Indeks Masa Tubuh Terhadap Risiko Terjadinya Obstructive Sleep Apnea pada Lansia: Studi Observasional
on

Indeks Masa Tubuh Terhadap Risiko Terjadinya Obstructive Sleep Apnea pada Lansia: Studi Observasional
Putu Ika Pradipta Dewi1*, Ari wibawa2, Made Hendra satria Nugraha3, Anak Ayu Nyoman trisna Narta Dewi4
1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2,3,4Departemen Fisioterapi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
*Koresponden: ikapradiptadewi@gmail.com
Diajukan: 8 April 2023 | Diterima: 1 Juni 2023 | Diterbitkan: 18 Januari 2024
DOI: https://doi.org/10.24843/mifi.id.10085
ABSTRAK
Pendahuluan: Obstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan suatu kondisi gangguan kualitas tidur, dimana episode abnormal frekuensi pernapasan dikaitkan dengan penyempitan periodik saluran udara bagian atas selama tidur, yang mengakibatkan henti napas secara intermiten. Salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya OSA adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara IMT dengan risiko terjadinya Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada lansia di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati.
Metode: Analisis observasional cross sectional adalah metodologi penelitian yang digunakan. Purposive sampling adalah metode sampling yang digunakan. Menurut kriteria yang ditetapkan, ada 65 sampel. Data penelitian yang dikumpulkan berupa skor IMT dan Modified Berlin Questionare (MBQ). Data berat dan tinggi badan digunakan untuk menghitung nilai IMT, sedangkan kuesioner MBQ digunakan untuk menentukan tingkat risiko OSA.
Hasil: Hasil uji hipotesis korelasi spearman’s rho didapatkan p=0,000 (p<0,05) dan r=0,592, dimana terdapat hubungan yang signifikan dan berkorelasi kuat, searah antara IMT terhadap risiko terjadinya OSA pada lansia di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati.
Simpulan: Ada hubungan antara IMT terhadap risiko terjadinya OSA pada lansia di Desa Guwang Kecamatan Sukawati.
Kata Kunci: IMT, OSA, lansia
PENDAHULUAN
Lansia ialah seseorang yang memiliki usia 60 tahun atau lebih.1 World Health Organization (WHO) memprediksikan akan terjadi pertumbuhan populasi lansia antara tahun 2015 hingga 2050 yaitu dari 900 juta jiwa menjadi 2 milyar jiwa. Seiring bertambahnya usia lansia akan mengalami gangguan kualitas tidur.2 Kualitas tidur adalah kondisi yang menggambarkan seberapa baik atau dalam seseorang dapat tidur dan ketika bangun merasa bugar dan puas dengan tidurnya. Buruknya kualitas tidur pada lansia berpotensi mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan, salah satunya adalah gangguan kualitas tidur.3 Salah satu jenis gangguan kualitas tidur yang sering ditemukan adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA).
OSA merupakan sindrom pernapasan gangguan tidur dimana episode abnormal frekuensi pernapasan dikaitkan dengan penyempitan periodik saluran udara bagian atas selama tidur, yang mengakibatkan henti napas intermiten, baik penurunan ventilasi sebagian (hypopnea) atau penghentian pernapasan total (apnea).4 Faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya OSA seperti usia, lingkar leher, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, jenis kelamin, dan obesitas. Obesitas menjadi salah satu risiko utama lansia mengalami OSA. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terdapat penumpukan lemak dalam tubuh yang disebabkan oleh tidak seimbangnya antara energi yang masuk dan keluar.5 Obesitas merupakan salah satu kategori dari klasifikasi IMT.6
Menurut penelitian, orang yang memiliki IMT normal akan berisiko rendah mengalami OSA, sebaliknya orang yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal akan berisiko mengalami OSA.7 Hasil wawancara bersama ketua perkumpulan posyandu lansia di Desa Guwang didapatkan bahwa terdapat lansia yang mengeluhkan mengalami beberapa gangguan tidur seperti sering terbangun saat tidur, kesulitan untuk memulai tidur, dan sulit untuk tidur kembali. Hal ini menjadi suatu ketertarikkan bagi penulis untuk menilai keadaan lansia di Desa Guwang dengan tujuan untuk membuktikan terdapat hubungan antara IMT dengan risiko terjadinya OSA pada lansia di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Setiap variabel hanya diukur satu kali. Desain penelitian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan IMT terhadap risiko terjadinya OSA pada lansia di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati. Subjek pada penelitian ini dipilih dengan melakukan seleksi sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan sebelumnya sehingga mendapatkan subjek sebanyak 65 orang. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Wantilan Pura Desa, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret-Agustus 2022. Menyesuaikan dengan kondisi pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, penelitian dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol yang berlaku. Kriteria inklusi pada penelitian ini antara lain berusia 60 tahun ke atas, lansia dengan fungsi kognitif dan kemampuan komunikasi yang baik yang diukur menggunakan kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE) dengan skor 20-30, laki-laki memiliki lingkar leher normal yaitu <37 cm, sedangkan perempuan <34 cm, dan bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani surat persetujuan untuk menjadi sampel penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini ialah lansia yang tidak kooperatif dan lansia dengan kebiasaan merokok. Informasi tersebut diperoleh melalui wawancara atau anamnesis dan pengukuran lingkar leher menggunakan metline.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah IMT lansia yang diperoleh dengan mengukur IMT sampel penelitian dengan cara mengukur tinggi badan dengan meteran dan mengukur berat badan dengan timbangan. Hasil yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus IMT=BB/TB2, kemudian hasil yang diperoleh kemudian diklasifikasikan menurut klasifikasi IMT Kemenkes RI: underweight dengan IMT≤18,4, kategori normal dengan nilai IMT ≥18,5-≤25,0 dan kategori gemuk (obesitas) dengan nilai IMT≥25,1.8 Variabel terikat pada penelitian ini yaitu risiko terjadinya OSA yang diukur menggunakan kuesioner Modified Berlin Questionnaire (MBQ). Kuesioner ini terdiri dari tiga buah kategori. Kategori pertama memiliki 6 buah pertanyaan mengenai aktivitas mendengkur dan sleep apnea. Kategori kedua, memiliki 5 buah pertanyaan mengenai rasa kantuk saat siang hari. Kategori ketiga memiliki beberapa pertanyaan untuk mengetahui riwayat hipertensi dan obesitas melalui perhitungan IMT. Skor positif dalam kategori 1 atau 2 jika total skor 2 atau lebih. Sedangkan skor positif masuk kategori 3 jika total skor minimal 2. Sedangkan skor positif masuk kategori 3 jika jawaban atas pertanyaan menderita hipertensi adalah "ya" atau IMT>25 kg/m2. Kelompok berisiko tinggi jika terdapat setidaknya dua kategori nilai positif.9 Variabel kontrol pada penelitian ini terdiri dari fungsi kognitif, usia, dan lingkar leher.
Peneliti juga melakukan analisis univariat serta analisis bivariat. Analisis univariat ini dipakai guna mengetahui karakteristik berbagai variabel yang diteliti meliputi jenis kelamin, lingkar leher, fungsi kogntif, usia, IMT, dan MBQ. Sedangkan analisis bivariat merupakan analisa yang ditujukan untuk mengidentifikasi hubungan antar dua variabel yakni variabel bebas yaitu IMT pada lansia dan variabel terikat yaitu risiko terjadinya OSA. Penelitian ini menggunakan uji hipotesis korelatif Spearman’s rho. Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Universitas Udayana/RSUD Sanglah Fakultas Kedokteran Denpasar dengan izin etik nomor 196/UN14.2.2.VII.14/LT/2022.
HASIL
Subjek penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati. Penentuan kelompok sasaran menggunakan metode pengambilan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 65 orang. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik subjek. Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, lingkar leher, fungsi kognitif, serta usia. Variabel yang diteliti adalah IMT dan risiko OSA. Hasil analisa karakteristik subjek dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik subjek (n=65) | |
Variabel Karakteristik |
n(%) atau mean±SD |
Jenis Kelamin | |
Laki-laki |
32(49,2) |
Perempuan |
33 (50,8) |
Usia |
67,29±7,339 |
MMSE |
24,28±3,075 |
Lingkar Leher |
32,69±2,188 |
IMT | |
Normal |
42(64,6) |
Obesitas |
15(23,1) |
Underweight |
8(12,3) |
MBQ | |
Risiko Rendah |
49(75,4) |
Risiko Tinggi |
16(24,6) |
Berdasarkan Tabel 1 diketahui dari 65 orang sampel penelitian, subjek penelitian menurut jenis kelamin hampir seimbang yaitu laki-laki sebanyak 32 orang (49,2%) dan 33 orang (50,8%) berjenis kelamin perempuan. Kemudian ditemukan nilai rerata usia subjek adalah 67,29 dengan simpang baku 7,339. Pada variabel nilai MMSE untuk mengetahui fungsi kognitif subjek ditemukan nilai rerata adalah 24,28 dengan simpang baku 3,075. Variabel lingkar leher pada subjek penelitian rata-rata dengan nilai 32,69 dengan simpang baku adalah 2,188. Variabel tersebut dikontrol untuk memfokuskan pada variabel yang akan diteliti yaitu IMT dan risiko terjadinya OSA.
