E-Jurnal Manajemen, Vol. 9, No. 4, 2020 : 1338-1357

ISSN : 2302-8912


DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2020.v09.i04.p06

PENGARUH RETRIBUSI DAERAH DAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENDAPATAN DAERAH

I Putu Agus Sudarmana1

Gede Mertha Sudiartha2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia

email: sudarmana46@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh retribusi daerah dan pajak daerah secara serempak dan parsial terhadap nilai pendapatan asli daerah di Kabupaten Badung kurun waktu 2008-2018. Sampel dari penelitian ini adalah data Retribusi Daerah, Pajak daerah dan data Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung kurun waktu 2008-2018. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah metode sampel jenuh, yakni metode penentuan sampel dengan seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Retribusi daerah, dan pajak daerah secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung. Hasil ini memberi arti bahwa, semakin meningkatnya penerimaan dari pajak dan retribusi daerah akan mengakibatkan semakin meningkat pula pendapatan asli daerah yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten Badung.

Kata Kunci: retribusi daerah, pajak daerah, PAD

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the effect of regional levies and regional taxes simultaneously and partially on the value of local revenue in Badung Regency in the period 2008-2018. The sample of this research is Regional Retribution data, Local Tax and Local Revenue data in Badung Regency for the period 2008-2018. The sampling technique used is the saturated sample method, namely the method of determining the sample with the entire population used as research samples. The data analysis technique used in this study is multiple linear regression analysis. The results showed that regional levies, and regional taxes simultaneously or partially had a significant effect on the Original Local Revenues in Badung Regency. These results give the sense that, increasing revenue from taxes and levies will lead to an increase in local revenue that will be received by the government of Badung Regency.

Keywords: regional levies, local taxes, PAD

PENDAHULUAN

Sebagai negara kesatuan Republik Indonesia, maka daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk melaksanakan pemerintahan. Setiap daerah yang disebut daerah otonom diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Menurut pasal 10 ayat 3 UU No. 32 tahun 2004 wewenang Pemerintah Daerah tersebut dikecualikan dalam bidang: (1) Politik Luar Negeri, (2) pertahanan, (3) keamanan, (4) yustisi, (5) moneter dan fiskal nasional, serta (6) bidang agama.

Menurut Penjelasan UU No. 32 tahun 2004 kewenangan yang luas diberikan pada daerah Kabupaten atau Kota sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki masing-masing. Daerah Kabupaten atau Kota memiliki kewenangan pula untuk membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik dengan baik, meningkatkan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maka menjadi tanggung jawab bagi setiap daerah untuk memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Untuk memenuhi semua pembiayaan daerah sendiri maka setiap daerah harus dapat menghimpun dana sebesar-besarnya untuk pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan akan berjalan baik jika didukung biaya dan sumber daya manusia yang baik pula. Kabupaten dan daerah kota dimulai dengan adanya penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan yang paling penting adalah Pendapatan Asli Daerah(PAD).

Dalam rangka memaksimalkan pendapatan asli daerah ini, pemerintah daerah berupaya keras untuk mencari sumber-sumber pendapatan yang potensial dengan cara mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang telah dipungut selama ini.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Asli Daerah (PAD), perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah adalah pendapatan, dana perimbangan, dan pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan Lain-lain PAD yang sah.

Pembiayaan pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan.Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu mulai tanggal 1 Januari 2001. Adanya otonomi daerah, daerah dipacu untuk lebih berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Siregar (2001:78) mengemukakan bahwa bagi banyak daerah, pengeluaran untuk pembangunan mulai tahun anggaran 2001 (setelah otonomi daerah/desentralisasi) lebih banyak dari pada pengeluaran pada tahun anggaran 2001 (sebelum desentralisasi).

Pajak dikumpulkan oleh pemerintah provinsi di Indonesia dan merupakan sumber pendapatan asli mereka yang paling penting.Dalam upaya menciptakan kemandirian daerah, Pendapatan Asli Daerah menjadi faktor yang sangat penting, dimana PAD akan menjadi sumber dana dari daerah sendiri. Menurut Allingham & Sandmo (2002) permasalahan yang sering terjadi adalah pemerintah daerah diberi wewenang untuk mengatur daerahnya sendiri dalam mengatur aktivitas ekonomi, pemerintah daerah akan cenderung boros dalam pengeluaran tetapi disisi lain tidak memeiliki kemampuan untuk menaikkan pajak untuk mendukung pengeluaran mereka. Menurut Kembar (2013) Peningkatan pendapatan dicerminkan oleh Produk Nasional Bruto pada skala nasional, sedangkan pada skala daerah disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi dan pertumbuhan perekonomian yang cepat. Menurut Manik (2014) dalam upaya pembangunan ekonomi di Indonesia, pemerintah berusaha mengembangkan sektor-sektor yang dapat menyentuh hingga masyarakat kecil, sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang baik ditandai dengan PDB provinsi yang meningkat. Menurut Oka & Arka (2015) kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan. Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan meratanya distribusi pendapatan. Menurut Kembar (2013) pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat kemajuan pembangunan dan merupakan salah satu dampak nyata atas keberhasilan dari beberapa kebijakan ekonomi yang diterapkan pada waktu sebelumnya. Salah satu aturan dalam implementasi desentralisasi fiscal adalah harus memperbesar kewenangan pajak dan peningkatan penerimaan daerah atau retribusi daerah (Lin & Liu, 2000)

Prospek retribusi daerah di Kabupaten Badung dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1.

