E-Jurnal Manajemen, Vol. 9, No. 3, 2020 : 1109-1128

ISSN : 2302-8912


DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2020.v09.i03.p15

PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS BERPENGARUH TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH

I Putu Chio Kanaiya1

I    Ketut Mustanda 2

  • 1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia email: [email protected]

ABSTRAK

Belanja modal adalah komponen belanja langsung dalam anggaran pemerintah yang menghasilkan output berupa aset tetap. Dalam pemanfaatan aset tetap yang dihasilkan tersebut, ada yang bersinggungan langsung dengan pelayanan publik atau dipakai oleh masyarakat dan ada yang tidak langsung dimanfaatkan oleh publik. Alokasi belanja modal didasarkan pada pendapatan asli daerah, transfer dari pemerintah pusat berupa dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Penelitian ini bertujuan mengetahui signifikansi pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap belanja modal pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah metode sampling jenuh. Pengumpulan data menggunakan metode observasi pada data keuangan pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun anggaran 2014 - 2018 dengan regresi linier berganda. Pendapatan asli daerah dan dana alokasi khusus memiliki pengaruh positif dan dampak signifikan terhadap belanja modal. Sementara, dana alokasi umum memiliki pengaruh negatif dan dampak signifikan terhadap belanja modal.

Kata kunci: pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, belanja modal.

ABSTRACT

Capital expenditure is component of direct expenditure on government budget that produces fixed assets. In utilizing the resulting fixed assets, in direct contact with public services or are used by the community and some are not directly utilized by the public. Capital expenditure allocation is based on regional own-source revenue, transfers from the central government in the form of general allocation funds and special allocation funds. This study aims to determine the significance of the effect of regional own-source revenue, general allocation funds and special allocation funds for local government capital expenditure in Bali. The sampling method used is saturation sampling. The data collection uses the observation method in the financial data during 2014 - 2018 with multiple linear regression. Local own revenues and special allocation funds have positive and significant impact on capital expenditure. General allocation funds have negative and significant impact on capital expenditure.

Keywords: regional own-source revenue, general allocation fund, special allocation fund, capital expenditure.

PENDAHULUAN

Otonomi tdaerah tmerupakan thak, twewenang, tdan tkewajiban tdaerah totonom untuk tmengatur tdan tmengurus tsendiri turusan tpemerintah tdan tkepentingan masyarakat tsetempat tsesuai tdengan tperaturan tperundang-undangan. tOtonomi daerah tyang tberlaku tdi tIndonesia tdidasarkan tpada tUU tNo. t22 tTahun t1999 tyang telah tdirevisi tmenjadi tUU tNo. t32 tTahun t2004. tKekuasaan tdaerah totonomi tsangat luas tkarena tpemerintah tdaerah tberwenang tmengurus tsendiri tkepentingan masyarakatnya tyang tterdiri tdari tbidang tpendidikan, tpertanian, tkesejahteraan, kesehatan, tperumahan, tperekonomian tdan tlain-lain t(Juniawan & Suryantini, 2018).

Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan kepada publik. Di Indonesia, anggaran daerah biasa disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan jasa pada tahun anggaran yang harus dianggarakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Menurut PP Nomor 58 Tahun 2005, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Menurut Nurlis (2016) dalam teori federalisme fiskal ditekankan bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai dengan cara desentralisasi fiskal atau pendelegasian wewenang oleh pusat ke daerah untuk mengatur rumah tangga mereka sendiri atau otoritas lokal yang sering disebut dengan otonomi daerah. Sebelum penerapan sistem desentralisasi, kebijakan pembangunan daerah masih dominan dikontrol oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat sehingga hal ini menyebabkan ketergantungan besar antar pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Desentralisasi mengakibatkan pemerintah daerah harus mampu untuk meningkatkan sumber daya daerahnya (Habibi, 2015). Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda (Jikwa & Salle, 2015). Marpaung et al. (2017) menyatakan tbahwa tpemanfaatan anggaran tbelanja tseharusnya tdialokasikan tuntuk thal-hal tproduktif, tmisalnya untuk pembangunan. tPenerimaan tpemerintah tdaerah tseharusnya tdialokasikan tuntuk program-program tlayanan tpublik.

Provinsi tBali tmerupakan tsalah tsatu tdari tprovinsi tyang tada tdi tIndonesia yang tmenerapkan totonomi tdaerah. tProvinsi tBali tmenjadikan totonomi tdaerah sebagai tacuan tdalam tpelaksanaan tpelayanan tpublik tyang tmemiliki ttujuan tdan arah tyang tjelas tdalam tmemberikan tpelayanan tkepada tmasyarakat. tPotensi tdaerah dapat ditingkatkan melalui peningkatan anggaran belanja daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah yang disusun secara tahunan dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Manajemen tbelanja tdaerah tharus tmenjadi tfokus tpemerintah tdaerah tagar optimalisasi tmanajemen tkeuangan tdaerah tdapat ttercapai t(Raharja et al., 2017). Belanja tmodal tyang ttermasuk tBelanja tDaerah tpatut tdiperhitungkan tkarena berkaitan tdengan tkeberlangsungan tpembangunan tinfrastruktur tdan tfasilitas

publik. tBelanja tmodal tdalam tpemahamannya tberhubungan tdengan tupaya pemerintah tuntuk tmenyediakan tfasilitas tagar tmenunjang tkinerja tpemerintah dalam tupaya tmemberikan tpelayanan tyang tsebaik tmungkin tkepada tmasyarakat. Peningkatan t tbelanja tmodal tyang tdi tanggarkan tmengakibatkan tpeningkatan belanja tmodal tdalam tkaitannya tpenambahan tinfrastruktur tdan tsarana tprasarana publik. tBelanja tmodal tpenting tuntuk tmeningkatkan taset tdaerah tyang tbertujuan untuk tmeningkatkan tlayanan tkepada tpublic (Fajrina & Suzan, 2015). Menurut Nurlis (2016) pemerintah daerah harus dapat mengalokasikan pendapatan yang diterima untuk area perbelanjaan yang produktif dengan sumber daya yang terbatas. Meningkatnya perekonomian daerah disertai dengan penerimaan daerah yang meningkat, seharusnya dapat meningkatkan belanja modal daerah (Adyatama & Oktaviani, 2015).

