PENAMBAHAN KINESIOTAPING PADA PERLAKUAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE LEBIH BAIK DALAM MENURUNKAN NYERI FUNGSIONALPADA PLANTAR FASCITIS OLEH KARENA PEMAKAIAN SEPATU HAK TINGGI (HIGH HEELS)

1)Zidni Sadati Maulana Aden, 2)Putu Sutha Nurmawan, 3)Agung Wiwiek Indrayani

  • 1.    Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2.    Bagian Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 3.    Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

TUJUAN: Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan kinesiotaping pada myofascial release technique dalam menurunkan nyeri fungsional pada kasus plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels). SUBJEK: 18 subjek dengan plantar fasciitis, terbagi menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok 9 orang. Kelompok I mendapatkan perlakuan myofascial release technique disertai penambahan kinesiotaping dan Kelompok II hanya diberi perlakuan myofascial release technique. TEMPAT PENELITIAN: Praktek Fisioterapi Sidhi Medika Canggu Badung. WAKTU PENELITIAN: 24 November – 06 Desember 2014. ALAT UKUR: Pain disability scale/index plantar fasciitis. DESAIN PENELITIAN: Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, dengan menggunakan two grouppre-test and post-test design. HASIL: Masing-masing kelompok diuji normalitas data dengan Shapiro Wilk Test, pada Kelompok I menunjukkan nilai p>0,05 dan pada Kelompok II menunjukkan nilai p<0,05. Uji paired sample t-test dilakukan pada Kelompok I mendapatkan rerata sebelum perlakuan 51,88±2,619 dan setelah perlakuan 27,88±1,364 dengan nilai p=0,001. Uji wilcoxon match pair test dilakukan pada kelompok II dan mendapatkan rerata sebelum perlakuan 49,33±4,500 dan setelah perlakuan 37,88±6,622 dengan nilai p=0,007. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada kedua kelompok terjadi penurunan nyeri fungsional yang bermakna. Uji statistik selanjutnya adalah uji perbedaan penurunan rerata penurunan nyeri fungsional dengan uji mann whitney u test dengan rerata Kelompok I sebesar 13,56 dan Kelompok II sebesar 5,44 dan nilai p=0,005 yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara Kelompok I dan Kelompok II. KESIMPULAN: Penambahan kinesiotaping pada myofascial release technique lebih baik dalam menurunkan nyeri fungsional dibandingkan dengan hanya myofascial release technique pada penderita plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels).

KATA KUNCI: kinesiotaping, myofascial release technique, plantar fasciitis, nyeri fungsional, high heels.

THE ADDITION OF KINESIOTAPING WITH THE MYOFASIAL RELEASE TECHNIQUE IS BETTER TREATMENT TO DECREASING THE PLANTAR FASCIITIS FUNCTIONAL PAIN DUE TO THE WEARING OF HIGH HEELS

ABSTRAK

OBJECTIVE: To determine the influence of kinesiotaping adding for myofascial release technique to decrease the plantar fasciitis functional pain due to the wearing of high hells. SUBJECT: 18 plantar fasciitis subject, devide into two group. Each group consist of 9 subject. Group I gets myofascial release technique with kinesiotaping adding and group II gets only myofascial release technique. RESEARCH PLACE: Physical therapy practice, Sidhi Medika Canggu, Badung.RESEARCH TIME: November – Desember 2014. MEASUREMENT: Pain disability scale/index plantar fasciitis. RESEARCH DESIGN: The research used an experimental method, using to design group pre-test and post-test. RESULT: Each group were tested for normality by the Shapiro wilk test, Group 1 showed p value >0,05 and Group II showed p value <0,05. Paired sample t-test for Group I before intervention got the mean value 51,88±2,619 and after intervention 27,88±1,364 with p value 0,001. Group II were tested with wilcoxon match pair test, the mean value before intervention 49,33±4,500 and after intervention 37,88±6,622 with p value 0,007. The result showed that both of group happened to decrease morning pain significantly. The next statistical test is the difference decreased the plantar fasciitis functional pain value with mann whitney u test, mean of Group I 13,56 and Group II 5,44 with p value 0,005, which means there is a significant difference between Group I and Group II. CONCLUTION: The addition of kinesiotaping with the myofacial release technique is better than only myofascial release technique to decreasing the plantar fasciitis functional pain due to the wearing of high heels.