Perkembangan Nilai Retribusi Daerah Kabupaten Badung Kurun waktu Tahun 2008-2018

Tahun

Retribusi Daerah (Rupiah)

2008

20,797,171,305

2009

21,554,027,859

2010

42,468,647,743

2011

35,830,043,226

2012

68,979,987,444

2013

90,457,625,612

2014

116,502,660,909

2015

96,040,159,072

2016

118,390,340,000

2017

128,717,150,000

2018

135,490,862,492

Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 1. menunjukkan perkembangan nilai retribusi daerah di Kabupaten Badung selama kurun waktu tahun 2008 sampai tahun 2018 yang selalu mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2008-2010 retribusi Kabupaten Badung mengalami peningkatan yang signifikan mencapai angka Rp

42.468.647.742,88, kemudian tahun 2011 menurun menjadi Rp 35.830.043.226,00, tahun 2012-2014 retribusi daerah Kabupaten Badung mengalami kenaikan dari 68,9 milyar ke 116,5 milyar kemudian disusul tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 20.5 milyar yang menjadikan total retribusi daerah tahun 2015 hanya 96 milyar. Tahun 2016 kembali meningkat sangat pesat retribusi daerah Bali mencapai 110 milyar. Data ini menunjukkan retribusi daerah Kabupaten Badung sangat berfluktuatif. Hal ini diduga disebabkan karena retribusi memang tidak menentu setiap tahunnya karena dibedakan oleh konsumsi masyarakat yang berubah-ubah.

Salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah, selain retribusi daerah adalah pajak daerah. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, “Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Perkembangan Nilai Pajak Daerah di Kabupaten Badung selama kurun waktu 2008 sampai 2018 dapat dilihat pada Tabel 2. berikut:

Tabel 2.

Perkembangan Nilai Pajak Daerah Kabupaten Badung Kurun waktu Tahun 2008-2018

Tahun

Pajak Daerah (Rupiah)

2008

698,514,183,884

2009

776,038,062,441

2010

877,353,367,556

2011

1,281,693,418,862

2012

1,685,560,837,068

2013

2,010,554,251,067

2014

2,339,332,864,903

2015

2,598,718,129,654

2016

2,968,152,920,000

2017

3,490,156,150,000

2018

5,160,937,204,168

Sumber: Data diolah, 2019

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa Pajak Daerah di Kabupaten Badung meningkat dari tahun 2008 hingga tahun 2018. Tahun 2008 pajak daerah Kabupaten Badung adalah sebanyak 698,514,183,884 juta rupiah terus mengalami peningkatan hingga tahun 2018 mencapai 5,160,937,204,168 milyar rupiah. Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan Pajak Daerah di Kabupaten Badung relatif meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan Tabel 3. Pendapatan Asli daerah selalu meningkat selama kurun waktu 2008 hingga 2018 yang selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, tahun 2008 sebesar 759,816,622,012 juta rupiah dan meningkat menjadi 6,561,358,603,537 triliun rupiah di tahun 2018.

Tabel 3.

Perkembangan Nilai Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung Kurun waktu Tahun 2008-2018

Tahun

PENDAPATAN ASLI DAERAH (Rupiah)

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

759,816,622,012

850,168,320,769

979,241,565,351

1,406,259,505,049

1,870,187,279,445

2,279,113,502,086

2,722,625,562,621

3,001,464,263,014

3,563,459,640,000

4,172,457,400,000

6,561,358,603,537

Sumber: Data diolah, 2019

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai tulang punggung pendapatan Kabupaten Badung yang memiliki tanggung jawab dalam menjalankan pemerintahan agar dapat memberikan pelayanan terhadap perkembangan daerahnya melalui penerimaan pajak daerah.Sumber pajak daerah tersebut diharapkan menjadi sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan daerah untuk meningkatkan pemerataan kesejahteraan rakyat Pemerintah daerah memiliki sedikit pajak otonomi dan prioritas pusat ketat membatasi paling pendanaan dari pusat. Menurut Kusuma (2016) kemampuan PAD dalam mencukupi anggaran belanja daerah sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan ekonomi, namun pembangunan ekonomi tidak dapat berjalan lancar jika hanya membebankan kepada pemerintah.Penerimaan Daerah juga mengurangi ketergantungan pemerintah daerah pada penerimaan pemerintah pusat

Besarnya pendapatan daerah sering digunakan sebagai pembanding tingkat kemakmuran di berbagai daerah (Norton, 2002). Desentralisasi fiskal akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan ekonomi sebuah daerah. Apabila desentralisasi fiskal mengutamakan pengeluaran publik, maka desentralisasi akan berdampak langsung terhadap PDRB yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memajukan pembangunan sosial ekonomi bagi penduduk daerah setempat.