TREND BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA Dl PROVINSI BALI PERIODE 2014-2018 (MILIAR RUPIAH)

■ 2014 ■ 2015 ■ 2016 ■ 2017 ■ 2018

Gambar 1. Trend Belanja Modal Kota dan Kabupaten di Provinsi Bali

Belanja modal pada masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota seProvinsi Bali tahun 2014–2018 dapat dilihat pada Gambar 1, Kabupaten Badung memiliki belanja modal Rp 906.765.960.000,00 pada tahun 2018. Tingginya

belanja modal ini diharapkan dapat memberikan dampak positif pada fasilitas publik dan juga infrasruktur bagi masyarakat. Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama, belanja modal terendah tercatat di Kabupaten Karangasem pada tahun 2018. Belanja Daerah yang termasuk belanja modal patut diperhitungan karena berkaitan dengan keberlangsungan pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik. Menurut Venkataraman & Urmi (2017) Ditemukan bahwa dalam jangka pendek dan jangka panjang, penerimaan daerah yang berupa pendapatan asli daerah memiliki dampak positif kepada belanja modal pada bidang pembangunan daerah. Muda & Azura (2018), Marpaung et al. (2017) dan Abba et al. (2015) menemukan pendapatan asli daerah positif terhadap belanja modal sedangkan Sebastiana & Cahyo (2016) dan Nurlis (2016) menemukan bahwa pendapatan asli daerah negatif terhadap belanja modal.

Setiap tdaerah tmempunyai tkemampuan tyang ttidak tsama tdalam tmendanai kegiatan toperasional tdidaerahnya tmasing-masing, thal ttersebut tmenimbulkan ketimpangan tfiskal tantar tdaerah. tUntuk tmengatasi tketimpangan ttersebut, Pemerintah tpusat tmentransfer tdana tperimbangan tuntuk tmasing-masing tdaerah. Salah tsatu tdana tperimbangan tyaitu tdana talokasi tumum, tdana talokasi tumum merupakan tdana tyang tberasal tdari tpemerintah tpusat tyang tdiambil tdari tAPBN yang tdialokasikan tdengan ttujuan tpemerataan tkeuangan tantar tdaerah tuntuk membiayai tkebutuhan tpengeluaran tpemerintah tdaerah tdalam trangka tpelaksanaan desentralisasi. t

Dana talokasi tumum tdaerah tpemberiannya tdihitung tberdasarkan tkemampuan tkeuangan tdaerah tyang tdidapatkan tdari tselisih tkebutuhan tdaerah dengan tkemampuan tyang tdimiliki tdaerah. tPemberian tdana talokasi tumum tuntuk daerah tyang tmemiliki tkeuangan tyang tmencukupi tnamun tkeperluan tkeuangannya kecil tmaka tmendapatkan tanggaran tdana talokasi tumum tyang tkecil, tbegitu tjuga sebaliknya. tBerkaitan tdengan tperimbangan tkeuangan tantara tpemerintah tpusat dengan tpemerintah tdaerah, thal ttersebut tmerupakan tkonsekuensi tadanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan dana tersebut pemerintah daerah menngunakannya untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada publik. Studi yang dilakukan oleh Kuntari (2019), Abdillah & Mursinto (2016) dan Sumarsono & Rahmawati (2017) menemukan bahwa dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja modal sedangkan Purbarini & Masdjojo (2015) dan Nurlis (2016) menemukan bahwa dana alokasi umum berpengaruh negatif terhadap belanja modal.

Pemerintah tPusat tmemberi tpendelegasian twewenang tkepada tPemerintah Daerah tdisertai tdengan tpengalihan tdana, tsarana tdan tprasarana tserta tSumber tDaya Manusia t(SDM). tPengalihan tdana tdiwujudkan tdalam tbentuk tdana tperimbangan yaitu tdana talokasi tkhusus. tPemerintah tpusat tmemiliki tprogram tuntuk tmengurangi ketimpangan tdaerah tberupa tdana talokasi tkhusus tyang tdidapatkan tmelalui Penerimaan tAPBN tyang tdiberikan tuntuk tdaerah tterpilih tyang tbertujuan membiayai tsesuai tkeperluan tdaerah tyang tseragam tdengan tprogram tnasional. Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, dana alokasi khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Pemanfaatan dana alokasi khusus diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. Dengan adanya pengalokasian dana alokasi khusus diharapkan dapat mempengaruhi belanja modal, karena dana alokasi khusus cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.

Berdasarkan penelitian dana alokasi khusus dan belanja modal sebelumnya, Susilowati & Rahmadewi (2017), Mutiah & Mappanyuki (2015) dan Ananda et al. (2017) menyatakan bahwa dana alokasi khusus berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Novianto & Hanafiah (2015) dan Sugiyanta (2016) menemukan bahwa dana alokasi khusus positif terhadap belanja modal sedangkan Febriana & Praptoyo (2015), Heliyanto & Handayani (2016)menemukan bahwa dana alokasi khusus negatif terhadap belanja modal.

Penelitian tini tdilakukan tdi t1 tkota tdan t8 tkabupaten tyang ttersebar tdi tProvinsi Bali tkarena tberdasarkan ttren tbelanja tmodal tpada tdaerah tdiantaranya t1 tkota tdan t8 tkabupaten tdi tProvinsi tBali ttidak tmerata tdan tberfluktuasi tyang tmenyebabkan adanyatperbedaantpelayanantdantfasilitastpubliktditmasing-masingtkabupatentdan kota. tPenelitian tin tbertujuan tntuk tmenjelaskan tsignifikansi tpengaruh t, tdana alokasi tumum tdan tpengaruh tdana talokasi tkhusus tterhadap tbelanja tmodal tdi kabupaten tdan tkota tdi tProvinsi tBali.

Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanakan kebijakannya sebagai daerah otonomi sangat dipengaruhi oleh kemampuan daerah tersebut dalam menghasilkan pendapatan daerah. Semakin besar pendapatan asli daerah yang diterima, maka semakin besar pula kewenangan pemerintah daerah tersebut dalam melaksanakan kebijakan otonomi. Pelaksanaan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Salah satu cara untuk meningkatkan pelayanan publik dengan melakukan belanja untuk kepentingan investasi yang direalisasikan melalui belanja modal

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud.

Berdasarkan penelitian pendapatan asli daerah terhadap belanja modal sebelumnya, Bolen (2019), Soejoto et al. (2015) dan Syam et al. (2018) menjelaskan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Muda & Azura (2018), Marpaung et al. (2017) dan Abba et al. (2015) menemukan pendapatan asli daerah positif terhadap belanja modal. Temuan ini dapat mengindikasikan bahwa besarnya pendapatan asli daerah menjadi salah satu faktor penentu dalam menentukan belanja modal.