KEY WORD: Kinesiotaping, myofascial release technique, functional pain, plantar fasciitis, high heels.

PENDAHULUAN

Dewasa ini, dunia mode atau fashion tidak dapat dipungkiri sudah berkembang dengan sangat cepat. Meskipun fashion tidak selalu memberikan dampak positif bagi pemakainya, namun tidak sedikit wanita yang rela mengabaikan dampak negatif dari fashion. Faktor kesehatan adalah salah satu yang sering terabaikan oleh penggiat fashion. Contoh yang sering kita jumpai adalah wanita pengguna sepatu hak tinggi (high heels).

High-heeled footwear membuat posisi kaki menukik ke depan dan membuat posisi ibu jari dan jari-jari kaki menghadap atas. Dengan posisi tersebut dan dalam jangka waktu yang lama dapat membuat otot gastrocnemius memendek. Masalah lain yang timbul berupa gangguan postur, serta yang paling umum terjadi adalah timbulnya rasa nyeri di kaki. Penelitian yang dilakukan Defour, et al (2009) menyimpulkan bahwa 29% dari 1901 orang wanita di Framingham Foot Study mengalami nyeri pada tumit (Heel Pain) dan nyeri pada permukaan bawah kaki (Arc Pain) dikarenakan oleh pemakaian sepatu dengan hak tinggi (High heels) selama lebih dari 5 tahun. Pada pengguna high heels, keluhan nyeri yang paling sering terjadi adalah nyeri di bagian bawah kaki atau plantar fasciitis.

Plantar fasciitis adalah peradangan dan atau degenerasi jaringan collagen dari plantar fascia yang membujur sepanjang kaki bagian bawah. Kondisi plantar fasciitis dapat menyebabkan gangguan yang serius. Terlebih untuk wanita yang memiliki mobilitas tinggi. Maka diperlukan penanganan yang tepat pada kasus plantar fasciitis. Karena jika dibiarkan akan terjadi gangguan musculoskeletal lebih lanjut.

Teknik manual terapi berupa Myofascial Release Technique (MRT) serta pemberian Kinesitaping adalah metode yang dapat dilakukan pada kasus

Plantar Fasciitis oleh karena sepatu high tinggi (high heels). Pemberian MRT dapat melepaskan adhesion atau perlengketan pada plantar fasia dan mengurangi nyeri dengan gate control theory, memulihkan kualitas cairan pelumas dari jaringan fasia, mobilitas jaringan dan fungsi normal sendi (Riggs and Grant, 2008).

Pemberian kinesiotaping dapat memberikan penguluran secara simultan, mencegah terjadinya perlukaan baru, serta memperlancar aliran darah serta lymfa yang ada di area yang diterapi.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan metode eksperimental dengan menggunakan rancangan pre-test and posttest control group design. Dalam penelitian ini digunakan dua kelompok dimana Kelompok I diberikan perlakuan myofascial release technique disertai dengan penambahan kinesiotaping, Kelompok II sebagai kelompok kontrol dengan hanya myofascial release technique.

Penelitian ini bertujuan (1) untuk membuktikan apakah myofascial release technique dapat menurunkan keluhan nyeri pada kehidupan sehari-hari pada kasus plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels). (2) untuk membuktikan apakah penambahan Kinesiotaping pada Myofascial Release Technique dalam menurunkan keluhan nyeri pada kehidupan sehari-hari pada kasus plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels). (3) untuk membuktikan apakah penambahan kinesiotaping pada perlakuan myofascial release technique lebih baik dalam menurunkan keluhan nyeri pada kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan hanya myofascial release technique pada kasus plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels).

Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang datang dengan kondisi Plantar Fasciitis di praktek fisioterapi Sidhi Medika Canggu Badung. Penelitian berlangsung pada bulan 24 November - 06 Desember 2014 dengan frekuensi 3 kali dalam satu minggu.

Berdasarkan penelitian pendahuluan (Willis et al, 2009) didapatkan hasil rerata nilai pain disability scale/index pada kelompok pre-test , µ2 = 67,3 standar deviasi 12,7 dengan harapan penurunan nilai pain disability scale/index setelah perlakuan sebesar rerata µ1 = 50. Data tersebut kemudian disubstitusikan ke dalam rumus Pocock dimana sampel dalam penelitian ini ditetapkan 9 setiap kelompok sehingga jumlah keseluruhan sampel pada kedua kelompok sebesar 18 responden. Penetapan sampel sebanyak 18 sampel yang kemudian diambil secara purposive sampling. Sampel dibagi menjadi dua kelompok dimana Kelompok I terdiri dari 9 sampel yang kemudian diberikan perlakuan myofascial release technique disertai dengan penembahan kinesiotaping. Kelompok II terdiri dari 9 sampel dengan perlakuan hanya myofascial release technique.

Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan adalah pain disability scale/index plantar fasciitis. Alat ukur tersebut merupakan gabungan antara VAS (Visual Analog Scale) dan FFI (Foot Function Index). Pain disability index adalah metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur derajat gangguaan dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan olek nyeri yang kronis. Dengan kata lain, kita dapat mengetahui besaran nyeri dan digunakan untuk mengingatkan kita apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dilakukan secara normal (Pollard, 1984).

PEMBAHASAN

Dalam menganalisis data yang telah diperoleh, maka peneliti menggunakan beberapa uji statistik, antara lain:

  • 1)    Data Deskripsi Karakteristik

    Sampel

Deskripsi data memberikan informasi yang memperkuat hasil pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini, deskripsi data yang disajikan dalam bentuk tabel deskriptif berdasarkan nilai rerata, dan standar deviasi.

  • 2)    Uji Normalitas

Untuk menentukan pilihan penggunaan dalam pengujian hipotesis, maka dalam penelitian ini dilakukan uji persyaratan analisis yaitu pengujian data normal atau tidak normal. Adapun uji statistik yang digunakan adalah Shapiro-wilks test untuk menguji normalitas data. Hasil uji statistik kelompok I sebelum dan sesudah intervensi menunjukkan nilai p>0,05 yang berarti data berdistribusi normal. Sedangkan pada Kelompok II nilai p<0,05 yang berarti data berdistribusi tidak normal

  • 3)    Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji normalitas data pada Kelompok I, uji hipotesis yang digunakan adalah T-Test of Related (Paired Sample T-Test) dengan hasil nilai p<0,05, sedangkan pada Kelompok II uji hipotesis yang digunakan adalah Wilcoxon Signed Rank Test (Two Related Sample Test) dan didapatkan nilai p<0,05. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai pain disability scale/index plantar fasciitis Kelompok I dan Kelompok II terjadi perubahan yang signifikan antara sebelum dan setelah perlakuan.

  • 4)    Uji Beda

Uji beda nilai selisih sebelum dan setelah perlakuan antara Kelompok I dan Kelompok II dilakukan dengan

menggunakan metode mann-whitney u test, didapatkan rerata penurunan nilai pain disability scale/index plantar fasciitis pada Kelompok I dan Kelompok II 13,56 : 5,44 serta nilai p<0,05. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan antara Kelompok I dan Kelompok II dalam menurunkan nilai pain disability scale/index plantar fasciitis.

HASIL PENELITIAN

  • 1.    Deskriptif Data

Dalam penelitian ini, didapatkan data berupa rerata usia yang dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Distribusi Data Sampel

Pada Penderita

Plantar Fascitis di Praktek Fisioterapi Sidhi Medika Berdasarkan Usia

Karakteristik

Kelompok I

Kelompok II

Sampel        n

Mean SD

±

Mean ±

SD

Usia           9

28,66 ±

5,91

26,11 ±

3,257

Berdasarkan tabel diatas distribusi data rerata usia sampel penelitian adalah berkisar antara 26-28 tahun.

