan ankle exercise theraband.

Instrumen Penelitian

VAS (Visual Analogue Scale) adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri dimana nyeri diukur dengan menggunakan garis lurus dengan ukuran 10 cm yang menggambarkan intensitas nyeri. Di ujung sebelah kiri garis diberi tanda yang berarti “tidak nyeri” sedangkan di ujung sebelah kanan diberi tanda “nyeri yang tidak tertahankan”. Pasien memberi tanda di sepanjang garis tersebut sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan. Nyeri diukur sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

Setelah 6 kali evaluasi dan peneliti sudah mendapatkan data yang lengkap, peneliti melakukan uji komparasi data untuk mengetahui perbedaan nyeri sebelum dan sesudah intervensi pada masing-masing kelompok dengan paired t-test dan uji komparasi data untuk membandingkan hasil perhitungan beda rerata penurunan nyeri pada sebelum dan setelah intervensi antar kelompok dengan menggunakan uji Independent sample t test. Kemudian semua data yang didapatkan diolah dengan statistik menggunakan komputer dengan perangkat lunak SPSS.

HASIL PENELITIAN

Berikut ini merupakan deskripsi karakteristik sampel yang terdiri atas jenis kelamin dan umur.

Grafik 1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8 orang (66,7%) dan perempuan sebanyak 4 orang (33,3%).

Grafik 2 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Umur

Tabel 1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 2 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Umur

Frekwensi             Persen

Frekwensi             Persen

Jenis

Kel.       Kel.       Kel.

Kelamin

Kontrol Perlakuan Kontrol

e .       Jenis     Kel.        Kel.        Kel.        Kel.

Perlakuan   Umur

Kontrol  Perlakuan Kontrol  Perlakuan

Laki-Laki

7          8        58,3

66,7

Usia

Perempuan

5         4        41,7

33,3       5-10      0          0         0         0

tahun

Total

12        12       100,0

100,0

Usia

11-19      4          1         33.3        8,3


Berdasarkan grafik dan tabel 1

tahun

menunjukkan bahwa pada Kelompok

Usia

Kontrol subjek yang berjenis kelamin

20-40     8         11        66,7       91.7

laki-laki sebanyak 7 orang (58,3%) dan

tahun

perempuan sebanyak 5 orang (41,7%),

Total     12         12        100,0      100,0

sedangkan pada Kelompok Perlakuan


Dari grafik dan tabel 2 di atas ditunjukan bahwa sampel penelitian pada Kelompok Kontrol (33,3%) untuk kategori remaja dan (66,7%) untuk kategori dewasa sedangkan Kelompok Perlakuan memiliki rerata umur (8,3%) untuk kategori remaja dan (91,7%) untuk kategori dewasa hal ini menunjukan bahwa sampel penelitian memiliki kelompok usia dalam kategori remaja dan dewasa.

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas

intervensi nilai p = 0,294 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.

Pada uji Homogenitas dengan menggunakan Levene’s Test didapatkan nilai p = 0,693 (p > 0,05) untuk kelompok sebelum intervensi dan untuk kelompok sesudah intervensi nilai p = 0,775 (p > 0,05) yang mununjukkan bahwa data sebelum maupun sesudah intervensi memiliki data yang homogen.

Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas yang didapat yang merupakan

Kelompok

Data

Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test

uji persyaratan analisis, maka uji yang

Kelompok Kontrol

Kelompok Perlakuan

Normal

(Levene’s

Test)

digunakan untuk pengujian hipotesis adalah uji statistik parametrik.

