E-Jurnal Manajemen, Vol. 8, No. 4, 2019: 2325 – 2351ISSN: 2302-8912

DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2019.v8.i4.p16

PENGUJIAN ANOMALI SIZE EFFECT DI PASAR MODAL INDONESIA

I Gst Ayu Dwi Diahlestari1 Luh Gede Sri Artini2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia email: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah membuktikan keberadaan anomali size effect di Pasar Modal Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk strategi portofolio. Penelitian ini mengunakan analisis deskriptif dan analisis statistik yaitu uji beda dua rata-rata independen. Metode yang digunakan yaitu dengan membandingkan abnormal return dan indeks Sharpe sebagai ukuran kinerja dari portofolio saham ukuran besar dengan portofolio saham ukuran kecil yang telah dibentuk dari saham-saham yang konsisten masuk ke dalam Indeks Kompas 100 periode 2012-2017. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata abnormal return dan indeks Sharpe portofolio saham ukuran besar lebih baik daripada portofolio saham ukuran kecil. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan rata-rata tersebut tidak signifikan, sehingga dapat disimpulkan anomali size effect tidak terjadi di Pasar Modal Indonesia khususnya pada saham-saham yang terdaftar di Indeks Kompas 100.

Kata Kunci: Anomali size effect, portofolio saham ukuran besar-kecil, abnormal return, indeks Sharpe

ABSTRACT

The purpose of this study is to prove the existence of size effect anomaly in the Indonesian Capital Market which can be utilized for portfolio strategies. This study uses descriptive analysis and statistical analysis, namely different tests of two independent averages. The method used is by comparing the abnormal return and Sharpe index as a measure of performance from a large sized stock portfolio with a small sized stock portfolio that has been formed from stocks that consistently enter the Kompas 100 Index for the period 20122017. The results of the study showed that the average abnormal return and the Sharpe index of large sized stock portfolios were better than the small sized stock portfolios. The results of different tests show that the average difference is not significant, so it can be concluded that the size effect anomaly does not occur in the Indonesian Capital Market, especially in stocks listed on the Kompas 100 Index.

Keywords: Size effect anomaly, large-small sized stock portfolio, abnormal return, Sharpe index

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia banyak yang menanamkan kelebihan dananya di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai pasar modal di Indonesia, sehingga BEI mengalami pertumbuhan yang pesat. Peningkatan jumlah investor menunjukkan bahwa makin besarnya minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal dan juga menandakan kepercayaan masyarakat yang semakin meningkat untuk bertransaksi di Pasar Modal Indonesia. Meningkatnya minat investor menyebabkan fungsi yang dijalankan Pasar Modal yaitu fungsi keuangan dan ekonomi akan semakin baik (Mar’ati, 2012).

Saham menjadi produk yang paling diminati dari pencapaian pasar modal yang semakin membaik. Tingginya minat pada investasi saham tidak terlepas dari keunggulan yang dimiliki saham, dimana mampu memberikan tingkat pengembalian yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Kenaikan hasil investasinyapun kompetitif dengan instrumen investasi lainnya disertai dengan risiko, sehingga berinvestasi saham akan berpeluang mendapat keuntungan investasi yang tinggi, dimana keuntungan yang diperoleh dapat berupa deviden dan capital gain, namun juga diserta risiko berupa likuidasi dan capital loss(Ardiana, 2016: 23).

Keuntungan yang tinggi dengan risiko yang tinggi bisa diatasi oleh investor dengan melakukan portofolio pada saham. Strategi yang dapat diterapkan investor dalam membentuk portofolio ada dua macam, yakni strategi aktif dan strategi pasif. Strategi pasif menggambarkan tindakan investor yang kurang aktif dalam mencari informasi yang dapat memberikannya return yang lebih tinggi (Jones,

2014: 300). Strategi aktif menggambarkan tindakan investor yang aktif mencari informasi-informasi yang dapat membantunya memperoleh return yang lebih tinggi. Investor dapat menggunakan pendekatan fundamental dengan memanfaatkan data seperti earning, dividen, penjualan, dan lainnya dalam melakukan strategi aktif. Investor juga dapat menggunakan pendekatan teknikal dengan mencari pola pergerakan saham yang bisa digunakan periode selanjutnya (Jones, 2014: 304). Informasi-informasi yang diperoleh investor mampu mempengaruhi harga saham yang ada di pasar dan akhirnya akan berpengaruh pada return saham yang diperoleh investor bersangkutan.