  • 2.    Uji Normalitas

Uji normalitas uang digunakan adalah Shapiro-wilks test. Digunakan untuk mengetahui distribusi data yang terjadi. Adapun hasil uji normalitas di gambarkan dalam tabel berikut ini:

Uji Normalitas Pain Disability Scale/Index Plantar Fascitis Pada Penderita Plantar Fascitis di Praktek Fisioterapi Sidhi Medika

Kelompok Data

Normalitas Data dengan

Shapiro Wilks Test

Kelompok I

Kelompok II

p

P

Sebelum

0,133

0,001

Setelah

0,159

0,025

Selisih

0,234

0,001

Dari Tabel diatas menunjukkan uji normalitas Pain Disability Scale/Index Plantar Fascitis dengan menggunakan Shapiro-wilks test. Hasil uji statistik kelompok I sebelum dan sesudah intervensi menunjukkan nilai p>0,05 yang berarti data berdistribusi normal. Sedangkan pada Kelompok II nilai p<0,05 yang berarti data berdistribusi tidak normal.

  • 3.    Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji normalitas data pada Kelompok I didapatkan data berdistribusi normal, maka uji hipotesis menggunakan T-Test of Related (Paired Sample T test), sedangkan pada Kelompok II distribusi data dinyatakan tidak normal, maka uji hipotesis menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test(Two Related Sample Test). Hasil uji hipotesis digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Distribusi

Nilai Pain

Disability

Scale/Index Plantar Fascitis Pada Penderita Plantar Fascitis di Praktek Fisioterapi Sidhi Medika

Kelompok I (MRT + Kinesiotaping) Uji Paired Sample T-Test

n

Mean±SD t

p

Sebelum 9

51,88   ±

2,619

0,001

Sesudah 9

27,88   ± 23,360

1,364

Kelompok II (MRT)

Uji Wilcoxon Match Pair Test

n

Mean±SD z

p

Sebelum 9

49,33   ±

4,500

0,007

Sesudah 9

37,88   ± -2,680

6,622

Distribusi nilai pain disability scale/index plantar fasciitis pada Kelompok I probabilitas yang didapatkan adalah p = 0,001 (p<0,05) yang berarti terjadi perubahan yang bermakna pada Kelompok I sebelum dan sesudah perlakuan. Pada Kelompok II nilai probabilitas yang didapatkan adalah p = 0,007 (p<0,05) yang berarti terjadi perubahan yang bermakna

pada kelompok II sebelum dan sesudah perlakuan

  • 4.    Uji Beda Nilai Selisih Pain Disability Scale/Index Plantar Fasciitis Sebelum danSetelah Perlakuan Pada Kelompok I dan Kelompok II

Uji beda dilakukan untuk memberikan data spesifik tentang perbedaan selisih nilai yang diperoleh pada Kelompok I dan Kelompok II sebelum dan setelah perlakuan. Nilai pain disability scale/index plantar fasciitis pada Kelompok I sebelum intervensi berdistribusi normal dengan nilai p = 0,234 (p>0,05), sedangkan nilai pain disability scale/index plantar fasciitis pada Kelompok II sebelum intervensi berdistribusi tidak normal dengan nilai p = 0,001 (p<0,05) maka dilakukan uji beda dengan menggunakan Mann Whitney U Test. Adapun distribusi nilai pain disability scale/index plantar fasciitis pada kelompok I dan Kelompok II sebelum dan setelah perlakuan digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Distribusi Nilai Selisih Pain Disability Scale/Index Plantar Fasciitis Pada Penderita Plantar Fascitis di Praktek Fisioterapi Sidhi Medika Sebelum dan Setelah Perlakuan

Kelompok

n

Mean

Z

p

Kelompok I

9

13,56

Kelompok II

9

5,44

-3,240

0,001

Berdasarkan tabel 5.7 di atas hasil uji beda selisih sebelum dan setelah perlakuan didapatkan nilai rerata Kelompok I dibandingkan Kelompok II 13,56 : 5,44 dan didapatkan nilai p = 0,001 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan I dengan kelompok kontrol II.