Statistik

p

Statistik

P

Nyeri

Sebelum

0,937

0,466

0,984

0,995

N

0,693

Tabel 4. Uji Komparatibilitas Intensitas

Nyeri Sebelum Intervensi

Intervensi

Nyeri

Sesudah

0,927

0,345

0,921

0,294

N

0,775

Rerata dan

Intervensi

Selisih

0,986

0,997

0,953

0,674

N

0,912

Kelompok

N    Simpang     t      p

Subjek

baku

Berdasarkan tabel 3 terlihat hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk Test didapatkan nilai probabilitas untuk kelompok data sebelum intervensi pada Kelompok Kontrol dimana nilai p = 0,466 (p > 0,05) dan setelah intervensi nilai p = 0,345 (p > 0,05) sedangkan pada Kelompok Perlakuan sebelum intervensi nilai p = 0,995 (p > 0,05) dan setelah

Kelompok Perlakuan


12   4,008 ± 1,1212


0,000   1,000

Kelompok

12   4,008 ± 1,1759

Kontrol

Dari tabel 4 di atas menunjukan bahwa nilai rerata dan simpang baku pada Kelompok

Perlakuan sebelum perlakuan yaitu 4,008 ± 1,1212 sedangkan untuk nilai rerata dan simpangan baku pada Kelompok Kontrol sebelum perlakuan yaitu 4,008 ± 1,1759. Di mana nilai t = 0,000 dan untuk nilai p = 1,000 pada kedua kelompok adalah sama. Hal ini berarti rerata intensitas nyeri sebelum perlakuan pada ke dua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).

Tabel 5. Distribusi Nilai Intensitas

Nyeri Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Perlakuan

Sebelum

Sesudah

t

p

Rerata

4,008

1,250

Simpang

1,1212

0,7077

12,235

0,000

baku

Bedasarkan

Tabel

5   di

atas

dilakukan pengujian terhadap nilai intensitas nyeri pada Kelompok Perlakuan dengan menggunakan uji beda dua rata-rata yaitu paired sample t-test diperoleh hasil nilai p < 0,05 yang berati bahwa adanya perbedaan yang bermakna terhadap rata-rata nilai intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi yang berupa aplikasi penambahan ankle exercise thera-band pada intervensi ultrasound. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi pada Kelompok Perlakuan memberikan penurunan yang bermakna terhadap

intensitas nyeri pada pasien sprain ankle kronis.

Tabel 6 Distribusi Nilai Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol

Sebelum

Sesudah

t

p

Rerata

4,008

0,1917

Simpang

1,1759

0,6464

8,449

0,000

baku

Bedasarkan Tabel 6 di atas dilakukan pengujian terhadap nilai intensitas nyeri pada Kelompok Kontrol dengan menggunakan uji beda dua rata-rata yaitu paired sample t-test diperoleh hasil nilai p < 0,05 yang berati bahwa adanya perbedaan yang bermakna terhadap rata-rata nilai intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi yang berupa pemberian intervensi ultrasound. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi pada Kelompok Kontrol memberikan penurunan yang bermakna juga terhadap intensitas nyeri pada pasien sprain ankle kronis.

Grafik 3 Distribusi Nilai Intensitas Nyeri Sesudah Intervensi Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Tabel 7 Distribusi Nilai Intensitas Nyeri Sesudah Intervensi Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Kelompok Perlakuan

Kelompok Kontrol

t

p

Rerata

1,250

1,917

Simpang

0,7077

0,6464

2,409

0,025

Baku

Berdasarkan grafik 3 dan tabel 7 di atas dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda dua rata-rata yaitu independent sample t-test diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata nilai intensitas nyeri Kelompok Perlakuan (penambahan ankle exercise thera-band pada intervensi ultrasound) dengan Kelompok Kontrol (pemberian intervensi ultrasound). Hal

tersebut menunjukan bahwa intervensi pada Kelompok Perlakuan (penambahan ankle exercise thera-band pada intervensi ultrasound) lebih efektif secara signifikan dibandingkan dengan intervensi pada Kelompok Kontrol (pemberian intervensi ultrasound) di dalam penurunan intensitas nyeri pada kasus sprain ankle kronis di Kota Denpasar. Di mana rerata intensitas nyeri sesudah intervensi pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol yaitu 1,250 dengan 1,917.

Dari pengujian hipotesis tersebut dapat ditetapkan hasil pengujian yaitu : Penambahan ankle exercise dengan menggunakan thera-band pada intervensi ultrasound lebih menurunkan nyeri pada kasus sprain ankle kronis di Kota Denpasar.

PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel pada penelitian berdasarkan jenis kelamin yaitu pada Kelompok Kontrol subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang (58,3%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang (41,7%), sedangkan pada kelompok Perlakuan subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8

orang (66,7%) dan perempuan sebanyak 4 orang (33,3%).

Berdasarkan data diatas, hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang di kemukakan oleh Nazar Moesbar tahun 2006 yang menyatakan bahwa 85,7% pria lebih banyak terkena sprain ankle pada tendon achilles dibandingkan dengan wanita yang hanya 14,3%. Sedangkan menurut Hertel tahun 2002 menyatakan bahwa dua teori penyebab chronic ankle instability (CAI) telah didalilkan sebagai ketidakstabilan mekanik dan ketidakstabilan fungsional yang merupakan penyebab terjadinya sprain ankle kronis.

Karakteristik sampel pada penelitian umur yaitu pada subjek Kelompok Perlakuan memiliki rerata umur (8,3%) untuk kategori remaja dan (91,7%) untuk kategori dewasa sedangkan pada subjek Kelompok Kontrol (33,3%) untuk kategori remaja dan (66,7%) untuk kategori dewasa hal ini menunjukan bahwa sampel penelitian memiliki kelompok usia dalam kategori remaja dan dewasa. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Nazar Moesbar tahun 2006 kelompok usia produktif lebih rentan terkena cidera sprain ankle kronis.

Distribusi dan Varians Sampel Penelitian

Uji normalitas dilakukan dengan Shapiro Wilk Test dan uji homogenitas dilakukan dengan Lavene’s Test. Adapun variabel yang diuji adalah penurunan nyeri sprain ankle kronis pada ligament lateral ankle sebelum dan sesudah intervensi pada masing-masing kelompok dan selisih penurunan nyeri antara sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi pada kedua kelompok penerapan. Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas yang telah dilakukan pada semua variabel tersebut didapatkan hasil yaitu p > 0,05. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dari variabel sebelum dan sesudah perlakuan maupun selisih antara penurunan nyeri sprain ankle sebelum dan sesudah perlakuan dapat dinyatakan berdistribusi normal dan homogen.

Pemberian Intervensi Ultrasound Dapat Menurunkan Nyeri Sprain Ankle Kronis

Berdasarkan hasil uji paired sample t test yang dilakukan pada Kelompok Kontrol dimana didapatkan rerata sebelum intervensi sebesar 4,008 dan setelah intervensi didapatkan nilai sebesar

0,1917 sedangkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna nyeri sebelum dan sesudah pemberian intervensi ultrasound. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi intervensi ultrasound dapat menurunkan nyeri pada sprain ankle kronis.

Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Barker et al. pada tahun 2001 yang menyatakan bahwa modalitas US memiliki efek anti peradangan yang dapat mengurangi nyeri dan kekakuan sendi. Terapi ini dapat diaplikasikan untuk beberapa jenis neuritis (peradangan saraf) dan perbaikan impingement (jepitan) akar syaraf dan juga berfungsi untuk penyembuhan dari paska cedera. Selain itu efek thermal terapi US juga menghasilkan efek non thermal berupa kavitasi yang merupakan suatu proses di mana terdapat bentukan gelembung udara yang dapat membesar dalam jaringan sehingga meningkatkan aliran plasma dalam jaringan. Sedangkan microstreaming yaitu desakan gelombang suara pada membran sel yang dapat meningkatkan kerja pompa sodium sel untuk mempercepat proses penyembuhan dan beberapa jenis neuritis (peradangan

saraf) dan juga bermanfaat untuk penyembuhan paska cedera.

Penelitian yang dilakukan oleh Bekerom et al. pada tahun 2006 dengan judul “Therapeutic Ultrasound for Acute Ankle Sprain ” yang menyimpulkan bahwa pemilihan intervensi ultrasound dapat menurunkan nyeri yang signifikan dalam mengurangi nyeri yang disebabkan oleh baik oleh sprain ankle acute atau ankle sprain kronik melalui proses regenerasi sel.