IMT diperoleh melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, sedangkan untuk mengetahui seseorang memiliki risiko mengalami OSA dilakukan dengan Modified Berlin Questionnaire (MBQ). Data tabel menunjukan subjek penelitian memiliki IMT normal (tidak obesitas) sebanyak 42 orang (64,6%), 15 orang (23,1%) termasuk kategori obesitas (gemuk) dan 8 orang (12,3%) termasuk kategori Underweight (kurus) . Interpretasi ini mengacu pada kriteria IMT orang dewasa oleh Kemenkes RI. Pengukuran risiko OSA didapatkan hasil 49 orang (75,4%) memiliki risiko rendah dan 16 orang (24,6%) memiliki risiko tinggi mengalami OSA. Data ini akan menjadi gambaran untuk lansia di Desa
Guwang, Kecamatan Sukawati agar lebih waspada untuk mencegah risiko mengalami OSA. Hasil analisa hubungan IMT dengan risiko OSA dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan IMT Terhadap Risiko OSA
Korelasi Variabel |
r |
P |
IMT Skor MBQ |
0,592 |
0,000 |
Tabel 2 menunjukkan hasil uji analisis Spearman's rho yang mencapai nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), yang berarti ada hubungan signifikan antara IMT dengan risiko OSA di Desa Lansia Guwang Kecamatan Sukawati. Hasil uji analisis didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,592. Nilai koefisien korelasi positif menunjukkan hubungan kedua variabel searah dengan tingkat korelasi yang kuat karena nilainya antara 0,50-0,75. Hubungan searah yang dimaksud adalah semakin tinggi nilai IMT (semakin parah obesitasnya), semakin tinggi nilai MBQ (semakin tinggi risiko OSA) pada lansia di Desa Guwang Kecamatan Sukawati.
DISKUSI
Karakteristik Subjek
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati dengan subjek penelitian yaitu lansia yang berusia 60 tahun keatas. Penentuan subjek dilakukan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling yang artinya sampel dipilih berdasarkan tujuan tertentu atau sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertemu langsung dengan subjek di perkumpulan posyandu lansia dan mengunjungi ke rumah masing-masing atau door to door.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebanyak 65 orang dengan mayoritas lansia berusia 60 tahun. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, ditemukan subjek laki-laki sebanyak 32 orang (35,6%) dan subjek perempuan sebanyak 33 orang (36,7%). Selain itu, calon sampel penelitian sebelumnya telah melalui proses seleksi dengan kriteria inklusi salah satunya yaitu tes fungsi kognitif, mengingat cara pengambilan data juga dengan wawancara menggunakan kuesioner. Adapun berdasarkan hasil penelitian distribusi frekuensi diketahui nilai MMSE sampel direntangan 21 hingga 30 yang diinterpretasikan sampel memiliki fungsi kognitif global masih relatif baik. Selain itu calon sampel juga diukur lingkar leher masing-masing dengan alat ukur metline. Lansia yang dinyatakan lolos menjadi sampel atau memenuhi kriteria inklusi yaitu lansia yang memiliki lingkar leher normal, dengan cut off point yang digunakan untuk menentukan lingkar leher pada laki-laki memiliki lingkar leher normal yaitu <37 cm, sedangkan perempuan <34 cm.
Insiden obesitas di kalangan lansia di Indonesia adalah 14,6%, menurut informasi kesehatan yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI pada tahun 2016.10 Temuan penelitian lain sesuai dengan dan mendukung penelitian satu ini. Dalam penelitian ini, 65 warga lanjut usia Desa Guwang Kecamatan Sukawati diikutsertakan dalam sampel, dan 23,1% di antaranya mengalami obesitas. Didapatkan 15 (23,1%) orang yang memiliki IMT lebih dari kriteria normal (obesitas), 42 orang (64,6%) yang memiliki IMT normal dan 8 orang (12,3%) yang memiliki IMT underweight (kurus). Hasil uji univariat menunjukkan cukup banyak lansia di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati yang menderita obesitas.