Hal tini tsesuai tdengan tPP tNo t58 ttahun t2005 tyang tmenyatakan tbahwa anggaran tpendapatan tdan tbelanja tdaerah tdisusun tsesuai tdengan tkebutuhan penyelenggaraan tpemerintah tdan tkemampuan tdaerah tdalam tmenghasilkan

pendapatan. tSetiap tpenyusunan tanggaran tpendapatan tdan tbelanja tdaerah, belanja tmodal tharus tdisesuaikan tdengan tkebutuhan tdaerah tdengan mempertimbangkan tpendapatan tasli tdaerah tyang tditerima. tSehingga tapabila pemda tingin tmeningkatkan tbelanja tmodal tuntuk tpelayanan tpublik tdan kesejahteraan tmasyarakat, tmaka tpemda tharus tmenggali tpendapatan tasli tdaerah yang sebesar-besarnya. Berdasarkan landasan teori dan beberapa hasil penelitian diatas maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H1: Pendapatan asli daerah berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal.

Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan. Pelaksanaan desentralisasi dilakukan dengan pemerintah pusat menyerahkan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya. Wujud desentralisasi yaitu pemberian dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan keuangan merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat menggunakan dana perimbangan keuangan yang berupa dana alokasi umum untuk memberikan pelayanan kepada publik yang direalisasikan melalui belanja modal.

Berdasarkan penelitian dana alokasi umum dan belanja modal sebelumnya, Marpaung et al. (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara dana alokasi umum dengan belanja modal. Bolen (2019), Soejoto et al. (2015) dan Syam et al. (2018) memperoleh bukti empiris bahwa jumlah belanja modal dipengaruhi oleh dana alokasi umum yang diterima dari pemerintah pusat. Kuntari (2019), Abdillah & Mursinto (2016) dan Sumarsono & Rahmawati (2017) menemukan bahwa dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja modal.

Hal tini tmemberikan tadanya tindikasi tkuat tbahwa tperilaku tbelanja tdaerah khususnya tbelanja tmodal takan tsangat tdipengaruhi tsumber tpenerimaan tdana alokasi tumum. tBerbagai tpemaparan tdi tatas tdapat tdisimpulkan tsemakin ttinggi dana talokasi tumum tmaka tbelanja tmodal tjuga tmeningkat. tHal ini tdisebabkan karena daerah yang memiliki pendapatan dana alokasi umum yang besar maka alokasi untuk anggaran belanja daerah (belanja modal) akan meningkat. Hipotesis berikutnya adalah sebagai berikut:

H2: Dana alokasi umum berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal

Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah desentralisasi. Pelaksanaan desentralisasi dilakukan oleh pemerintah pusat dengan memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahnya. Urusan pemerintah pusat diserahkan kepada pemerintah daerah disertai dengan penyerahan keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah.

Salah tsatu tdana tperimbangan tadalah tdana talokasi tkhusus, tdana talokasi khusus tmerupakan tdana tyang tbersumber tdari tAPBN tyang tdialokasikan tkepada pemerintah tdaerah tuntuk tmembiayai tkegiatan tkhusus tyang tmerupakan turusan daerah tdan tprioritas tnasional. tTujuan tdana talokasi tkhusus tuntuk tmengurangi beban tbiaya tkegiatan tkhusus tyang tharus tditanggung toleh tpemerintah tdaerah. Pemanfaatan tdana talokasi tkhusus tdiarahkan tkepada tkegiatan tinvestasi pembangunan, tpengadaan, tpeningkatan, tperbaikan tsarana tdan tprasarana tfisik pelayanan tpublik tdengan tumur tekonomis tpanjang. tDengan tdiarahkannya pemanfaatan tdana talokasi tkhusus tuntuk tkegiatan ttersebut tdiharapkan tdapat meningkatkan tpelayanan tpublik tyang tdirealisasikan tdalam tbelanja tmodal.

Berdasarkan tpenelitian tdana talokasi tkhusus tdan tbelanja tmodal tsebelumnya Susilowati & Rahmadewi (2017), Mutiah & Mappanyuki (2015) dan Ananda et al. (2017) menyatakan bahwa dana alokasi khusus berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Novianto & Hanafiah (2015) dan Sugiyanta (2016) menemukan bahwa dana talokasi tkhusus tpositif tterhadap tbelanja tmodal. tSementara tlembaga tSMERU tmenyatakan tbahwa tdana talokasi tkhusus tmerupakan salah tsatu tsumber tpendanaan tuntuk tbelanja tmodal. tHal tini tmengindikasikan bahwa tterdapat thubungan tantara tpemberian tdana ttransfer tdari tpemerintah tpusat yang tberupa tdana talokasi tkhusus tdengan talokasi tanggaran tpengeluaran tdaerah melalui tbelanja tmodal. tBerdasarkan tlandasan tteori tdan tpenemuan tempiris ttersebut tmaka tmenghasilkan thipotesis tsebagai tberikut:

H3: Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif signifikan terhadap Belanja Modal

Gambar 2. Kerangka Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN

Desain tpenelitian tdalam tpenelitian tini tmenggunakan tpendekatan tasosiatif yaitu tuntuk tmengetahui tpengaruh tdari tpendapatan tasli tdaerah, tdana talokasi umum tdan tdana talokasi tkhusus tterhadap tbelanja tmodal tpemerintah tdaerah tdi kabupaten/kota tdi tProvinsi tBali tdan tpendekatan tkuantitatif tyaitu tpenelitian dengan tmemperoleh tdata tyang tberbentuk tangka tdimana tdata tyang tdigunakan

yaitu tdata tkeuangan tpemerintah tdaerah tdi tkabupaten/kota tdi tProvinsi tBali. Lokasi tatau truang tlingkup twilayah tpenelitian tini tadalah t8 tKabupaten tdan t1 tKota Provinsi tBali tyaitu tKabupaten tBadung, tKabupaten tGianyar, tKabupaten tTabanan, Kabupaten tKlungkung, tKabupaten tBangli, tKabupaten tJembrana, tKabupaten Buleleng, tKabupaten tKarangasem tdan tKota tDenpasar.

Objek tpenelitian tdalam tpenelitian tini tadalah tPendapatan tAsli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan belanja modal daerah di 8 Kabupaten dan 1 Kota Provinsi Bali yaitu Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar pada tahun 2014-2018. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah belanja modal dengan simbol Y. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan simbol X1, Dana Alokasi Umum (DAU) dengan simbol X2 dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan simbol X3.

