PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA
on
E-Jurnal Manajemen, Vol. 8, No. 9, 2019 :5702-5721
ISSN : 2302-8912
DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2019.v08.i09.p17
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA
Maulana Hidayat1 I Made Dana2
-
1 ,2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (UNUD), Bali, Indonesia email: maulanahdy97@gmail.com
ABSTRAK
Nilai sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat diukur menggunakan Intellectual Capital. Suatu perusahaan dapat mengukur seberapa besar nilai tambah yang diperoleh perusahaan melalui sumber daya perusahaan dengan menggunakan Intellectual Capital. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh variabel indpenden yaitu Human Capital Efficiency (HCE) , Structural Capital Efficiency (SCE) dan Capital Employed Efficiency (CEE) terhadap variabel dependen yaitu Return on Assets (ROA). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia. Sampel penelitian ini menggunakan metode purposive sampling sehingga diperoleh 41 perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2017 yang memenuhi kriteria penelitian. Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis menggunakan metode regresi linier berganda dan uji asumsi klasik. Penelitian menemukan hasil bahwa HCE dan SCE tidak berpengaruh terhadap ROA, sedangkan CEE berpengaruh positif terhadap ROA. Hal ini menujukkan faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan sektor pertambangan yaitu modal karyawan perusahaan. Manajer perusahaan sektor pertambangan diharapkan mampu meningkatkan penggunaan modal manusia dan modal struktural dalam kegiatan operasional perusahaan guna meningkatkan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Kata kunci : kinerja keuangan; intellectual capital; return on assets
ABSTRACT
The value of the company's resources can be measured using Intellectual Capital. A company can measure the value added by the company through the company's resources by using Intellectual Capital. This study aims to examine and analyze the influence of independent variables Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE) and Capital Employed Efficiency (CEE) on the dependent variable, Return on Assets (ROA). Population in this study are mining sector companies in the Indonesia Stock Exchange. The research sample used a purposive sampling method to obtain 41 mining sector companies in the Indonesia Stock Exchange for the period 2016-2017 that met the research criteria. Data that has been collected will be analyzed using multiple linear regression methods and classical assumption tests. The study found that HCE and SCE had no effect on ROA, whereas CEE had a positive effect on ROA. This shows the factors that influence the financial performance of mining sector companies capital employee of the company. The manager of the mining sector company is expected to be able to increase the use of human capital and structural capital in the company's operations to increase its influence on the company's financial performance.
Keywords: financial performance; intellectual capital; return on assets
PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi yang semakin kompleks, serta lingkungan yang mendukung adanya persaingan yang dinamis dan kompetitif telah mendorong perusahaan untuk melakukan inovasi untuk mencapai kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik. Ekonomi global saat ini ditandai dengan muncul dan berkembangnya perusahaan-perusahaan baru yang berbasis pengetahuan. Perubahan sektor bisnis mendesak perusahaan-perusahaan agar mampu meningkatkan kinerja dan membenahi kinerja perusahaan yang kurang sehingga memberikan sustainability yang baik untuk perusahaan. Soetedjo dan Mursida (2014) menyatakan bahwa untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan, perusahaan harus mampu menjadi bisnis yang berbasis pengetahuan (knowledge based business) yang sebelumnya berfokus pada bisnis berbasis tenaga kerja (labor based business).
Nawangsari (2016) Menyatakan kemampuan bersaing perusahaan dinilai dari bagaimana perusahaan mengelola sumber daya yang dimiliki, sistem informatika terbarukan sebagai aktiva tak berwujud yang harus diutamakan perusahaan. Resource Based Theory (RBT) adalah hal yang dijadikan landasan akan pentingnya knowledge asset (aset pengetahuan oleh perusahaan. Perusahaan yang memiliki perbedaan sumber daya yang menjadi dasar pengembangan strategi yang berbeda diasumsikan melalui RBT.
Keuntungan kompetitif dan kinerja keuangan yang kuat adalah hal penting yang harus dimiliki perusahaan dalam menjalankan operasinya. Pemanfaatan sumber daya dengan baik dan bijak diharpkan mampu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan dapat menggunakan laba sebagai parameter. Oleh karena itu laba sangat diperlukan oleh suatu perusahaan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Pertumbuhan laba yang semakin baik akan mengindikasikan bahwa kinerja keuangan perusahaan juga semakin baik, karena ukuran kinerja suatu perusahaan diukur melalui laba (Chusnah, Zulfiati, & Diana, 2014).
Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur menggunakan beberapa rasio keuangan. Wiagustini (2014: p. 87) menyatakan terdapat lima rasio yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio porfitabilitas, rasio aktivitas usaha dan rasio penilaian pasar. Rasio keuangan yang diteliti dalam penelitian ini adalah rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas diteliti karena rasio profitabilitas merupakan rasio yang amat penting untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba.
Penilaian kinerja keuangan perusahaan dalam penelitian ini memproksikan Return on Assets (ROA) sebagai variabel dependen. ROA dipilih sebagai variabel dependen dikarenakan ROA adalah rasio yang menunjukan pendapatan bersih atau laba (return) atas jumlah total aset yang digunakan dalam perusahaan. Kasmir (2012: p. 201) menyatakan efektifitas bahwa manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan ROA dapat memberika ukuran yang lebih baik.
Budiharjo (2016: p. 58) menyatakan bahwa Financial Capital dan Intellectual Capital merupakan dua komponen besar dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Financial Capital memiliki beberapa komponen salah satunya yaitu
modal fisik, seperti jumlah aset tak bergerak. Tanpa adanya modal fisik Intellectual Capital tidak dapat dijalankan secara efektif dan efisien dalam perusahaan. Kamath (2015) menyatakan kinerja keuangan dihasilkan tidak hanya dari aset fisik dan finansial, tetapi juga nilai aset intelektual yang meliputi, pengeluarannya untuk penelitian dan pengembangan, modal manusia, keterampilan mereka, struktur organisasi, kebijakan, dan hubungan yang dipertahankan perusahaan dengan pelanggan dan pemasoknya. Intellectual Capital mampu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, kemajuan teknologi dan informasi yang canggih serta pengumpulan informasi yang cepat menjadikan setiap perusahaan menaikkan kapasitas perusahaan yang lebih baik (Devi, Khairunnisa, & Budiono, 2017).