Kemampuan retribusi daerah dan pajak daerah yang dimiliki setiap daerah, merupakan salah satu indikator kesiapan pemerintah daerah dalam berotonomi daerah.Oleh karena itu perolehan retribusi daerah dan pajak daerah diarahkan untuk meningkatakan pendapatan asli daerah, yang digunakan untuk menyelenggarakan otonomi dareah, yang secara konseptual diharapkan memiliki kemampuan nyata dan bertanggung jawab.Tuntunan kemampuan nyata ini diharapkan bersumber dari kemampuan menyiasati penerimaan retribusi daerah dan pajak daerah melalui upaya-upaya atau kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan sehingga terjadi peningkatan dari waktu kewaktu.Pajak dan retribusi yang dikenakan pemerintah daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat (Sato & Shinji, 2000)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusuma & Wirawati (2013) menyebutkan bahwa Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap peningkatan PAD, Pajak Daerah yang dominan dalam peningkatan PAD. Dini (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa persentase kontribusi pajak di daerah Sleman cukup signifikan terhadap PAD, hal ini membuktikan peranan pajak di Sleman cukup besar. Sedangkan hasil penelitian Priatnasari (2012) menyatakan bahwa diperoleh adanya hubungan positif tetapi tidak signifikan antara Retribusi daerah dan Pendapatan Asli Daerah Kota Tegal. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan Retribusi Daerah akan diikuti oleh peningkatan PAD. Berdasarkan Helvianti (2009) dalam penelitiannya menghasilkan bahwa Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan berpengaruh signifikan terhadap PAD di Kabupaten Rokan Hilir. Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan merupakan bagian dari Pajak Daerah sehingga kedua jenis pajak tersebut mempengaruhi peningkatan PAD. Sedangkan, di daerah Kabupaten Bantul Pajak Reklame tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah, hal tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isti & Dewi (2014). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2017) menyatakan bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penelitian oleh Mauri et al. (2017) juga menyatakan bahwa Retribusi Daerah dan Pajak Daerah secara bersama-sama (simultan) berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi Retribusi Daerah dan Pajak Daerah maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan semakin meningkat, sebaliknya semakin rendah Retribusi Daerah dan Pajak Daerah maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan semakin menurun. Hasil penelitian serupa oleh Iqbal & Sunardika (2018), Sipakoly (2016), Sulistyowatie (2016), Kusuma & Wirawati (2013), Widyaningsih (2018), serta Rizqiawan (2018) juga memperoleh hasil bahwa variabel Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rizqiawan (2018) menemukan hasil secara parsial menunjukkan bahwa Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap Pendapatan Asli Daerah, artinya jika Retribusi Daerah meningkat maka Pendapatan Asli Daerah juga meningkat. Sipakoly (2016) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan Retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah sehingga hipotesis yang diusulkan dlam penelitian ini diterima. Hasil ini memberi arti bahwa, semakin menningkatnya penerimaan dari retribusi akan mengakibatkan semakin meningkat pula pendapatan asli daerah. Atau sebaliknya semakin rendah tingkat penerimaan retribusi, makan akan semakin rendah pula tingkat pendapatan asli daerah. Penelitian serupa oleh , Kusuma & Wirawati (2013) serta Hartono (2017) menemukan hasil bahwa penerimaan retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan PAD. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rizqiawan (2018) menemukan hasil secara parsial menunjukkan bahwa Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap Pendapatan Asli Daerah, artinya jika Retribusi Daerah meningkat maka Pendapatan Asli Daerah juga meningkat.

Sipakoly (2016) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan Retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah sehingga hipotesis yang diusulkan dlam penelitian ini diterima. Hasil ini memberi arti bahwa, semakin menningkatnya penerimaan dari retribusi akan mengakibatkan semakin meningkat pula pendapatan asli daerah. Atau sebaliknya semakin rendah tingkat penerimaan retribusi, makan akan semakin rendah pula tingkat pendapatan asli daerah. Penelitian serupa oleh , Kusuma & Wirawati (2013) serta Hartono (2017) menemukan hasil bahwa penerimaan retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan PAD.

Setelah memperhatikan latar belakang yang penulis uraikan, ada beberapa alasan yang menjadi dasar bagi penulis memilih judul “Pengaruh Retribusi Daerah dan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung” Alasan tersebut adalah dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah dalam bentuk pelaksanaan kewenangan fiskal, daerah harus dapat mengenali potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya.Pemerintah daerah di harapkan lebih mampu mengenali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan di daerahnya melalui pendapatan asli daerah (PAD). Sumber PAD berasal dari retribusi daerah, pajak daerah dan juga dari ketaatan masyarakat dalam membayar pajak daerah demi majunya pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan adanya kesenjangan hasil pendapatan masyarakat.

Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Iain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggaii pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang lebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi dalam kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah (M. K. A. A. Kusuma & Wirawati, 2013)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2017) menyatakan bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penelitian oleh Mauri et al. (2017) juga menyatakan bahwa Retribusi Daerah dan Pajak Daerah secara bersama-sama (simultan) berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi Retribusi Daerah dan Pajak Daerah maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan semakin meningkat, sebaliknya semakin rendah Retribusi Daerah dan

Pajak Daerah maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan semakin menurun. Hasil penelitian serupa oleh Iqbal & Sunardika (2018), Sipakoly (2016) Sulistyowatie (2016), Kusuma & Wirawati (2013), Widyaningsih (2018), serta Rizqiawan (2018) juga memperoleh hasil bahwa variabel Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Berlandaskan pada beberapa hasil penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan hipotesis berikut:

H1: Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Secara Simultan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Retribusi daerah yang merupakan pembayaran atas jasa atau pemberian ijin khusus yang disediakan dan/atau diberikan oleh Pemda kepada pribadi/badan, diharapkan dapat mendukung sumber pembiayaan daerah dalam menyelenggarakan pembangunan daerah, sehingga akan meningkatkan dan memeratakan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat di daerahnya.