Data juga menunjukan lansia yang memiliki risiko tinggi mengalami OSA sebanyak 16 orang (24,6%) sedangkan sebanyak 49 orang (75,4%) memiliki risiko rendah mengalami OSA. Hal ini menunjukan bahwa lansia di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati masih memiliki risiko yang tinggi mengalami gangguan kualitas tidur, salah satunya yaitu gangguan tidur OSA.
Lansia dengan kelebihan berat badan akan memiliki kemampuan pernapasan yang terbatas. Pembentukan jaringan adiposa pada area rongga dada dan dinding perut dapat mengurangi volume internal dada dan pergerakan diafragma, terutama pada posisi terlentang, meningkatkan beban kerja pernapasan dan menambah upaya yang diperlukan untuk bernapas saat tidur. Saat saluran udara kolaps ketika tidur, obesitas dapat mengakibatkan gangguan kualitas tidur menjadi buruk.11
Hubungan IMT Terhadap Risiko OSA
Berdasarkan hasil analisis non parametrik Spearman’s rho Tabel 2., diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan risiko OSA pada lansia di desa Guwang, Kecamatan Sukawati. Menurut temuan penelitian, orang memiliki kemungkinan lebih tinggi terkena gangguan tidur OSA jika IMT mereka lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa salah satu variabel kunci yang mempengaruhi kemungkinan meningkatnya gangguan tidur OSA adalah obesitas.
Orang tua mengalami proses penuaan sama seperti orang lanjut usia lainnya. Kapasitas fisik seseorang akan menurun seiring bertambahnya usia, yang dapat mengubah penampilan fisiknya. Karena jaringan lemak tubuh menghasilkan berat badan ekstra yang melampaui ukuran optimal, obesitas adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara berat dan tinggi badan seseorang. Masalah kualitas tidur adalah salah satu masalah yang dapat ditimbulkan oleh obesitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil temuan sebelumnya, Paramurthi dkk. menemukan korelasi substansial antara IMT dan efisiensi tidur pada lansia.12 Salah satu gangguan kualitas tidur yang diderita lansia adalah OSA. Penelitian lain juga sependapat dengan temuan Paramurthi dkk., yaitu terdapat korelasi positif yang signifikan antara IMT dengan risiko adanya gangguan tidur pada lansia dengan nilai korelasi 0,311 dan nilai signifikansi 0,003.11
Terdapat beberapa penelitian yang mendukung dari hasil pengujian data yang menyatakan terdapat hubungan IMT terhadap risiko terjadinya gangguan kualitas tidur OSA. Studi Suryawan dan Tirtayasa yang menggunakan penelitian observasional analitik dan analisis cross-sectional dengan 473 mahasiswa yang disurvei, merupakan salah satu yang memberikan kepercayaan pada temuan ini. Kuesioner Berlin digunakan untuk mengumpulkan data, dan analisis chi-square dari data demografis dan pengukuran IMT menghasilkan nilai p sebesar 0,0001 (p=0,05), yang
artinya terdapat hubungan substansial antara obesitas dan kemungkinan meningkatnya gangguan tidur. Nilai korelasi OSA dan Spearman yang dihitung adalah 0,407, menunjukkan tingkat korelasi yang sedang.13
Penelitian ini juga didukung oleh Dewi dkk. yang menggunakan instrumen yang sama berupa kuesioner Berlin dengan 75 responden dan diperoleh hasil bahwa 14 dari total responden memiliki risiko tinggi terhadap OSA. Penelitian ini menyimpulkan bahwa obesitas berisiko menyebabkan OSA.14 Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Rahman, dkk pada tahun 2012. Penelitian yang bertempat di SMA Negeri 1 Purwokerto ini menemukan bahwa obesitas dapat menyebabkan OSA (p=0,000). Frekuensi obesitas ditentukan dengan mengukur tinggi dan berat badan dengan jumlah sampel yang terkumpul secara acak sebanyak 100 siswa, sedangkan Risiko OSA diukur dengan kuesioner Berlin.15
Penyempitan saluran udara disertai peningkatan tekanan di saluran udara atas yang disebabkan oleh timbunan jaringan lemak di area saluran udara atas akan menyebabkan apnea. Obesitas dapat memperburuk OSA dengan menyempitkan saluran udara bagian atas dan meningkatkan hambatan aliran udara.16 Risiko OSA juga dapat meningkat dikarenakan peningkatan lemak dibagian saluran napas atas pada pria lanjut usia dan wanita pascamenopause.17