Belanja modal dalam penelitian ini merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum di pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014-2018. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi total Belanja Modal Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar pada tahun 2014-2018 yang terdapat dalam laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah dalam satuan rupiah dan dinyatakan dalam bilangan natural.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam penelitian ini merupakan pendapatan yang diterima pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014-2018. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi total pendapatan asli daerah Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar pada tahun 2014-2018 yang terdapat dalam laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah dalam satuan rupiah dan dinyatakan dalam bilangan natural.

Dana Alokasi Umum (DAU) dalam penelitian ini adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran daerah masing-masing dalam rangka pelaksanaan desentralisasi pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2014-2018. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi total dana alokasi umum Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar pada tahun 2014-2018 di laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah dalam satuan rupiah dan dinyatakan dalam bilangan natural.

Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam penelitian ini merupakan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang

merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional di pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2014-2018. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi total dana alokasi khusus Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar pada tahun 2014-2018 di laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah dalam satuan rupiah dan dinyatakan dalam bilangan natural.

Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data bersifat kuantitatif berupa laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar tahun anggaran 2014-2018. Sumber data dalam penelitian ini bersumber dari data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali atau badan pusat statistik masing-masing kota/kabupaten di Provinsi Bali yang dapat diakses melalui www.bps.go.id. Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah dengan metode sampling jenuh atau sensus

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi non partisipan, dimana peneliti tidak terlibat langsung dalam penelitian tetapi hanya sebagai pengamat independen yang dilakukan dengan cara observasi pada laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah pemerintah Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar tahun anggaran 2014-2018 yang dapat diakses melalui situs resmi Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data seperti nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan standard deviation dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Perhitungan ini dilakukan pada 8 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Tabanan, dan Kota Denpasar sebagai ibu kota Provinsi Bali selama periode 2014 – 2018. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, hasil analisis statistik deskriptif dapat dilihat pada Tabel 1.

Nilai rata-rata (mean) dari pendapatan asli daerah sebesar Rp 693.605.425.333,33 dengan standar deviasi sebesar Rp 1.092.933.653.926,282. Standar deviasi yang begitu besar berarti data pendapatan asli daerah dari 8 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Bali jauh dari nilai rata-rata dan memiliki variansi yang tinggi. Nilai terendah (minimum) dari pendapatan asli daerah adalah sebesar Rp 76.141.461.000,00 yang dimiliki oleh Kabupaten Bangli pada tahun 2014,

sedangkan nilai tertinggi (maksimum) dari pendapatan asli daerah adalah sebesar Rp 4.555.716.407.000,00 yang dimiliki oleh Kabupaten Badung pada tahun 2018.

Tabel 1.

Hasil Analisis Statistik Deskriptif (dalam ribuan)

N

Minimum

Maximum

Mean (dibulatkan)

Std. Deviation (dibulatkan)

Pendapatan

Asli Daerah

45

76.141.461

4.555.716.407

693.605.425

1.092.933.654

Dana Alokasi Umum

45

286.763.106

982.698.080

622.351.170

170.580.286

Dana Alokasi Khusus

45

540.930

320.552.965

123.868.967

81.832.493

Belanja Modal45

Valid N 45 (listwise)

70.217.269

1.241.111.665

308.525.018

276.493.514

Sumber: Data diolah, 2019

Nilai rata-rata (mean) dari dana alokasi umum sebesar Rp 622.351.170.488,89 dengan standar deviasi sebesar Rp 170.580.285.934,669. Standar deviasi tersebut berarti data dana alokasi umum dari 8 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Bali jauh dari rata-rata dan memiliki variansi yang tinggi. Nilai terendah (minimum) dari dana alokasi umum adalah sebesar Rp 286.763.106.000,00 yang dimiliki oleh Kabupaten Badung pada tahun 2015, sedangkan nilai tertinggi (maksimum) dari dana alokasi umum adalah sebesar Rp982.698.080.000,00 yang dimiliki oleh Kabupaten Buleleng pada tahun 2016.

Nilai rata-rata (mean) dari dana alokasi khusus sebesar Rp 123.824.655.733,33 dengan standar deviasi sebesar 81.876.395.288,020. Standar deviasi tersebut berarti data dana alokasi khusus dari 8 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Bali jauh dari rata-rata dan memiliki variansi yang tinggi. Nilai terendah (minimum) dari dana alokasi khusus adalah sebesar Rp 540.930.000,00 yang dimiliki oleh Kabupaten Badung pada tahun 2015, sedangkan nilai tertinggi (maksimum) dari dana alokasi khusus adalah sebesar Rp 320.552.965.000,00 yang dimiliki oleh Kabupaten Buleleng pada tahun 2017.

Nilai rata-rata (mean) dari belanja modal sebesar Rp 308.525.017.901,31 dengan standar deviasi sebesar 276.493.513.630,462. Standar deviasi tersebut berarti data belanja modal dari 8 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Bali jauh dari rata-rata dan memiliki variansi yang tinggi. Nilai terendah (minimum) dari belanja modal adalah sebesar Rp 70.217.269.000,00 yang dimiliki oleh Kabupaten Bangli pada tahun 2014, sedangkan nilai tertinggi (maksimum) dari belanja modal adalah sebesar Rp 1.241.111.665.000,00 yang dimiliki oleh Kabupaten Badung pada tahun 2017.