Penambahan Ankle Exercise Thera-band pada Intervensi Ultrasound Dapat Menurunkan Nyeri Sprain Ankle Kronis

Berdasarkan hasil uji dengan uji paired sampel t test pada Kelompok Perlakuan didapatkan rerata sebelum intervensi sebesar 4,008 dan setelah intervensi sebesar 0,1417 sedangkan nila p = 0,000 ( p < 0,05 ) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna nyeri sebelum dan sesudah intervensi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan ankle exercise thera-band pada intervensi ultrasound dapat menurunkan nyeri sprain ankle kronis.

Dengan diberikannya penambahan ankle exercise thera-band pada intervensi

ultrasound, maka dapat membantu di dalam meningkatkan kekuatan, mobalitas,

SIMPULAN

Simpulan

Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

  • 1.    Intervensi ultrasound dapat menurunkan nyeri sprain ankle kronis pada pasien di Kota Denpasar.

  • 2.    Penambahan ankle exercise thera-band pada intervensi ultrasound lebih menurunkan nyeri sprain ankle kronis pada pasien di Kota Denpasar.

  • 3.    Penambahan ankle exercise dengan menggunakan thera-band pada intervensi ultrasound terbukti lebih menurunkan nyeri pada kasus sprain ankle kronis pada pasien di Kota Denpasar.

  • 7.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam penelitian ini adalah :

  • 1.    Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, penambahan ankle

exercise dengan menggunakan thera-band pada intervensi ultrasound dapat digunakan     sebagai     intervensi

fisioterapi dalam mengurangi nyeri sprain ankle kronis.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Akron, O. 2006. Resistance Band & Tubing Instruction Manual. German : The Hygenic Corporation, Volume 4, pp. 3-39.

  • 2.    Baker, K. G., Robertson, V. J. 2001. A review of therapeutic ultrasound: biophysical effects. Physical Therapy, Volume 7, pp. 81-135.

  • 3.    Bekerom, M. P. J., Gresnigt, F., Niek C. D., Witjes, S., and Jan, G. O., 2012. Ankle Treatment After Injuries of The Ankle Ligaments, Volume 48, pp. 2-7.

  • 4.    Brukner, P., and Khan, K., (1993). Clinical Sports Medicine. Australia: Mc.Graw-Hill Book Company.

  • 5.    Buckley, B. D., Hubbard, T. J., Kaminski, T. W., Ortiz, C. and Power, M. E., 2003, Effect of Strength and Proprioception Training on Eversion to Inversion Strength Ratios in Subjects with Unilateral Functional Ankle Instability, Volume 33, pp. 410415.

  • 6.    Dekker, J. Rob, A. and Roebroeck, M. E. 1998. Therapists in Dutch Primary Health Care The Use of Therapeutic Ultrasound by Physical, Volume 78, pp. 470-478.

  • 7.    Hertel, Jay. 2002. Functional Anatomy, Pathomechanics, and Pathophysiology of Lateral Ankle Instability, Volume 37, pp. 364-375.

  • 8.    Kep.Menkes 1363.  2001. Tentang

Regristrasi Fisioterapi.

  • 9.    Kusuma, 2006. Efek Penambahan Theraband Exercise Pada Intervesi Ultrasound Terhadap Penurunan Sprain Ankle Kronis. [Online] Available                          at:

http://digilib.esaunggul.ac.id/efek-penambahan-theraband-exercise-pada-intervensiultrasound-terhadap-penurunan-nyerikondisi-sprain-ankle-kronik-1572.html [Accessed 17 February 2014].

  • 10.    Moesbar, Nazar. 2006. Penanganan Cedera Tendon Achilles dengan Mersilene Tape, Volume 39, pp. 203.

  • 11.    Pengertian Sehat Menurut Ahli, 2013. Sehat Menurut WHO. [Online] Available                          at:

http://www.pengertianahli.com/2013/ 10/pengertian-sehat-menurut-ahli-

who.html [Accessed 14 February 2014].

  • 12.    Pocock, 2008. Clinical Trial, A Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication, pp. 237.

  • 13.    Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta EGC. Edisi 4. Volume 2.

  • 14.    Rowland, L. P., Wilkins, P. and Willioms., 2000, Merritt’s Textbook of Neurology, pp. 198.