Informasi-informasi yang diserap pada pasar modal akan membentuk harga keseimbangan yang baru sebagai respon pasar terhadap informasi yang ada, dimana seluruh informasi di masa lalu, informasi saat ini, dan juga informasi di masa depan telah tercermin melalui harga saham yang diperdagangkan tanpa adanya lag. Konsep ini kemudian dikenal dengan konsep pasar modal efisien (Hartono, 2017: 605). Konsep pasar modal efisien menyatakan bahwa ketika terdapat ketidaksesuaian harga saham menunjukkan informasi yang masuk ke pasar tidak terserap dengan baik. maka hal itu merupakan bentuk dari ketidaksempurnaan penyerapan informasi. Ketidaksesuaian harga menunjukkan kurang efisiennya pasar, dimana pada kondisi ini investor akan memperoleh kesempatan untuk mendapatkanreturn yang lebih besar dengan memanfaatkan seluruh informasi ketidaksesuaian harga tersebut sebagai strategi dalam pembentukan portofolionya.

Penelitian terdahulu telah membuktikan adanya ketidaksesuaian harga,misalnya penelitian mengenai size effect oleh Banz tahun 1981 dan price earning ratio oleh Basu tahun 1977 (Hartono, 2017: 664). Ketidaksesuaian harga ini kemudian disebut dengan anomali di dalam pasar yang efisien, karena tidak ada investordalam pasar efisien yang mampu memperoleh abnormal returnmelalui informasi yang masuk ke pasar.

Anomali size effectadalah salah satu anomali yang terbukti cukup sering terjadi (Yanuarta, 2012),dimana fenomena ini telah didukung oleh beberapa penelitian terdahulu diantaranya penelitian Sobti (2018) di India, Washer et al. (2016) di India, Balakrishnan dan Maiti (2015) di India, Boamah dan Nicholas (2015) di Afrika Selatan, Pandey dan Sehgal (2015) di India, Iqram ul Haq (2014) di Pakistan, Eraslan (2013) di Turki, Hwang et al. (2013) di Inggris, Sehgal dan Balakrishnan (2013) di India, Simlai (2009) di Amerika Serikat, Nartea et al. (2009) di New Zeland, dan Rutledge et al. (2008) di China. Anomali size effectmerupakan fenomena yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan besar memberikan return yang lebih rendah daripada perusahaan-perusahaan kecil, sehingga dapat dikatakan perusahaan kecil memberikan kinerja yang lebih baik daripada perusahaan besar (Banz, 1981). Berdasarkan fenomena tersebut, maka menerapkan strategi portofolio dengan memilih saham berdasarkan size effectakan memberikan kesempatan untuk memperoleh return yang lebih besarbagi investor (Yanuarta, 2012).

Penelitian beberapa negara menunjukkan adanya anomali size effect pada pasar modalnya namun di negara lain menunjukkan tidak adanya anomali size

effect. Misalnya penelitian Alioui et al. (2015) di Amerika Serikat, Mazviona et al. (2014) di Zimbabwe, dan Razak et al. (2011) di Malaysia.

