ANALISIS TINGKAT FINANCIAL DISTRESS DENGAN MODEL ALTMAN Z-SCORE DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Asuransi di Bursa Efek Indonesia)
on
E-Jurnal Manajemen, Vol. 11, No. 2, 2022 : 338-357
ISSN : 2302-8912
DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2022.v11.i02.p07
ANALISIS TINGKAT FINANCIAL DISTRESS DENGAN MODEL ALTMAN Z-SCORE DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA SAHAM
(Studi Pada Perusahaan Asuransi di Bursa Efek Indonesia)
Ni Desak Putu Detik Arima Dewi1
Sayu Ketut Sutrisna Dewi2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia. email: saktudetik@gmail.com
ABSTRAK
Financial distress merupakan penurunan kondisi keuangan yang terjadi menjelang kebangkrutan ataupun likuidasi. Investor tentu tidak menghendaki berinvestasi pada perusahaan yang mengalami financial distress. Investor pada perusahaan yang mengalami financial distress cenderung memilih untuk menjual sahamnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tingkat financial distress dengan model altman Z-score dan menguji pengaruhnya terhadap harga saham. Penelitian dilakukan pada perusahaan asuransi di Bursa Efek Indonesia selama periode 2015-2019 yang berjumlah 11 perusahaan. Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling. Model Altman Z-score digunakan untuk menentukan tingkat financial distress. Pengaruh tingkat financial distress terhadap harga saham diuji dengan menggunakan teknik analisis regresi linier sederhana. Dengan model Altman Z-score dapat diidentifikasi tingkat financial distress yang dialami perusahaan asuransi sepanjang tahun 2015-2019, yaitu 6 perusahaan tetap berada pada safe zone, 4 perusahaan pernah berada pada grey zone dan 1 perusahaan pernah berada pada distress zone. Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan bahwa tingkat financial distress berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Kepada investor disarankan untuk melakukan analisis financial distress dalam pengambilan keputusan investasi.
Kata kunci: FInancial distress, Altman z-score, Harga saham
ABSTRACT
Financial distress is a decline in financial conditions that occurs before bankruptcy or liquidation. Investors certainly do not want to invest in companies experiencing financial distress. Investors in companies experiencing financial distress tend to choose to sell their shares. This study is intended to analyze the level of financial distress with the Altman Z-score model and examine its effect on stock prices. The study was conducted on insurance companies on the Indonesia Stock Exchange during the 2015-2019 period, amounting to 11 companies. The sample was determined by purposive sampling technique. Altman Z-score model is used to determine the level of financial distress. The effect of the level of financial distress on stock prices was tested using a simple linear regression analysis technique. With the Altman Z-score model, it can be identified the level of financial distress experienced by insurance companies during 2015-2019, namely 6 companies remain in the safe zone, 4 companies have been in the gray zone and 1 company has been in the distress zone. The results of simple linear regression analysis show that the level of financial distress has a negative and significant effect on stock prices. Investors are advised to conduct financial distress analysis in making investment decisions.
Keywords: Financial distress, Altman z-score, Stock Price
PENDAHULUAN
Pasar modal adalah tempat bagi para pelaku pasar modal yaitu individu atau badan usaha yang mempunyai kelebihan dana melakukan investasi dalam surat berharga yang ditawarkan oleh emiten, tempat ini merupakan pertemuan antara penawaran dengan permintaan surat berharga (Sunariyah, 2011). Bagi emiten, pasar modal merupakan salah satu alternatif pendanaan dengan cara menjual saham atau obligasi. Sementara bagi investor, pasar modal merupakan salah satu alternatif berinvestasi. Perusahaan atau emiten akan berusaha menarik investor untuk menanamkan modal pada perusahaannya (Hendrianto, 2012).
Sebelum investor berinvestasi di pasar modal, diawali dengan analisis untuk menilai dan memilih saham yang menguntungkan. Dalam melakukan penilaian saham maka investor membutuhkan laporan keuangan perusahaan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Investor pasti akan memilih berinvestasi pada perusahaan yang sehat secara finansial. Kondisi keuangan perusahaan tidak hanya bermanfaat bagi investor, tetapi juga bagi pihak internal yaitu manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan. Manajemen perusahaan harus menjaga kondisi keuangan agar selalu sehat sehingga terhindar dari kondisi kesulitan keuangan atau financial distress (Al Ali, 2018).
Fahmi (2017) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum kebangkrutan ataupun likuidasi. Informasi lebih awal mengenai kondisi financial distress perusahaan sangat penting sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen, investor, dan para stakeholders dalam pengambilan keputusan. Ketika sebuah perusahaan dianggap berada dalam kondisi financial distress dan manajemen tidak mampu mengambil tindakan yang diperlukan dalam meningkatkan kondisi keuangan perusahaan, maka perusahaan dapat mengalami kebangkrutan bahkan melikuidasi perusahaannya dengan catatan kinerja yang buruk. Perusahaan yang berada dalam kondisi financial distress akan membawa reputasi buruk karena investor cenderung melepas saham perusahaan yang mengalami masalah dalam kondisi keuangannya, demikian juga dengan stakeholders yang lain (seperti kreditur, vendor), akan lebih berhati-hati bila berbisnis dengan perusahaan yang mengalami financial distress (Hapsari, 2012).
Secara umum kebangkrutan bisa saja terjadi di perusahaan apapun dan yang bergerak dalam bidang apapun, termasuk perusahaan asuransi. Saat ini beberapa media di Indonesia gencar memberitakan beberapa perusahaan asuransi besar yang mengalami gagal bayar klaim dan bahkan likuidasi. Hingga tahun 2020 terdapat lima perusahaan asuransi di Indonesia yang mengalami masalah gagal bayar klaim. Hal ini tentu menjadi sinyal bagi investor untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi pada perusahaan asuransi.
Perusahaan asuransi yang terdaftar di BEI berturut-turut dari tahun 2015 hingga tahun 2019 berjumlah 11 perusahaan. Pada Tabel 1 dapat dilihat perkembangan laba usaha perusahaan asuransi dari tahun 2015-2019, terlihat bahwa terjadi pergerakan laba usaha yang berfluktuasi. PT. Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. (AHAP) mengalami kerugian selama 3 tahun berturut-turut, bahkan pada tahun 2019 mengalami peningkatan kerugian hingga 66 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 PT. Asuransi Bintang Tbk. (ASBI) mengalami
penurunan jumlah laba usaha sebesar 153 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2018 perusahaan yang paling besar mengalami penurunan laba usaha yaitu PT. Asuransi Jasa Tania Tbk. (ASJT) sebesar 77 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan laba usaha tertinggi pada tahun 2019 dialami oleh PT. Asuransi Kresna Mitra Tbk. (ASMI) yaitu sebesar 88 persen dari tahun sebelumnya. Perusahaan yang mengalami penurunan laba bahkan hingga mengalami kerugian terus menerus berpotensi mengalami financial distress semakin tinggi.