Retribusi daerah dipungut atas balas jasa sehingga pembayarannya dapat dilakukan berulang kali. Siapa yang menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan retribusi. Faktor perbedaan antara pungutan retribusi dengan sumber-sumber pendapatan yang lain adalah ada tidaknya jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah. Pelaksanaan pemungutan retribusi dapat dilakukan di luar waktu yang telah ditentukan oleh petugas perundang-undangan selama pemerintah daerah dapat menyediakan jasa dengan persetujuan pemerintah pusat. Sektor retribusi terkait erat oleh tingkat aktivitas sosial ekonomi masyarakat di suatu daerah. Artinya, semakin maju dan berkembang tingkat sosial ekonomi masyarakat, maka semakin besar potensi retribusi yang bisa dipungut

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rizqiawan (2018) menemukan hasil secara parsial menunjukkan bahwa Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap Pendapatan Asli Daerah, artinya jika Retribusi Daerah meningkat maka Pendapatan Asli Daerah juga meningkat. Sipakoly (2016) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan Retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah sehingga hipotesis yang diusulkan dlam penelitian ini diterima. Hasil ini memberi arti bahwa, semakin menningkatnya penerimaan dari retribusi akan mengakibatkan semakin meningkat pula pendapatan asli daerah. Atau sebaliknya semakin rendah tingkat penerimaan retribusi, makan akan semakin rendah pula tingkat pendapatan asli daerah. Penelitian serupa oleh , Kusuma & Wirawati (2013) serta Hartono (2017) menemukan hasil bahwa penerimaan retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan PAD. Berlandaskan pada beberapa hasil penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan hipotesis berikut:

H2: Retribusi Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah

Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pajak daerah yang memiliki kontribusi yang sangat penting dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah karena pajak daerah bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan penerimaan PAD dan juga mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Pcnggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum

seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak

Penelitian terdahulu oleh Iqbal & Sunardika (2018) menyatakan bahwa variabel pajak daerah mempunyai hubungan positif yang sangat kuat dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Dalam penelitian Hendaris (2018) menemukan hasil bahwa Pajak daerah memiliki pengaruh yang searah searah atau positif terhadap PAD artinya semakin tinggi Pajak daerah, maka semakin besar Peningkatan PAD. Penelitian serupa oleh Sulistyowatie (2016), Usman (2015), serta Mauri et al. (2017) juga memperoleh hasil bahwa ariabel pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berlandaskan pada beberapa hasil penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan hipotesis berikut:

H3: Pajak Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan pelayaan kepada masyarakat.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Pasal 1, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli dipungut di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Pendapatan Asli Daerah adalah: Penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.Untuk menuju otonomi daerah, maka pengelolaan peningkatan Pendapatan Asli Daerah perlu semakin diintensifkan, agar tercapai keseimbangan antara pelaksana tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan serta dapat mendukung terciptanya aparat yang bersih dan bertanggung jawab. Sumber pendapatan daerah berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 20% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis.Pendapatan Asli Daerah merupakan pencerminan terhadap pendapatan masyarakat, untuk itu perlu adanya kiat-kiat bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan potensi masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sekaligus menambah Pendapatan Asli Daerah.Peningkatan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam membina

masyarakat dan unsur swasta dalam mewujudkan berbagai bidang usaha, untuk selanjutnya dapat memberikan masukan terhadap daerah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung yang berlokasi di Jln. Raya Sempidi. Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Badung karena merupakan salah satu Kabupaten di Bali yang mengalami perkembangan perekonomian yang sangat pesat. Objek dalam penelitian ini adalah nilai retribusi daerah dan pajak daerah di Kabupaten Badung kurun waktu 2008-2018 serta nilai pendapatan asli daerah Kabupaten Badung.

Analisis regresi linier berganda merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel retribusi daerah dan pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Badung.Dalam mengolah data penelitian ini, digunakan perangkat lunak Statistical Product and Service Solution (SPSS). Adapun bentuk umum regresi linier berganda menurut Nata Wirawan (2002:293) dapat dinyatakan sebagai berikut:

Y =a+β1X1+ @2^2+ ei...................................................(1)

Keterangan:

Y      = Pendapatan Asli Daerah

a       = Intersep/konstanta

X∙^      = retribusi daerah

^'J-      = pajak daerah

β1, β2   = Slope atau arah garis regresi

ei      = Variabel penggangu (residual error) yang mewakili faktor lain

berpengaruh terhadap Y namun tidak dimasukan dalam model.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis deskriptif adalah langkah pertama yang perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran umum data yang telah dikumpulkan terkait variabel penelitian. Analisis statistik deskriptif disajikan untuk memberikan informasi umum tentang karakteristik variabel penelitian yang berupa nilai tertinggi, nilai terendah, rata-rata, dan deviasi standar dari variabel pendapatan asli daerah, retribusi daerah dan pajak daerah. Hasil statistik deskriptif dapat dilihat pada Tabel 4.

Data pada Tabel 4. menunjukkan Retribusi Daerah terendah di Kabupaten Badung adalah sebesar Rp 20.797.171.305 yang terjadi pada tahun 2008, sedangkan Retribusi Daerah tertinggi di Kabupaten Badung adalah sebesar Rp. 135.490.862.492 yaitu terjadi pada tahun 2018. Nilai rata-rata Retribusi Daerah pada Kabupaten Badung adalah sebesar Rp. 79.566.243.242 dengan nilai standar deviasi sebesar Rp. 43.618.084.289. Hal ini berarti nilai standar deviasi pada variabel Retribusi Daerah lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-ratanya, yang berarti sebaran data terkait dengan Retribusi Daerah di Kabupaten Badung sudah merata selama periode tahun penelitian.

Tabel 4.

