E-Jurnal Manajemen, Vol. 9, No. 8, 2020 : 3214-3236

ISSN : 2302-8912


DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2020.v09.i08.p16

PENGARUH LITERASI KEUANGAN DAN INKLUSI KEUANGAN TERHADAP KINERJA UMKM DI SIDOARJO

Risa Nadya Septiani1 Eni Wuryani2

1,2 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia email: risanadyaseptiani@yahoo.com

ABSTRAK

Meningkatnya literasi keuangan dan inklusi keuangan dapat mengembangkan usaha mikro kecil menengah (UMKM) karena pelaku UMKM dapat memahami konsep dasar produk keuangan, perencanaan dan pengelolaan keuangan yang baik, juga melindungi di kemudian hari dari penipuan dan pekerjaan tidak sehat dari pasar keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh literasi keuangan dan inklusi keuangan terhadap perkembangan kerja UMKM di Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan ex-post facto dengan pendekatan kuantitatif. Data yang dikumpulkan dari penelitian berdasarkan wawancara dan distribusi kuesioner dengan teknik pengambilan sampel yaitu simple random sampling. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda linier dengan membantu program SPSS komputer. Hasil penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa literasi keuangan dan inklusi keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kinerja UMKM di Sidoarjo.

Kata Kunci : Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan, Kinerja UMKM.

ABSTRACT

Raising financial literation and inclusion of financial can developing small micro entrepreneurship (UMKM) because the agent of UMKM can undesrtand the basic concept of financial product, planning and good management financial, also protecting then from deception and unhealthy work from financial market. This research purposes to know the affection of financial literation and financial inclusion toward developing UMKM work in Sidoarjo area. This research is used ex-post facto with the quantitative approaching. The collected data of the research based on the interview and quetioner distribution with sampling technique which is simple random sampling. Technique of data analysis in this research is analysis of linier double regression with helping program SPSS computer. The result of this research can conclude that financial literation and financial inclusive prove that be an affected factor of developing work UMKM in Sidoarjo.

Keywords : Financial Literation, Financial Inclusion, Developing work of UMKM

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu sumber kekuatan ekonomi negara kehadiran UMKM sangatlah penting dalam menyumbang Produk Domestik Bruto disetiap negara serta berperan besar dalam menyerap tenaga kerja. Untuk membantu upaya pengembangan UMKM tahun 2008 Pemerintah Indonesia membentuk Undang-Undang mengenai UMKM, yaitu UU No. 20 Tahun 2008 mengenai pengertian dari usaha yang terdiri dari usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Sesuai hasil sensus UMKM Provinsi Jawa Timur yang dilakukan BPS Provinsi Jawa Timur tahun 2012 total jumlah UMKM di Jawa Timur sebanyak 6.825.931. SUTAS 2018 menyatakan wilayah Sidoarjo memiliki jumlah UMKM yang terdaftar pada Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur sebanyak 171.264 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo, 2018). Produk unggulan UMKM di Jawa Timur yang paling mendominasi adalah sektor makanan dan minuman sebanyak 60%. Salah satu wilayah yang menyumbang tingkat produksi makanan terbanyak adalah Sidoarjo yang 17 Kecamatannya memproduksi makanan olahan dengan jumlah total terdaftar adalah 289.

Terdapat berbagai masalah yang dihadapi oleh pengusaha UMKM dalam meningkatkan usaha, salah satunya adalah kurangnya modal baik jumlah maupun sumber dananya (Anggraini & Nasution, 2013). Indonesia memiliki Otoritas Jasa Keuangan untuk membantu pembiayaan usaha bagi para pelaku usaha yaitu OJK yang pada tahun 2014, mengeluarkan Surat Edaran No.1/SEOJK.07/2014 tentang pelaksanaan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan kepada konsumen dan masyarakat, pelaksanaan edukasi yang dilakukan harus berdasarkan pada 4 prinsip yaitu inklusif, sistematis dan terukur, kemudahan akses serta kolaborasi.

Literasi keuangan dan Inklusi keuangan jadi menarik untuk diteliti karena pada Survei Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) yang dilakukan oleh OJK tahun 2013 menunjukkan adanya hubungan erat antara literasi keuangan dengan inklusi keuangan, dikarenakan jika semakin tinggi literasi keuangan seseorang maka semakin besar pula tingkat pemanfaat produk dan layanan jasa keuangannya (otoritas jasa keuangan, 2017). Literasi keuangan juga dapat diartikan sebagai suatu proses untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), kemampuan (skill), dan keyakinan (confidence) agar keuangan masyarakat dapat lebih sejahtera dan juga mampu mengelola keuangan. Lestari (2015) dalam mengukur literasi keuangan dapat menggunakan indeks literasi keuangan untuk menentukan tingkat pengetahuan, kepercayaan dan kecakapan masyarakat pada lembaga keuangan.

Menurut Hung et al. (2009) literasi keuangan adalah mengenai sejauh mana seseorang memahami konsep keuangan dan pengelolaan keuangan yang tepat sehingga ia dapat mengambil keputusan baik jangka pendek maupun perencanaan jangka panjang menurut dinamika kebutuhan dan kondisi perekonomian. Menurut Lusardi, annamaria; Mitchell (2008) literasi keuangan merupakan keterampilan seseorang untuk mengaplikasikan pengetahuan, serta keahlian yang dimilikinya agar mencapai perilaku keuangan yang lebih baik, sehingga pengetahuan, keahlian dan perilaku tersebut menjadi kesatuan yang saling berkaitan dalam konsep literasi keuangan. Pengetahuan keuangan mencakup pengetahuan tentang konsep dasar keuangan, seperti: dasar bunga majemuk, perbedaan nilai nominal dan nilai riil,

pengetahuan dasar mengenai diversifikasi risiko, nilai waktu, nilai dari uang, dan lain-lain (Santoso et al., 2015).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa literasi keuangan merupakan kecakapan atau tingkat pemahaman individu ataupun masyarakat mengenai bagaimana mereka mengelola keuangannya secara efektif sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perekonomian yang dihadapinya. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menetapkan visi, misi dan prinsip dari literasi keuangan. Visi literasi keuangan yakni menjadikan masyarakat Indonesia supaya mempunyai tingkat literasi keuangan yang tinggi sehingga mereka bisa memilih dan memanfaatkan keuangan untuk mencapai kesejahteraan. Sedangkan misi literasi keuangan, yakni untuk mendidik masyarakat agar dapat mengelola keuangannya secara cerdas; dan memperluas akses baik itu informasi maupun penggunaan produk dan jasa keuangan dengan mengembangkan infrastruktur yang mendukung literasi keuangan (Otoritas Jasa Keuangan, 2016)

Mereka yang literate akan memiliki banyak keuntungan. Pernyataan yang disampaikan Hidajat et al. (2015) bahwa program literasi keuangan dapat menjadi obat berbagai macam penyakit yang berkaitan dengan krisis keuangan. Beberapa sisi positif bagi mereka yang mempunyai literasi keuangan yang tinggi di antaranya: akan mempunyai kecakapan dalam pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan keuangan yang relevan dengan informasi dan meminimalisir peluang dalam membuat kesalahan keuangan, memiliki investasi di pasar modal, dan mampu meminimalisir serta mengatasi persoalan keuangan yang pada nantinya akan bermanfaat bagi kehidupan sejahtera, sehat dan bahagia. Hidajat et al. (2015) mereka yang memiliki keuangan yang rendah akan memiliki jumlah tabungan yang sedikit, tidak memiliki program pensiun untuk hari tua, cenderung berhutang dengan suku bunga yang tinggi dan mempunyai sedikit diversifikasi portofolio.