PEMBAHASAN

Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dengan menggunakan desain pre test – post test control group design. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umum mengenai pengaruh penambahan Kinesiotaping pada Myofascial Release Technique dalam menurunkan nyeri fungsional pada kasus plantar fasciitis oleh karena high heels. Populasi penelitian ini adalah yang datang dengan kondisi Plantar Fasciitis di praktek fisioterapi Sidhi Medika Canggu Badung selama kurun waktu 24 November – 06 Desember 2014.

Jumlah sampel secara keseluruhan adalah 9 responden yang memenuhi persyaratan dan bersedia secara sukarela sebagai subjek penelitian, kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara random yaitu Kelompok I dan Kelompok II. Kelompok I mendapat perlakuan myofascial release technique dengan penambahan kinesiotaping, sedangkan Kelompok II sebagai kelompok kontrolmendapatperlakuan myofascial release technique. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 2 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu. Waktu dan frekuensi tersebut diambil dengan pertimbangan masa efektivitas dari kinesiotaping. Penelitian Briem., et al (2011) menyatakan bahwa dengan pemakaian kinesiotaping dengan interval 3 hari selama 2 minggu, keluhan nyeri pada otot dapat berkurang secara signifikan. Penentuan waktu dan frekuensi tersebut juga mempertimbangkan masa inflamasi pada suatu perlukaan.

Deskripsi sampel pada penelitian ini terdiri atas Kelompok I memiliki karakteristik sampel berdasarkan usia pada Kelompok I dengan rerata usia 28 tahun (28,66±5,91) dan Kelompok II dengan rerata usia 26 tahun (26,11±3,257). Menurut penelitian Buchbinder (2004) data prevalensi penderita plantar fasciitis secara umum berkisar antara 40-60 tahun. Penelitian yang dilakukan Defour, et al (2009) menyatakan wanita dapat mengalami nyeri pada tumit (heel pain)

dan nyeri pada permukaan bawah kaki (arc pain) dikarenakan oleh pemakaian sepatu dengan hak tinggi (high heels) selama lebih dari 5 tahun. Data di atas menunjukkan proses nyeri pada plantar fasciitis dapat dimulai saat usia lebih muda yang kemungkinan disebabkan oleh suatu faktor, yang dalam hal ini adalah pemakaian sepatu hak tinggi (high heels).

Sepatu hak tinggi (high heels) yang digunakan dalam kurun waktu yang lama dapat menyebabkan perlukaan pada plantar fascia yang menyebabkan plantar fascitis. Plantar fascia adalah jaringan panjang, tebal dan keras yang membantu membentuk arkus longitudinal medial dari kaki.Plantar fascia meregang dan arkus menjadi datar untuk menyerap beban tubuh saat berdiri. Jaringan fascia sendiri merupakan jaringan yang tidak terlalu fleksibel dan jika di regang secara berlebihan secara berulang-ulang akan menyebabkan luka kecil di plantar fascia.

Penurunan Nyeri fungsional pada Plantar Fasciitis Dalam Aplikasi Penambahan Kinesiotaping pada Myofascial Release Technique

  • A.    Kelompok I dengan penambahan kinesiotaping pada myofascial release technique

Nilai rerata pain disability scale/index plantar fasciitis pada 9 subjek penelitian didapatkan sebelum diberikan perlakuan adalah (51,88±2,619), setelah mendapatkan perlakuan myofascial release technique disertai penambahan kinesiotaping selama 2 minggu atau 6 kali pertemuan didapatkan penurunan nilai rerata menjadi (27,88±1,367).

Analisis statistik pada Kelompok I dengan menggunakan uji paired sample t-test, nilai pain disability scale/index plantar fasciitis didapatkan p = 0,001 (p<0,05), jika didapatkan p<0,005 maka berarti ada perbedaan yang signifikan pada rerata penurunan nyeri fungsional pada

plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels) dengan perlakuan myofascial release technique disertai dengan penambahan kinesiotaping yang dilakukan selama 6 kali pertemuan.