Hasil Uji Statitik Deskriptif

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Retribusi

11

20797171305

135490862492

79566243242.00

43618084289.30

Daerah

Pajak Daerah

11

698514183884

5160937204168

2171546489963.91

1355232112501.08

Pendapatan

11

759816622012

6561358603537

2560559296716.73

1743215214953.63

Asli Daerah

Valid N

11

(listwise)

Sumber: Data diolah, 2019

Data pada Tabel 4. diatas menunjukkan Pajak Daerah terendah di Kabupaten Badung adalah sebesar Rp 698.514.183.884 yaitu terjadi pada Tahun 2008, sedangkan Pajak Daerah tertinggi terendah di Kabupaten Badung adalah sebesar Rp. 5.160.937.204.168 yaitu terjadi pada Tahun 2018. Nilai rata-rata pajak daerah di Kabupaten Badung adalah sebesar Rp. 2.171.546.489.963,91 dengan nilai standar deviasi sebesar Rp. 1.355.232.112.501,08. Hal ini berarti nilai standar deviasi pada variabel Pajak Daerah lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-ratanya, yang berarti sebaran data terkait dengan Pajak Daerah di Kabupaten Badung sudah merata selama periode tahun penelitian.

Data pada Tabel 4. menunjukkan Pendapatan Asli Daerah terendah di Kabupaten Badung adalah sebesar Rp 759.816.622.012 yaitu terjadi pada tahun 2008, sedangkan Pendapatan Asli Daerah tertinggi adalah sebesar Rp. 6.561.358.603.537 yaitu terjadi pada tahun 2018. Nilai rata-rata Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung adalah sebesar Rp. 2.560.559.296.716,73 dengan nilai standar deviasi sebesar Rp. 1.743.215.214.953,63. Hal ini berarti nilai standar deviasi pada variabel Pendapatan Asli Daerah lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-ratanya, yang berarti sebaran data terkait dengan variabel Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung sudah merata selama periode tahun penelitian.

Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah residual dari model regresi yang dibuat berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menguji normalitas residual dengan menggunakan uji Kolmogrov Smirnov. Jika probabilitas signifikansi nilai residual lebih besar dari 0,05 maka data tersebut dikatakan berdistribusi normal. Demikian pula sebaliknya, jika probabilitas signifikansi residual lebih rendah dari 0,05 maka data tersebut dikatakan tidak berdistribusi normal. Uji Normalitas Data disajikan pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5.

Hasil Uji Normalitas

Unstandardized Residual

N11

Kolmogrov Smirnov Z0,359

Asymp.Sig.(2-tailed)1,000

Sumber: Data diolah, 2019

Berdasarkan hasil uji normalitas pada Tabel 5. didapat nilai Asymp.Sig.(2-tailed) sebesar 1,00. Oleh karena nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi tersebut sudah berdistribusi normal.

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam satu model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi antar variabel bebas dapat dilihat dari nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih dari 10% atau VIF Kurang dari 10, maka dapat dikatakan model telah bebas dari multikolinearitas. Uji Multikolinieritas disajikan pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6.

Hasil Uji Multikoleniaritas

Variabel

Tolerance

VIF

Keterangan

Retribusi Daerah (X1)

0,742

1,348

Bebas multikol

Pajak Daerah (X2)

0,742

1,348

Bebas multikol

Sumber: Data diolah, 2019

Berdasarkan Tabel 6. dapat dilihat bahwa nilai tolerance dan VIF dari seluruh variable tersebut menunjukkan bahwa nilai tolerance untuk setiap variabel lebih besar dari 0,1 atau 10% dan nilai VIF lebih kecil dari 10 yang berarti model persamaan regresi bebas dari multikolinearitas.

Suatu model regresi jika mengandung gejala autokorelasi, maka prediksi yang dilakukan dengan model tersebut akan tidak baik, atau dapat memberikan hasil prediksi yang menyimpang. Uji autokorelasi dilakukan untuk melacak adanya korelasi data dari tahun t dengan tahun t-1 (sebelumnya). Pengujian autokorelasi dilakukan melalui Durbin-Watson test, dimana model regresi dikatakan terbebas dari autokorelasi apabila sesuai dengan kriteria du<DW<4-du. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 7. sebagai berikut.

Tabel 7.

Hasil Uji Autokorelasi

No       Dl        Du       4-du      DW      Simpulan

1            0,7580      1,6044      2,3956      1,940      Bebas autokorelasi

Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 7. menunjukkan bahwa besarnya nilai Durbin Watson sebesar 1,940. Nilai D-W menurut Tabel dengan n = 11 dan k = 2 didapat nilai dl= 0,7580 dan nilai du=1,6044. Oleh karena nilai du<dw<(4-du) yaitu (1,6044<1,940< 2,3956), maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi antar residual dalam model penelitian.

Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain yang dilakukan dengan uji Glejser. Model regresi yang baik adalah yang tidak mengandung gejala heteroskedastisitas atau mempunyai varians yang homogen. Jika variabel bebas yang diteliti tidak mempunyai pengaruh signifikan atau nilai signifikansinya lebih dari 0,05 terhadap nilai absolute

residual, berarti model regresi tidak mengandung gejala heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas disajikan pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8.

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Beta

t

Sig.

B

Std. Error

1    (Constant)

.161

.035

4.612

.002

Retribusi Daerah

-.014

.034

-.151

-.404

.697

Pajak Daerah

.036

.029

.465

1.240

.250

Sumber: Data diolah, 2019

Pada Tabel 8. dapat dilihat bahwa nilai signifikansi dari variabel Retribusi Daerah sebesar 0,679, dan Pajak Daerah sebesar 0,227. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap absolute residual. Dengan demikian, model yang dibuat tidak mengandung gejala heteroskedastisitas.