Tabel 1.
Pertumbuhan Laba Usaha dari Laporan Laba Rugi Akhir Tahun 11 Perusahaan Asuransi Di BEI (2015-2019)
Kode Emiten |
Laba Usaha (jutaan rupiah) | ||||
2015 |
2016 |
2017 |
2018 |
2019 | |
ABDA |
278,976 |
197,206 |
165,020 |
74,793 |
108,601 |
AHAP |
11,112 |
10,867 |
-41,744 |
-41,591 |
-122,714 |
AMAG |
211,949 |
138,847 |
135,714 |
54,333 |
78,933 |
ASBI |
27,835 |
10,999 |
17,850 |
12,312 |
8,846 |
ASDM |
58,483 |
47,196 |
49,820 |
49,029 |
33,647 |
ASJT |
15,250 |
26,340 |
24,864 |
5,627 |
5,474 |
ASMI |
7,174 |
44,797 |
53,821 |
71,761 |
8,261 |
ASRM |
77,085 |
67,362 |
65,592 |
51,547 |
60,585 |
LPGI |
94,804 |
85,932 |
96,799 |
78,094 |
87,774 |
MREI |
145,154 |
130,055 |
193,011 |
159,751 |
194,709 |
PNIN |
433,794 |
1,138,078 |
774,683 |
686,013 |
729,441 |
Sumber: Data sekunder diolah, 2020
Kordestani et al. (2011) menjelaskan tahapan dari kebangkrutan yaitu Latency, pada tahap latency, Return on Assets (ROA) akan mengalami penurunan. Shortage of Cash, dalam tahap kekurangan kas, perusahaan tidak memiliki cukup sumber daya kas untuk memenuhi kewajiban saat ini, meskipun masih mungkin memiliki tingkat profitabilitas yang kuat. Financial Distress, kesulitan keuangan dapat dianggap sebagai keadaan darurat keuangan, dimana kondisi ini mendekati kebangkrutan. Bankruptcy, jika perusahaan tidak dapat menyembuhkan gejala kesulitan keuangan (financial distress), maka perusahaan akan bangkrut.
Ada beberapa model analisis terhadap laporan keuangan yang digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan, seperti model Zmijewski, model Altman Z-score, model Springate (Tahu, 2019). Girma (2018) meneliti mengenai tingkat keakuratan hasil dari beberapa model untuk memprediksi kebangkrutan, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa model prediksi terbaik adalah model Altman yang memiliki akurasi ketepatan sebesar 85,71 persen. Model Altman Z-score telah terbukti sekitar 90 persen - 95 persen akurat dalam memprediksi kegagalan satu tahun ke depan dan sekitar 70 persen - 80 persen persen akurat dalam memprediksi kegagalan dua tahun ke depan. Lebih dari dua tahun ke depan tingkat keberhasilan model berkurang (Jawabreh et al., 2017)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bashir et al. (2015) bahwa nilai Altman Z-Score adalah instrumen yang valid untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan. Manaseer et al. (2018) menyatakan model Altman Z-score dapat digunakan dalam menilai kondisi keuangan perusahaan oleh investor ketika mempertimbangkan untuk berinvestasi di perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan Altman Z-score untuk menganalisis financial distress.
Seiring dengan berjalannya waktu dan penyesuaian terhadap berbagai jenis perusahaan, Altman kemudian memodifikasi modelnya agar dapat diterapkan pada semua perusahaan, seperti manufaktur, non manufaktur, dan perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang (emerging market). Analisis tersebut dinamai dengan Model Altman Z-score modifikasi. Analisis Altman Z-Score modifikasi, mengacu pada rasio-rasio keuangan perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.
Penelitian ini menggunakan rasio dari model Altman Z-score modifikasi untuk menganalisis terjadinya financial distress, dimana model ini memiliki 4 rasio yaitu Working Capital to Total Assets (WC/TA) adalah rasio untuk menghitung modal kerja terhadap total aset untuk mengukur aset likuid yang dimiliki perusahaan sehubungan dengan ukurannya. Hal ini memberikan indikasi bagaimana perusahaan mampu untuk menutupi kewajiban keuangan jangka pendek. Modal kerja yang negatif (total aset lancar - jumlah kewajiban lancar) akan menunjukkan bahwa perusahaan cenderung mengalami kesulitan dalam memenuhi hutang jangka pendek karena aset yang dimiliki tidak cukup untuk menutupi kewajiban apapun (Asih, 2016). Retained Earning to Total Assets (RE/TA) mengukur profitabilitas kumulatif perusahaan, karena profitabilitas yang menyusut merupakan tanda peringatan. RE/TA juga menunjukkan bagaimana perusahaan mampu menghasilkan pendapatan dengan menggunakan total aset yang dimiliki (Asih, 2016). Perusahaan yang memiliki RE/TA rendah akan membiayai kegiatan operasional melalui hutang dan bukan laba ditahan. Disisi lain, perusahaan yang memiliki RE/TA tinggi mungkin akan lebih mampu bertahan dalam kondisi keuangan yang buruk. Perusahaan dengan RE/TA yang konsisten sering dikaitkan erat dengan usia dan kematangan perusahaan. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (EBIT/TA) adalah rasio untuk mengukur produktivitas aset perusahaan. Serupa dengan pengembalian aset (ROA), rasio ini menggambarkan bagaimana perusahaan dapat mengelola asetnya untuk menghasilkan pendapatan dan mengakui bahwa pendapatan merupakan faktor utama bagi stabilitas keuangan operasi perusahaan dalam jangka panjang (Asih, 2016). Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (MVE/BVTL) adalah rasio untuk memberi penilaian seberapa besar nilai perusahaan melebihi kewajibannya. Rasio ini mengenalkan unsur kepercayaan pasar terhadap formula perusahaan, yang menunjukkan bahwa kelemahan keuangan akan dikenali oleh pasar dan tercermin dalam harga saham (Asih, 2016).
Skor yang diperoleh disebut Z-score dan menunjukkan tingkat financial distress yang dialami perusahaan, apakah berada dalam safe zone, grey zone, atau distress zone. Perusahaan dengan nilai Z-score lebih besar atau berada dalam kondisi safe zone maka risiko kinerja keuangan yang dialami perusahaan lebih
sedikit, demikian juga sebaliknya perusahaan dengan nilai Z-score lebih rendah atau berada dalam kondisi distress zone, maka risiko kebangkrutan lebih tinggi . Hal ini menunjukan bahwa ketika nilai Z-score perusahaan tinggi maka tingkat financial distress-nya rendah dan sebaliknya ketika nilai Z-score perusahaan rendah maka tingkat financial distress perusahaan tersebut semakin tinggi. Tujuan dari analisis Altman Z-score adalah untuk mengingatkan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius (Sawir, 2015:2) Bila Z-Score perusahaan lebih rendah daripada yang dikehendaki manajemen, maka harus diamati laporan keuangan untuk mencari penyebabnya. Altman Z-score juga dapat digunakan sebagai alat bagi investor dalam menganalisis kondisi keuangan perusahaan untuk mengambil keputusan dalam pembelian saham (Archana, 2018).