Penelitian terkait anomali size effect sudah pernah dilakukan di Pasar Modal Indonesia. Penelitian yang dilakukan Yanuarta (2012) menunjukkan hasil bahwa anomali size effect tidak terjadi di Pasar Modal Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Yani (2014) yang mengaitkan anomali size effect dengan January effect menemukan bahwa tidak terjadi anomali size effect. Penelitian Mikhael dan Widanaputra (2018) yang juga mengaitkan anomali size effect dengan Januaryeffect juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Yani. Penelitian Kurniawan dan Pubawangsa (2018) juga menunjukkan tidak adanya anomali size effect di Pasar Modal Indonesia. Berbeda dengan penelitian lainnya, penelitian Octavio dan Lantara (2014) menunjukkan adanya anomali size effect pada portofolio saham loser dalam pengujian market overaction. Penelitian Dewi dan Sri Artini (2014) yang menguji efisien pasar menunjukkan bahwa Pasar Modal Indonesia tidak efisien. Tidak terbuktinya efisiensi Pasar Modal Indonesia mengindikasikan kemungkinan adanya anomali yang terjadi.

Tujuan penelitian ini menganalisis serta menguji kinerja portofolio saham ukuran besar dibandingkan dengan portofolio saham ukuran kecil sehingga melalui penelitian ini akan membuktikan keberadaan anomali size effect di Pasar Modal Indonesia. Penelitian ini menggunakan saham yang termasuk ke dalam Indeks Kompas 100 sebagai ruang lingkup penelitian. Indeks Kompas 100 merupakan indeks pasar kerjasama dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan harian kompas. Indeks Kompas 100 dirilis pada tanggal 10 Agustus 2007, yang terdiri

dari 100 saham dengan kategori likuiditas baik, fundamental kuat, serta kinerja perusahaan yang baik, sehingga bisa dikatakan dasar perhitungan Indeks Kompas 100 adalah 100 saham teraktif. Saham yang masuk ke dalam Indeks Kompas 100 diperbarui setiap enam bulan sekali. Periode daftar saham yang masuk ke dalam Indeks Kompas 100 adalah Februari-Juli dan Agustus - Januari. Indeks Kompas 100 dipilih sebagai ruang lingkup penelitian karena mampu mewakili 70 persen – 80 persen kapitalisasipasar di Pasar Modal Indonesia, selain itu jenis saham dari berbagai sektor juga masuk ke dalam Indeks Kompas 100, sehingga Indeks Kompas 100 mampu mewakili kondisi Pasar Modal Indonesia(Dwipayana dan Wiksuana, 2017).

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi tambahan referensi pada ilmu manajemen keuangan dan mampu memberikan masukan serta menjadi bahan pertimbangan bagi investor saham dan manajer investasi sebagai pelaku Pasar Modal Indonesia dalam menjalankan strategi portofolio.

Investasi merupakan penundaan konsumsi yang dilakukan periode saat ini untuk dimasukkan ke dalam aktiva produktif dalam jangka waktu tertentu (Hartono, 2017:5). Investasi pada aset finansial merupakan salah satu aktivitas investasi. Aset finansial menunjukkan bukti kepemilikan pemegang aset atas aset pihak penerbit yang dapat berbentuk surat berharga.

Investor memiliki dasar keputusan yang dapat dijadikan pertimbangandalam melakukan kegiatan investasinya yaitu risiko, return, serta hubungan returndengan risiko. Return merupakan tingkat keuntungan investasi. Terdapat dua istilah return, yaitu return harapan dan return aktual. Return harapan adalah

besarnya jumlah keuntungan yang telah diantisipasi akan diperoleh investor di masa yang akan datang, sedangkan return aktual adalah keuntungan yang telah diterima investor di masa lalu.Kemungkinan investor memperoleh return aktual yang lebih rendah daripada return harapan disebut risiko. Investor dalam menghadapi risiko memiliki sikap yang berbeda, hal ini disebabkan pandangan setiap investor yang berbeda mengenai risiko. Investor dengan sikap yang cenderung takut terhadap risiko akan berinvestasi pada aset berisiko rendah yang juga memiliki return harapan rendah, begitu pula sebaliknya(Jones, 2014: 8).

Hubungan return harapan dengan risiko pada suatu investasi memiliki hubungan yang positif. Hubungan ini memiliki makna,apabila return harapan dari suatu investai makin tinggi maka risiko yang terkandung dalam investasi tersebut juga akan semakin tinggi dan sebaliknya. Kondisi tersebut yang mengakibatkan tidak semua investor berani menginvestasikan dananya pada aset yang menawarkan return tinggi karena juga mengandung risiko yang tinggi. Berdasarkan karakteristik antara return dan risiko tersebut maka investor sering membentuk portofolio untuk meminimalkan risiko atau kerugian yang dihadapi dari investasi yang dilakukan.