Masyarakat memiliki hambatan dalam mengakses lembaga keuangan. Tingginya unbankable people disebabkan karena gap kemiskinan antar provinsi, rendahnya pembiayaan UMKM, suku bunga kredit mikro tinggi, asymmetric information, kemampuan manajemen UMKM kurang memadai, monopoli bank pada sektor mikro, dan terbatasnya saluran distribusi jasa keuangan. Inilah yang menjadi alasan urgennya pengimplementasian financial inclusion. Indonesia memiliki beberapa program unggulan untuk mendukung program inklusi keuangan ini diantaranya adalah pengadaan Kredit Usaha Rakyat (KUR), Program Tabungan-KU, E-Money, Telkomsel Cash, Program “Ke Bank”, serta peningkatan layanan microfinance. Program ini dibuat antara lain guna memudahkan masyarakat untuk mengakses program program jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (2016), menjelaskan bahwa peningkatan literasi dan inklusi keuangan diyakini bisa mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) karena pelaku UMKM dapat lebih memahami konsep dasar dari produk keuangan, melakukan perencanaan dan pengelolaan keuangan yang lebih baik, serta melindungi mereka dari penipuan dan usaha tidak sehat di pasar keuangan.

Selain itu, literasi keuangan juga memberikan manfaat yang besar pada sektor seperti jasa keuangan maupun masyarakat, yakni: pemilihan dan penggunaan produk dan jasa keuangan menurut kebutuhan, kecakapan dalam merencanakan keuangan dengan lebih baik; serta terhindar dari aktivitas yang merugikan seperti

investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas (Otoritas Jasa Keuangan, 2016). Ruang lingkup literasi keuangan mencakup berbagai materi atau pengetahuan berkaitan dengan keuangan itu sendiri, seperti: (1) pengertian transaksi ekonomi dan bermacam-macam jenis praktiknya; (2) mengetahui sumber daya ekonomi, yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya manusia; (3) pengenalan konsep belanja sebagai pemenuhan kebutuhan dasar, yang mencakup skala prioritas, gaya hidup ugahari dan ilmu konsumen; (4) memahami konsep menyimpan secara tradisional maupun modern di antaranya menabung, asuransi dan investasi; (5) memahami konsep berbagi yang mencakup amal dan pajak; serta (6) memahami konsep praktik keuangan tidak sehat, serta kejahatan keuangan seperti korupsi, investasi bodong ataupun kejahatan finansial lainnya (Furqani, 2017).

Pentingnya peningkatan pengetahuan yang dilakukan akan membuat pengusaha UMKM mengenal akses keuangan formal seperti perbankan. Sama halnya yang di ungkapkan oleh (Herdjiono et al., 2016) bahwa financial knowledge theory memiliki kaitan erat dengan literasi keuangan karena dapat diajarkan dan dipahami melalui edukasi keuangan. Sehingga dengan adanya pemberian edukasi keuangan dapat meningkatkan pengetahuan keuangan, serta dapat mengurangi terjadinya persoalan keuangan dimasa depan, dan peningkatan pengetahuan keuangan juga akan meningkatkan kemampuan pengusaha dalam menggunakan layanan keuangan pada lembaga keuangan yang ada.

Masalah tingginya jumlah masyarakat yang belum memiliki layanan keuangan diperbankan disebabkan karena gap kemiskinan, rendahnya pembiayaan UMKM, suku bunga kredit mikro tinggi, monopoli bank pada sektor mikro, dan terbatasnya saluran distribusi jasa keuangan yang menjadikan literasi keuangan sebagai pendukung pengembangan keterampilan dan produk keuangan bagi pengusaha UMKM sesuai dengan kebutuhan mereka, kondisi tersebut menjadi alasan pentingnya meningkatkan inklusi keuangan. Terzi (2015), bahwa inklusi keuangan juga masuk dalam program literasi keuangan yang dimana semakin tinggi peningkatan inklusi keuangan maka akan meningkatkan stabilitas ekonomi bagi suatu negara.

Menurut Lusardi et al. (2013) dirumuskan bahwa literasi keuangan merupakan faktor yang fundamental untuk pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan. Dari sudut pandang konsumen, literasi keuangan yang baik akan memunculkan keputusan pembelanjaan yang mengedepankan kualitas. Hal ini akan berakibat pada kompetisi di industri yang menjadi sehat dan kompetisi akan mengedepankan inovasi dalam barang dan jasa yang ditawarkan ke konsumen. Selain itu, dengan literasi keuangan yang baik juga bisa meminimalkan terjadinya keputusan yang salah terhadap isu ekonomi dan keuangan yang muncul. Dari sudut pandang penyedia jasa keuangan, literasi keuangan yang baik akan memberikan informasi yang memadai mengenai produk, pemahaman resiko pada pelanggan dan efisiensi biaya. Sedangkan dari sudut pandang pemerintah, dengan adanya literasi keuangan yang baik pada masyarakat maka pemerintah dapat memperoleh pemasukan pajak dengan maksimal untuk pengembangan infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik.

Secara umum kebijakan yang paling efisien untuk mengatasi kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Percepatan pertumbuhan ekonomi berperan sebagai syarat dasar yang paling strategis bagi peningkatan kualitas kehidupan rakyat. Elemen penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi adalah mengoptimalkan kontribusi sektor keuangan dengan membuka akses layanan jasa keuangan seluas mungkin kepada masyarakat dan pelaku usaha seperti UMKM. Artinya, harus ada upaya untuk mendorong pemanfaatan sektor keuangan dalam perekonomian masyarakat. Inilah esensi utama dari inklusi keuangan (financial inclusion).

Strategi keuangan inklusif secara eksplisit menyasar kelompok dengan kebutuhan terbesar atau belum dipenuhi atas layanan keuangan yaitu tiga kategori penduduk (orang miskin berpendapatan rendah, orang miskin bekerja/miskin produktif, dan orang hampir miskin) dan tiga lintas kategori (pekerja migran, perempuan, dan penduduk daerah tertinggal). Bank Indonesia menguraikan bahwa untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kegiatan keuangan inklusif diperlukan suatu ukuran kinerja.

Inklusi keuangan memiliki tujuan yaitu mendorong pertumbuhan inklusif melalui penurunan angka kemiskinan, peningkatan pembangunan atau pemerataan distribusi keuangan, serta peningkatan stabilitas sistem keuangan. Inklusi keuangan merupakan kegiatan untuk menghapuskan segala bentuk hambatan berupa harga mau pun non-harga pada akses layanan keuangan, sehingga masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya. Tolak ukur inklusi keuangan diketahui dari kepemilikan rekening tabungan, asuransi, jasa pembayaran, dan kredit dari lembaga keuangan non-formal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sarma, 2012) mengenai alat ukur untuk mengetahui tingkat inklusi keuangan disuatu wilayah adalah dengan merumuskan indeks inklusi keuangan yang didasari dengan indikator perbankan yang antara lain adalah penggunaan (usage) rekening dimasyarakat, penetrasi perbankan yang menjelaskan seberapa banyak masyarakat telah memiliki nomor rekening diperbankan, serta aksesbilitas jasa keuangan yang menjelaskan bagaimana industri perbankan dapat menjangkau masyarakat diwilayah tersebut. Sehingga indikator tersebut mampu menjelaskan perilaku masyarakat dalam mengelola keuangan dikehidupan sehari hari melalui produk produk perbankan.