Lansia yang menderita OSA mengalami sulit tidur, biasanya gejala utamanya adalah mendengkur. Saat tidur fungsi otot-otot dilator pada faring cenderung terbatas (relaks) dan akan menyebabkan lumen pada faring relatif menyempit ketika menghirup udara. Obesitas dan OSA sangat terkait, menurut penelitian epidemiologi. Pasien obesitas memiliki insidensi OSA 12 hingga 30 kali lebih besar dibandingkan mereka yang memiliki faktor risiko lain. Oleh karena itu, penyesuaian berat badan sebaiknya direkomendasikan untuk seseorang dengan OSA, terutama untuk penderita OSA dengan berat badan berlebih. Menjaga pola hidup untuk mencapai IMT yang normal dengan cara menjaga asupan makanan dengan diet rendah kalori dan dikombinasikan dengan melakukan aktivitas fisik setidaknya 150-300 menit aerobik dengan intensitas sedang atau setidaknya 75-150 menit aerobik intensitas tinggi setiap minggu sekali. Ditambah dengan melakukan aktivitas penguatan otot pada tingkat sedang atau intensitas yang lebih besar yang melibatkan semua kelompok otot utama dalam 2 hari atau lebih seminggu dapat menjadi pengobatan utama untuk OSA.15,18
Keterbatasan pada saat penelitian ini yaitu saat pengambilan penelitian di lapangan, peniliti tidak dapat menjamin secara pasti pertanyaan kuesioner yang diberikan telah dijawab oleh sampel penelitian sesuai dengan ingatannya. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pendekatan yang lebih terkontrol, seperti pengumpulan data langsung dengan pengawasan peneliti. Selain itu, metode penelitian yang lebih objektif seperti penggunaan alat pengukur yang dapat memberikan data yang lebih akurat juga dapat diterapkan. Selain itu, penting untuk memastikan instrumen penelitian yang digunakan mudah dipahami dan dipahami dengan baik oleh peserta penelitian sehingga mereka dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Melakukan pelatihan atau uji coba sebelum pengumpulan data dapat membantu meminimalkan kesalahan dalam jawaban dan meningkatkan akurasi hasil penelitian.
Implikasi hasil penelitian ini sangat relevan untuk perawatan kesehatan lansia, khususnya dalam konteks gangguan tidur seperti OSA. Temuan bahwa IMT yang lebih tinggi berkaitan dengan peningkatan risiko OSA menekankan pentingnya pemantauan IMT pada populasi lansia, karena obesitas dapat menjadi faktor risiko yang signifikan. Oleh karena itu, penyedia layanan kesehatan dapat memanfaatkan informasi ini untuk mendeteksi dini individu dengan risiko tinggi OSA dan merancang intervensi yang tepat, termasuk program manajemen berat badan dan penyesuaian gaya hidup.
Selain itu, hasil penelitian ini memberikan implikasi untuk perencanaan program kesehatan masyarakat yang lebih luas. Upaya pencegahan OSA pada lansia dapat melibatkan edukasi tentang pentingnya menjaga berat badan yang sehat dan promosi gaya hidup aktif. Program pencegahan dan intervensi dapat difokuskan pada penurunan berat badan melalui diet seimbang dan aktivitas fisik yang teratur.
Generabilitas hasil penelitian ini dapat mencakup populasi lansia di berbagai wilayah, dengan memperhitungkan faktor-faktor demografis dan gaya hidup yang mungkin memengaruhi hubungan antara IMT dan risiko OSA. Penelitian ini memberikan landasan untuk pengembangan strategi pencegahan yang lebih spesifik dan efektif untuk menangani gangguan tidur pada populasi lansia secara lebih luas. Meskipun demikian, diperlukan penelitian lanjutan dengan desain yang lebih terkontrol dan representatif untuk mengonfirmasi temuan ini dan memperluas generalisasi hasil ke berbagai kelompok lansia.
SIMPULAN
Terdapat hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) terhadap risiko terjadinya OSA (Obstructive Sleep Apnea) pada lansia di Desa Guwang Kecamatan Sukawati. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa obesitas, yang ditunjukkan oleh nilai IMT yang tinggi, berkontribusi terhadap peningkatan risiko OSA pada lansia di Desa Guwang. Nilai MBQ yang juga meningkat seiring dengan nilai IMT menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT, semakin besar risiko terjadinya OSA pada populasi lansia tersebut. Penting bagi individu dengan IMT tinggi untuk meningkatkan kesadaran akan risiko OSA dan mengambil langkah-langkah untuk mengelola berat badan dan mengadopsi gaya hidup yang sehat guna mengurangi risiko terjadinya OSA.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan dari peneliti kepada seluruh pihak yang sudah mendukung serta berperan pada penelitian “Hubungan IMT (Indeks Masa Tubuh) Terhadap Risiko Terjadinya OSA (Obstructive Sleep Apnea) Pada Lansia di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati”. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi yang dapat disebarluaskan kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Pemerintah Provinsi Bali. Peraturan Daerah Provinsi Bali Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.; 2018.