Setelah tmelalui tpenghitungan tmodel tpenelitian tmelanggar tuji tasumsi tklasik tyaitu tmengandung theteroskedatisitas, tmaka tperlu tmendapat tpengobatan. Untuk tmengobati tpenelitian tyang tmelanggar tuji tasumsi tklasik tini, tmodel tregresi diubah tke tdalam tbentuk tdouble-log. tDimana tsebelah tkanan t(variabel independen) tdan tkiri tpersamaan tregresi t(variabel tdependen) tditransformasi tke dalam tbentuk tlogaritma tnatural t(Ln). tSelain tbentuk tdouble tlog tdiatas, tpersamaan

juga tbisa tditransformasi tke tdalam tbentuk tsemi-log, tdimana tsebelah tkanan (variabel tindependen) tditransformasi tke tdalam tbentuk tlogaritma tnatural t(Ln), dan tsebelah tkiri tpersamaan tregresi t(variabel tdependen) tnilainya ttetap. tPenelitian ini tmenggunakan tmetode tdouble-log tdengan tmelakukan ttransformasi tterhadap semua variabel penelitian ke dalam bentuk logaritma natural (Ln), sehingga model regresi berubah menjadi seperti berikut:

LnY = α + β1LnX1+ β2LnX2+ β3LnX3+ εi………………………………….(1)

LnY = Logaritma Natural dari Belanja Modal

= Konstanta Regresi

■ i = Koefisien Regresi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

■ 2    = Koefisien Regresi Dana Alokasi Umum (DAU)

= Koefisien Regresi Dana Alokasi Khusus (DAK)

LnX1 = Logaritma Natural dari Pendapatan Asli Daerah LnX2 = Logaritma Natural dari Dana Alokasi Umum LnX3 = Logaritma Natural dari Dana Alokasi Khusus ε = Tingkat Kesalahan Pengganggu (standar error)

Hasil dari transformasi data tersebut mengharuskan untuk melakukan pengujian ulang terhadap uji asumsi klasik lainnya menggunakan data yang ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural (Ln).

Setelah transformasi data maka , hasil uji normalitas dapat diketahui bahwa nilai dari Kolmogorov-Smirnov Z yaitu sebesar 0,078 sedangkan nilai dari Asymp. Sig. (2-tailed) yaitu sebesar 0,200. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05 sehingga data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal. Nilai tolerance dan VIF dari pendapatan asli daerah adalah sebesar 0,870 dan 1,149, dana alokasi umum adalah sebesar 0,693 dan 1,442 dan dana alokasi khusus adalah sebesar 0,716 dan 1,397. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa nilai tolerance dari pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus lebih besar 0,1 (10%) dan nilai VIF dari pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus lebih kecil dari 10. Berdasarkan hasil perhitungan ini maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi yang digunakan tidak terjadi gejala multikolinieritas antar variabel.

Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) yang diperoleh adalah sebesar 0,226. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05 sehingga model regresi yang digunakan bebas dari autokrelasi. Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus memiliki nilai signifikansi berturut-turut yaitu sebesar 0,148, 0,413 dan 0,406. Nilai signifikansi yang dimiliki pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus lebih besar dari taraf signifikansi yang digunakan yaitu sebesar 5% (0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heterokedastisitas pada model regresi yang digunakan.

Berdasarkan Tabel 2. persamaan regresi linier berganda penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

LnY = 28,930 + 0,446LnX1 – 0,623LnX2 + 0,093LnX3

Keterangan:

LnY = Logaritma Natural dari Belanja Modal

tr = Konstanta Regresi

LnX1 = Logaritma Natural dari Pendapatan Asli Daerah

LnX2 = Logaritma Natural dari Dana Alokasi Umum

LnX3 = Logaritma Natural dari Dana Alokasi Khusus ε = Tingkat Kesalahan Pengganggu (standar error)

Tabel 2.

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

(Constant)

28,930

5,694

5,081

,000

Pendapatan Asli Daerah

,446

,049

,780

9,031

,000

Dana Alokasi Umum

-,623

,207

-,292

-3,012

,004

Dana Alokasi Khusus

,093

,043

,207

2,172

,036

Sumber: Data diolah, 2019

Nilai koefisien regresi pendapatan asli daerah sebesar 0,446 menunjukkan bahwa apabila pendapatan asli daerah meningkat sebesar satu satuan menyebabkan belanja modal meningkat sebesar 0,446 satuan dengan anggapan bahwa variabel lainnya konstan. Nilai koefisien regresi dana alokasi umum sebesar -0,623 menunjukkan bahwa apabila dana alokasi umum meningkat sebesar satu satuan menyebabkan belanja modal menurun sebesar 0,623 satuan dengan anggapan bahwa variabel lainnya konstan. Nilai koefisien regresi dana alokasi khusus sebesar 0,093 menunjukkan bahwa apabila dana alokasi khusus meningkat sebesar satu satuan menyebabkan belanja modal meningkat sebesar 0,093 satuan dengan anggapan bahwa variabel lainnya konstan.

Tabel 3.

Hasil Uji Kelayakan Model (Uji F)

Model

Sum of Squares      Df Mean Square      F        Sig.

Regression Residual Total

12,841            3           4,280         37,615      ,000b

4,666            41           ,114

17,507           44

Sumber: Data diolah, 2019

F-hitung sebesar t37,615 tdengan tnilai tsignifikansi t0,000. tTarif tnyata tα t= 5% tatau tkeyakinan t95% tdengan tderajat tkebebasan tpembilang t(k) t= t(3), tderajat kebebasan tpenyebut t(n-k) t= t(45-3) tdiperoleh thasil t(3;42), tmaka tFtabel t= t2,83. Hasil tuji tmenunjukkan tFhitung t t(37,615) t> tFtabel t(2,83) tdan tSig. tUji tF t(0,000) t< tα (0,05) tmaka tberada tpada tdaerah tpenolakan tH0 tdan tpenerimaan tH1. tHal tini berarti tterdapat tpengaruh tyang tsignifikan tantara tsemua tvariabel tindependen terhadap tvariabel tdependen tsehinga tmodel tlayak tdigunakan tuntuk tmemprediksi.

Adjusted R2 yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar 0,733. Dapat diartikan bahwa 73,3% variabel belanja modal dapat dijelaskan oleh variabel

independen yaitu pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dalam penelitian ini, sedangkan 26,7% dijelaskan oleh variabel diluar model. Nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,856 menjelaskan adanya hubungan kuat antara variabel independen terhadap variabel dependen yaitu sebesar 85,6%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014 - 2018. Hasil analisis yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi pendapatan asli daerah sebesar 0,000 yang lebih kecil dari taraf signifikansi yaitu sebesar 0,05 dan nilai koefisien regresi pendapatan asli daerah sebesar 0,446 menunjukkan adanya pengaruh positif antara pendapatan asli daerah terhadap belanja modal.

Pendapatan tasli tdaerah tmerupakan tsumber tpendapatan tutama tpemerintah daerah tyang tdiperolah tdari tsumber-sumber tdi tdalam tdaerah titu tsendiri tyang dipungut tberdasarkan tperaturan tdaerah tsesuai tperundang-undangan tyang tberlaku. tPendapatan tasli tdaerah tyang ttinggi tmenunjukkan ttingginya ttingkat kemampuan tsumber tdaya tkeuangan tsuatu tdaerah tyang tnantinya takan tdigunakan sebagai tmodal tdasar tpemerintah tdaerah tdalam tmembiayai tpembangunan tmelalui belanja tmodal tdan tuntuk tmemperkecil tketergantungan tdana tdari tpemerintah pusat.