H1: Tingkat financial distress berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Analisis tingkat financial distress bermanfaat bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Penelitian pengaruh tingkat financial distress terhadap harga saham perusahaan sudah banyak dilakukan, namun hasilnya masih menjadi perdebatan. Oktaviani (2018) mengungkapkan bahwa tingkat financial distress berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Lestari et al. (2016) menunjukkan hal yang sama dimana tingkat financial distress berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Hasil penelitian Kadim & Nardi (2018), Hikmah (2018), Abbas & Kusdianto (2019), Susilowati & John (2019), Apergis et al. (2011) menunjukkan hasil nilai Z-score berpengaruh positif terhadap harga saham. Semakin tinggi nilai Z-score maka tingkat financial distress perusahaan semakin rendah dan harga saham akan meningkat, sehingga hubungan tingkat financial distress terhadap harga saham adalah negatif. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian Indrawan (2018) bahwa tingkat financial distress dengan model Altman Z-score tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham perusahaan karena sebagian besar investor hanya melihat rasio-rasio yang dianggap mencerminkan kinerja perusahaan dalam membeli saham. Hasil penelitian Salsabila & Wahyudi (2019), Musyafak & Fitria (2017), Karaca & Ercan (2018), Alkulaib & Musaed (2019), Iladina dkk. (2017) menunjukkan hasil yang sama yaitu tingkat financial distress tidak berpengaruh terhadap harga saham.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis asosiatif. Penelitian kuantitatif, adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2017:3). Penelitian asosiatif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh atau hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 20 152019. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan teknik purposive sampling. (Sugiyono, 2017) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu perusahaan asuransi yang terdaftar di BEI berturut-turut selama periode 2015-2019 sehingga
diperoleh sampel sebanyak 11 perusahaan. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham (Y) dan variabel independennya adalah financial distress (X).
Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber sekunder dengan metode pengumpulan data yaitu metode observasi non participant. Metode ini digunakan karena peneliti tidak terlibat langsung dalam aktivitas yang ada di perusahaan tersebut melainkan hanya sebagai pengamat. Dalam penelitian ini data diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui situs www.idx.co.id untuk memperoleh data laporan keuangan dan harga saham perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pada penelitian ini data harga saham yang digunakan adalah harga saham penutupan (closing prices) akhir tahun 2015, 2016, 2017, 2018 dan 2019.
Dalam menganalisis tingkat financial distress menggunakan model Altman Z-score modifikasi. Altman Z-score modifikasi digunakan karena model yang pertama yaitu Altman Z-Score Original penggunaanya di khususkan untuk perusahaan manufaktur (Venkadasalam, 2016). Dalam model Altman Z-score terdapat beberapa rasio keuangan yang digunakan untuk menghitung nilai Z-score. Berikut persamaan Altman Z-Score modifikasi (Irfan & Yuniati, 2014:6) :
Z” = 6,56X1+ 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4
Keterangan:
Z” : Bankruptcy Index
X1 : Working Capital to Total Asset
X2 : Retained Earnings to Total Asset
X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Asset
X4 : Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities
Klasifikasi kondisi perusahaan didasarkan pada nilai Z-Score model Altman modifikasi yaitun jika nilai Z” < 1,1 maka perusahaan masuk dalam kategori distress zone. Jika nilai 1,1 < Z” < 2,6 maka perusahaan masuk dalam kategori grey zone. Jika nilai Z” > 2,6 maka perusahaan masuk dalam kategori distress zone. Dalam menguji pengaruh tingkat financial distress terhadap harga saham menggunakan analisis regresi linier sederhana. Analisis regresi linier sederhana adalah sebuah metode untuk pemodelan hubungan antara satu variabel terikat dan satu variabel bebas. Dalam analisis regresi linier sederhana, hubungan antara variabel bersifat linier, dimana perubahan pada variabel X akan diikuti oleh perubahan pada variabel Y secara konstan. Sementara pada hubungan non linier, perubahan variabel X tidak diikuti dengan perubahan variabel Y secara proporsional (Sugiyono, 2017). Analisis regresi linier sederhana digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan variabel tingkat financial distress (X) terhadap harga saham (Y). Uji regresi linier sederhana untuk menunjukkan hubungan antara variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (X) yaitu menggunakan persamaan regresi sederhana (Sugiyono, 2017) sebagai berikut:
Y = a + bX + e
Keterangan:
Y : Harga saham
a : Konstanta
b : Koefisien regresi/slope
X : Tingkat financial distress
e : Tingkat residual/error
Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas, namun tidak menggunakan uji multikolinieritas dikarenakan penelitian hanya menggunakan satu variabel bebas. Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2016). Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) dibuat dengan melihat signifikansi di atas 0,05 berarti data berdistribusi normal. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regersi linier ada kolerasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2016:108). Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain (Ghozali, 2016:134). Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan pengujian Glejser yaitu dengan melihat nilai signifikan jika lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak mengandung adanya Heteroskedastisitas.
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2016:97). Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase kontribusi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Ghozali (2016) menyatakan bahwa koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam rangka menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2negatif, maka nilai adjusted R2 dianggap nol.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis Altman Z-score pada perusahaan asuransi yang terdaftar di BEI terlihat mengalami fkuktuasi dan bahkan cenderung mengalami tren yang menurun. Setiap perusahaan memiliki tingkat fluktuasi yang berbeda-beda pada setiap tahunnya. Nilai Z-score dengan model Altman Z-score Modifikasi pada 1 1 perusahaan asuransi di BEI dan tingkat financial distress-nya disajikan pada Tabel 2. sampai Tabel 6.
Tabel 2.