Sharma (2018) menyatakan bahwa Intellectual Capital adalah jumlah dari semua yang diketahui semua orang di perusahaan yang memberikan keunggulan kompetitif. Pulic (1998) menyatakan value added merupakan tujuan utama dari ekonomi berbasis pengetahuan, sedangkan untuk dapat menciptakan value added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital dan Intellectual Capital. Intellectual Capital suatu perusahaan dapat diukur dengan metode VAICTM (Value Added Intellectual Coefficient). Berdasarkan metode VAICTM, terdapat tiga komponen pembentuk intellectual capital, yaitu Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE) dan Capital Employee Efficiency (CEE).
Penelitian yang dilakukan Nuryaman (2015) mengenai pengaruh VAICTM terhadap pengaruh kinerja keuangan pada 93 perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia mendapatkan hasil bahwa VAICTM memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan. Khan dan Raushan (2018) meneliti mengenai pengaruh VAICTM pada kinerja keuangan industri Information and Technology di India mendapatkan hasil VAICTM berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan. Ozkan, Cakan dan Kayacan (2017) meneliti tentang pengaruh VAICTM terhadap kinerja keuangan pada 44 perusahaan perbankan di Borsa Istanbul Exchange mendapatkan hasil bahwa VAICTM berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan. Penelitian yang dilakukan Bontis, Janošević dan Dženopoljac (2015) tentang pengaruh VAICTM terhadap kinerja keuangan pada perusahaan Information Communication and Technology di Arab mendapatkan hasil bahwa VAICTM berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ciptaningsih (2013) mendapatkan hasil yang berbeda dimana VAICTM tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan BUMN di Bursa Efek Indonesia. Salim dan Karyawati (2013) juga mendapatkan hasil yang berbeda dimana SCE merupakan satu-satunya yang tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Penelitian yang dilakukan Bontis et al. (2015) memberikan hasil bahwa HCE dan SCE tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada industri Hotel di Serbia. Wijaya dan Wiksuana (2018) pada penelitiannya mendapatkan hasil bahwa hanya SCE yang tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan subsektor Hotel, Restoran dan Pariwisata di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian kembali dilakukan karena melihat peluang terjadinya research gap terhadap penelitian yang belum konsisten. Penelitian dilakukan pada perusahaan sektor pertambangan karena menjadi sektor yang memiliki pertumbuhan tertinggi
diantara 10 sektor utama pada periode 2016-2017. Pertumbuhan ini di dukung oleh data sebagai berikut :
Tabel 1.
Nilai Indeks Harga Saham Sektoral Periode 1 Januari 2016 – 31 Desember
2017
No |
Sektor |
1 Januari 2016 (poin) |
31 Desember 2016 (poin) |
1 Januari 2017 (poin) |
31 Desember 2017 (poin) |
1 |
Infrastruktur |
1.007,59 |
1.051,00 |
1051,00 |
1.162,48 |
2 |
Manufaktur |
1.200,33 |
1.366,72 |
1.366,72 |
1.687,05 |
3 |
Pertanian |
1.741,93 |
1.948,07 |
1.948,07 |
1.647,22 |
4 |
Pertambangan |
785,29 |
1.410,17 |
1.410,17 |
1.991,98 |
5 |
Properti |
561,64 |
471,85 |
471,85 |
537,99 |
6 |
Industri dasar |
411,27 |
552,46 |
552,46 |
768,54 |
7 |
Barang konsumsi |
2.171,84 |
2.324,13 |
2.324,13 |
2.866,83 |
8 |
Keuangan |
683,17 |
804,56 |
804,56 |
1.174,78 |
9 |
Aneka industri |
1.098,21 |
1.323,63 |
1.323,63 |
1.412,81 |
10 |
Perdagangan |
793,46 |
863,56 |
863,56 |
965,00 |
Sumber: Data Sekunder diolah, 2018
Tabel 1. menggambarkan bahwa sektor yang memiliki nilai pertumbuhan tertinggi pada periode 1 Januari 2016 sampai dengan 31 Desember 2016 adalah sektor Pertambangan yaitu sebesar 624,88 poin. Pertumbuhan nilai terendah terdapat pada sektor infrastruktur sebesar 43,41 poin serta Sektor yang mengalami penurunan adalah sektor properti sebesar 89,79 poin. Pada periode 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Desember 2017 sektor yang memiliki pertumbuhan tertinggi adalah sektor pertambangan yaitu sebesar 581,81 poin. Pertumbuhan nilai terendah pada sektor property sebesar 66,14 poin serta sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian sebesar 300,85 poin. Pertumbuhan nilai sektor pertambangan disebabkan oleh kenaikan ekspor dan harga komoditas karena permintaan dari Tiongkok mengalami peningkatan (Gatot, 2018).
Wernerfelt (1984) mengemukakan untuk memiliki kinerja jangka panjang yang baik, sumber daya perusahaan dapat dijadikan acuan dan keunggulan bersaing. Perusahaan agar dapat bertahan dengan pesaingnya harus memiliki sumber daya yang mampu menciptakan nilai bagi suatu perusahaan tersebut. Sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat menciptakan nilai tambah bagi perusahaan dalam mengambil peluang kesempatan dan menghadapi ancaman sehingga perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang berbeda dengan perusahaan lain untuk menguasai pasar. Perusahaan yang dapat memegang, mengontrol, dan mempergunakan aset serta modal yang strategis maka dapat meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan.
Madhani (2010) menyatakan RBT adalah penerapan strategi bisnis yang memanfaatkan sumber daya perusahaan dimana termasuk proses organisasi, informasi, knowledge dan keunggulan bersaing perusahaan. Pratama dan Achmad
-
(201 5) mengungkapkan bahwa RBT sumber daya perusahaan adalah heterogen, tidak homogen, jasa produkrif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Kartikasari dan Hadiprajitno (2014) menyatakan bahwa menurut RBT, yang termasuk sumber daya antara lain aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi dan pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk memahami dan menerapkan strategi.