Ketika melakukan investasi terdapat proses dalam pengambilan keputusan investasi yang memilikibeberapa tahap keputusan dan akan berulang secara terus-menerus hingga tercapai sebuah keputusan yang dianggap terbaik (Tandelilin, 2010:12). Tahap-tahap keputusan investasi tersebut meliputi: (1) Tahap pertama adalah menetapkan apa yang ingin dicapai dari investasi tersebut atau penetapan tujuan.(2) Penentuan kebijakan investasi, dimana investor mulai membuat

keputusan terkait alokasi pada setiap aset yang ada. (3) Menentukan strategi dalam melakukan portofolio, dengan menggunakan strategi aktif atau pasif. Strategi pasif merupakan strategi dimana investor kurang aktif mengelola informasi yang masuk ke pasar dalam mengambil keputusan investasi. Strategi aktif menggambarkan tindakan investor yang aktif mengelola setiap informasi yang masuk ke dalam pasar dan tindakan-tindakan lainnya yang sekiranya dapat membantu investor untuk mendapatkan return yang lebih tinggi melalui keputusan yang diambil.(4) Tahap keempat yaitu memilih aset, dimana pada tahap ini aset yang akan dipilih dievaluasi untuk menghasilkan portofolio yang efisien.(5) Pengukuran kinerja portofolio, yaitu melakukan analisis terhadap return portofolio pada periode formasi apakah dapat menghasilkan returnlebih besar dibandingkan return yang dihasilkan oleh portofolio yang dijadikan sebagai patokan serta menganalisis risiko yang terkandung dalam portofolio apakah telah sebanding atau belum dengan tingkat return yang dihasilkan. Variabel yang digunakan dalam melakukan penilaian kinerja yaitu return dan juga risiko portofolio.

Berbagai ukuran kinerja telah dirumuskan untuk membantu investor dalam menilai kinerja portofolio yang telah dibentuk. Variabel return serta risiko digunakan dalam mengevaluasi kinerja portofolio sebagai sebuah parameter tunggal yang dapat digunakan dalam mengevaluasi kinerja portofolio, dimana risiko yang digunakan dalam pengukuran dapat berupa risiko total atau sistematis. Konsep ini kemudian dikenal dengan istilah risk-adjusted return(Hartono, 2017:725). Terdapat tiga ukuran kinerja dengan konsep risk-adjusted returnyang

dapat digunakan ketika melakukan evaluasi terhadap kinerja portofolio. Ukuran kinerja tersebut diantaranya indeks Sharpe, indeks Treynor, serta indeks Jensen.

Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe, dimana patokan yang digunakan adalah garis pasar modal. Indeks ini diperoleh melalui pembagian risiko dengan standar deviasi. Risiko dalam perhitungan ini merupakan selisih dari rata-rata return saham dengan rata-rata return bebas risiko, sedangkan standar deviasi adalah risiko yang berasal dari perubahan return selama periode observasi. Indeks Sharpe yang tinggi menunjukkan kinerja yang semakin baik dan begitu pula sebaliknya. Indeks Treynor dirumuskan Jack Treynor, dimana indeks ini melihat kinerja portofolio dengan menghubungkan besarya risiko dengan tingkat return dari sebuah portofolio. Patokan yang digunakan yaitu garis pasar sekuritas. Indeks Treynor digunakan pada portofolio yang dianggap telah terdiversifikasi dengan baik sehingga menggunakan beta atau risiko sistematis dalam pengukuran kinerja. Nilai indeks Treynor yang semakin besarmenggambarkan semakin baik pula kinerja portofolio dan sebaliknya. lndeks Jensen adalah ukuran kinerja yang menggambarkan selisih return aktual dengan return harapan ketika suatu portofolio ada di garis pasar modal. Kinerja portofolio yang bagus akan tergambar dari indeks Jensen yang bernilai positif sedangkan nilai indeks Jensen yang negatif menunjukkan kinerja portofolio kurang bagus jika dibandingkan dengan return pasar.