Hasil Analisis Tingkat Financial Distress Perusahaan Asuransi di BEI tahun
2015
No |
Kode Emiten |
X1 |
X2 |
X3 |
X4 |
Z" |
Keterangan |
1 |
ABDA |
0,39 |
0,26 |
0,10 |
3,05 |
7,29 |
Safe zone |
2 |
AHAP |
0,05 |
0,21 |
0,02 |
0,65 |
1,85 |
Grey zone |
3 |
AMAG |
0,50 |
0,29 |
0,08 |
1,70 |
6,52 |
Safe zone |
4 |
ASBI |
0,24 |
0,14 |
0,06 |
0,23 |
2,63 |
Safe zone |
5 |
ASDM |
0,16 |
0,14 |
0,04 |
0,18 |
1,93 |
Grey zone |
6 |
ASJT |
0,24 |
0,06 |
0,04 |
0,42 |
2,46 |
Grey zone |
7 |
ASMI |
0,29 |
0,08 |
0,01 |
5,21 |
7,71 |
Safe zone |
8 |
ASRM |
0,06 |
0,02 |
0,05 |
0,43 |
1,31 |
Grey zone |
9 |
LPGI |
0,55 |
0,21 |
0,04 |
0,83 |
5,45 |
Safe zone |
10 |
MREI |
0,32 |
0,36 |
0,10 |
2,95 |
7,07 |
Safe zone |
11 |
PNIN |
0,21 |
0,29 |
0,02 |
0,42 |
2,90 |
Safe zone |
Sumber: Data sekunder diolah, 2020
Pada tahun 2015 dari 11 perusahaan terdapat 7 perusahaan yang berada pada kondisi safe zone sedangkan 4 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu PT. Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. (AHAP), PT. Asuransi Dayin Mitra Tbk. (ASDM), PT. Asuransi Jasa Tania Tbk. (ASJT), dan PT. Asuransi Ramayana Tbk. (ASRM). Nilai Z-score tertinggi dimiliki oleh PT. Asuransi Kresna Mitra Tbk. (ASMI) yaitu sebesar 7,71. Nilai Z-score terendah pada tahun 2015 dimiliki oleh PT. Asuransi Ramayana Tbk. (ASRM) sebesar 1,31.
Tabel 3.
Hasil Analisis Tingkat Financial Distress Perusahaan Asuransi di BEI tahun
2016
No |
Kode Emiten |
X1 |
X2 |
X3 |
X4 |
Z" |
Keterangan |
1 |
ABDA |
0,40 |
0,30 |
0,07 |
2,71 |
6,93 |
Safe zone |
2 |
AHAP |
0,16 |
0,24 |
0,02 |
0,65 |
2,68 |
Safe zone |
3 |
AMAG |
0,18 |
0,26 |
0,04 |
1,12 |
3,45 |
Safe zone |
4 |
ASBI |
0,24 |
0,15 |
0,02 |
0,38 |
2,61 |
Safe zone |
5 |
ASDM |
0,24 |
0,21 |
0,04 |
0,24 |
2,81 |
Safe zone |
6 |
ASJT |
0,26 |
0,07 |
0,06 |
0,46 |
2,81 |
Safe zone |
7 |
ASMI |
0,33 |
0,14 |
0,07 |
10,31 |
13,95 |
Safe zone |
8 |
ASRM |
0,08 |
0,02 |
0,05 |
0,51 |
1,44 |
Grey zone |
9 |
LPGI |
0,49 |
0,23 |
0,04 |
0,73 |
4,97 |
Safe zone |
10 |
MREI |
0,30 |
0,35 |
0,07 |
1,52 |
5,17 |
Safe zone |
11 |
PNIN |
0,18 |
0,30 |
0,04 |
0,54 |
2,99 |
Safe zone |
Sumber: Data sekunder diolah, 2020
Pada tahun 2016 terdapat 10 perusahaan yang berada pada kondisi safe zone sedangkan 1 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu PT. Asuransi Ramayana Tbk. (ASRM). Nilai Z-score tertinggi dimiliki oleh PT. Asuransi Kresna Mitra Tbk. (ASMI) yaitu sebesar 13,95. Nilai Z-score terendah pada tahun 2016 dimiliki oleh PT. Asuransi Ramayana Tbk. (ASRM) sebesar 1,44.
Tabel 4.
Hasil Analisis Tingkat Financial Distress Perusahaan Asuransi di BEI tahun 2017
No |
Kode Emiten |
X1 |
X2 |
X3 |
X4 |
Z" |
Keterangan |
1 |
ABDA |
0,43 |
0,32 |
0,06 |
2,83 |
7,18 |
Safe zone |
2 |
AHAP |
0,38 |
0,15 |
-0,10 |
0,75 |
3,11 |
Safe zone |
3 |
AMAG |
0,18 |
0,25 |
0,03 |
0,93 |
3,24 |
Safe zone |
4 |
ASBI |
0,19 |
0,12 |
0,02 |
0,21 |
2,03 |
Grey zone |
5 |
ASDM |
0,25 |
0,23 |
0,05 |
0,25 |
2,97 |
Safe zone |
6 |
ASJT |
0,29 |
0,07 |
0,06 |
1,53 |
4,08 |
Safe zone |
7 |
ASMI |
0,46 |
0,17 |
0,06 |
18,96 |
23,93 |
Safe zone |
8 |
ASRM |
0,09 |
0,02 |
0,05 |
0,46 |
1,45 |
Grey zone |
9 |
LPGI |
0,43 |
0,25 |
0,04 |
0,57 |
4,49 |
Safe zone |
10 |
MREI |
0,40 |
0,27 |
0,07 |
1,36 |
5,36 |
Safe zone |
11 |
PNIN |
0,16 |
0,32 |
0,03 |
0,80 |
3,11 |
Safe zone |
Sumber: Data sekunder diolah, 2020
Tabel 5.
Hasil Analisis Tingkat Financial Distress Perusahaan Asuransi di BEI tahun
2018
No |
Kode Emiten |
X1 |
X2 |
X3 |
X4 |
Z" |
Keterangan |
1 |
ABDA |
0,41 |
0,33 |
0,03 |
2,78 |
6,85 |
Safe zone |
2 |
AHAP |
0,37 |
0,06 |
-0,07 |
0,69 |
2,88 |
Safe zone |
3 |
AMAG |
0,17 |
0,23 |
0,01 |
0,66 |
2,63 |
Safe zone |
4 |
ASBI |
0,17 |
0,12 |
0,01 |
0,15 |
1,75 |
Grey zone |
5 |
ASDM |
0,28 |
0,26 |
0,05 |
0,30 |
3,30 |
Safe zone |
6 |
ASJT |
0,26 |
0,07 |
0,05 |
1,13 |
3,45 |
Safe zone |
7 |
ASMI |
0,48 |
0,22 |
0,07 |
13,93 |
19,02 |
Safe zone |
8 |
ASRM |
0,11 |
0,03 |
0,03 |
0,47 |
1,55 |
Grey zone |
9 |
LPGI |
0,33 |
0,25 |
0,03 |
0,40 |
3,62 |
Safe zone |
10 |
MREI |
0,35 |
0,26 |
0,05 |
1,31 |
4,82 |
Safe zone |
11 |
PNIN |
0,30 |
0,35 |
0,02 |
0,98 |
4,27 |
Safe zone |
Sumber: Data sekunder diolah, 2020
Pada tahun 2017 terdapat 9 perusahaan yang berada pada kondisi safe zone dan 2 perusahaan dalam kondisi grey zone yaitu PT. Asuransi Bintang Tbk. (ASBI) dan PT. Asuransi Ramayana Tbk.(ASRM). Nilai Z-score tertinggi dimiliki oleh PT. Asuransi Kresna Mitra Tbk. (ASMI) yaitu sebesar 23,93. Nilai Z-score terendah dimiliki oleh PT. Asuransi Ramayana Tbk. (ASRM) sebesar 1,45.