Secara tegas, sasaran dari strategi inklusi keuangan adalah sekelompok masyarakat yang belum menjangkau layanan keuangan seperti pada tiga golongan (miskin dengan pendapatan rendah, miskin bekerja/miskin produktif, dan hampir miskin), serta pada lintas kategori (pekerja migran, perempuan, dan penduduk di wilayah tertinggal). Ada beberapa macam layanan jasa keuangan yang dirasa sangat penting keberadaannya bagi masyarakat, di antaranya: layanan penyimpanan dana, kredit, sistem pembayaran, asuransi, dan dana pensiun yang keseluruhannya dijadikan syarat pokok yang diperlukan agar masyarakat memiliki kehidupan yang lebih baik (World Bank, 2010; Bank Indonesia, 2014).

Selain itu, Bank Indonesia (2014) menguraikan bahwa jika ingin mencari tahu lebih lanjut tentang kegiatan inklusi keuangan maka dibutuhkan suatu parameter kinerja, yang terdiri dari empat kategori yaitu: (1) kecakapan dalam mengakses jasa keuangan formal; (2) keselarasan antara kualitas jasa keuangan dengan kebutuhan,

(3) penggunaan jasa sistem keuangan formal yang berkelanjutan, dan (4) akibat yang ditimbulkan dari pemanfaatan jasa keuangan terhadap kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, inklusi keuangan biasanya diukur menggunakan indikator seperti: kepemilikan rekening tabungan, asuransi, jasa pembayaran, dan kredit dari lembaga keuangan formal (Fajar, 2012).

Perilaku keuangan (financial behavior) erat kaitannya dengan tanggung jawab keuangan dan bagaimana cara mengelola keuangan (Nababan & Sadalia, 2013). Oleh karena itu diperlukan peran industri keuangan dalam membantu mengelola keuangan termasuk untuk mendapatkan modal pengembangan usaha. Seseorang yang memiliki perilaku keuangan yang bertanggung jawab cenderung menggunakan keuangannya dengan efektif seperti: untuk berinvestasi, menabung dan mengontrol keuangan, serta membayar pajak tepat waktu. Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh literasi keuangan dan inklusi keuangan terhadap kinerja UMKM di Sidoarjo.

Konsep pada literasi keuangan dibagi menjadi 2 yaitu penggunaan (finance application), dan pemahaman (finance knowledge), dengan adanya pengetahuan keuangan yang dimiliki akan memudahkan individu tersebut dalam mengelola keuangannya dengan baik, seperti: bagaimana mengelola pendapatan untuk berinvestasi atau menggunakannya sebagai kebutuhan sehari-hari, yang nantinya akan mempengaruhi pengambilan keputusan untuk menggunakan hasil dari investasi tersebut. (Halim & Astuti, 2015) menjelaskan bahwa pengetahuan keuangan merupakan keterampilan memahami, membuat analisis, dan mengelola keuangan yang bertujuan untuk menghasilkan keputusan keuangan dengan tepat untuk meminimalisir terjadinya persoalan keuangan.

Masalah tingginya jumlah masyarakat yang belum memiliki layanan keuangan diperbankan membuktikan bahwa perusahaan perbankan belum mampu menjangkau seluruh wilayah padahal ini akan menentukan bagaimana perilaku masyarakat dalam melakukan investasi, mengelola keuangan, serta menyimpan keuangan dan melakukan penganggaran dengan baik dan bertanggung jawab. Financial Behavior akan berkaitan dengan cara seseorang dalam melakukan, dan memanfaatkan berbagai sumber keuangan yang tersedia bagi dirinya (Nababan & Sadalia, 2013). Maka, seseorang yang memiliki perilaku keuangan yang bertanggung jawab, akan cenderung menggunakan uang yang dimilikinya dengan lebih efektif, sehingga pada setiap perilaku keuangannya dapat mempengaruhi kesejahteraan keuangannya.

Literasi keuangan merupakan tingkat pemahaman individu ataupun masyarakat mengenai bagaimana mereka mengelola keuangannya secara efektif sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perekonomian yang dihadapi. Pengukuran literasi keuangan biasanya menggunakan indeks literasi keuangan sebagai ukuran dalam menentukan tingkatan pengetahuan, kecakapan, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan, baik itu produk maupun jasanya (OJK, 2016). OJK menjelaskan bahwa indeks literasi keuangan terbagi menjadi 4 tingkatan, antara lain: (1) well literate; (2) sufficient literate; (3) less literate; serta (4) not literate (OJK, 2013). Jika literasi keuangan dapat memudahkan pengguna, baik dari sudut konsumen, penyedia jasa keuangan, maupun pemerintah dalam

merencanakan produk keuangan yang digunakan maka, masyarakat dapat mengetahui resiko yang akan dihadapi, serta dapat mengambil keputusan dalam pengelolaan pemasukan dan pengeluaran dana yang diperoleh yang juga dapat digunakan oleh pemerintah sebagai pengembangan infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif menyebutkan bahwa inklusi keuangan merupakan kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan ukuran indikator yang dipaparkan (Nasution et al., 2013) yaitu tersedianya akses pengukuran kecakapan pamakaian jasa keuangan formal, baik pada keterjangkauan fisik maupun harga, pemakaian produk dan jasa keuangan secara aktual, kualitas atribut produk dan jasa keuangan, dan kesejahteraan untuk mengukur akibat dari layanan keuangan terhadap taraf hidup pemakai jasa.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil merupakan “usaha perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan, atau usaha yang mempunyai penjualan atau omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000,00 atau aset, atau aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000,00 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati), yang terdiri dari: (1) rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa, badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi); dan (2) perorangan (pengrajin atau industri rumah).”

Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UMKM) mendefinisikan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI) sebagai “entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,00 sampai dengan Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan.” Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yang ditetapkan pada tanggal 4 Juli 2008 menjelaskan bahwa kriteria bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) biasanya dikelompokkan berdasarkan jumlah aset yang dimiliki, yaitu: (1) Usaha Mikro mempunyai kekayaan bersih maksimal Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), belum termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau penghasilan per tahun maksimal Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah); (2) Usaha Kecil mempunyai kekayaan bersih > Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan maksimal Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), belum termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau penghasilan pertahun sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan maksimal Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah); serta (3) Usaha Menengah mempunyai kekayaan > Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan maksimal Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah), belum termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau mempunyai penghasilan pertahun sebesar Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta

rupiah).

Jika Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 berfokus hanya pada aspek keuangan saja, namun berbeda halnya dengan yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementrian Koperasi dan UMKM periode tahun 2005-2009 yang menjelaskan tentang UMKM dari beberapa aspek, di antaranya: (a) Usaha Mikro yaitu aktivitas ekonomi masyarakat dalam skala kecil, masih tradisional, dan juga informal, atau dengan kata lain usaha tersebut belum terdaftar, belum tercatat, dan belum memiliki badan hukum, dengan total penghasilan per tahun maksimal sebesar Rp 100.000.000; atau kekayaan bersih sebesar Rp 50.000.000 (b) Usaha Kecil yaitu aktivitas ekonomi masyarakat yang memiliki ciri: (1) jumlah kekayaan bersih maksimal sebesar Rp 200.000.000; belum termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (2) penghasilan per tahun maksimal sebesar Rp 1.000.000.000; (3) perusahaan adalah milik WNI; (4) Perusahaan berdiri sendiri atau bukan cabang dari usaha menengah maupun usaha besar; serta (5) memiliki bentuk usaha perseorangan dan tidak memiliki badan hukum (c)Usaha Menengah adalah aktivitas ekonomi masyarakat yang memiliki ciri: (1) jumlah kekayaan bersih >Rp 200.000.000 sampai dengan maksimal Rp 10.000.000.000, belum termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; (2) mempunyai kekayaan bersih maksimal sebesar Rp 10.000.000.000; (3) perusahaan adalah milik WNI; (4) Perusahaan berdiri sendiri atau bukan dari usaha besar; serta (5) memiliki bentuk perseorangan, dan tidak memiliki badan hukum.