Setelah semua asumsi klasik terpenuhi, maka selanjutnya memaparkan hasil analisis regresi linier berganda. Perhitungan koefisien regresi linier berganda dilakukan dengan analisis regresi melalui software SPSS 18.0 for Windows, diperoleh hasil yang ditunjukan pada Tabel 9.

Tabel 9.

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Beta

t

Sig.

B

Std. Error

1    (Constant)

-0,034

0,068

-0,497

0,633

Retribusi Daerah

0,442

0,066

0,782

6,652

0,000

Pajak Daerah

0,139

0,057

0,285

2,423

0,042

Sumber: Data diolah, 2019

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda seperti yang disajikan pada Tabel 9, maka dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut:

Y = -0,034 + 0,442 X1 + 0,139 X2 + e

Nilai konstanta sebesar -0,034, memiliki arti apabila nilai retribusi daerah (X1) dan pajak daerah (X2) sama dengan nol, maka Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung (Y) akan cenderung menurun atau bernilai negatif sebesar 0,034. Koefisien regresi pada variabel retibusi daerah (X1) sebesar 0,442 menunjukkan arah positif. Hal ini berarti apabila retibusi daerah meningkat, sedangkan nilai variabel pajak daerah tetap, maka akan berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung (Y) yang cenderung meningkat. Koefisien regresi pada variabel pajak daerah (X2) sebesar 0,139 menunjukkan arah positif. Hal ini berarti apabila pajak daerah meningkat, sedangkan nilai variabel retribusi daerah tetap, maka akan berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung (Y) yang cenderung meningkat.

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui hipotesis pertama yaitu pengaruh retribusi daerah (X1) dan pajak daerah (X2) secara simultan terhadap

pendapatan asli daerah Kabupaten Badung (Y) dalam penelitian ini menggunakan uji F. Sedangkan untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga mengenai pengaruh retribusi daerah (X1) dan pajak daerah (X2) secara parsial terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Badung (Y) dalam penelitian ini menggunakan uji t. Adapaun penjelasan masing-masing pengujian adalah sebagai berikut:

Uji F atau uji simultan ini bertujuan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas yang diidentifikasi (Retribusi Daerah, dan Pajak Daerah) tepat digunakan memprediksi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung. Hasil uji F dapat dilihat pada Tabel 10. berikut:

Tabel 10.

Hasil Uji F

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1 Regression

4.624

2

2.312

44.825

.000a

Residual

.413

8

.052

Total

5.036

10

Sumber: Data diolah, 2019

Hasil uji F pada Tabel 10. menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 44,825 > F Tabel 3,98 dengan nilai signifikansi P value 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. Hasil ini memberikan makna bahwa kedua variabel independen yaitu Retribusi Daerah, dan Pajak Daerah secara simultan atau simultan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung, maka hipotesis pertama diterima.

Pengaruh variabel Retribusi Daerah, dan Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah secara parsial diuji dengan menggunakan Uji t. Kriteria pengujian untuk menjelaskan interpretasi pengaruh antar masing-masing variabel yakni apabila nilai signifikansi < 0,050 maka H1 diterima. Sebaliknya, jika nilai signifikansi > 0,050 maka H1 ditolak. Nilai dari hasil uji t diperoleh dari hasil uji regresi dengan melihat nilai signifikan dan t hitung seperti pada Tabel 10. berikut:

Tabel 11.

Hasil Uji t

Variabel

B

t hitung

t Tabel

Sig.

Keterangan

Retribusi Daerah

0,442

6,652

2,2009

0,000

Signifikan

Pajak Daerah

0,139

2,423

2,2009

0,042

Signifikan

Sumber: Data diolah, 2019

Berdasarkan hasil analisis pengaruh Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,050 dengan nilai koefisien regresi positif sebesar 0,442 dan nilai t hitung lebih besar dari nilai t Tabel (6,652 > 2,2009), maka H2 diterima. Hasil ini mempunyai arti bahwa Retribusi Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung. Berdasarkan hasil analisis pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,042 < 0,050 dengan nilai koefisien regresi positif sebesar 0,139 dan nilai t hitung lebih besar dari nilai t Tabel (2,423 > 2,2009), maka H3 diterima. Hasil ini mempunyai

arti bahwa Pajak Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung.

Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui dan mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Peneliti menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi yang mana model regresi terbaik, karena nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model. Hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel 12. berikut:

Tabel 12.

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

0,958a

0,918

0,898

0,22709679

Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 12. menunjukan besarnya nilai adjusted R2 (koefisien determinasi yang telah disesuaikan) adalah sebesar 0,898. Nilai tersebut berarti bahwa sebesar 89,8 persen variabel Retribusi Daerah dan Pajak Daerah mampu mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung sedangkan sisanya sebesar 10,2 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dijelaskan dalam model penelitian.

Hasil pengujian hipotesis pertama (H1) dengan menggunakan uji F diperoleh nilai F hitung 44,825 > F Tabel 3,98 dengan nilai signifikansi P value 0,000 < 0,05. Hasil ini memberikan makna bahwa retribusi daerah, dan pajak daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung. Hasil ini memberi arti bahwa, semakin menningkatnya penerimaan dari pajak dan retribusi daerah akan mengakibatkan semakin meningkat pula pendapatan asli daerah. Atau sebaliknya semakin rendah tingkat penerimaan pajak dan retribusi daerah, maka akan semakin rendah pula tingkat pendapatan asli daerah. Temuan ini mendukung hasil penelitian Sipakoly (2016) yang menemukan hasil bahwa retribusi daerah, dan pajak daerah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keluasan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber keuangan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai bagian dari perwujudan asas desentralisasi. Oleh sebab itu, besarnya tingkat pendapatan daerah sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya sumber pendapatan tersebut. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan temuan penelitian Setiyawan (2018) yang menyatakan bahwa secara simultan variabel independen pajak daerah, dan retribusi daerah berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah.