Pemberian intervensi myofascial release technique disertai dengan pemberian kinesiotaping terbukti dapat menurunkan nyeri fungsional pada penderita plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels). Myofascial release technique berperan untuk memberikan stretch dan elongasi pada struktur otot dan fascia dengan tujuan akhir adalah mengembalikan kualitas cairan atau lubrikasi pada bagian fascia, mobilitas jaringan fascia dan otot, dan fungsi sendi normal (Riggs & Grant, 2009). Myofascial release technique berperan untuk meregangkan atau memanjangkan struktur miofasia dan otot dengan tujuan melepaskan adhesion atau perlengketan, mengurangi nyeri dengan gate control theory, memulihkan kualitas cairan pelumas dari jaringan fasia, mobilitas jaringan dan fungsi normal sendi (Riggs and Grant, 2008). Sedangkan peran kinesiotaping adalah mengganti kerja otot agar sirkulasi darah serta lymfe bisa lancar. Kinesiotaping itu sendiri, tidak membatasi peregangan dari otot yang akan dipasangkan kinesiotaping sehingga tidak akan membatasi gerak/aktivitas dari seseorang yang menggunakan kinesiotaping. (Kase, 1996).

  • B.    Kelompok II dengan pemberian myofascial release technique

Nilai rerata pain disability scale/index plantar fasciitis pada 9 subjek penelitian didapatkan sebelum diberikan perlakuan adalah (49,33±4,500)), setelah mendapatkan perlakuan myofascial release technique selama 2 minggu atau 6 kali pertemuan didapatkan penurunan nilai rerata menjadi (37,88±6,622).

Analisis statistik pada Kelompok II dengan menggunakan uji wilcoxon

match pair test, nilai pain disability scale/index plantar fasciitis didapatkan p = 0,007 (p<0,05), jika didapatkan p<0,005 maka berarti ada perbedaan yang signifikan pada rerata penurunan morning pain pada plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels) dengan perlakuan myofascial release technique yang dilakukan selama 6 kali pertemuan. Subjek dalam kelompok kontrol terjadi perubahan yang signifikan berarti pemberian myofascial release technique tanpa pemberian kinesiotaping pada plantar fasciitis dapat menurunkan nyeri fungsional.

Myofascial release technique berperan untuk memberikan stretch dan elongasi pada struktur otot dan fascia dengan tujuan akhir adalah mengembalikan kualitas cairan atau lubrikasi pada bagian fascia, mobilitas jaringan fascia dan otot, dan fungsi sendi normal (Riggs and Grant, 2008).Myofascial release technique berperan untuk meregangkan atau memanjangkan struktur miofasia dan otot dengan tujuan melepaskan adhesion atau perlengketan, mengurangi nyeri dengan gate control theory, memulihkan kualitas cairan pelumas dari jaringan fasia, mobilitas jaringan dan fungsi normal sendi (Riggs and Grant, 2008).

  • C.    Perbedaan Pengaruh Perlakuan Dalam Menurunkan Nyeri fungsional Pada Plantar Fasciitis Oleh Karena Sepatu Hak Tinggi (High Heels)

Analisis statistik uji beda nilai selisih pain disability scale/index plantar fasciitis sebelum dan sesudah perlakuan pada Kelompok I dan Kelompok II dengan menggunakan mann – whitney u test didapatkan hasil p=0,001 (p<0,05), jika p<0,05 berarti ada perbedaan yang signifikan antara Kelompok I dan Kelompok II dalam 6 kali pertemuan.

Penambahan kinesiotaping pada perlakuan myofascial release technique dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam menurunkan nyeri fungsional pada plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels).

Peran kinesiotaping dalam mengganti kerja otot agar sirkulasi darah serta lymfe bisa lancar, serta tidak membatasi peregangan pada otot (Kase, 1996).