Selain mengacu pada Undang-Undang, kriteria dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) juga dapat dikelompokkan berdasarkan sudut atau arah perkembangan usahanya. Sebagaimana pernyataan Rahmana (2008) yang dikemukakan oleh Sudaryanto, Ragimun & Rahma (tanpa tahun) bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terbagi dalam beberapa kategori, yaitu: (1) livelihood activities, yaitu Usaha Kecil Menengah untuk penghasilan atau sektor informal; (2) micro enterprise, yaitu Usaha Kecil Menengah yang bersifat pengrajin tetapi belum bersifat kewirausahaan; (3) small dynamic enterprise, yaitu Usaha Kecil Menengah yang bersifat kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor; serta (4) fast moving enterprise, yaitu Usaha Kecil Menengah yang bersifat kewirausahaan dan segera bertransformasi sebagai Usaha Besar (UB).

Paramasari (2009) menjelaskan bahwa walaupun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki berbagai definisi, akan tetapi kesemuanya mempunyai karakteristik yang sama di antaranya: (1) struktur organisasi yang sederhana; (2) tidak memiliki kelebihan karyawan; (3) pembagian pekerjaan yang tidak ketat; (4) mempunyai tingkatan dalam manajerial yang pendek; (5) kegiatan yang dilakukan tidak sepenuhnya formal dan jarang menggunakan perencanaan; serta (6) kurang dalam membedakan aset milik pribadi dengan aset milik perusahaan.

Sedangkan berdasarkan kuantitas tenaga kerjanya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa Usaha Mikro merupakan entitas usaha yang mempunyai jumlah karyawan kurang dari 5 orang, Usaha Kecil merupakan entitas usaha yang mempunyai jumlah karyawan sebanyak 5 hingga 19 orang, dan Usaha Menengah merupakan entitias usaha yang mempunyai karyawan sebanyak 20 hingga 99 orang

(Arifah, 2012). Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai, 2008:14). Hal senada diungkapakan oleh Mulyadi (2007, p. 337) bahwa kinerja merupakan kesuksesan individu, kelompok, maupun suatu organisasi dalam melaksanakan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui tindakan yang dikehendaki. Samir (2011) mengungkapkan bahwa kinerja perusahaan merupakan keterampilan yang dimiliki pengelola usaha dalam mengambil tindakan dengan konsekuensi yang bisa diterima.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dibuat simpulan bahwa kinerja perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya. Semua jenis usaha utamanya UMKM, pasti memiliki tujuan agar usahanya memiliki kinerja terbaik. Persyaratan utama untuk mewujudkan perkembangan UMKM yaitu dengan kinerja yang baik pada seluruh sektor yang ada seperti sektor keuangan, produksi, distribusi dan pemasaran.

Rivai (2008) berpendapat bahwa syarat pengukuran sebuah perusahaan yang memiliki kinerja yang berkualitas, yaitu melalui input dan output. Input berkaitan dengan potensi dan terwujud dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab untuk mengetahui apakah kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan perusahaan berjalan dengan baik, antara lain: (1) who? yaitu siapa pihak yang dinilai dan siapa yang akan menilai; (2) what? yakni objek yang dinilai seperti hasil kerja, kemampuan sikap, motivasi kerja, dimensi waktu, dan potensi yang dapat berkembang di masa depan; (3) why? yaitu penjelasan mengenai tujuan dari pengukuran kinerja seperti pemeliharaan potensi kerja, penentun kebutuhan pelatihan, dasar pengembangan karier, serta promosi jabatan; (4) when? yaitu kapan waktu pelaksanaan pengukuran kinerja itu sendiri; (5) where? yaitu dimana akan dilakukan pengukuran kinerja; serta (6) how? yaitu metode seperti apa yang akan dipilih? Sedangkan output yaitu hasil yang dicapai dari program, kegiatan, atau kebijakan. Syarat lainnya untuk mengukur kinerja perusahaan berhubungan dengan output pengukuran misalnya: hasil penilaian yang jelas dan kesuksesan pengukuran kinerja.

Kinerja merupakan kemampuan suatu usaha untuk memenuhi target yang telah ditentukan sebelumnya. Suatu ukuran dibutuhkan dalam mengukur kinerja seperti tingkat kesuksesan atau hasil pencapaian dari sebuah usaha. Ukuran yang digunakan adalah indikator kinerja utama atau Key Performance Indicator yang mempunyai rangkaian proses bisnis dengan tujuan yang nyata, ukuran kuantitatif dan kualitatif dari hasil yang sebanding dengan tujuan, serta penyelidikan terhadap elemen-elemen yang mempengaruhi tujuan untuk mengetahui strategi apa yang telah diterapkan perusahaan menurut visi dan misi dari perusahaan tersebut (Moeheriono, 2012). Maka, kinerja yang baik di semua sektor baik keuangan, produksi, distribusi maupun pemasaran merupakan syarat mutlak bagi UMKM untuk bisa terus hidup dan berkembang serta untuk mengoptimalkan tujuan semua UMKM.

(Aribawa, 2016) mengemukakan bahwa dalam menganalisis kinerja UMKM, diperlukan suatu pendekatan yang berdasar pada beberapa asumsi, antara lain: (1)

sumber daya yang terbatas menjadikan pengukuran kinerja sulit untuk dilakukan secara kuantitatif; (2) indikator keuangan yang kompleks dalam mengukur kinerja, berakibat pada kurang aktualnya kondisi perusahaan yang sebenarnya; (3) pengukuran kinerja pada umumnya kurang cocok jika diterapkan pada perusahaan selain perusahaan besar dengan manajemen terstruktur.

Namun, terlepas dari asumsi-asumsi tersebut, pendapat yang diungkapkan oleh (Rapih, 2015), pengukuran kinerja UMKM dapat dilakukan dengan beberapa indikator antara lain: (1) pertumbuhan keuntungan dalam nominal uang yang semakin mengalami peningkatan; (2) jumlah konsumen yang membeli produk semakin meningkat; (3) jumlah penjualan produk meningkat; (4) jumlah aset perusahaan baik aset tetap, maupun tidak tetap meningkat.

Widiyanti (2016) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa variabel literasi keuangan dapat mempengaruhi kinerja UMKM. Hasil penelitian ini sesuai dengan financial knowledge theory dimana pengetahuan keuangan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk memahami, menganalisis dan mengelola keuangan yang tersedia bagi dirinya untuk menghasilkan keputusan keuangan dengan tepat, dan dapat membantu perkembangan kinerja UMKM. Sehingga, literasi keuangan dianggap sebagai hal yang sangat penting bagi perkembangan kinerja suatu usaha, khususnya UMKM.

Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2011) menunjukkan bahwa variabel inklusi keuangan dapat mempengaruhi kinerja UMKM. Ini sesuai dengan financial behavior yang berkaitan dengan perilaku keuangan seseorang yang cenderung lebih bertanggung jawab dalam manajemen atas keuangannya. Bank Indonesia (2014), menjelaskan bahwa inklusi keuangan akan memberikan manfaat kepada masyarakat yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan taraf hidupnya, khususnya bagi mereka yang berada di wilayah terpencil maupun di wilayah perbatasan.