Chen, Yang dan Chen (2005) mengungkapkan bahwa teori RBT terbatas pada sumber daya statis seperti jumlah secara kuantitas sumber daya yang dimiliki perusahaan, dan tidak mampu dalam mendefinisikan pertambahan nilai dari sumber daya yang intangible (tak berwujud) yang dimiliki perusahaan. Sudut pandang Intellectual Capital membantu dalam mendeskripsikan pengukuran pertambahan nilai yang dihasilkan oleh sumber daya tak berwujud.
Barney (1991) mengkategorikan RBT terbagi menjadi empat yaitu Valueable resources merupakan sumber daya perusahaan yang bernilai dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif atau keunggulan kompetitif berkelanjutan. Sumber daya berharga atau bernilai ketika perusahaan mampu memahami dan menerapkan strategi yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas suatu perusahaan. Atribut perusahaan dapat memiliki karakteristik lain yang dapat memenuhi kualifikasi perusahaan sebagai sumber keunggulan kompetitif (rare resource, imperfectly imitable resources, non-substituability), tetapi atribut ini hanya menjadi sumber daya ketika perusahaan mengeksploitasi peluang atau menetralisir ancaman di lingkungan perusahaan.
Rare resources yaitu beberapa strategi memerlukan campuran dari modal fisik, modal manusia, dan sumber daya modal organisasi untuk diimplementasikan. Bakat manajerial merupakan salah satu sumber daya perusahaan yang dibutuhkan sehingga perusahaan mampu mengimplementasi seulur strategi perusahaan. Perusahaan yang tidak memiliki sumber daya yang langka menyebabkan kelemahan pada suatu perusahaan sehingga perusahaan lain akan dapat memahami dan menerapkan strategi yang dimaksud, dan strategi ini tidak akan menjadi sumber keunggulan kompetitif, meskipun sumber daya yang dipermasalahkan mungkin berharga.
Imperfectly imitable resources merupakan sumber keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan menjadi ciri khas sumber daya perusahaan. Perusahaan dengan sumber daya seperti sulit ditiru akan sering menjadi inovator strategis, karena perusahaan akan dapat memahami, atau tidak mengimplementasikan, atau keduanya, karena perusahaan lain ini tidak memiliki sumber daya perusahaan yang relevan. Pengamatan bahwa sumber daya perusahaan yang berharga dan langka dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif adalah cara lain untuk menggambarkan keuntungan penggerak pertama yang diperoleh perusahaan dengan keunggulan sumber daya.
Non-Substituability merupakan sumber daya perusahaan untuk menjadi sumber keunggulan kompetitif yang berkelanjutan berarti bahwa tidak boleh ada sumber daya bernilai strategis yang setara yang dengan dirinya sendiri (langka) atau tidak dapat ditiru. Dua sumber daya perusahaan yang berharga (atau dua kumpulan
sumber daya perusahaan) secara strategis setara ketika masing-masing dapat dieksploitasi secara terpisah untuk menerapkan strategi yang sama.
Wernerfelt (1984) menyatakan tindakan strategis memerlukan kumpulan sumber daya fisik, keuangan, manusia, atau organisasi tertentu, dan dengan demikian keunggulan kompetitif perusahaan ditentukan oleh kemampuannya untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber daya. Pengetahuan merupakan sumber daya yang paling besar pengaruhnya terhadap keberlangsungan sebuah perusahaan. Bchini (2015) menyatakan investasi dalam aset tidak berwujud semakin dipandang sebagai elemen strategis untuk pertumbuhan, profitabilitas, dan daya saing perusahaan.
Menurut (Fahmi, 2012: p. 2) kinerja keuangan merupakan tampilan mengenai keberhasilan dari suatu perusahaan berupa hasil yang telah dicapai oleh perusahaan dalam berbagai aktivitas yang telah dilakukan. Kinerja keuangan merupakan suatu analisis untuk memberikan penilaian sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan aktivitas sesuai aturan-aturan pelaksanaan keuangan. Menurut (Jumingan, (2006: p. 239) kinerja keuangan merupakan gambaran keadaan keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas.
Profitabilitas merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Rasio profitabilitas akan menunjukkan kombinasi efek dari likuiditas, manajemen aset, dan utang pada hasil-hasil operasi. ROA merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total aset yang dimilikinya. Semakin besar ROA berarti menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin baik karena return semakin besar (Brigham & Houston, 2010: 146).
Pada penelitian ini kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan proksi return on asset (ROA). ROA adalah rasio profitabilitas yang mengukur jumlah profit yang diperoleh tiap rupiah aset yang dimiliki perusahaan. ROA memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam melakukan efisiensi penggunaan total aset operasional perusahaan. ROA merupakan indikator dari profitabilitas perusahaan dalam menggunakan aset untuk menghasilkan laba bersih. ROA dapat dihitung dengan membagi laba bersih dengan total aset perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, maka akan semakin efisien perusahaan tersebut dalam menggunakan asetnya.
ROA dipakai oleh manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan tersebut karena setiap aset yang dimiliki dapat menghasilkan laba. Oleh karena itu, semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut. ROA yang bernilai negatif disebabkan oleh perusahaan yang berada dalam kondisi rugi atau perusahaan memperoleh laba negatif. Hal tersebut menunjukkan modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum menghasilkan laba.
Rasio profitabilitas merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Rumus rasio ini adalah ROA = EAT/ Total asset. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan, ROA sering digunakan untuk mengukur keseluruhan efektivitas manajemen dalam menghasilkan laba dengan aset yang tersedia (Gitman, 2015: 70).
Bontis (1998) mendefinisikan Intellectual Capital meliputi seluruh pengetahuan karyawan, perusahaan dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah dan menyebabkan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Intellectual Capital diidentifikasi sebagai perangkat intangible asset (sumber daya, kemampuan dan kompetensi) yang dapat menggerakkan operasional perusahaan dan proses penciptaan nilai.