Pada tahun 2018 hasil analisis Altman Z-score menunjukkan hasil yang sama dengan tahun 2017 yaitu dari 11 perusahaan terdapat 9 perusahaan yang berada pada kondisi safe zone sedangkan 2 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu PT. Asuransi Bintang Tbk. (ASBI) dan PT. Asuransi Ramayana Tbk. (ASRM). Nilai Z-score tertinggi dimiliki oleh PT. Asuransi Kresna Mitra Tbk. (ASMI) yaitu sebesar 19,02. Nilai Z-score terendah pada tahun 2018 dimiliki oleh PT. Asuransi Ramayana Tbk. (ASRM) sebesar 1,55.
Tabel 6.
Hasil Analisis Tingkat Financial Distress Perusahaan Asuransi di BEI tahun 2019
No |
Emiten |
X1 |
X2 |
X3 |
X4 |
Z" |
Keterangan |
1 |
ABDA |
0,09 |
0,36 |
0,04 |
3,73 |
5,94 |
Safe zone |
2 |
AHAP |
0,20 |
-0,13 |
-0,20 |
0,41 |
-0,06 |
Distress zone |
3 |
AMAG |
0,19 |
0,23 |
0,02 |
0,55 |
2,66 |
Safe zone |
4 |
ASBI |
0,12 |
0,13 |
0,01 |
0,19 |
1,50 |
Grey zone |
5 |
ASDM |
0,26 |
0,25 |
0,03 |
0,25 |
3,01 |
Safe zone |
6 |
ASJT |
0,26 |
0,02 |
0,01 |
0,41 |
2,25 |
Grey zone |
7 |
ASMI |
0,49 |
0,23 |
0,01 |
25,85 |
31,15 |
Safe zone |
8 |
ASRM |
0,16 |
0,02 |
0,04 |
0,43 |
1,84 |
Grey zone |
9 |
LPGI |
0,32 |
0,27 |
0,04 |
0,34 |
3,56 |
Safe zone |
10 |
MREI |
0,35 |
0,27 |
0,05 |
0,96 |
4,52 |
Safe zone |
11 |
PNIN |
0,29 |
0,37 |
0,02 |
1,02 |
4,34 |
Safe zone |
Sumber: Data sekunder diolah, 2020
Pada tahun 2019 dari 11 perusahaan terdapat 7 perusahaan yang berada pada kondisi safe zone sedangkan 3 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu PT. Asuransi Bintang Tbk. (ASBI), PT. Asuransi Ramayana Tbk. (ASRM) dan PT Asuransi Jasa Tania Tbk. (ASJT). Pada tahun 2019 terdapat perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu PT. Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. (AHAP). Nilai Z-score tertinggi dimiliki oleh PT. Asuransi Kresna Mitra Tbk. (ASMI) yaitu sebesar 31,29. Nilai Z-score terendah pada tahun 2019 dimiliki oleh PT. Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. (AHAP) sebesar -0,06.
Hasil analisis tingkat financial distress dengan Altman Z-score pada 11 perusahaan asuransi di BEI terlihat mengalami fkuktuasi dan bahkan cenderung mengalami tren yang menurun. Pada setiap tahun perusahaan memiliki nilai Z-score yang berbeda-beda akibat dari perubahan nilai rasio keuangan. Berdasarkan nilai Z-score tahun 2015 hingga tahun 2019 dari 11 perusahaan yang diteliti terdapat 6 perusahaan tetap dalam kondisi sehat atau safe zone sepanjang
tahun tersebut. Terdapat 5 perusahaan yang pernah mengalami masalah pada kondisi keuangannya ditunjukan dari nilai Z-score perusahaan pada kondisi grey zone bahkan ada perusahaan yang pernah dalam kondisi distress zone. Perusahaan yang pernah mengalami masalah dalam kondisi keuangannya yaitu PT. Asuransi Ramayana Tbk., PT. Asuransi Bintang Tbk., PT. Asuransi Harta Aman Pratama Tbk., PT. Asuransi Jasa Tania Tbk., PT. Asuransi Dayin Mitra Tbk.
Tabel 7.
Hasil Analisis Tingkat Financial Distress Altman Z-score Perusahaan Asuransi di BEI tahun 2015-2019
No |
Kode Emiten |
2015 |
2016 |
Z" 2017 |
2018 |
2019 |
1 |
ABDA |
7.29 |
6.93 |
7.18 |
6.85 |
5.94 |
2 |
AHAP |
1.85 |
2.68 |
3.11 |
2.88 |
-0.06 |
3 |
AMAG |
6.52 |
3.45 |
3.24 |
2.63 |
2.66 |
4 |
ASBI |
2.63 |
2.61 |
2.03 |
1.75 |
1.50 |
5 |
ASDM |
1.93 |
2.81 |
2.97 |
3.30 |
3.01 |
6 |
ASJT |
2.46 |
2.81 |
4.08 |
3.45 |
2.25 |
7 |
ASMI |
7.71 |
13.95 |
23.93 |
19.02 |
31.39 |
8 |
ASRM |
1.31 |
1.44 |
1.45 |
1.55 |
1.84 |
9 |
LPGI |
5.45 |
4.97 |
4.49 |
3.62 |
3.56 |
10 |
MREI |
7.07 |
5.17 |
5.36 |
4.82 |
4.52 |
11 |
PNIN |
2.90 |
2.99 |
3.11 |
4.27 |
4.34 |
Sumber: Data sekunder diolah, 2020
Perusahaan yang mengalami masalah keuangan dari tahun 2015 hingga tahun 2019 yaitu PT. Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. memiliki nilai Z-score yang berfluktuasi sepanjang tahun 2015 hingga tahun 2019. Pada tahun 2015 perusahaan berada dalam kondisi grey zone, namun pada tahun 2016 hingga tahun 2018 perusahaan berada dalam kondisi safe zone. Pada tahun 2019 perusahaan berada dalam kondisi distress zone, hal tersebut disebabkan karena perusahaan mengalami peningkatan kerugian dibandingkan tahun sebelumnya yang menyebabkan rasio earning before interest and tax dan rasio retairned earning to total asset bernilai negatif. PT. Asuransi Bintang Tbk. mengalami penurunan nilai Z-score setiap tahunnya, pada tahun 2015 dan tahun 2016 perusahaan berada pada kondisi safe zone, namun dari tahun 2017 hingga tahun 2019 perusahaan berada pada kondisi grey zone. PT. Asuransi Dayin Mitra Tbk. sepanjang tahun 2016 hingga tahun 2019 berada pada kondisi safe zone, sedangkan pada tahun 2015 perusahaan berada pada kondisi grey zone. Perusahaan dapat mengatasi masalah keuangannya pada tahun 2015 dibuktikan dengan meningkatnya nilai Z-score pada tahun selanjutnya hingga perusahaan berada pada kondisi safe zone. PT. Asuransi Jasa Tania Tbk. sepanjang tahun 2015 hingga tahun 2019 memiliki nilai Z-score yang berfluktuasi. Pada tahun 2015 dan tahun 2019 perusahaan berada pada kondisi grey zone, sedangkan pada tahun 2016 hingga tahun 2018 perusahaan berada pada kondisi safe zone. Nilai Z-score PT. Asuransi Ramayana Tbk. terus meningkat setiap tahun namun sepanjang tahun 2015 hingga tahun
2019 PT. Asuransi Ramayana Tbk. berada pada kondisi grey zone ditunjukkan dari nilai Z-score yang selalu berada dibawah nilai 2,60.