Inklusi keuangan merupakan elemen penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi yaitu dengan mengoptimalkan kontribusi sektor keuangan dan membuka akses layanan jasa keuangan seluas mungkin kepada masyarakat khusunya pada para pelaku usaha seperti UMKM, yang perlu mendapat dukungan modal agar dapat membesarkan usaha dan membantu kinerja usahanya (Sudiarta, Kirya, & Cipta, 2014; Aribawa, 2016; Iqbal & Sami, 2017).

H1 : Literasi keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja umkm di sidoarjo

H2 : Inklusi keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja umkm di sidoarjo

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana menurut Lind et al (Marita, 2015) pendekatan kuatitatif menggunakan perhitungan ilmiah yang diperoleh melalui sampel individu dalam suatu objek penelitian dengan memintanya memberikan jawaban pada sebuah survei. Pendapat responden diukur menggunakan skala likert lima skor. Skor 5 untuk pendapat sangat setuju (SS), skor 4 untuk pendapat setuju (S), skor 3 untuk pendapat kurang setuju (KS), skor 2 untuk

pendapat tidak setuju (TS), dan skor 1 untuk pendapat sangat tidak setuju (STS). Penelitian menggunakan teknik sampling yaitu simple random sampling dengan objek penelitian adalah pelaku UMKM sektor makanan olahan yang tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten Sidoarjo. Sampel yang didapatkan pada penelitian ini sebanyak 168 orang yang berperan sebagai pelaku UMKM sektor makanan olahan yang tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.

Tabel 1.

Jumlah UMKM Sektor Makanan

No.

Kecamatan

Jumlah UMKM

1

Tarik

2

2

Prambon

8

3

Krembung

16

4

Porong

11

5

Jabon

25

6

Tanggulangin

13

7

Candi

31

8

Tulangan

25

9

Wonoayu

25

10

Sukodono

7

11

Sidoarjo

26

12

Buduran

13

13

Waru

21

14

Gedangan

21

15

Taman

22

16

Krian

15

17

Balongbendo

8

Jumlah

289

Sumber: (BPS Sidoarjo, 2017)

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel independen, yaitu literasi keuangan dan inklusi keuangan yang akan diketahui ada/tidaknya pengaruh terhadap variabel dependen yaitu kinerja UMKM. Definisi operasional tiap variabel akan ditunjukkan pada Tabel berikut.

Tabel 2.

Rangkuman Variabel dan Indikator Penelitian

Variabel

Indikator

Sumber

1.

Transaksi ekonomi dan jenis-jenis praktiknya (X1.1)

2.

Sumber daya ekonomi (X1.2)

Fianto et al

3.

Konsep belanja (X1.3)

(2017)

4.

Konsep menyimpan (menabung, asuransi, dan

Literasi Keuangan (X1)

5.

investasi) (X1.4)

Pajak (X1.5)

6.

Kejahatan finansial (X1.6)

7.

Keyakinan terkait lembaga keuangan, produk

Lestari

dan jasanya (X1.7)

(2015)

8.

Keterampilan pengelolaan keuangan (X1.8)

Huston (2011)

1.

Ketersediaan atau akses (X2.1)

Nasution,

Inklusi Keuangan

2.

Penggunaan aktual produk dan jasa keuangan

(X2.2)

Sari, &

(X2)

3.

Kualitas (X2.3)

Handriyani (2013)

4.

Kesejahteraan (X2.4)

1.

Pertumbuhan keuntungan (Y1.1)

Kinerja UMKM (Y)

2.

Pertumbuhan jumlah pelanggan (Y1.2)

Rapih (2015)

3.

Pertumbuhan jumlah penjualan (Y1.3)

4.

Pertumbuhan jumlah aset (Y1.4)

Sumber: Kajian penelitian sebelumnya, 2019

Analisis data dilakukan bertujuan untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan dipahami. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda dengan bantuan software SPSS 22. (Priyatno, 2009) mengungkapkan analisis regresi linier berganda berguna untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan linier antara 2 variabel independen atau lebih dengan 1 variabel dependen yang telah dirumuskan. Persamaan fungsi yang digunakan adalah berikut:

Y = a + b1X1+ b2X2+ e..................................................(1)

Keterangan :

Y     : Kinerja UMKM

a       : Konstanta

b1& b2  : Koefisien regresi

X1      : Variabel literasi keuangan

X2      : Variabel inklusi keuangan

e        : errorterm

Kualitas data dapat dilihat dari uji validitas dan uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini terkait dengan kuesioner yang digunakan. Penggunaan uji kuesioner untuk memastikan bahwa kuisioner yang dibagikan merupakan alat ukur yang nantinya dapat menginterprestasikan variable yang akan diukur. Pengujian validitas dalam penelitian ini digunakan untuk menguji keabsahan data yang dikumpulkan berupa kuesioner. Widoyoko (2014:147) mengungkapkan bahwa instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur sehingga akan menghasilkan data yang valid pula. Pada penelitian ini pengujian instrumen menggunakan rumus Product Moment Pearson dengan ketentuan jika rhitung>rtabel maka butir dianggap valid, dan jika rhitung<rtabel maka butir dianggap tidak valid.

Item pernyataan pada variabel literasi keuangan terdiri dari 16 item pernyataan, dan uji validitas pada variabel ini secara detail dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.

Uji Validitas Variabel Literasi Keuangan

Item Pernyataan

Corrected Item-Total Correlation

r tabel

Keterangan

X1.1

0,622

0.361

Valid

X1.2

0,551

0.361

Valid

X1.3

0,576

0.361

Valid

X1.4

0,545

0.361

Valid

X1.5

0,626

0.361

Valid

X1.6

0,504

0.361

Valid

X1.7

0,537

0.361

Valid

X1.8

0,240

0.361

Tidak valid

X1.9

0,357

0.361

Tidak valid

X1.10

0,362

0.361

Valid

X1.11

0,695

0.361

Valid

X1.12

0,270

0.361

Tidak valid

X1.13

0,428

0.361

Valid

X1.14

0,576

0.361

Valid

X1.15

0,581

0.361

Valid

X1.16

0,385

0.361

Valid

Sumber: Kajian penelitian sebelumnya, 2019

Pengujian validitas yang dapat dilihat pada tabel di atas, setelah dikurangi dengan beberapa item yang tidak valid, maka terlihat bahwa hanya 13 item

pernyataan yang akan digunakan dalam penelitian dikarenakan nilai Corrected Item-Total Correlation yang dihasilkan lebih besar dari r-tabel (0.361)

Item pernyataan pada variabel inklusi keuangan terdiri dari 12 (dua belas) item pernyataan, dan uji validitas pada variabel ini secara detail dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.

Uji Validitas Variabel Inklusi Keuangan

Item Pernyataan

Corrected Item-Total Correlation

r tabel

Keterangan

X2.17

0,530

0.361

Valid

X2.18

0,533

0.361

Valid

X2.19

0,525

0.361

Valid

X2.20

0,182

0.361

Tidak valid

X2.21

0,541

0.361

Valid

X2.22

0,478

0.361

Valid

X2.23

0,422

0.361

Valid

X2.24

0,562

0.361

Valid

X2.25

0,780

0.361

Valid

X2.26

0,638

0.361

Valid

X2.27

0,731

0.361

Valid

X2.28

0,724

0.361

Valid

Sumber: Kajian penelitian sebelumnya, 2019

Pengujian validitas yang dapat dilihat pada tabel di atas, setelah dikurangi dengan beberapa item yang tidak valid, maka terlihat bahwa hanya 11 item pernyataan yang akan digunakan dalam penelitian dikarenakan nilai Corrected Item-Total Correlation yang dihasilkan lebih besar dari r-tabel (0.361).

Item pernyataan pada variabel perkembangan kinerja UMKM terdiri dari 12 item pernyataan, dan uji validitas pada variabel ini secara detail dapat dilihat pada Tabel 5.