Hasil pengujian hipotesis kedua (H2) dengan menggunakan uji t diperoleh nilai t hitung 6,652 > t Tabel 2,2009 dengan nilai signifikansi P value 0,000 <

0,05. Hasil ini memberikan makna bahwa retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung, dimana semakin tinggi Retribusi Daerah, maka semakin tinggi pula Pendapatan Asli Daerah yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten Badung. Sebaliknya, semakin rendah Retribusi Daerah, maka semakin rendahpula Pendapatan Asli Daerah yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten Badung

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sipakoly (2016) yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan Retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hasil ini memberi arti bahwa, semakin menningkatnya penerimaan dari retribusi akan mengakibatkan semakin meningkat pula pendapatan asli daerah. Atau sebaliknya semakin rendah tingkat penerimaan retribusi, makan akan semakin rendah pula tingkat pendapatan asli daerah. Retribusi Daerah yang diartikan sebagai pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian lain tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pemerintah daerah menyediakan berbagai fasilitas baik kepada kepentingan individu maupun badan. Setiap individu atau badan yang menggunakan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah wajib memberikan iuran kepada pemerintah daerah karena telah menggunakan fasilitas yang disediakan. Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang diharapkan menjadi sumber pembiayaan demi penyelenggaraan pemerintah daerah dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undangundang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Retribusi Daerah dibagi menjadi tiga golongan yaitu : Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, Retribusi Perizinan Tertentu. Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerapun sangat memberikan kontribusi terhadap pendapan daerah. Oleh sebab itu, petugas pemerintah yang berwenang untuk menagih sampai mengelola retribusi daerah tersebut haruslah dengan pengawasan yang baik.

Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Setiyawan (2018) yang menyimpulkan bahwa secara parsial retribusi daerah berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Retribusi daerah dalam penelitian ini berpengaruh lebih signifikan terhadap pendapatan asli daerah dibandingkan pajak daerah, yang menunjukkan adanya kecenderungan bahwa retribusi daerah memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan asli daerah. Dengan demikian seharusya retribusi daerah di Kabupaten Badung harus dioptimalkan supaya tercermin kinerja keungan daerah yang sesungguhnya. Dari penelitian ini secara tidak langsung juga menunjukkan hal yang perlu ditingkatkan saat ini adalah peningkatan pengawasan dan efisiensi administrasi dalam melaksanakan pungutan retribusi.

Hasil pengujian hipotesis kedua (H2) dengan menggunakan uji t diperoleh nilai t hitung 2,423 > t Tabel 2,200 dengan nilai signifikansi P value 0,000 < 0,050. Hasil ini memberikan makna bahwa Pajak Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung, dimana semakin tinggi pajak daerah, maka semakin tinggi pula Pendapatan Asli Daerah yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten Badung. Sebaliknya, semakin

rendah pajak daerah, maka semakin rendah pula Pendapatan Asli Daerah yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten Badung

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyawan (2018) yang menyimpulkan bahwa secara parsial pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah, hal ini disebabkan karena pajak daerah berperan serta dalam membiayai pembangunan daerah dan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah. Pengeluaran tersebut berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, tanpa adanya pajak daerah maka kebutuhan daerah untuk pembangunan akan sulit dipenuhi karena kita tahu sebagian besar pendapatan setiap daerah adalah berasal dari pajak daerah. Secara tidak langsung pajak daerah juga akan mempengaruhi pendapatan asli daerah karena sumber dari keuangan daerah salah satunya adalah dari pajak daerah.

Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Asteria (2015) dan Sipakoly (2016) yang menemukan hasil bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hasil ini memberi arti bahwa, semakin menningkatnya penerimaan Pajak Daerah akan mengakibatkan semakin meningkat pula pendapatan asli daerah. Atau sebaliknya semakin rendah tingkat penerimaan Pajak Daerah , makan akan semakin rendah pula tingkat pendapatan asli daerah. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Hal ini menegaskan bahwa setiap orang baik pribadi maupun badan mempunyai kewajiban untuk membayar iuran kepada pemerintah daerah. Iuran wajib ini memiliki dasar hukum tetap yang diatur melalui peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang sifatnya mengikat dan memaksa. Selain itu, pemberlakuan otonomi daerah menuntut adanya kemandirian dalam pembangunan daerah dan kemandirian keuangan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya secara maksimal untuk menghasilkan uang. Salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah pajak daerah. Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan di daerah demi mensejahterakan masyarakat di daerah. Jika hal ini terjadi maka daerah mampu melaksanakan otonomi daerah yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Retribusi Daerah dan Pajak Daerah pada Pendapatan Asli Daerah serta dapat mengkonfirmasi teori pajak khususnya pada Retribusi Daerah dan pajak daerah yakni semakin tingginya penerimaan Retribusi dan pajak Daerah dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah. Hasil penelitian ini secara praktis dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung sekaligus sebagai referensi untuk menentukan strategi yang tepat guna menggali pendapatan daerah dengan sumber daya yang dimiliki agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah di Kabupaten Badung.