Bontis (1998) secara umum mengklasifikasikan Intellectual Capital menjadi 3 komponen yaitu human capital, structural capital, dan customer capital. Human capital merepresentasikan kemampuan pengetahuan individu suatu perusahaan yang dicerminkan oleh oleh karyawannya dan merupakan kombinasi dari pendidikan (education), pengalaman (expirience), dan sikap (attitude) tentang kehidupan dan bisnis. Structural capital meliputi seluruh non human strorehouses of knowledge dalam perusahaan. Dalam hal ini structural capital adalah database, grafik perusahaan, proses manual, strategi dan rutinitas dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya. Curtomer capital merupakan pengetahuan yang ada dalam jaringan atau koneksi marketing dan hubungan dengan pelanggan dimana suatu perusahaan mengembangkannya melalui jalannya bisnis.
Intellectual Capital yang dikenalkan oleh Pulic (1998) dalam perhitungannya diharuskan menghitung nilai tambah dari perusahaan tersebut. Nilai tambah atau Value Added (VA) yaitu menghitung seluruh pemasukan atau pendapatan perusahaan (Output) dikurangi dengan beban penjualan, beban operasional dan beban lainnya diluar beban gaji serta beban karyawan (Input)
-
VA= Output – Input ……………………………………………………………(1) dimana :
Output = Total pemasukan
Input = Beban (beban bunga dan beban operational) dan biaya lain-lain (selain beban karyawan)
HCE adalah nilai tambah yang diciptakan melalui kemampuan modal manusia dalam perusahaan. Koefisien HCE ditunjukkan dari nilai tambah terbentuk dari biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan karyawan (employee cost). Secara operasional, HCE dihitung menggunakan model sebagai berikut :
VA
HCE = (2)
HC v 7
dimana :
HC = Beban gaji dan personalia (gaji dan tunjangan karyawan)
SCE sebagai nilai tambah perusahaan yang dihasilkan oleh kontribusi modal struktural suatu perusahaan. Kinerja perusahaan akan dipengaruh oleh modal struktural perusahaan sehingga memberikan kontribusi ke perusahaan. Secara operasional, SCE dapat dihitung menggunakan model sebagai berikut :
SCE = (3)
VA v 7
SC = VA-HC
CEE adalah efisiensi nilai tambah yang dihasilkan melalui penggunaan modal perusahaan. Modal yang dimaksud adalah karyawan yang dimiliki oleh perusahaan atau ekuitas perusahaan. Secara operasional, CEE dapat dihitung menggunakan model sebagai berikut :
CEE =VA...................................................................................(4)
CE = Ekuitas
Human Capital (HC) adalah hubungan yang baik terhadap pelanggan sehingga perusahaan memiliki karyawan yang ahli dan kompeten dalam memproduksi maupun menawarkan barang dan jasa. Elemen HC memberikan gambaran bahwa kemampuan kolektif perusahaan dalam menghasilkan solusi terbaik dililhat dari pengetahuan yang dimiliki oleh sumber daya manusia dalam perusahaan (Rini & Boedi, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2015), Mehri, Umar, Saeidi, Hekmat dan Naslmosavi (2013), Nassar (2018), Nuryaman (2015) dan Ozkan et al. (2017) menyatakan bahwa HCE berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka Hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1 : HCE berpengaruh positif terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan
di BEI periode 2016-2017.
Structural Capital merupakan kinerja karyawan yang didukung oleh sarana-prasarana yang memadai dari perusahaan. Structural Capital sangat dibutuhkan karena menjadi penghubung human capital untuk meningkatkan nilai tambah (VA) perusahaan. Pengelolaan aset perusahaan yang membaik ditunjukkan dengan adanya Structural Capital yang baik juga. Aset yang dikelola dengan baik diharapkan mampu meningkatkan laba atas sejumlah aset yang dimiliki perusahaan diproksikan dengan ROA (Jayati, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Nassar (2018), Zarei, Shamszadeh dan Zaeri (2014), Andriani dan Najamuddin (2014), Soetedjo dan Mursida (2014) dan Shafi’u, Noraza dan Saleh (2017) menyatakan bahwa SCE berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka Hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2 : SCE berpengaruh positif terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017.
Efisiensi capital employed akan dimanfaatkan agar mampu meningkatkan ROA sebagai ukuran dari kinerja keuangan perusahaan karena modal yang
digunakan merupakan nilai dari total aktiva yang berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan atau laba. Perusahaan diharapkan mampu menghasilkan pendapatan atau laba sehingga perusahaan dapat mencapai kinerja keungan yang baik. (Jayati, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Girma (2017), Isanzu (2016), Nawangsari (2016), Wijaya dan Wiksuana (2018) dan Devi et al. (2017) menyatakan bahwa CEE berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka Hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H3 : CEE berpengaruh positif terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan
di BEI periode 2016-2017.
Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk membantu menggambarkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah HCE, SCE dan CEE yang mempengaruhi variabel dependen yaitu ROA sebagai proksi dari kinerja keuangan. Model penelitian tersebut dapat dibuat kerangka berpikir melalui gambar sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Konseptual
Sumber: Penelitian Terdahulu, 2018
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang berbentuk asosiatif yang menguji dan menganalisis pengaruh variabel HCE, SCE dan CEE terhadap variabel ROA. Data sekunder dalam penelitian akan digunakan untuk pengukuran model Intellectual Capital dilihat dari laporan keuangan perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017 yang akan diolah demi memenuhi kriteria penelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber sekunder dapat diperoleh dengan mengakses www.idx.co.id berupa data laporan keuangan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia. Jumlah populasi populasi penelitian ini sebanyak 45 perusahaan. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling yang
menggunakan kriteria tertentu. Metode purposive sampling menggunakan kriteria tertentu akan dijelaskan pada Tabel 2. :
Tabel 2. Kriteria purposive sampling | ||
Kriteria |
Perusahaan Sektor |
Jumlah |
Pertambangan |
Perusahaan | |
Perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar |
Batu Bara |
26 |
di Bursa Efek Indonesia per September 2018 |
Minyak Gas dan Bumi |
8 |
Logam dan Mineral lainnya |
9 | |
Batu Batuan |
2 | |
Perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek |
Batu Bara |
(4) |
Indonesia sebelum tahun 2016 |
Minyak Gas dan Bumi |
0 |
Logam dan Mineral lainnya |
0 | |
Batu Batuan |
0 | |
Batu Bara |
22 | |
Sampel Akhir |
Minyak Gas dan Bumi |
8 |
Logam dan Mineral lainnya |
9 | |
Batu Batuan |
2 |
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Tabel 2. menunjukkan bahwa terdapat empat perusahaan sektor pertambangan yang belum terdaftar pada Bursa Efek Indonesia sebelum tahun 2016.
Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda karena variabel independen yang diteliti dalam penelitian ini lebih dari satu variabel. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, statistik deskriptif dan statistik inferensia. Software yang digunakan untuk membantu menganalisis adalah SPSS versi 24.
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan regresi linier berganda (multiple linear regression). Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum. Regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel dependen terhadap variabel independen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linier (Wirawan, 2016: p. 257). Regresi linier berganda menggunakan persamaan matematis sebagai berikut:
Y = α + b1X1+ b2X2 + b3X3 +ε …………………………………………….…...…(5)
Dimana :
Y = Kinerja Keuangan (ROA)
α = Konstanta
b = Koefisien Regresi
X1 = HCE
X2 = SCE
X3 = CEE
ε = Kesalahan baku / error
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik deskriptif memberikan informasi yaitu nilai minimum, nilai maksimum dan nilai mean variabel penelitian. Hasil analisis statistik deskriptif terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics |
Std. Deviation | ||||
N |
Minimum |
Maximum |
Mean | ||
HCE |
82 |
-58,4617 |
18,2115 |
1,178248 |
9,2950250 |
SCE |
82 |
-1,8554 |
3,4163 |
,753193 |
,7778442 |
CEE |
82 |
-1,2824 |
2,5959 |
,232953 |
,5300237 |
ROA Valid N (listwise) |
82 82 |
-,4150 |
,3934 |
,031348 |
,1087971 |
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Nilai minimum variabel HCE yaitu sebesar -58,461. Nilai maksimum variabel HCE yaitu sebesar 18,2115. Nilai mean variabel HCE adalah 1,178248 dengan standar deviasi 9,2950250. Nilai minimum variabel SCE yaitu sebesar -1,8554. Nilai maksimum variabel SCE yaitu sebesar 3,4163. Nilai mean variabel SCE sebesar 0,753193 dengan standar deviasi sebesar 0,7778442.
Nilai minimum variabel CEE yaitu sebesar -1,2824. Nilai maksimum variabel CEE yaitu sebesar 2,5929. Nilai mean variabel CEE yang didapatkan sebesar 0,232953 dengan standar deviasi sebesar 0,5300237. Variabel kinerja keuangan yang diproksikan dengan profitabilitas yaitu ROA. Nilai minimum variabel ROA yaitu sebesar -0,4150. Nilai maksimum variabel ROA yaitu sebesar 0,3934. Nilai mean variabel ROA yaitu sebesar 0,031384 dengan standar deviasi sebesar 0,1087971.
Tabel 4.
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error |
Beta | |||
1 (Constant) |
,012 |
,017 |
,695 |
,489 | |
HCE |
,002 |
,001 |
,167 |
1,583 |
,118 |
SCE |
,000 |
,015 |
,001 |
,009 |
,993 |
CEE |
,073 |
,022 |
,356 |
3,314 |
,001 |
R Square = |
0,181 |
F = |
5,735 | ||
Adj. R Square = |
0,149 |
Sig |
= |
0,0013 |
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 4. dapat diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = 0,0194 + 0,0019 X1 + 0,0001 X2 + 0,0730 X3
Dimana:
Y = ROA
X1 = HCE
X2 = SCE
X3 = CEE
Makna dari koefisien regresi tersebut antara lain:
Nilai koefisien regresi HCE yaitu 0,019 mempunyai arti jika nilai HCE bertambah 1 satuan maka nilai dari ROA akan meningkat sebesar 0,0194 persen dengan anggapan bahwa variabel lain dianggap konstan. Nilai koefisien regresi SCE yaitu 0,0019 yang memiliki arti jika nilai SCE bertambah 1 satuan maka nilai dari ROA akan meningkat sebesar 0,0001 persen dengan anggapan bahwa variabel lain dianggap konstan. Nilai koefisien regresi CEE yaitu 0,0730 yang memiliki arti jika nilai CEE bertambah 1 satuan maka nilai dari ROA akan meningkat sebesar 0,0730 persen dengan anggapan bahwa variabel lain dianggap konstan.
Tabel 5.
Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual
Asymp. Sig. (2-tailed) ,092
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 5. hasil analisis menunjukkan nilai signifikansi variabel HCE, SCE, CEE dan ROA pada persamaan regresi yaitu 0,092 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti bahwa variabel HCE, SCE, CEE dan ROA berdistribusi normal.
Tabel 6.
Hasil Uji Multikolinearitas
No |
Variabel |
Tolerance |
VIF |
1 |
HCE |
,947 |
1,056 |
2 |
SCE |
,951 |
1,052 |
3 |
CEE |
,912 |
1,097 |
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 6. nilai tolerance HCE yaitu sebesar 0,947 lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF 1,056 lebih kecil dari 10 maka HCE bebas dari gejala multikolinearitas. Nilai tolerance SCE yaitu sebesar 0,951 lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF 1,052 lebih kecil dari 10 maka SCE bebas dari gejala multikolinearitas. Nilai tolerance CEE yaitu sebesar 0,912 lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF 1,097 lebih kecil dari 10 maka CEE bebas dari gejala multikolinearitas.
Tabel 7.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
No |
Variabel |
Sig |
Keterangan |
1 |
HCE (X1) |
0,751 |
Bebas Heteroskedastisitas |
2 |
SCE (X2) |
0,169 |
Bebas Heteroskedastisitas |
3 |
CEE (X3) |
0,265 |
Bebas Heteroskedastisitas |
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 7. menujukkan bahwa keseluruhan nilai yang terdapat pada hasil uji heteroskedastisitas memiliki signifikansi lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut bebas dari heteroskedastisitas.
Tabel 8.