Pasar modal efisien merupakanpasar dimana harga sekuritas yang diperdagangkan bergerak dengan cepat sebagai respon dari adanya informasi baru, sehingga harga sekuritas tersebut mampu mencerminkan semua informasi yang

tersedia mengenai perusahaan (Hartono, 2017:605). Pasar yang efisien akan tercapai jika beberapa kondisi terpenuhi, diantaranya (1) Pasar terdiri dari banyak investor rasional yang berusaha untuk memaksimalkan profit. Keinginan untuk memaksimalkan profit menyebabkan para investor akan aktif dalam menganalisis, menilai, dan melakukan perdagangan saham. Investor adalah price taker, sehingga tindakan yang dilakukan oleh seorang investor tidak mampu memepengaruhi harga dari sebuah sekuritas. (2) Informasi yang diperoleh oleh seluruh investor yang ada di pasar, didapatkan dengan cara yang murah dan mudah serta pada waktu yang sama. (3) Informasi yang tersedia di pasar bersifat acak, dimana informasi yang ada sekarang belum tentu sama dengan informasi yang akan ada di masa depan. (4) Investor yang ada di pasar akan bereakasi dengan cepat terhadap informasi baru yang masuk ke pasar, sehingga harga sekuritas akan berubah sesuai dengan perubahan nilai sebenarnya akibat informasi tersebut.

Fama (dalam Hartono, 2017: 606) merumuskan efficient market hypoteis, dimana dalam hipotesis tersebut efisiensi pasar dikelompokkan ke dalam beberapa kelas, diantaranya (1) Weak form atau efisiensi pasar bentuk lemah, dimana sekuritas yang diperdagangkan telah mengandung seluruh informasi periode sebelumnya yang tergambar dari harga sekuritas yang telah terbentuk. Informasi tersebut dapat berupa harga dan volume perdagangan yang terjadi di masa lalu. (2) Semi strong formatau bentuk efisiensi setengah kuat dimana sekuritas yang diperdagangkan telah mengandung seluruh informasi periode sebelumnya dan informasi periode sekarang yang tergambar dari harga sekuritas yang terbentuk. Stok split, pembagian dividen, saham baru yang diterbitkan, dan sejenisnya

merupakan contoh informasi yang diumumkan periode sekarang. (3) Strong formatau efisiensibentuk kuat berarti sekuritas yang diperdagangkan telah mengandung seluruh informasi periode sebelumnya, periode sekarang, serta informasi bersifat rahasia yang tergambar dari harga sekuritas yang telah terbentuk.

Ketersediaan informasi saja terkadang tidak mampu menentukan efisiensi pasar. Ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh informasi-informasi yang masih perlu diolah oleh investor. Setiap informasi yang masuk ke dalam pasar dapat diinterpretasikan akan berdampak baik atau buruk terhadap perusahaan tergantung dari sisi mana investor tersebut melihat informasi yang ada. Hal ini bergantung pada kemampuan investor dalam mengolah atau menginterpretasikan informasi yang ada. (Hartono, 2017:611).

Efisiensi pasar dapat ditentukan melalui beberapa pengukuran. Pengujian prediktabilitas returndilakukan untuk menguji pasar dalam bentuk efisien lemah. (Hartono, 2017:632). Return dapat diperkirakan melalui informasi-informasi masa lalu dari data yang ada pada periode tersebut. Berbagai bentuk pengujian yang pernah dilakukan misalnya dengan melihat return musiman, menggunakan data mengenai volume atau harga periode sebelumnya, dan menguji return terhadap karakteristik yang dimiliki perusahaan. Pengujian efisiensi dalam bentuk setengah kuat dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap fluktuasi harga saham akibat informasi yang baru dipublikasikan perusahaan. Pengujian ini dikenal dengan istilah event study(Hartono, 2017:632). Efisiensi dalam bentuk kuat dapat dilakukan dengan menguji informasi-informasi privat seperti mengamati kegiatan

insider trading, yaitu orang-orang yang mendapatkan informasi terlebih dahulu sebelum informasi tersebut dipublikasikan oleh perusahaan (Hartono, 2017:632).