SIMPULAN

Retribusi daerah, dan pajak daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung. Hasil ini memberi arti bahwa, semakin menningkatnya penerimaan dari pajak dan retribusi daerah akan mengakibatkan semakin meningkat pula pendapatan asli daerah. Retribusi Daerah berpengaruh positif dan signifikan pada Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung. Hasil ini memberi arti bahwa, seiring dengan meningkatnya Retribusi Daerah, maka turut meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung. Pajak Daerah berpengaruh positif dan signifikan pada Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah Kabupaten Badung. Hasil ini memberi arti bahwa semakin tinggi Pajak Daerah, maka semakin tinggi pula Pendapatan Asli Daerah yang akan diterima oleh pemerintah Kabupaten Badung.

Bagi masyarakat, diharapkan untuk meningkatkan kesadaran dalam membayar kewajiban pajak maupun retribusi daerahnya. Karena hasil dari komponen pendapatan asli daerah tersebut juga akan digunakan untuk kepentingan masyarakat seperti pembangunan infrastruktur daerah. Sehingga dengan semakin tinggi kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi berarti masyarakat ikut berkontribusi dalam membangun daerahnya serta berkontribusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan daerah tempat masyarakat tersebut berdomisili. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk memperbanyak sampel dengan memperluas pengamatan pada beberapa kabupaten kota yang ada di Provinsi Bali, sehingga mampu menunjukkan hasil analisis yang baik dan dapat digeneralisasikan. Disamping itu sampel penelitian di perbaharui lagi untuk tahun-tahun berikutnya. Selain itu, penelitian selanjutnya juga dapat menambah bahkan menggunakan variabel-variabel lainnya untuk mendapatkan temuan-temuan baru yang lebih bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

REFERENSI

Allingham, M. G., & Sandmo, A. (2002). Income Tax Evasion: A Theoritical Analysis. Journal of Public Economics, 1(8), 323–338.

Asteria, B. (2015). Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Jurnal Riset Manajemen, 2(1), 51–61.

DINI, A. (2012). Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Tahun 2010 Dan 2011 (Studi Kasus Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sleman). Universitas Negeri Yogyakarta.

Hartono, Y. (2017). Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Periode 2012-2016). Jurnal Akuntansi Universitas

PGRI Yogyakarta, 1(1), 1–9.

Helvianti. (2009). Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Rokan Hilir-Riau. Universitas Sumatera Utara MEdan.

Hendaris, R. B. (2018). Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Pada Kota/Kabupaten Di Wilayah Provinsi Jawa Barat. Jurnal Akuntani Universitas Jenderal Achmad Yani, 1(1), 1–6.

Iqbal, M., & Sunardika, W. (2018). Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bandung (Studi Kasus Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Periode 2009 – 2015). Jurnal Ilmiah Akuntansi, 1(9), 10–35.

Isti, D. U., & Dewi, K. W. (2014). Pengaruh Pajak Reklame dan Retribusi Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bantul. Sancall, 1(1), 1–20.

Kembar, M. S. B. (2013). Analisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Bali: Analisis FEM Data Panel. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 6(1), 1–20.

Kusuma, H. (2016). Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 9(1), 1–20.

Kusuma, M. K. A. A., & Wirawati, N. G. P. (2013). Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan PAD Sekabupaten/Kota Di Provinsi Bali. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 5(3), 574–585.

Lin, J. Y., & Liu, Z. (2000). Fiscal Decentralization and Economic Growth in China. Economic Development and Cultural Change, 49(2), 1–21.

Manik, A. P. (2014). Analisis Efisiensi Dan Produktivitas Industri Besar Dan Sedang Di Wilayah Provinsi Bali (Pendekatan Stochastic Frontier Analysis). Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 7(1), 1–20.

Mauri, A. P., Mattalatta, & Hasmin. (2017). Analisis Pengaruh Penerimaan Retribusi Daerah Dan Pajak Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Pada Kabupaten Soppeng. Jurnal Mirai Management, 2(1), 175–193.

Norton, S. W. (2002). Economic Growth And Provery: In Search Of Trickle Down. CatoJournal, 22(2), 263–275.

Oka, I. K. A. Y., & Arka, S. (2015). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Antardaerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 8(1), 1–10.

Priatnasari, Y. (2012). Pengaruh Retribusi Daerah Pada Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika (DISHUBKOMINFO) Kota Tegal Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tegal. Jurnal Akuntansi, 1(1), 1–20.

Rizqiawan, A. D. (2018). Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dan Laba Bumd Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2015-2017. Artikel Akuntansi Universitas Nusantara PGRI Kediri, 1(1), 1–12.

Sato, M., & Shinji, Y. (2000). Decentralization and Economic Development in Asia Countries. Hitotsubashi Journal of Economics, 41(2), 84.

Setiyawan, E. (2018). Analisis Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah Dan Pendapatan Sah Lainnya Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota/Kabupaten Wilayah Jawa Timur Periode 2014-2016. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Nusantara PGRI Kediri, 1(1), 2–16.

Sipakoly, S. (2016). Analisis Pengaruh Serta Pertumbuhan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Ambon. Jurnal Maneksi, 5(1), 32–43.

Siregar, R. . (2001). Survey of Recent Developments. Journal of Indonesian Econmic Studies, 37(3), 277–303.

Sulistyowatie, S. L. (2016). Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Klaten. Jurnal Kiat Bisnis, 6(4), 346–356.

Usman, R. (2015). Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Retribusi Daerah (PAD) (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kota Bandung periode 2011-2015). Jurnal Universitas Padjajaran, 1(1), 1–17.

Widyaningsih, A. T. (2018). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Kapasitas Fiskal Kota Pontianak. Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan (JEBIK), 7(3), 215– 237.

1357