Hasil Uji Autokorelasi
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 ,425a ,181 ,149 ,1003530 1,829
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 8. menujukkan nilai Durbin-Watson yaitu 1,829. Persamaan regresi ini menggunakan data atau n sebanyak 82 dan variabel independen atau k berjumlah 3, diperoleh nilai dL= 1,5663 dan dU= 1,7176 dari tabel Uji Durbin-Watson sehingga 4-dU = 2,4337 dan 4-dU= 2,2824. Nilai Durbin-Watson yaitu 1,829 berada di antara dU dan 4-dU (1,7176 < 1,829 < 2,4337) hal ini menunjukkan bahwa model berada di daerah tidak terjadi autokorelasi.
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Uji F diterima apabila signifikansi F hitung lebih kecil dari taraf signifikansi. Dengan taraf signifikansi sebesar 0,05 serta berdasarkan Tabel 4. yaitu F hitung sebesar 5,735 dengan level signifikansi 0,0013 lebih kecil dari taraf signifikansi, dapat disimpulkan variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen.
Tabel 9.
Ringkasan Hasil Statistik Uji t
No |
Variabel |
Koefisien Regresi |
Thitung |
Sig |
ttabel |
1 |
HCE |
0,0019 |
1,5825 |
0,1175 |
1,6644 |
2 |
SCE |
0,0001 |
0,0092 |
0,9926 |
1,6644 |
3 |
CEE |
0,0730 |
3,3142 |
0,0014 |
1,6644 |
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Uji t digunakan untuk menunjukkan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut penjelasan masing-masing variabel:
Pengaruh HCE terhadap ROA. Kinerja keungan yang diproksikan dengan ROA dipengaruhi oleh modal manusia yang diproksikan dengan HCE secara parsial atau sendiri dapat dilihat pada Tabel 9. diketahui thitung sebesar 1,5852 nilai thitung lebih kecil dari ttabel = (α;n-k) = t(0,05;79) yaitu sebesar 1,6644. Hasil thitung terletak pada daerah penerimaan H0 dan nilai signifikansi sebesar 0,1175 lebih besar dari taraf signifikansi yaitu 0,05. Hal ini berarti H1 yaitu HCE berpengaruh positif terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017 ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu HCE tidak berpengaruh terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017.
Pengaruh SCE terhadap ROA. Kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA dipengaruhi oleh modal struktural secara parsial atau sendiri dapat dilihat pada Tabel 9 diketahui thitung sebesar 0,0092 nilai thitung lebih kecil dari ttabel = (α;n-
k) = t(0,05;79) yaitu sebesar 1,6644. Hasil thitung berada pada daerah penerimaan H0 dan nilai signifikansi sebesar 0,9926 lebih besar dari taraf signifikansi yaitu 0,05. Hal ini berarti H2 yaitu SCE berpengaruh positif terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017 ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil adalah SCE tidak berpengaruh terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017.
Pengaruh CEE terhadap ROA. Kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA dipengaruhi oleh modal fisik yang diproksikan dengan CEE secara parsial atau sendiri dapat dilihat pada Tabel 9. diketahui thitung sebesar 3,3142 nilai thitung lebih besar dari ttabel = (α;n-k) = t(0,05;79) yaitu sebesar 1,6644. Dengan hasil tersebut thitung berada pada daerah penolakan H0 dan nilai signifikansi sebesar 0,0014 lebih kecil dibandingkan taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti H3 yang menyatakan bahwa CEE berpengaruh positif signifikan terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017 diterima.
Hasil penelitian menunjukkan HCE tidak berpengaruh terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017. Hasil yang sama ditunjukkan oleh penelitian Bontis et al. (2015) bahwa HCE tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA. Hal ini berarti modal manusia (modal karyawan) yang dimiliki perusahaan berupa biaya karyawan tidak mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Modal karyawan yang tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan sangat berbeda dari RBT dimana perusahaan yang seharusnya mampu menerapkan RBT dapat memberikan manfaat yang besar pada modal karyawan sehingga mampu memberikan nilai tambah pada modal karyawan.
Hasil penelitian HCE yang menunjukkan arah yang negatif tidak dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017 karena memiliki arti akan menurunkan nilai tambah dari perusahaan apabila HCE meningkat. Nilai tambah modal karyawan tidak dapat ditunjukkan pada perusahaan sektor pertambangan di BEI.
Hasil penelitian menunjukkan SCE tidak berpengaruh terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017. Hasil yang serupa ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Wiksuana (2018), Bontis et al. (2015) dan penelitian yang dilakukan oleh Salim dan Karyawati (2013) bahwa SCE tidak berepengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur melalui rasio profitabilitas.
SCE tidak berpengaruh dalam penelitian memberikan arti bahwa kinerja keuangan tidak ditingkatkan melalui kemampuan struktural perusahaan. Penelitian ini tidak konsisten terhadap penelitian yang dilakukan oleh Nassar (2018) dan Zarei et al. (2014) yang meneliti bahwa SCE memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan seharusnya mampu ditingkatkan melalui modal strukturalnya. Perusahaan sektor pertambangan memiliki modal struktural yang besar namun tidak dapat memaksimumkan penggunaan modal struktural untuk meningkatkan kinerja keuangan.
Hasil penelitian SCE menunjukkan arah yang negatif tidak dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017 memiliki arti akan menurunkan nilai tambah apabila nilai SCE
meningkat. Tidak berpengaruh langsung yang ditunjukkan oleh modal struktural perusahaan pada sekor pertambangan di BEI periode 2016-2017 ini membutuhkan structural capital lainnya sebagai landasan nilai tambah dalam kinerja keuangan perusahaan. Menurut Wijaya dan Wiksuana (2018) SCE belum memiliki kontribusi yang tinggi terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan CEE berpengaruh positif terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017. Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Girma (2017) menyatakan bahwa CEE berpengaruh positif terhadap ROA pada bank komersial di Ethiopia periode 2009-2013. Isanzu (2016) menyatakan CEE berpengaruh positif terhadap ROA pada sektor perbankan Tanzania periode 2010-2014. Hasil penelitian CEE berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan memiliki arti bahwa CEE adalah salah satu faktor utama yang mampu mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan dengan ROA.