-
2. World Health Organization. Ageing And Health.2018
-
3. Khasanah K, Hidayati W. Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi Sosial “ Mandiri ” Semarang. J Nurs Stud. 2015;1(1):189-196.
-
4. Cahyono A, Hermani B, Mangunkusumo E, Perdana Rs. Hubungan Obstructive Sleep Apnea Dengan Penyakit Sistem Kardiovaskuler. Oto Rhino Laryngol Indones. 2017;41(1):37. Doi:10.32637/Orli.V41i1.57
-
5. Pratiwi Ai. Diagnosis And Treatment. J Major. 2015;4(4):10-17.
-
6. Dwi Pradnya Lestari K, Wahyuni N, Hendra Satria Nugraha M, Tianing Nw. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Persentase Lemak Total Tubuh, Dan Aktivitas Fisik Terhadap Tingkat Volume Oksigen Maksimal Pada Remaja Putri Di Denpasar Selatan. Maj Ilm Fisioter Indones. 2020;8(1).
-
7. Cahyati A. Hubungan Indeks Massa Tubuh (Imt), Lingkar Leher Dan Lingkar Perut Dengan Resiko Terjadinya Obstructive Sleep Apnea (Osa) Pada Pasien Coronary Artery Disease (Cad) Di Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Media Inf. 2015;11(1):92-101. Doi:10.37160/Bmi.V11i1.34
-
8. Kementerian Kesehatan Ri. Apa Itu Obesitas.2018
-
9. Nugroho Mb. Hubungan Antara Obesitas Dengan Obstructive Sleep Apnea Pada Lansia. J Chem Inf Model. 2017;53(9):1689-1699.
-
10. Kementerian Kesehatan. Infodatin Lansia 2016. Report. Published Online 2016:8.
-
11. Fae F, Kristiana D. Hubungan Antara Imt Dengan Risiko Gangguan Tidur Pada Lansia Dibalai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Yogyakarta (Unit Budi Luhur).; 2022. Http://Digilib.Unisayogya.Ac.Id/6569/1/Naskah Publikasi Firnan Dini Fae_1810301010 - Firnandini Fae.Pdf
-
12. Paramurthi Iap, Dhita Prianthara Im, Widya Astari Kl. Hubungan Indeks Massa Tubuh Terhadap Kualitas Tidur Pada Lanjut Usia Di Desa Penatih. Prepotif J Kesehat Masy. 2021;5(1):103-109.
Doi:10.31004/Prepotif.V5i1.1319
-
13. Suryawan P, Tirtayasa K. Hubungan Antara Obesitas Dengan Risiko Menderita Gangguan Tidur Obstructive Sleep Apnea (Osa) Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. E-Jurnal Med Udayana. 2016;5(3):3.
-
14. Dewi Pfm, Bagiada Ims, Saraswati K, Ratna M. Korelasi Obesitas Dan Aktivitas Fisik Terhadap Risiko Kejadian Osa Pada. 2022;11(11):78-84.
-
15. Rahman Ub, Handoyo, Rohadi P. Hubungan Obesitas Dengan Risiko Obstructive Sleep Apnea (Osa) Pada Remaja. Jurnah Kesehat Perawatan. 2017;8(1):32-43.
Http://Www.Ejournal.Stikesmuhgombong.Ac.Id/Jikk/Article/View/66
-
16. Romero-Corral A, Caples Sm, Lopez-Jimenez F, Somers Vk. Interactions Between Obesity And Obstructive
Sleep Apnea: Implications For Treatment. Chest. 2020;137(3):711-719. Doi:10.1378/Chest.09-0360
-
17. Arifin Ar, Ratnawati, Burhan E. Fisiologi Tidur Dan Pernapasan. J Respirologi Indones. Published Online 2018:112.
-
18. Who. Who Guidelines On Physical Activity And Sedentary Behaviour.; 2020.
G) ®
Karya ini dilisensikan dibawah Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 12, Nomor 1 (2024), Halaman 111-115, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |115|
Discussion and feedback