Peredaran darah yang lancer akan membawa berbagai macam zat yang penting dalam fase penyembukan luka, diantaranya oksigen. Oksigen penting dalam memberi nutrisi makanan dalam sel sehingga sel dapat bekerja maksimal dalam proses penyembuhan luka. Oksigen juga berperan dalam pembentukan serat kolagen (Guo and DiPietro, 2010).

Kinesiotaping dapat juga memberikan efek berupa tarikan secara simultan tanpa dilakukan gerakan peregangan. Menurut Kase, 1996, setelah kinesiotaping di diaplikasikan dan otot kembali pada posisi yang relax, bentuk kulit akan mengikuti bentuk kinesiotaping yang masih menempel sehingga terjadi tarikan serta memberi ruang dibawah kulit untuk dilewati aliran limfa.

Kelebihan yang dimiliki dari kinesiotaping membuat perlakuan pada Kelompok I yaitu myofacial release technique disertai dengan penambahan kinesiotaping membuat perubahan yang lebih bermakna dibandingkan dengan Kelompok II yaitu hanya memberikan myofascial release technique saja dalam menurunkan nyeri fungsional pada plantar fasciitis oleh karena sepatu hak tinggi (high heels).

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Pemberian Myofascial Release Techniquedapat  menurunkan nyeri

fungsional pada Plantar Fasciitisoleh karena sepatu hak tinggi (high heels).

  • 2.                             Pemb

erian Myofascial Release Technique disertai dengan penambahan Kinesiotaping dapat menurunkan nyeri fungsional pada Plantar Fasciitisoleh karena sepatu hak tinggi (high heels).

  • 3.                                  Terd

apat perbedaan yang signifikan antara kelompok pemberian Myofascial Release Technique disertai dengan penambahan          kinesiotapping

dengankelompok yang hanya diberikan kelompok yang hanya diberikan myofascial release technique (Kelompok I)dibandingkan dengan hanya Myofascial Release Technique (Kelompok II) dalam menurunkan nyeri fungsionalpada Plantar Fasciitis.

SARAN

  • 1.    Penelitian selanjutnya diharapkan dapat membuat dosis yang berbeda untuk kasus plantar fasciitis untuk membandingkan dosis terapi yang terbaik.

  • 2.    Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memberikan variasi usia pada kasus plantar fasciitis untuk mendapatkan terai yang terbaik untuk masing-masing kasus.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Briem, K., Eythorsdottir, H., Ragnheidur, G., Magnusdottir., et al., 2011. Effects of Kinesio Tape Compared With Nonelastic Sport Tape and the Untaped Ankle During a Sudden Inversion Pertubation in Male Athletes. Journal of Orthopaedic&

Sport Physical Therapy, 41(5) pp.328335

  • 2.    Buchbinder, R.,   2004. Plantar

Fasciitis.The New English Journal of Medicine, 350: 2159-2166

  • 3.    Dufour, B.A., 2009. Foot Pain: is Current or Past Shoewear a Factor?. Arthritis Care & Research, Vol.61(10): 1352-1358

  • 4.    Riggs, A., Grant, K.E.,2008. Myofascial Release. In: Modalities for Massage and Bodywork. Elsilver Health Sciences, 149-161

  • 5.    Willis, B., Lopez, A., Perez, A., Sheridan, L., Kalish, SR.,2009. Pain scale for plantar fasciitis.The foot and ankle journal, 2 (5): 3

  • 6.    Kase. K,, Hashimoto, T., Okane, T. 1996. Kinesio taping perfect manual. amazing therapy to eliminate pain and muscle disorder. Albuquerque, NM: KMS. LLC

  • 7.    Guo, S., DiPietro, L.A., 2010.Factor Affecting Wound Healing. J Dent Res, 89(3): 219-229

  • 8.    Pollard C A., 1984. Preliminary Validity Study of the Pain Disability Index.Percept mot skill, 59 (3): 974

  • 9.    Willis, B., Lopez, A., Perez, A., Sheridan, L., Kalish, SR.,2009. Pain scale for plantar fasciitis.The foot and ankle journal, 2 (5): 3