Pengelolaan modal berupa ekuitas atau modal sendiri memberikan kontribusi yang baik bagi perusahaan agar dapat bertahan dan mengembangkan usaha suatu perusahaan. Modal sendiri pada perusahaan sektor pertambangan harus diperkuat dengan perbandingan hutang. Hutang yang besar akan mengakibatkan risiko yang besar pada perusahaan sektor pertambangan.
Sektor pertambangan sangat bergantung pada perubahan kurs mata uang sehingga hutang yang besar akan mengakibatkan risiko yang besar bagi perusahaan sektor pertambangan. Kontribusi dari perusahaan memiliki potensi yang besar sehingga perusahaan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja keuangan (Ciptaningsih, 2013). Hasil penelitian SCE berpengaruh positif memberikan arti bahwa perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017 mampu memanfaatkan dan memaksimumkan modal ekuitas sehingga dapat memberikan nilai tambah terhadap kinerja keuangan perusahaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
HC yang diukur menggunakan HCE tidak berpengaruh terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017. Memiliki arti bahwa perusahaan belum memanfaatkan modal manusia secara maksimal sehingga modal manusia tidak banyak dalam mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan melalui ROA.
Komponen modal struktural yang diukur menggunakan SCE tidak berpengaruh terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode 2016-2017. Hal ini menjelaskan bahwa structural capital perusahaan belum memiliki kontribusi yang tinggi terhadap kinerja keuangan perusahaan. Modal struktural perusahaan dalam pemanfaatannya kurang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan melalui ROA.
Komponen modal fisik yang diukur menggunakan CEE berpengaruh positif signifikan terhadap ROA pada perusahaan sektor pertambangan di BEI periode
2016-2017. Hal ini menjelaskan bahwa permasalahan mengenai kinerja keuangan dapat diatasi salah satunya dengan physical capital yang dimiliki perusahaan.
Beberapa keterbatasan penelitian yang dapat ditarik dari penelitian ini yaitu: Ruang lingkup penelitian yang hanya dilakukan di perusahaan sektor pertambangan, sehingga hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasi untuk perusahaan sektor utama, sektor manufaktur dan sektor jasa. Jumlah variabel yang diteliti terbatas yaitu hanya pada variabel HCE, SCE, CEE dan ROA. Berdasarkan simpulan yang dikemukakan, maka terdapat beberapa saran yang dapat diambil melalui penelitian ini yaitu:
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai Intellectual Capital sebagai variabel yang memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan dapat dijadikan referensi dan dapat menambah variabel lain seperti ROGIC, ROE dan yang lainnya dalam variabel independen serta dapat menggunakan proksi lain pada kinerja keuangan perusahaan untuk mengetahui pengaruh Intellectual Capital yang lebih besar dalam menjelaskan kinerja keuangan perusahaan serta menggunakan sektor yang High-Technology sebagai pemilihan sektor.
Penelitian empiris ini membuktikan bahwa manajer dalam perusahaan terutama sektor pertambangan perlu untuk meningkatkan efisiensi penggunaan modal struktural dan modal manusia dengan memberikan pelayanan yang lebih terhadap kegiatan operasional perusahaan seperti kemampuan sumber daya yang kompeten, sarana-prasarana yang menunjang kinerja yang baik dan meningkatkan gaji serta tunjangan yang dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
REFERENSI
Andriani, B., & Najamuddin, M. N. (2014). The Influence of Intellectual Capital
Components to Financial Performance and Value of the Firm Registered in Indonesia Stock Exchange. Research in Applied Economics, 6(1), 216. https://doi.org/10.5296/rae.v6i1.5400
Barney, J. (1991). Firm Resources and Sustained Competitive Advantage. Journal of Management, 17(1), 99–120. Retrieved from
https://www.business.illinois.edu/josephm/BA545_Fall 2011/S10/Barney (1991).pdf
Bchini, B. (2015). Intellectual Capital and Value Creation in the Tunisian Manufacturing Companies. Procedia Economics and Finance, 23(October 2014), 783–791. https://doi.org/10.1016/S2212-5671(15)00443-8
Bontis, N. (1998). Intellectual capital: an exploratory study that develops measures and models. Management Decision, 36(2), 63–76. Retrieved from https://www.emeraldinsight.com/doi/10.1108/00251749810204142
Bontis, N., Janošević, S., & Dženopoljac, V. (2015). Intellectual capital in serbia’s hotel industry. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 27(6), 1365–1384. https://doi.org/10.1108/IJCHM-12-2013-0541
Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2010). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (1st ed.). Jakarta: Salemba Empat.
Budiharjo, A. (2016). Knowledge Management: EEfektiif Berinovasi Meraih Sukses (1st ed.). Jakarta: Prasetiya Mulya.
Chen, M., Yang, C., & Chen, S. (2005). Evolution and Computing Challenges of Distributed GIS. Journal of Geographic Information Science, 11(1), 61–70. https://doi.org/https://doi.org/10.1080/10824000509480601
Chusnah, F. N., Zulfiati, L., & Diana, S. (2014). Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Strategi sebagai Pemoderasi. In Simposium Nasional Akuntansi XVII (p. 43). Mataram. Retrieved from http://wlewle.weebly.com/makalah/043.pdf
Ciptaningsih, T. (2013). Uji Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Keuangan BUMN yang Go Public di Indonesia. Jurnal Manajemen Teknologi, 12(3), 330–348.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.12695/jmt.2013.12.3.7
Devi, B. E., Khairunnisa, & Budiono, E. (2017). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. E-Proceeding of Management, 4(1), 491–500. Retrieved from https://openlibrary.telkomuniversity.ac.id/ pustaka/files/123610/jurnal_eproc/pengaruh-intellectual-capital-terhadap-kinerja-keuangan-perusahaan-studi-kasus-pada-perusahaan-elektronik-otomotif-dan-komponen-yang-terdaftar-di-bursa-efek-indonesia-bei-periode
Fahmi, I. (2012). Analaisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta.