Tabel 8.
Analisis Statistik Deskriptif | |||||
N |
Minimum |
Maximum |
Mean |
Std. Deviation | |
Harga Saham |
55 |
60 |
7975 |
2103,69 |
2375,623 |
Z-score |
55 |
-0,06 |
31,39 |
4,9631 |
5,43948 |
Valid N (listwise) |
55 |
Sumber: Data sekunder diolah, 2021
Analisis data deskriptif dalam penelitian ini terdiri dari tingkat financial distress (X) dan harga saham (Y). Hasil statistik pada Tabel 8. menunjukkan bahwa nilai minimum harga saham sebesar Rp. 60 dan nilai maksimum sebesar Rp. 7.975. Besarnya harga saham pada sampel penelitian ini berkisar antara Rp. 60 sampai Rp. 7.975 dengan rata-rata (mean) 2.103,69 pada standar deviasi sebesar 2.375,623. Harga saham tertinggi pada tahun 2019 yaitu Rp. 7.975 yang merupakan harga saham dari PT. Asuransi Bina Dana Arta Tbk., sedangkan harga saham terendah pada tahun 2019 sebesar Rp. 60 yang merupakan harga saham dari PT. Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. Hasil statistik pada Tabel 8. menunjukkan bahwa nilai minimum tingkat financial distress yang ditunjukan oleh Z-score sebesar -0,06 dan nilai maksimum sebesar 31,39. Besarnya tingkat financial distress pada sampel penelitian ini berkisar antara -0,06 sampai 31,39 dengan rata-rata (mean) 4,9631 pada standar deviasi sebesar 5,43948.
Tabel 9.
Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients Beta |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
1 (Constant) |
-2791,619 |
458,908 |
-6,083 |
0,000 | |
Z-score |
1381,537 |
110,954 |
0,896 |
12,451 |
0,000 |
Sumber: Data sekunder diolah, 2021
Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas yaitu tingkat financial distress terhadap variabel terikat yaitu harga saham. Berdasarkan Tabel 9. dapat dirumuskan regresi linier sederhana sebagai berikut:
Y = -2791,619+1381,537X+e
Keterangan:
Y : Harga Saham
X : Tingkat Financial Distress (Z-score)
e : Tingkat residual/error
Variabel tingkat financial distress memiliki nilai koefisien regresi sebesar 1381,537, berarti bahwa apabila tingkat financial distress yang ditunjukan oleh Z-score naik 1 satuan maka harga saham akan naik sebesar 1381,537 dengan asumsi bahwa variabel lain konstan. Koefisien regresi tersebut bernilai positif sehingga dapat dikatakan bahwa arah hubungan Z-score dengan harga saham adalah positif, sedangkan sebaliknya arah hubungan tingkat financial distress dengan harga saham adalah negatif. Nilai signifikan (sig) sebesar 0,000, nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan 0,05 maka pengaruh tingkat financial distress terhadap harga saham adalah signifikan.
Model regresi linier sederhana yang baik harus memenuhi uji asumsi klasik. Terdapat tiga uji asumsi klasik yang harus dipenuhi dalam penelitian ini yaitu uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.
Tabel 10.
Hasil Uji Normalitas (One-Sample Kormogorov-Smirnov)
Unstandardized Residual
N |
55 |
Normal Parametersa,b |
Mean 0,0000000 Std. Deviation 2362,98686269 |
Most Extreme Differences |
Absolute 0,272 Positive 0,272 Negative -0,191 |
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) |
0,272 .000c |
Sumber: Data sekunder diolah, 2021
Data penelitian yang digunakan dapat dikatakan terdistribusi normal apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari α = 0,05. Berdasarkan Tabel 10., nilai Asymp. Sig. (2-tailed) dari model persamaan yang diuji sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan data yang digunakan dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal. Data yang berdistribusi normal dapat diperoleh dengan melakukan uji outliers. Uji outliers merupakan data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat berbeda jauh dari observasi lainnya yang muncul dalam bentuk nilai ekstrem baik dalam variabel independen maupun dalam variabel dependen. Data awal yang berjumlah 55 setelah dilakukan outliers menjadi 40 data. Hasil uji normalitas setelah dilakukan outliers disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11.
Hasil Uji Normalitas (One-Sample Kormogorov-Smirnov) Setelah Outliers
Unstandardized Residual
N |
40 |
Normal Parametersa,b |
Mean 0,0000000 Std. Deviation 1194,68759000 |
Most Extreme Differences |
Absolute 0,117 Positive 0,117 Negative -0,058 |
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) |
0,117 .181c |
Sumber: Data sekunder diolah, 2021
Tabel 11. menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) dari model persamaan yang diuji sebesar 0,181 yang artinya lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan data yang digunakan dalam penelitian ini telah terdistribusi normal.
Tabel 12.
Hasil Uji Autokorelasi
Model |
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
Durbin-Watson |
1 |
.896a |
0,803 |
0,798 |
1210,305 |
1,549 |
Sumber: Data sekunder diolah, 2021
Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan Uji Durbin Waston (DW-test). Berdasarkan output SPSS pada Tabel 7. diperoleh nilai Durbin-Watson (D-W) sebesar 1,549. Pengujian ini menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05 dengan jumlah data sebanyak 40. Sehingga diperoleh nilai dU sebesar 1,5444. Dalam penelitian ini nilai dU<DW<(4-dU) adalah 1,5444<1,549<(4-1,5444) maka tidak ada masalah autokorelasi.