Hasil penelitian ini yang menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan antara pendapatan asli daerah terhadap belanja modal bermakna bahwa perolehan kekayaan daerah berupa pendapatan asli daerah oleh pemerintah daerah sudah dilakukan dengan baik, namun perlu ditingkatkan lagi sehingga dapat meningkatkan belanja modal tersebut. Kemampuan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya sudah berjalan dengan baik dan perlu ditingkatkan sehingga pemerintah daerah tersebut dapat dikatakan sudah mampu untuk menggali potensi-potensi daerah guna memperoleh pendapatan asli daerah yang lebih besar.

Bolen (2019), Soejoto et al. (2015), Fuad (2010), Fatimah et al. (2019) dan Syam et al. (2018) menjelaskan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Pengaruh positif yang dihasilkan dalam penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Muda & Azura (2018), Marpaung et al. (2017) dan Abba et al. (2015) juga membuktikan hasil yang sama dimana variabel pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi umum berpengaruh negatif signifikan terhadap belanja modal kabupaten/kota di wilayah Provinsi Bali tahun 2014 - 2018. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 2. yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi dana alokasi umum sebesar 0,004 yang lebih kecil dari taraf signifikansi yaitu sebesar 0,05 dan nilai koefisien regresi dana alokasi umum sebesar -0,623 menunjukkan adanya pengaruh negatif antara dana alokasi umum terhadap belanja modal.

Dana alokasi umum yaitu dana yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dibeberapa daerah peran dana alokasi umum sangat signifikan karena kebijakan belanja daerah lebih didominasi oleh jumlah dana alokasi umum

dari tpada tpendapatan tasli tdaerah. tPemerintah tpusat tmengharapkan tdengan adanya tdesentralisasi tfiskal tpemerintah tdaerah tlebih tmengoptimalkan kemampuanya tdalam tmengelola tsumber tdaya tyang tdimiliki tsehingga ttidak thanya tmengandalkan tdana talokasi tumum. t

Setiap ttransfer tdana talokasi tumum tyang tditerima tdaerah takan tditunjukkan untuk tbelanja tpemerintah tdaerah ttermasuk tuntuk tbelanja tmodal, tmaka ttidak jarang tapabila tpemerintah tdaerah tmenetapkan trencana tpendapatan tsecara tpesimis tdan trencana tbelanja tcenderung toptimis tsupaya ttransfer tdana talokasi umum tyang tditerima tdaerah tlebih tbesar. tTransfer tdana talokasi tumum tdari pemerintah tpusat tmaka tdaerah tbisa tlebih tfokus tuntuk tmenggunakan tpendapatan asli tdaerah tyang tdimiliki tuntuk tmembiayai tbelanja tmodal tyang tmenunjang tujuan tpemerintah tyaitu tmeningkatkan tpelayanan tpublik. tKejadian tini tjuga tdapat dipengaruhi toleh tpenggunaan tdana talokasi tumum tuntuk tbelanja tlain. tBelanja daerah ttidak thanya tbelanja tmodal, tterdapat tbelanja-belanja tlain tyaitu tbelanja pegawai tdan tbelanja tbarang tdan tjasa. tSehingga tdana talokasi tumum ttidak thanya dialokasikan tuntuk tbelanja tmodal, tnamun tuntuk tbelanja tlain-lain.

Keadaan ini juga dapat dilihat dari data dana alokasi umum dan belanja modal. Dana alokasi umum Kabupaten Badung tahun 2017 mengalami penurunan dari Rp 336.243.365.000,00 pada tahun 2016 menjadi Rp 330.336.650.000,00 pada tahun 2017 sedangkan belanja modal mengalami peningkatan dari Rp 1.195.116.122.000,00 pada tahun 2016 menjadi Rp 1.241.111.665.000,00 pada tahun 2017. Data tersebut menunjukan terjadinya hubungan negative antara dana alokasi umum dengan belanja modal yang mendukung hasil penelitian ini.

Data lain pada Kabupaten Gianyar juga membuktikan hasil penelitian ini, pada tahun 2016, dana alokasi umum Kabupaten Gianyar menunjukkan angka Rp 705.975.450.000,00 yang mengalami penurunan di tahun berikutnya menjadi Rp 693.573.732.000,00 sedangkan belanja modal mengalami peningkatan dari Rp 309.917.612.000,00 pada tahun 2016 menjadi Rp 409.360.523.000,00 pada tahun 2017.

Hasil penelitian ini yang menunjukkan adanya pengaruh negatif signifikan antara dana alokasi umum terhadap belanja modal mengindikasikan bahwa kabupaten/kota di Provinsi Bali lebih memanfaatkan pendapatan asli daerahnya untuk membangun infrastruktur bagi masyarakat melalui belanja modal. Hal tersebut menjelaskan bahwa ketergantungan terhadap dana alokasi umum cenderung kecil. Nurlis (2016), Aditya & Maryono (2018), Rudiansah, (2019), Hairiyah et al. (2018), Widianto et al. (2017) dan Kuncorowati (2017) menemukan bahwa dana alokasi umum berpengaruh negatif terhadap belanja modal

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi khusus berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014 - 2018. Hasil analisis yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi dana alokasi khusus sebesar 0,036 yang lebih kecil dari taraf signifikansi yaitu sebesar 0,05 dan nilai koefisien regresi dana alokasi khusus sebesar 0,093 menunjukkan adanya pengaruh positif antara dana alokasi khusus terhadap belanja modal.

Dana alokasi khusus termasuk di dalam dana perimbangan, di samping dana alokasi umum. Dana alokasi khusus adalah alokasi dari anggaran pendapatan dan belanja negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk

mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintahan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Oleh karena itu untuk proyek pemerintah daerah yang sesuai dengan prioritas nasional, maka pemerintah pusat mentransfer dana dalam bentuk dana alokasi khusus kepada pemerintah daerah.