Pengujian validitas yang dapat dilihat pada tabel 5. ke-12 item pernyataan menunjukkan hasil yang valid sehingga seluruh item pernyataan tersebut akan digunakan dalam penelitian dikarenakan nilai Corrected Item-Total.

Tabel 5

Uji Validitas Variabel Perkembangan Kinerja UMKM

Item Pernyataan

Corrected Item-Total Correlation

r tabel

Keterangan

Y.29

0,882

0.361

Valid

Y.30

0,750

0.361

Valid

Y.31

0,687

0.361

Valid

Y.32

0,786

0.361

Valid

Y.33

0,597

0.361

Valid

Y.34

0,729

0.361

Valid

Y.35

0,643

0.361

Valid

Y.36

0,654

0.361

Valid

Y.37

0,537

0.361

Valid

Y.38

0,630

0.361

Valid

Y.39

0,816

0.361

Valid

Y.40

0,694

0.361

Valid

Sumber: Kajian penelitian sebelumnya, 2019

Pengujian validitas juga didukung dengan uji reliabilitas untuk memperkuat keabsahan data. Menurut (Arikunto, 2013), reliabilitas adalah alat yang menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Uji reliabilitas yang digunakan ialah rumus Koefisien Alpha Cronbach, dikatakan instrumen memiliki nilai yang tinggi jika nilai alpha> 0,60 begitu pula sebaliknya instrumen memiliki nilai yang rendah jika nilai alpha< 0,60.

Tabel 6.

Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas

Variabel

Alpha cronbach’s

Keterangan

Literasi Keuangan (X1)

0.778

Reliabel

Inklusi Keuangan (X2)

0.794

Reliabel

Kinerja UMKM (Y)

0.904

Reliabel

Sumber: Kajian penelitian sebelumnya, 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengujian asumsi klasik yang dilakukakan, model penelitian ini telah memenuhi asumsi. Data yang digunakan berdistribusi normal, model penelitian terbebas dari multikolinieritas dan autokorelasi, hasil pengujian heteroskedastisitas dalam model regresi juga tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda yang berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara kedua variabel yaitu variabel-variabel literasi keuangan (X1) dan inklusi keuangan (X2) terhadap perkembangan kinerja UMKM (Y). Hasil pengolahan ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 7.

Hasil Perhitungan Analisis Regresi Linier Berganda Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

B     Std. Error

Standardized Coefficients Beta

t

Sig.

1   (Constant)

40,078       3,731

10,742

,000

Literasi Keuangan

,212         ,059

,279

3,619

,000

Inklusi Keuangan

,270        ,104

,199

2,590

,010

a. Dependent Variable: Kinerja UMKM

Sumber: Kajian penelitian sebelumnya, 2019

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut.

Y = 40,078+ 0,212X1+ 0,270X2

Dari persamaan garis regresi tersebut tampak bahwa konstanta (α) yang dihasilkan sebesar 40,078 menyatakan bahwa besarnya perkembangan kinerja UMKM adalah 40,078 jika variabel literasi keuangan dan inklusi keuangan adalah nol atau konstan. Koefisien regresi pada variabel literasi keuangan yang dihasilkan sebesar 0,212 yang menunjukkan bahwa jika variabel literasi keuangan (X1) naik satu satuan maka perkembangan kinerja UMKM (Y) akan naik sebesar 0,212. Koefisien regresi pada variabel inklusi keuangan yang dihasilkan sebesar 0,270 yang menunjukkan bahwa jika variabel inklusi keuangan (X2) mengalami kenaikan sebesar satu satuan maka perkembangan kinerja UMKM (Y) akan naik sebesar 0,270.

Hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa literasi keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja UMKM di Sidoarjo. Hal ini didasarkan pada hasil thitungsebesar 3,619 dengan tingkat signifikansi <5% yaitu 0,000. Hasil tersebut memiliki makna bahwa kinerja UMKM akan meningkat apabila literasi keuangan pada kalangan pelaku UMKM ditingkatkan. Semakin tinggi literasi keuangan, maka akan semakin tinggi pula kinerja UMKM di Sidoarjo.

Hasil olah data menunjukkan jika literasi keuangan berpengaruh terhadap kinerja UMKM, didorong oleh temuan pada indeks yang lebih menonjol yaitu indikator transaksi ekonomi dan jenis-jenis praktiknya, dengan mean sebesar 3,55 yang masuk dalam kategori tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa pelaku UMKM di Sidoarjo sudah memiliki pemahaman berkaitan dengan transaksi ekonomi dan

jenis-jenis praktiknya. Sehingga ini sesuai dengan Financial Knowledge Theory yang dimana peningkatan pengetahuan keuangan akan mempengaruhi bagaimana pengusaha UMKM dapat lebih terampil dalam mengelola keuangan. Hasil temuan ini diperkuat dengan pernyataan bahwa literasi keuangan akan mempengaruhi kecakapan finansial yaitu kapabilitas untuk mengetahui gagasan dasar dari ilmu ekonomi dan keuangan, hingga bagaimana mengimplementasikannya secara tepat (Santoso et al., 2015).

Hasil penelitian ini mendukung teori dan hasil penelitian sebelumnya di antaranya dari (Aribawa, 2016) yang mengungkapkan bahwa jika pelaku usaha di sektor UMKM memiliki kemampuan literasi keuangan yang memadai, maka keputusan bisnis dan keuangan yang diciptakan akan menuju ke arah pengembangan yang membaik dari waktu ke waktu, meningkatkan kemampuan usaha untuk bertahan di tengah krisis, dan pada akhirnya akan membuat bisnis tersebut memiliki keberlanjutan jangka panjang. Hal senada dikemukakan (Chimucheka & Rungani, 2011) bahwa pengetahuan tentang keuangan juga memiliki dampak pada pertumbuhan dan kelangsungan UMKM.

Literasi keuangan berpengaruh terhadap kinerja UMKM, didukung oleh temuan pada indikator yang lebih dominan yang dapat dilihat pada tabel 8 yaitu indikator transaksi ekonomi dan jenis-jenis praktiknya, dengan mean sebesar 3,55 yang masuk dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM di wilayah Sidoarjo sudah memiliki pemahaman berkaitan dengan transaksi ekonomi dan jenis-jenis praktiknya. Hasil temuan ini diperkuat dengan pernyataan (Hailwood, 2007) bahwa literasi keuangan akan mempengaruhi kecakapan finansial yaitu kemampuan untuk memahami konsep dasar dari ilmu ekonomi dan keuangan, hingga bagaimana menerapkannya secara tepat (Rita & Santoso, 2015).

Tabel 8.

Hasil Respon Pada Variabel Literasi Keuangan

No.

Indikator

Mean

Keterangan

1

Transaksi   ekonomi   dan   jenis-jenis

praktiknya

3,55

Tinggi

2

Sumber daya ekonomi

3,42

Tinggi

3

Konsep belanja

3,31

Cukup

4

Konsep menyimpan (menabung, asuransi, dan investasi)

2,87

Cukup

5

Pajak

3,20

Cukup

6

Kejahatan finansial

3,19

Cukup

7

Keyakinan terkait lembaga keuangan, produk dan jasanya

3,45

Tinggi

8

Keterampilan pengelolaan keuangan

3,35

Cukup

Mean

3,27

Cukup

Sumber: Kajian penelitian sebelumnya, 2019

Pada temuan selanjutnya, indikator yang memiliki mean paling rendah adalah

indikator konsep menyimpan (menabung, asuransi, dan investasi) dengan mean sebesar 2,87 yang masuk dalam kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku UMKM masih kurang memiliki pemahaman tentang konsep menyimpan khusunya pada asuransi. Temuan ini didukung oleh hasil penelitian (Ningrum & Sudarsono, 2018) bahwa meskipun para pelaku UMKM sudah memiliki pemahaman terhadap masalah keuangan terutama berkaitan dengan kepentingan pelaku UMKM yaitu investasi, menabung dan meminjam, namun kebanyakan dari mereka kurang memahami keberadaan asuransi yang dianggap tidak memiliki kepentingan langsung dengan kebutuhan pelaku UMKM.