Tabel 13.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients Beta |
T |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
1 (Constant) |
1204,885 |
260,380 |
4,627 |
0,000 | |
Z-score |
-63,774 |
62,954 |
-0,162 |
-1,013 |
0,317 |
Sumber: Data sekunder diolah, 2021
Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji glejser dengan meregresi nilai absolute terhadap variabel independen, dengan ketentuan jika nilai signifikan
diatas 0,05 maka memiliki arti bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan Tabel 13. dapat dilihat bahwa tingkat signifikansi tingkat financial distress yang ditunjukan oleh Z-score lebih besar dari 0,05 yaitu 0,317>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya gejala heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2016:97). Pada Tabel 9. menunjukkan thitung sebesar 12,451 pada derajat bebas df = 40-1-1 = 38 maka ttabel sebesar 2.02439. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil perhitungan tersebut adalah thitung>ttabel, hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima yang berarti ada pengaruh signifikan antara tingkat financial distress dengan harga saham.
Tabel 14.
Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)
Model |
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
1 |
.896a |
0,803 |
0,798 |
1210,305 |
Sumber: Data sekunder diolah, 2021
Dalam penelitian ini koefisien determinasi dapat dilihat melalui Adjusted R2. Berdasarkan Tabel 14. nilai Adjusted R2 sebesar 0.798, hal ini berarti 79,8 persen variasi harga saham dapat dijelaskan oleh variasi tingkat financial distress. Sedangkan sisanya sebesar 20,2 persen dipengaruhi variabel lain diluar dari model penelitian.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan bahwa Z-score berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham pada perusahaan asuransi di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019. Hasil penelitian ini berarti bahwa semakin tinggi nilai Z-score maka tingkat financial distress perusahaan semakin rendah dan harga saham akan meningkat. Hasil tersebut menunjukan bahwa hubungan Z-score dengan harga saham adalah positif signifikan sedangkan sebaliknya hubungan tingkat financial distress dengan harga saham adalah negatif. Tingkat financial distress dengan model Altman Z-score berpengaruh terhadap naik turunnya harga saham perusahaan. Perusahaan dengan nilai Z-score lebih besar atau berada dalam kondisi safe zone maka risiko kinerja keuangan yang dialami perusahaan lebih sedikit dan perusahaan tersebut terbukti menunjukan rata-rata harga saham yang tinggi, demikian juga sebaliknya perusahaan dengan nilai Z-score lebih rendah atau berada dalam kondisi distress zone, maka risiko kebangkrutan lebih tinggi dan perusahaan menunjukan rata-rata harga saham yang rendah. Hal ini menunjukan bahwa ketika nilai Z-score perusahaan tinggi maka tingkat financial distress-nya rendah dan sebaliknya ketika nilai Z-score perusahaan rendah maka tingkat financial distress perusahaan tersebut semakin tinggi. Hikmah (2018) menyatakan bahwa dalam menilai tingkat financial distress perusahaan, salah satu alat yang bisa digunakan yaitu model
Altman Z-Score, dengan menggunakan metode ini kinerja keuangan perusahaan bisa diprediksi secara langsung. Rasio-rasio keuangan yang terdapat dalam model Altman Z-Score menunjukan bahwa semakin tinggi nilai rasio keuangan di suatu perusahaan maka tingkat kinerja keuangan perusahaan tersebut akan semakin baik, begitu pula sebaliknya. Jika rasio keuangan suatu perusahaan menunjukan nilai yang baik, maka dapat memberikan keyakinan kepada para investor untuk membeli saham perusahaan tersebut sehingga nantinya dapat meningkatkan harga saham perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani (2018), Lestari et al. (2016), Kadim & Nardi (2018), Apergis et al. (2011), Hikmah (2018), Abbas & Kusdianto (2019), Susilowati & John (2019) yang menunjukkan hasil bahwa tingkat financial distress berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham yang berarti ketika suatu perusahaan berada dalam kondisi safe zone atau memiliki nilai Z-score yang tinggi maka harga saham perusahaan tersebut meningkat.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa hasil analisis tingkat financial distress dengan Altman Z-score pada 11 perusahaan asuransi di BEI tahun 2015-2019 menunjukan bahwa perusahaan berada pada kondisi yang berbeda-beda setiap tahunnya. Pada tahun 2015 terdapat 7 perusahaan dalam kondisi safe zone dan 4 perusahaan dalam kondisi grey zone. Pada tahun 2016 terdapat 10 perusahaan dalam kondisi safe zone dan 1 perusahaan dalam kondisi grey zone. Pada tahun 2017 dan 2018 terdapat 9 perusahaan dalam kondisi safe zone dan 2 perusahaan dalam kondisi grey zone. Pada tahun 2019 terdapat 7 perusahaan dalam kondisi safe zone, 3 perusahaan dalam kondisi grey zone, dan 1 perusahaan dalam kondisi distress zone. Tingkat financial distress perusahaan memiliki pengaruh terhadap naik turunnya harga saham pada perusahaan asuransi di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2019. Berdasarkan hasil analisis regresi liner sederhana menunjukkan bahwa Z-score berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Hasil penelitian ini berarti bahwa semakin tinggi nilai Z-score maka tingkat financial distress perusahaan semakin rendah dan harga saham akan meningkat. Hasil tersebut menunjukan bahwa hubungan Z-score dengan harga saham adalah positif sedangkan sebaliknya hubungan tingkat financial distress dengan harga saham adalah negatif.
Perusahaan perlu memperhatikan tingkat financial distress untuk tetap menjaga kondisi perusahaan tetap sehat, karena tingkat financial distress juga akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Perusahaan yang berada dalam kondisi distress zone agar memperhatikan kondisi keuangan perusahaannya karena hal tersebut mungkin berdampak pada kebangkrutan perusahaan. Bagi perusahaan yang berada pada kondisi grey zone agar memperhatikan kondisi keuangan perusahaan sehingga tidak menurun menjadi distress zone. Bagi perusahaan yang berada pada kondisi safe zone atau tidak mengalami financial distress agar menjaga kondisi tersebut atau bahkan meningkatkannya. Pada penelitian selanjutnya diharapkan mempertimbangkan beberapa faktor lainnya
yang dapat mempengaruhi harga saham sebagai variabel penelitian serta agar menggunakan sektor lainnya sebagai lokasi penelitian. Bagi para investor dan calon investor yang ingin berinvestasi pada perusahaan asuransi di Bursa Efek Indonesia dapat melakukan analisis teknikal dan fundamental dalam penilaian sahamnya. Dalam melakukan analisis fundamental investor dapat menggunakan model Altman Z-score untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian ini di sarankan kepada investor agar mengevaluasi dan mempertimbangkan dengan baik untuk menginvestasikan dananya, lebih baik memilih perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang sehat dan tidak ada potensi untuk mengalami kebangkrutan.