Kondisi yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian harga merupakan akibat dari kurang baiknya dalam menyerap informasi yang ada. Konsep pasar yang efisien menyatakan, ketika terjadi ketidaksesuaian harga merupakan tanda bahwa pasar kurang efisien sehingga kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh pelaku pasar modal khususnya investor untuk memperoleh abnormal returnmelalui informasi-informasi ketidaksesuaian harga sebagai strategi dalam menjalankan investasi. Kondisi tersebut kemudian dikenal dengan istilah anomali pasar.

Anomali secara umum merupakan bentuk dari penyimpangan terhadap model keseimbangan, dimana dalam model keseimbangan besarnya returnyang dimiliki sebuah aset dalam hal ini saham akan searah dengan risiko pada saham tersebut.Returnyang dimiliki saham akan mengalami perubahan apabila risiko saham tersebut juga mengalami perubahan. Apabila risiko saham tidak mengalami perubahan maka return saham juga tidak berubah yang tergambar dari harga saham yang tetap. Menurut Asnawi dan Wijaya (dalam Yanuarta, 2012) model keseimbangan Capital Asset Pricing Model (CAPM) berkaitan dengan anomali, dimana anomalimerupakan bentuk dari penyimpangan CAPM. Model keseimbangan CAPM menjelaskan, pasar sebagai acuan dalam mengukur perubahan atau sensitifitas saham yang kemudian dikenal dengan istilah beta saham. Apabila saham memiliki risiko tinggi maka akan terlihat melalui beta saham yang juga tinggi, namun ketika nilai beta dalam model keseimbangan

CAPM tidak searah dengan perubahan return saham, maka kondisi tersebut sedang mengalami anomali.

Pasar yang tidak efisien atau pada pasar yang menunjukkan adanya anomali, sekuritas akan menghasilkan abnormal return. Jadi pengujian anomali pasar sebenarnya merupakan pengujian terhadap abnormal return.Terdapat tiga metode dalam menentukan abnormalreturn (Hartono, 2017:667). Tiga metode tersebut diantaranya (1) Mean-adjusted return, yaitu metode yang menghitung abnormal return dengan cara mengurangi return aktual sekuritas pada periode pengamatan dengan rata-rata return sekuritas selama beberapa periode sebelum periode pengamatan. (2) Market-adjusted return, yaitu metode yang menghitung abnormal return dengan cara mengurangi return aktual pada periode pengamatandengan return pasar pada periode pengamatan. (3) Market-model return, yaitu metode yang menghitung abnormal return menggunakan market model, dimana nlai U ^ dan βl dalam market model dicari dengan menggunakan data return dari periode waktu yang tidak mengandung peristiwa yang sedang diteliti.

Salah satu jenis anomali yang ada yaitu anomali size effect, dimana anomali ini merupakan hasil dari pengujian keberadaanabnormalreturnyang berkaitan dengan karakteristik perusahaan. Keberadaan anomali size effecttelah terbukti melalui penelitian-penelitian yang telah dilakukan di berbagai pasar modal seperti penelitian Sobti 2018 di India, Washer et al. 2016 di India, Balakrishnan dan Maiti 2015 di India, Boamah dan Nicholas 2015 di Afrika Selatan, Pandey dan Sehgal 2015di India, Iqram ul Haq 2014di Pakistan, Eraslan 2013 di Turki,

Hwang et al. 2013 di Inggris, Sehgal dan Balakrishnan 2013 di India, Nartea et al.2009 di New Zeland, Simlai 2009 di Amerika Serikat, Rutledge et al.2008 di China, dan lain-lain.