Hung et al. (2009) mengemukakan bahwa literasi keuangan merupakan ukuran pemahaman terhadap konsep keuangan dan kemampuan dalam pengelolaan keuangan yang tepat dalam membuat keputusan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang sesuai dengan dinamika kebutuhan dan kondisi perekonomian. Seseorang yang memiliki tingkat literasi keuangan yang lebih tinggi akan cenderung memiliki perencanaan dan menjadi lebih sukses (Lusardi & Mitchell, 2008). Dengan demikian, pada sebuah pengelolaan usaha, literasi keuangan menjadi penting untuk ditingkatkan karena sebuah bisnis yang baik perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang baik pula. Seperti yang diungkapkan (Widiyanti, 2016)bahwa efektifitas pengelolaan keuangan akan terwujud apabila SDM UMKM mampu meningkatkan literasi keuangan yang dimiliki. Oleh sebab itu, tingkat literasi keuangan merupakan hal yang sangat penting kinerja suatu usaha, khususnya UMKM.

Berdasarkan tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi keuangan terbukti menjadi faktor yang berpengaruh pada kinerja UMKM di Sidoarjo.

Hasil analisis yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa inklusi keuangan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja UMKM di Sidoarjo. Ini berdasar pada hasil thitung sebesar 2,590 dengan tingkat signifikansi <5% yaitu 0,010. Hasil tersebut memiliki makna bahwa kinerja UMKM akan meningkat apabila inklusi keuangan pada kalangan pelaku UMKM ditingkatkan. Semakin tinggi inklusi keuangan, maka akan semakin tinggi pula kinerja UMKM di Sidoarjo, sehingga ini sesuai dengan teori Financial Behavior yang dimana seseorang yang memiliki perilaku keuangan yang baik maka dia akan bertanggung jawab dan akan lebih efektif menggunakan keuangannya sehingga dapat mensejahterakan kehidupan mereka.

Tabel 9.

Hasil Respon pada Variabel Inklusi Keuangan

No.

Indikator

Mean

Keterangan

1

Ketersediaan atau akses

2,97

Cukup

2

Penggunaan aktual produk dan jasa keuangan

3,11

Cukup

3

Kualitas

2,99

Cukup

4

Kesejahteraan

2,95

Cukup

Mean

3,01

Cukup

Sumber: Kajian penelitian sebelumnya, 2019

Ketidakmampuan mengakses layanan perbankan memberikan dampak yang besar bagi keberlangsungan dan kesuksesan UMKM yang ada. Oleh sebab itu, kinerja UMKM perlu didukung dengan kemudahan akses dalam pemberian kredit untuk modal usaha maupun layanan perbankan lainnya (Purnomo, 2011). Pelayanan perbankan yang mudah diakses tentunya akan mempermudah masyarakat khususnya pelaku UMKM dalam membangun aset dan membantu kegiatan usaha mereka.

Hasil penelitian ini mendukung teori dan hasil penelitian sebelumnya diantaranya dari (Chimucheka & Rungani, 2011) bahwa akses layanan keuangan memberikan dampak bagi keberlangsungan dan kesuksesan UMKM. Hal senada diungkapkan (Steelyana, 2013) bahwa inklusi keuangan merupakan elemen penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi yaitu dengan mengoptimalkan kontribusi sektor keuangan dan membuka akses layanan jasa keuangan seluas mungkin kepada masyarakat khusunya pada para pelaku usaha seperti UMKM, yang perlu mendapat dukungan modal agar dapat membesarkan usaha dan membantu kinerja usahanya (Sudiarta, Kirya, & Cipta, 2014; Aribawa, 2016; Iqbal & Sami, 2017).

Inklusi keuangan berpengaruh terhadap perkembangan kinerja UMKM, didukung oleh temuan pada indikator yang lebih dominan yaitu indikator penggunaan aktual produk dan jasa keuangan dengan mean sebesar 3,11 yang masuk dalam kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM di wilayah Sidoarjo masih ada yang belum menggunakan produk dan jasa perbankan. Hasil temuan ini diperkuat dengan pernyataan (Ismawati, 2016) bahwa masih banyak para pelaku UMKM yang belum mengenal lembaga keuangan formal terutama produk dan layanannya.

Pada temuan selanjutnya, indikator yang memiliki mean paling rendah adalah indikator ketersediaan atau akses, yaitu sebesar 2,97 yang masuk dalam kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian dari para pelaku UMKM di wilayah Sidoarjo masih merasa kesulitan dalam mengakses layanan perbankan. Temuan ini mendukung hasil penelitian (Chimucheka & Rungani, 2011) dan (Iqbal & Sami, 2017) yang menyatakan bahwa UMKM masih kesulitan untuk mengakses layanan finansial bank karena kebanyakan bank lebih memilih untuk tidak meminjamkan modal kepada usaha kecil dan yang tidak terorganisir. Padahal, akses ke lembaga keuangan sangat mampu untuk meningkatkan kondisi ekonomi dan standar hidup bagi masyarakat. Ketidakmampuan mengakses layanan tersebut memberikan dampak yang besar bagi keberlangsungan dan kesuksesan UMKM yang ada.

Hasil analisis yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa kinerja UMKM di Sidoarjo secara simultan berpengaruh signifikan pada Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan . Hal tersebut didasarkan pada hasil Fhitung sebesar 8,005 dengan nilai probabilitas yaitu p= 0,000 lebih kecil dari taraf nyata 5%. Ini berarti bahwa semakin baik literasi keuangan dan inklusi keuangan pada kalangan pelaku usaha UMKM, maka semakin baik pula kinerja UMKM di wilayah Sidoarjo. Hasil penelitian ini mendukung teori dan hasil penelitian sebelumnya, diantaranya yang dilakukan oleh (Sanitasya, Rahardjo & Iqbal, 2019) yang menerangkan bahwa keberhasilan dan kegagalan usaha kecil sangat dipengaruhi oleh keterampilan dan kemampuan pelaku usaha dan kategori. dasar modal yang berkontribusi pada usaha

yang sukses yaitu modal manusia, modal sosial dan modal keuangan, yang dalam hal ini termasuk literasi keuangan dan inklusi keuangan. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (2016), menjelaskan bahwa peningkatan literasi dan inklusi keuangan diyakini bisa mengembangkan UMKM karena pelaku UMKM dapat lebih memahami konsep dasar dari produk keuangan, melakukan perencanaan dan pengelolaan keuangan yang lebih baik, serta melindungi mereka dari penipuan dan usaha tidak sehat di pasar keuangan.

Terdapat beberapa literatur yang telah mengkonfirmasi bahwa kemampuan perusahaan dalam mengenali dan mengakses sumber daya keuangan akan berdampak pada tingkat pertumbuhan perusahaan (Chimucheka & Rungani, 2011; Sudiarta, Kirya, & Cipta, 2014; Iqbal & Sami, 2017). Oleh sebab itu, perkembangan kinerja UMKM perlu didukung dengan kemudahan akses dalam pemberian kredit untuk modal usaha maupun layanan perbankan lainnya (Purnomo, 2011). Pelayanan perbankan yang mudah diakses tentunya akan mempermudah masyarakat khususnya pelaku UMKM dalam membangun aset dan membantu kegiatan usaha mereka.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, inklusi keuangan terbukti menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja UMKM di Sidoarjo.