REFERENSI
Abbas, D. S., & Kusdianto, nayah L. (2019). Pengaruh Altman Z-Score” Dan Springate S-Score Sebagai Alat Prediksi Potensi Kebangkrutan Terhadap Harga Saham. Jurnal Universitas Muhammadiyah Tangerang, 18–34. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janis/article/download/25433/16124
Al Ali, M. (2018). Predicting financial distress for mobile telecommunication companies listed in Kuwait stock exchange using Altman’s model. Journal of Economics, Finance and Accounting, 5(3), 242–248.
https://doi.org/https://doi.org/10.17261/Pressacademia.2018.933
Alkulaib, Y. A., & Musaed, S. A. (2019). Exploring the Probability of Bankruptcy for Conventional Insurance Companies Listed at Kuwait Stock Exchange and its Effect on Their Share Prices. The Journal of Social Sciences Research, 141–146. https://doi.org/https://doi.org/10.32861/jssr.59.1341.1346
Apergis, N., John, S., Panagiotis, A., & Vasilios, A. (2011). Bankruptcy Probability and Stock Prices: The Effect of Altman Z-Score Information on Stock Prices Through Panel Data. Journal of Modern Accounting and Auditing, 7(7), 689–696.
Archana, H. N. S. (2018). Default Prediction using Altman Z Score Model - A Study of some Select Retail Firms. Journal of Management; Hyderabad, 60– 75. https://doi.org/https://doi.org/10.5958/2322-0449.2018.00006.6
Asih, P. E. D. A. (2016). The Determinant Of Financial Health On Sharia Life Insurance Company. Diponegoro Journal Of Management, 1–14.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/djom/article/download/14650/14174
Bashir, A., Javed, A., & Iqbal, S. (2015). Business Failures Predication In Karachi Stock Exchange. Indian Journal of Management Science, 74–82.
https://www.ijbmi.org/papers/Vol(5)8/F050803039.pdf
Fahmi, I. (2017). Analisis Laporan Keuangan. Alfabeta.
Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23
(Edisi 8). Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Girma, T. (2018). Applicability of Business Failure Prediction Models to the Insurance Sector of Ethiopia [Addis Ababa University]. http://etd.aau.edu.et/bitstream/handle/123456789/12507/Tibebupersen20Gir ma.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Hapsari, E. I. (2012). Kekuatan Rasio Keuangan dlam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI. Jurnal Dinamika Akuntansi. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php
/jdm/article/view/2438
Hendrianto. (2012). Tingkat Kesulitan Kuangan Perusahaan dan Konservatisme Akuntansi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 1(3), 62–66.
Hikmah. (2018). Prediksi Kebangkrutan dengan Altman Z-score dan Harga Saham pada Perusahaan Manufaktur. Jurnal Universitas Putera Batam, 121– 136. https://doi.org/http://doi.org/10.21070/perisai.v2i2.1630
Iladina, F., Ronny, M., & Khoirul, M. (2017). Analisis Metode Altman Z-score Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan dan Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di Bursa Efek Insonesia Tahun 2014-2016. Jurnal Riset Manajemen Universitas Islam Malang, 11–25. http://riset.unisma.ac.id/index. php/jrm/article/view/855
Indrawan, B. (2018). Analisis Financial Distress dan Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Ritel di Indonesia Periode 2014-2017. Jurnal Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya, 1–18.
https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/5495
Irfan, M., & Yuniati, T. (2014). Analisis Financial Distress Dengan Pendekatan Altman Z”-Score Untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Telekomunikasi. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen, 3(1), 1–18.
https://core.ac.uk/download/pdf/229851465.pdf
Jawabreh, O. A. A., Rawashdeh, A. F., & Senjelawi, O. (2017). Using Altman’ s Z-Score Model To Predict The Financial Failure Of Hospitality Companies-Case Of Jordan. International Journal of Information, Business and Management, 9, 141–157. https://www.questia.com/library/ journal/1G1-6137989/the-financial-distress-indication-on-mining industry
Kadim, A., & Nardi, S. (2018). Pengaruh Analisa Kesehatan dan Kebangkrutan dengan Pendekatan Altman Z-Score Terhadap Harga Saham Industri Konstruksi di Indonesia yang Listing di BEI Periode 2013-2017. Jurnal Sekuritas, 52–65.
Karaca, S., & Ercan, O. (2018). Financial Failure Estimation of Companies in BIST Tourism Index by Altman Model and its Effect on Market Prices. Broad Research in Accounting, Negotiation, and Distribution Journal, 8(2),
11–23. https://www.researchgate.net/publication/324746578
Kordestani, G., Biglari, V., & Bakhtiari, M. (2011). Ability Of Combinations Of Cash Flow Components To Predict Financial Distress. Verslas: Teor jair Praktika Business: Theory and Practice, 277–285.
Lestari, S. D., Retno, F. O., & Willy, A. (2016). Financial Distress Prediction With Altman Z-Score And Effect On Stock Price: Empirical Study On Companies Subsectors Chemical Listed In Indonesia Stock Exchange Period 2009-2014. International Journal of Business and Management Invention, 30–39. https://www.ijbmi.org/papers/Vol(5)8/F050803039
Manaseer, A., Sufian, R., & Suleiman, D. A. (2018). Validity of Altman Z-Score Model to Predict Financial Failure: Evidence From Jordan. International Journal of Economics and Finance, 181 –189.
https://doi.org/https://doi.org/10.5539/ijef.v10n8p181
Musyafak, M. F., & Fitria, A. (2017). Pengaruh Financial Distress Terhadap Harga Saham Dimoderasi Struktur Modal. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi STIESIA, 1 – 17.
Oktaviani, N. (2018). Analisis Financial Distress Dan Pengaruhnya Terhadap Harga Saham di Perusahaan Manufaktur Sektor Bahan Dasar Dan Kimia. Jurnal Manajemen President University, 45–68.
Salsabila, N. B., & Wahyudi. (2019). Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Menggunakan Altman Z Score Dan Pengharuhnya Terhadap Harga Saham. Jurnal Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, 75–89. https://doi.org/Doi: 10.34209/equ.v22i1.924
Sawir, A. (2015). Analisis Kinerja Keuangan Dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. PT Gramedia pustaka utama.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. CV. Alfabeta.
Sunariyah. (2011). Pengantar Pengetahuan Pasar Modal (Empat). Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.
Susilowati, E., & John, M. S. (2019). Financial Distress, Bankruptcy Analysis, And Implications For Stock Prices Of Consumer Goods Companies In Indonesia. Jurnal Budi Luhur University, 2(2), 227–240.
https://doi.org/https://doi.org/10.22515/relevance.v2i2.1862
Tahu, G. P. (2019). Predicting Financial Distress Of Construction Companies In Indonesia: A Comparison Of Altman Z-Score And Springate Methods. International Journal Of Sustainability, Education, And Global Creative Economic, 2(2), 7–12. https://doi.org/https://doi.org/10.1234/ijsegce.v3i1.84
Venkadasalam, S. (2016). Financial Distress Situation of Listed Malaysian Shipping Companies from 2008 to 2014: Using Altman’s Z-Score. International Research Journal of Applied Finance; Hyderabad, 7, 53–6 1. https://doi.org/https://doi.org/10.0705/article-4
357
Discussion and feedback