Banz pertama kali menemukan anomali size effectdalam penelitiannya tahun 1981, dimana ia menemukan fenomena dimana saham perusahaan kecil memberikan return yang lebih tinggi daripada saham perusahaan besar atau dengan kata lain ukuran perusahaan memiliki hubungan yang negatif dengan return saham. Fenomena ini kemudian dikenal dengan istilah anomali size effect.Anomali size effect merupakan sebuah fenomena yang berlawanan dengan pasar efisien karena pada pasar efisien investor tidak dapat menggunakan informasi apapun dalam usaha memperoleh returnyang lebih besar atau abnormal return(Tandelilin, 2010:219).

Hipotesis penelitian yang dapat diajukan dalam penelitian ini berdasarkan pada teori serta penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu : H1       : Terdapat perbedaan signifikan antara abnormal return portofolio

saham ukuran besar dibandingkan portofolio saham ukuran kecil

H2       : Terdapat perbedaan signifikan antara indeks Sharpe portofolio saham

ukuran besar dibandingkan portofolio saham ukuran kecil

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian komparatif yang membandingkan kinerja portofolio saham ukuran besar dengan kinerja portofolio saham ukuran kecil. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode observasi non partisipanmelalui pengamatan, pencatatan, serta melakukan akses ke beberapa situsyaituwww.idx.com,    www.sahamok.com.www.yahoofinance.com,    serta

www.bi.go.iduntuk memperoleh data kapitalisasi pasar, harga saham penutupan, tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan Indeks Kompas 100.

Populasi penelitian ini yaitu semua saham yang masuk ke dalamIndeks Kompas 100 dari tahun 2012-2017 sebanyak 187 saham.Sampel penelitian diambil secara purposive sampling, dengan kriteria (1) Saham perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan konsisten terdaftar ke dalam Indeks Kompas 100 selama periode 2012-2017. Berdasarkan kriteria ini diperoleh 48 saham.(2) Saham yang konsisten masuk ke dalam portofolio saham ukuran besar dan portofolio saham ukuran kecil selama periode 2012-2017. Berdasarkan kriteria ini diperoleh 29 saham, dimana 17 saham masuk ke dalam portofolio saham ukuran besar dan 12 saham masuk ke dalam portofolio saham ukuran kecil.

Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik menggunakan uji beda dua rata-rata independen. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan membentuk portofolio saham ukuran besar dan portofolio saham ukuran kecil kemudian dihitung abnormal return dan indeks Sharpe dari portofolio yang telah terbentuk. Hasil dari abnormal return dan indeks Sharpedari portofolio saham ukuran besar dan portofolio saham ukuran kecil kemudian dibandingkan menggunakan teknik analisis statistik uji beda dua rata-rata independen.

Langkah-langkah dalam pembentukanportofolio ini adalah: (1) Mengurutkan saham-saham yang konsisten masuk ke dalam Indeks Kompas 100 selama periode 2012-2017 berdasarkan ukuran perusahaan (kapitalisasi pasar). (2) Memasukkan 20 saham teratas ke dalam portofolio saham ukuran besar dan 20

saham terbawah ke dalam portofolio saham ukuran kecil. (3) Mengeliminasi saham-saham yang tidak konsisten dalam portofolio saham ukuran besar maupun portofolio saham ukuan kecil selama periode penelitian.

Abnormal return portofolio dihitung dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

Langkah pertama menghitung abnormal return dengan rumus:

(1)


A t=  -

Keterangan:

/1 f= Abnormal return saham

Nf= Actual return saham

Nj^ = Market return dihitung dari akumulasi perubahan Indeks Kompas 100

Actual return saham adalah tingkat pengembalian tahunan dari saham-saham yang masuk ke dalam portofolio pada Indeks Kompas 100 periode 2012-2017 yang diukur dengan formula:

(2)

Keterangan:

H     = returnsaham

Pt     = harga penutupan periode penelitian

^£—1 = harga penutupan periode sebelum penelitian

Langkah kedua menghitung average abnormal return dengan rumus:

(3)

Keterangan:

A t= Averageabnormal return portofolio saham ukuran besar-kecil.