Hasil tpenelitian tini tyang tmenunjukkan tadanya tpengaruh tpositif tsignifikan antara tdana talokasi tkhusus tterhadap tbelanja tmodal tmengindikasikan tbahwa tdana alokasi tkhusus tyang tdialokasikan tmelalui tanggaran tpendapatan tdan tbelanja negara toleh tpusat tdan tdiberikan tkepada tpemda tuntuk tpeningkatan tkeperluan daerah tsesuai tdengan tkebijakan tdan tprogram tnasional tmampu tmeningkatkan infrastruktur tsarana tdan tprasarana, tfasilitas tpublik tmelalui tpeningkatan tbelanja modal. tPemberian tbantuan tpemerintah tpusat tmelalui tdana talokasi tkhusus tuntuk pemerintah tdaerah tsalah tsatu ttujuannya tyaitu tmembiayai tkebutuhan tpenyediaan sarana tdan tprasarana tfisik tterutamanya tinfrastruktur

Besar tkecilnya tpenerimaan tdana talokasi tkhusus tsangat tmempengaruhi pembangunan infrastruktur bagi masyarakat melalui belanja modal. Kewenangan yang dimiliki daerah tidak sebatas dalam menggunakan pendapatan asli daerah saja, tetapi juga kewenangan dalam penggunaan dana perimbangan, baik dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan dana alokasi khusus dan belanja modal sebelumnya bahwa Susilowati & Rahmadewi (2017), Mutiah & Mappanyuki (2015) dan Ananda et al. (2017) menyatakan bahwa dana alokasi khusus berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Novianto & Hanafiah (2015) dan Sugiyanta (2016) menemukan bahwa dana alokasi khusus berpengaruh positif terhadap belanja modal. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian dana transfer dari pemerintah pusat yang berupa dana alokasi khusus dengan alokasi anggaran pengeluaran daerah melalui belanja modal.

Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain lain pendapatan asli daerah yang sah yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014 -2018. Hasil penelitian ini mengindikasikan implikasi bahwa pemerintah daerah dengan pendapatan asli daerah yang tinggi seharusnya diikuti dengan belanja modal yang tinggi pula. Pemerintah daerah harus lebih menggali dan melihat sumber daya yang dimiliki untuk perbaikan belanja modalnya, sehingga bukan hanya satu pendapatan saja yang digali, tetapi semua potensi daerah untuk memperoleh pendapat dapat dioptimalkan pengelolaannya dan berdampak baik bagi masyarakat dengan pembangunan fasilitas yang baik melalui belanja modal.

Dana alokasi umum merupakan salah satu sumber pendanaan daerah yang merupakan bagian dari dana perimbangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi umum berpengaruh negatif signifikan terhadap belanja modal kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014 - 2018.

Hasil penelitian ini mengindikasikan implikasi bahwa pemerintah daerah dalam penggunaan dana alokasi umum lebih sedikit dibanding penggunaan pendapatan asli daerahnya. Ini berarti pemerintah kabupaten/kota mampu menggali pendapatan asli daerahnya untuk membiayai kebutuhan daerahnya. sehingga

keperluan dana transfer dari pusat cenderung kecil. Hal ini juga bisa terjadi karena dana alokasi umum cenderung digunakan untuk membiayai belanja yang lain seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja lainnya. Hasil penelitian ini juga berimplikasi pada kemandirian suatu daerah, yaitu ketergantungan terhadap dana alokasi umum cenderung rendah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi khusus berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014 - 2018. Hasil penelitian ini mengindikasikan implikasi bahwa pemerintah daerah dalam penggunaan dana alokasi khusus memang digunakan untuk pembangunan proyek yang sejalan dengan proyek nasional melalui belanja modal. Sehingga tidak ada penyimpangan dana alokasi khusus dialokasikan ke belanja lain yang diluar proyek nasional.

SIMPULAN

Pendapatan asli daerah menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan terhadap belanja modal kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014-2018. Dana alokasi umum menunjukkan adanya pengaruh negatif signifikan terhadap belanja modal kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014-2018. Dana alokasi khusus menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan terhadap belanja modal kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2014-2018.

Bagi tpemerintah tdaerah, tkemampuan tdalam tmeningkatkan tpendapatan tasli daerah tsudah tbaik tdan tlebih tdioptimalkan tlagi tagar tdapat tmeminimalkan ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pemerintah pusat sehingga pemerintah daerah mampu membiayai sendiri segala kegiatan daerahnya. Dana alokasi umum yang kecil mengindikasikan bahwa pemerintah daerah tidak terlalu bergantung dengan dana bantuan yang diberikan pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan pemerintahannya.

Dana alokasi umum cenderung digunakan untuk belanja lain-lain diluar belanja modal, namun disarankan agar prioritas utama dari pemerintah adalah untuk mengoptimalkan dana alokasi umum untuk kepentingan masyarakat melalui belanja modal. Pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali harus dapat mengoptimalkan dana alokasi khusus yang ditransfer dari pemerintah pusat dan diharapkan dapat terus memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya dengan pembangunan yang berkelanjutan.

Bagi tpeneliti tselanjutnya tdisarankan tmenggunakan tvariabel-variabel tlainnya tuntuk tmengukur tpengaruh tterhadap tbelanja tmodal. tBelanja tmodal merupakan tbelanja tyang tsangat tpenting tyang tmencerminkan tpenggunaan tdana untuk tkepentingan tmasyarakat tdaerahnya. tPeneliti tselanjutnya tjuga tdiharapkan untuk tmenambah tperiode tpenelitian tserta tlokasi tpenelitian. tSelain titu, komponen-komponen tdalam tpendapatan tasli tdaerah tjuga tdapat tdijadikan tvariabel tpenelitian tselanjutnya.

REFERENSI

Abba, M., Ahmed, B. B., & Salihu, A. M. (2015). Expenditure and Internally

Generated Revenue Relationship: An Analysis of Local Governments in Adamawa State, Nigeria. Journal of Arts, Science and Commerce, 6(1), 67– 77.

Abdillah, K., & Mursinto, D. (2016). The Effects of Financial Balance Transfer and Regional Own-Source Revenue on Regional Expenditure of Regencies and Municipalities in East Java Province. International Journal of Scientific and Research Publications, 6(5), 26–30.

Aditya, D. M. E., & Maryono. (2018). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah , Dana Alokasi Umum , Dana Alokasi Khusus , Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Modal ( Studi Pada Provinsi / Wilayah Kalimantan Dan Sulawesi ). Prosiding SENDI, 1(33), 978–979.

Adyatama, E., & Oktaviani, R. M. (2015). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Moderasi. Dinamika Akuntansi, Keuangan Dan Perbankan, 4(2), 190–205.