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat literasi keuangan maka semakin tinggi pula perkembangan kinerja UMKM di wilayah Sidoarjo. Sehingga, tingkat literasi keuangan sangat penting bagi perkembangan suatu usaha, karena sebuah bisnis yang baik perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang baik pula.

Indikator yang paling rendah di antara indikator lainnya adalah indikator konsep menyimpan (menabung, asuransi, dan investasi). diharapkan kepada para pelaku UMKM di wilayah Sidoarjo agar lebih meningkatkan literasi keuangan yang dimiliki terutama tentang pentingnya asuransi bagi UMKM itu sendiri. Lalu indikator ketersediaan atau akses yang menjadi indikator paling rendah sehingga diharapkan kepada pemangku kepentingan, khususnya pemerintah yang diwakili oleh Otoritas Jasa Keuangan agar dapat menawarkan program-program yang nantinya dapat meningkatkan akses para pelaku UMKM. Dengan adanya program yang dapat memudahkan akses layanan perbankan khususnya pada para pelaku UMKM di wilayah Sidoarjo harapannya inklusi keuangan yang ada dapat semakin meningkat.

Bagi peneliti berikutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan perkembangan kinerja UMKM melalui variabel literasi keuangan dan inklusi keuangan, maupun melalui variabel-variabel lain yang memengaruhinya, misalnya seperti bauran pemasaran, dan sebagainya.

REFERENSI

Anggraini, D., & Nasution, S. H. (2013). Peranan Kredit Usaha Rakyat Bagi Pengembangan UMKM di Kota Medan (Studi Kasus Bank BRI). Jurnal Ekonomi Dan Keuangan, 1(3), 105–116.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo. (2018). Kabupaten Sidoarjo Dalam Agka 2018. https://doi.org/1102001.3515

Chimucheka, T., & Rungani, E. C. (2011). The impact of inaccessibility to bank finance and lack of financial management knowledge to small , medium and micro enterprises in Buffalo City Municipality , South Africa. 5(14), 5509– 5517. https://doi.org/10.5897/AJBM11.806

Furqani, H. (2017). Country Reports: The Current Situation Of Islamic Economics IN INDONESIA. Research Center for Islamic Economics, December.

Halim, Y. K. E., & Astuti, D. (2015). Financial Stressors, Financial Behavior, Risk Tolerance, Financial Solvency, Financial Knowledge, dan Kepuasan Finansial.          Jurnal          Finesta,          3(1),          19–23.

https://doi.org/10.1109/EDOC.2009.26

Herdjiono, I., Damanik, L. A., & Musamus, U. (2016). Pengaruh Financial attitude, financial knowladge , Parental Income toward Financial Management Behavior. Manajemen Teori Dan Terapan, 1(3), 226–241.

Hidajat, T., Tinggi, S., & Ekonomi, I. (2015). An Analysis of Financial Literacy and Household Saving among Fishermen in Indonesia. Mediterranean Journal        of        Social        Sciences,         6(December).

https://doi.org/10.5901/mjss.2015.v6n5s5p216

Hung, A. a, Parker, A. M., Yoong, J. K., & Yoong, J. (2009). Defining and Measuring Financial Literacy. RAND Corporation Publications Department, 708, 28 pp. https://doi.org/10.2139/ssrn.1498674

Iqbal, B. A., & Sami, S. (2017). Role of banks in financial inclusion in India. Contaduría       y       Administración,        62(2),       644–656.

https://doi.org/10.1016/j.cya.2017.01.007

Ismawati, S. T. (2016). Persepsi usaha mikro dan kecil terhadap inklusi keuangan dan akses perbankan. Artikel Ilmiah, 16.

Lestari, S. (2015). literasi keuangan serta penggunaan produk dan jasa lembaga keuangan. Fokus Bisnis, 14(02), 14–24.

Lusardi, annamaria; Mitchell, O. S. (2008). Planning and Financial Literacy: how do women fare? American Economic   Review,   413-417.

https://doi.org/10.1257/aer.98.2.413

Lusardi et al. (2013). PISA 2012 Financial Literacy. OECD INFE, 139–166.

Marita, W. E. (2015). Pengaruh Struktur Organisasi dan Ukuran Perusahaan Terhadap Penerapan Business Entity Concept. AKRUAL: Jurnal Akuntansi, 7(1), 18. https://doi.org/10.26740/jaj.v7n1.p18-40

Moeheriono. (2012). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. PT Raja Grafindo PErsada.

Nababan, D., & Sadalia, I. (2013). Analisis Personal Financial Liteacy Dan Financial Behavior Mahasiswa Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (Personal Financial literacy Analysis And The Financial Behavior Of Undergraduate Students Of The University Of North Sumatra’s Econo. Media Informasi Manajemen, 1, 1–16.

Nasution, L. N., Sari, P. B., & Dwilita, H. (2013). Determinan Keuangan Inklusif Di Sumatera Utara, Indonesia. Ekonomi Dan Studi Pembangunan, 14(1), 58– 66.

Ningrum, indah A., & Sudarsono, H. (2018). Analisi Factor Pengaruh Literasi Keuangan Terhadap Pelaku UMKM Kota Makassar. In P. Achmad Tohirin, M.A., P. Agus Widarjono, M.A., P. Akhsyim Affandi, M.A., A. P. D. A. H. M. Noor, M. Kushardanta Susilabudi, SE., & U. Dr Mohamed Saladin Abdool Rasul (Eds.), Southeast Asia International Islamic Philanthropy Conference 2018 (2nd ed., p. 449). Prodi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

OJK. (2013). Literasi Keuangan. https://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/Pages/Literasi-Keuangan.aspx

otoritas jasa keuangan. (2017). Revisit strategi nasional literasi keuangan indonesia (snlki) (A. Sugiarto (ed.); Vol. 4, Issue 1, pp. 75–84). Otoritas Jasa Keuangan. https://doi.org/.1037//0033-2909.I26.1.78

Priyatno, D. (2009). Mandiri Belajar Dengan Program SPSS. Penerbit Buku Kita.

Purnomo. (2011). No 52 Juta UMK di Indonesia, 60% Dijalankan PerempuanTitle. Detik Finance.

Santoso, I., Yuwandini, D., & Mustaniroh, A. (2015). Pengaruh Kredit Dan Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja UMKM agroindustri Dengan Pemasaran Sebagai Variabel Antara. Jurnal Manajemen & Agribisnis, 12(3), 174–182. https://doi.org/10.17358/JMA.12.3.174

Sarma, M. (2012). Effectiveness of short course intermittent regimen on different categories of retreated patients with pulmonary tuberculosis. In Index of Financial Inclusion – A measure of financial sector inclusiveness (07/2012; Vol. 24, Issue 8).

Steelyana, E. (2013). Perempuan dan perbankan: sebuah tinjauan tentang peran inklusi keuangan terhadap pengusaha umkm perempuan di indonesia. The Winners, 14, 95–103.

Terzi, N. (2015). Financial Inclusion and Turkey. Academic Journal of Interdisciplinary            Studies,            4(1),            269–276.

https://doi.org/10.5901/ajis.2015.v4n1s2p269

Widiyanti, A. E. (2016). Literasi Keuangan Dan Dampaknya Pada Pemilihan Sumber Pendanaan Ukm Pada Wilayah Gerbang Kertasusila. 1–13.

3236