Gatot, B. (2018, January 11). Negara Raup Rp 40,6 Triliun dari Sektor Pertambangan. Liputan 6. Retrieved from https://www.liputan6.com/bisnis/ read/3222802/negara-raup-rp-406-triliun-dari-sektor-pertambangan
Girma, B. (2017). Intellectual Capital Efficiency and Its Impact on Financial Performances of Ethiopian Commercial Banks. Research Journal of Finance and Accounting ISSN, 8(8), 17–31. Retrieved from https://iiste.org/Journals/ index.php/RJFA/article/view/36770/37787
Gitman, L. . (2015). Principle of Managerial Finance. Pearson Education, Inc.,United States, 591.
Isanzu, J. N. (2016). The Relationship Between Intellectual Capital and Financial Performance of Banks in Tanzania. RISUS-Journal on Innovation and Sustainability, 7(1), 28–38. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24212/2179-3565.2016v7i1p28-38
Jayati, S. E. (2016). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perdagangan Jasa Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Universitas Negeri Yogyakarta. Retrieved from http://eprints.uny.ac.id/ 41761/1/SonyaErythrinaJayati_12808144072.pdf
Jumingan. (2006). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kamath, G. B. (2015). Impact of Intellectual Capital on Financial Performance and Market Valuation of Firms in India. International Letters of Social and Humanistic Sciences, 48(February 2015), 107–122. https://doi.org/10.18052 /www.scipress.com/ILSHS.48.107
Kartikasari, Y., & Hadiprajitno, P. B. (2014). Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan. Diponegoro Journal of Accounting, 3(1), 1–15. Retrieved from http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting
Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Khan, A. M., & Raushan, M. A. (2018). An Empirical Study of the Impact of Intellectual Capital on the Financial Perfomance of the Indian IT Sector. Asian Journal of Business & Accounting, 15(1), 7–19. Retrieved from https://ssrn .com/abstract=3166257
Madhani, P. M. (2010). Resource Based View (RBV) of Competitive Advantage: An Overview. Open Journal System, 3(3), 3–22. https://doi.org/ 10.3386/w19846
Mehri, M., Umar, M. S., Saeidi, P., Hekmat, R. K., & Naslmosavi, S. H. (2013). Intellectual Capital and Firm Performance of High Intangible Intensive Industries: Malaysia Evidence. Asian Social Science, 9(9), 146–155. https://doi.org/10.5539/ass.v9n9p146
Nassar, S. (2018). The Impact of Intellectual Capital on Firm Performance of the Turkish Real Estate Companies Before and After the Crisis. European Scientific Journal, 14(1), 29–45. https://doi.org/10.19044/esj.2018.v14n1p29
Nawangsari, D. (2016). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Dengan Strategi Sebagai Pemoderasi. Muhammadiyah Surakarta University. Retrieved from http://eprints.ums.ac.id/43356/
Nuryaman. (2015). The Influence of Intellectual Capital on The Firm’s Value with The Financial Performance as Intervening Variable. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 211(September), 292–298. https://doi.org/10.1016/ j.sbspro.2015.11.037
Ozkan, N., Cakan, S., & Kayacan, M. (2017). Intellectual capital and financial performance: A study of the Turkish Banking Sector. Borsa Istanbul Review, 17(3), 190–198. https://doi.org/10.1016/j.bir.2016.03.001
Pratama, Y. H., & Achmad, T. (2015). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Competitive Advantage Sebagai Variabel Intervening. Diponegoro Journal of Accounting, 4(2), 1–11. Retrieved from https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/accounting/article/view/16805/1614 0
Pulic, A. (1998). Measuring the perfomance of intellectual potential in knowledge economy. Paper Presented at the 2nd McMaster World Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital.
Rini, S., & Boedi, S. (2016). Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Keuangan Perbankan. Manajemen Dan Akuntansi, 17(19), 77–86.
Salim, S. meliza, & Karyawati, G. (2013). Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan, 1(2), 74–91. Retrieved from
https://www.academia.edu/15718589/Jurnal_Bisnis_dan_Kewirausahaan_V ol_1_No_2_Journal_SSB
Setiawan, A. (2015). Pengaruh Intellectual Capital terhadap Return on Asset (ROA) Perusahaan. Universitas Negeri Yogyakarta. Retrieved from eprints.uny.ac.id/19845/
Shafi’u, A. K., Noraza, M. U., & Saleh, M. B. (2017). The impact of intellectual capital on the financial performance of listed Nigerian food products companies. Journal of Accounting and Taxation, 9(11), 147–160. https://doi.org/10.5897/JAT2017.0246
Sharma, P. (2018). Enterprise Value and Intellectual Capital: Study of BSE 500 Firms. Accounting and Finance Research, 7(2), 123.
https://doi.org/10.5430/afr.v7n2p123
Soetedjo, S., & Mursida, S. (2014). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Perbankan. In Simposium Nasional Akuntansi XVII (pp. 64–67). Mataram. Retrieved from http://www.wiso-net.de/webcgi?START=A60&DOKV_DB=ZDZI&DOKV_NO=WAOD817 300&DOKV_HS=0&PP=1
Wernerfelt, B. (1984). A Resource-Based View of the Firm. Strategic Management Journal, 5(2), 171–180. https://doi.org/10.1002/smj.4250050207
Wiagustini, N. L. P. (2014). Manajemen Keuangan (1st ed.). Denpasar: Udayana University Press.
Wijaya, W. A., & Wiksuana, I. G. B. (2018). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan pada Subsektor Industri Hotel, Restoran dan Pariwisata. E-Jurnal Manajemen Unud, 7(2), 701–729. https://doi.org/ 10.24843/EJMUNUD.2018.v7.i02.p01 ISSN
Wirawan, N. (2016). Statistika Ekonomi dan Bisnis (Statistika Deskriptif) (4th ed.). Denpasar: Keraras Emas.
Zarei, A., Shamszadeh, B., & Zaeri, Z. (2014). The Effect of Intellectual Capital on Financial Performance of Banks Listed in Tehran Stock Exchange. Journal of Money and Economy, 9(4), 49–71. Retrieved from
https://ideas.repec.org/a/ mbr/jmonec/v9y2014i4p49-73.html#download
5721
Discussion and feedback