Ananda, R. F., Muda, I., & Tarmizi, H. (2017). The Effect Of Revenue Sharing Funds, General Allocation Funds, Special Allocation Funds And Special Autonomy Funds On Capital Expenditure With Economic Growth As Moderating Variables In The Government Of The District / City In Aceh Province In 2008 – 2017. Economic and Finance, 1(1), 1–13.

Bolen, K. K. (2019). The Effect of Financial Performance and Balanced Funds on Capital Expenditure of Local Government in District / City in Indonesia. Journal of Public Administration and Governance, 9(4), 129–147. https://doi.org/10.5296/jpag.v9i4.15583

Fajrina, M. N., & Suzan, L. (2015). PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Bogor Tah. Manajemen, 2(3), 3101–3108.

Fatimah, N. N., Nopiyanti, A., & Mintoyuwono, D. (2019). Pengaruh Pendaptan Asli Daerah Dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Daerah. Equity, 21(1), 1. https://doi.org/10.34209/equ.v21i1.628

Febriana, I. S., & Praptoyo, S. (2015). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Belanja Modal Pada Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 4(9), 1–22.

Fuad, Z. (2010). Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah. Future, 1(1), 134–144.

Habibi, M. M. (2015). Analisis Pelaksanaan Desentralisasi Dalam Otonomi Daerah Kota/Kabupaten. Jurnal Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 3(2), 117–124. https://doi.org/10.1016/0014-4894(54)90048-X

Hairiyah, H., Malisan, L., & Fakhroni, Z. (2018). Pengaruh dana alokasi umum

DAU dana alokasi khusus DAK dan pendapatan asli daerah PAD terhadap belanja modal. Kinerja, 14(2), 85. https://doi.org/10.29264/jkin.v14i2.2483

Heliyanto, F., & Handayani, N. (2016). Pengaruh PAD, DAU, DAK, DBH Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 5(3), 1–17.

Jikwa, E., & Salle, A. (2015). Pengaruh Pendapatan Transfer Dan Silpa Terhadap Belanja Modal Di Kabupaten Mamberamo Tengah. Keuda, 2(3), 1–17. https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.2007.01616.x

Juniawan, M. A., & Suryantini, N. P. S. (2018). Pengaruh Pad, Dau Dan Dak Terhadap Belanja Modal Kota Dan Kabupaten Di Provinsi Bali. E-Jurnal Manajemen Universitas       Udayana,       7(3),       1255.

https://doi.org/10.24843/ejmunud.2018.v7.i03.p05

Kuncorowati, D. (2017). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli daerah, Dana Alokasi Umum Dan Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten Dan Kota DI Propinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2012. Jurnal       Profita,       1(4),       1–22.       Retrieved from

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/3347

Kuntari, Y. (2019). Capital Expenditure of Local Governments. Academy of Accounting and Financial Studies Journal, 23(1), 1–20.

Marpaung, O. E., Maipita, I., & Rahmadana, M. F. (2017). The Effect of Regional Generated Revenues and General Allocation Fund to Capital Expenditure and the Impact on Economic Growth in North Sumatera Province. Transformative Education and Educational     Leadership,     1(1),     1–12.

https://doi.org/https://doi.org/10.2991/aisteel-17.2017.53

Muda, I., & Azura, A. F. H. (2018). Influence of capital expenditure and income original region to the income per capita in Indonesia. Earth and Environmental Science,  126(1),   1–20. https://doi.org/10.1088/1755-

1315/126/1/012065

Mutiah, & Mappanyuki, R. (2015). The Effect of Surplus Budget Financing, Special Allocation Fund, General Allocation Fund, Regional Revenue, and Characteristics of Local Government on Decision of Capital Expenditure (Survey in Local Government in Indonesia). Research Journal of Finance and Accounting, 6(9), 14–22.

Novianto, R., & Hanafiah, R. (2015). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kinerja Keuangan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Ekonomi, 4(1), 1–22.

Nurlis. (2016). The Factors Affecting of the Capital Expenditure Allocation Case: The Local Government of Indonesia. Research Journal of Finance and Accounting, 7(1), 107–113.

Purbarini, E., & Masdjojo, G. N. (2015). Flypaper Effect Tracer on Operating Expenditure and Capital Expenditure of City Government in Indonesia. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law, 7(3), 9– 15.

Raharja, M., Pratiwi, R. N., & Wachid, A. (2017). Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ( Studi pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah , Kabupaten Lamongan ). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Universitas Brawijaya, Malang, 3(1), 111–117.

Rudiansah, N. (2019). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014). Journal Of Chemical Information And Modeling, 53(9), 1689–1699. Https://Doi.Org/10.1017/Cbo9781107415324.004

Sebastiana, V., & Cahyo, H. (2016). Analysis of Economic Performance as The Independence Indicators of Government in East Java Province. Review of Integrative Business and Economics Research, 5(2), 289–297.

Soejoto, A., Subroto, W. T., & Suyanto. (2015). Fiscal decentralization policy in promoting indonesia human development. International Journal of Economics and Financial Issues, 5(3), 763–771.

Sugiyanta. (2016). Analisis Belanja Modal dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Indonesia. Jurnal Akuntansi Universitas Jember, 14(1), 19–40.

Sumarsono, H., & Rahmawati, F. (2017). The Phenomenon Flypaper Effect in Balanced Funds, Regional Revenue and Surplus Budget Funding of Economic Growth and Regional Expenditure in Districts/City East Java Province. IOSR Journal of Economics and Finance (IOSR-JEF), 8(1), 42–52.

Susilowati, E., & Rahmadewi, D. E. (2017). Encouraging a Regional Autonomy in Indonesia: An Analysis of Factors Affecting the Own Source Revenue of Central Java Province.       IRCHE,       1(1),       1–20.

https://doi.org/10.18502/kss.v3i6.2396

Syam, A. Y., Lisandri, Rizani, F., & Oikawa, S. (2018). Influence of PAD and DAU on Economic Growth with Capital Expenditure as an Intervening Variable on Regency and Municipal Government in South Kalimantan Province. Journal Research and Analysis: Economy, 1(May), 1–9.

Venkataraman, S., & Urmi, A. (2017). Development Expenditure, Fiscal Consolidation and Public Revenue in India. International Journal of Accounting and Economic Studies, 5(1), 16–18.

Widianto, A., Sedya, U., & Langgeng Nurmansyah, A. (2017). Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus Pada Kota

Tegal).    Announcement,    5(2),     170–176.    Retrieved

from


http://ejournal.poltektegal.ac.id/index.php/monex/article/view/417

1128