A t= Abnormal return portofolio saham ukuran besar-kecil.

n = Jumlah saham yang membentuk portofolio saham perusahaan besar-kecil.

Indeks Sharpe portofolio dihitung dengan rumus:

=


Kp -K



(4)


Keterangan:

Sp = IndeksSharpe portofolio saham

tip = Rata-rata return portofolio saham selama periode pengamatan

H = Rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan

^i = Standar deviasi return portofolio saham selama periode pengamatan

Standar deviasi merupakan risiko potofolio sahamIndeks Kompas 100 periode 2012-2017 yang diukur dengan formula:

k(⅛ - t (⅛ )) ≡ π-1

(5)


Keterangan:

S     = standar deviasi portofolio saham

Jfi     = nilai ke-i

h( j^ L ) = nilai ekspektasian n     = jumlah observasi

Setelah diperoleh nilai average abnormal return dan indeks Sharpe kemudian nilai average abnormal returnportofolio saham ukuran besar dibandingkan dengan portofolio saham ukuran kecil. Begitu juga dengan nilai indeks Sharpe menggunakan uji beda dua rata-rata independen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Abnormal return portofolio saham ukuran besar dan portofolio saham ukuran kecil merupakan averageabnormal return dari masing-masing tahun observasi selama periode 2012-2017. Hasil perhitungan averageabnormal return portofolio saham ukuran besar dan portofolio saham ukuran kecil dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

AverageAbnormal Return Portofolio Saham Ukuran Besar dan Portofolio Saham Ukuran Kecil Tahun 2012-2017

Tahun

Observasi

Portofolio Saham Ukuran Besar

Portofolio Saham Ukuran Kecil

2012

0,140

0,165

2013

0,046

-0,012

2014

0,021

-0,054

2015

-0,006

-0,221

2016

0,012

0,427

2017

0,079

-0,346

Sumber: Data diolah, 2018

Tabel 1 menunjukkan bahwa portofolio saham ukuran kecil memberikan return yang lebih tinggi dibandingkan portofolio saham ukuran besar hanya pada tahun 2012 dan 2016, sedangkan tahun-tahun lainnya menunjukkan portofolio saham ukuran kecil memberikan return yang lebih rendah dibandingkan portofolio saham ukuran besar.

Tabel 2.

Rata-Rata Abnormal Return Portofolio Saham Ukuran Besar dan Portofolio Saham Ukuran Kecil Tahun 2012-2017

Kelompok Portofolio

Mean

Std. Deviation

Portofolio Saham Ukuran Besar

.0487

.05360

Portofolio Saham Ukuran Kecil

-.0068

.27600

Sumber: Data diolah, 2018

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean portofolio saham ukuran besar yaitu 0,0487 lebih besar dari nilai mean portofolio saham ukuran kecil yaitu -0,0068 (0,0487 > -0,0068). Nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa kinerja portofolio saham ukuran besar lebih baik daripada kinerja portofolio saham ukuran kecil. Perbedaan ini tidak mendukung hipotesis anomali sizeeffect yang menyatakan return portofolio saham ukuran kecil memberikan return yang lebih tinggi daripada portofolio saham ukuran besar.

Tabel 3.

Uji BedaAbnormal Return Portofolio Saham Ukuran Besar dan Portofolio Saham Ukuran Kecil Tahun 2012-2017

Sig. (2 - Tailed)

Mean-Difference

Std. ErrorDifference

Abnormal Return Equal Variances

Portofolio         Assumed

.639

.05550

.11478

Equal Variances Not Assumed

.648

.05550

.11478

Sumber: Data diolah, 2018

Berdasarkan hasil uji beda pada tabel 3, menunjukkan nilai sig sebesar 0,648 lebih besar dari taraf sig sebesar 0,05 (0,648> 0,05). Hasil ini berarti tidak ada perbedaan signifikan antara averageabnormal return portofolio saham ukuran besar dengan portofolio saham ukuran kecil, sehingga hipotesis satu pada penelitian ini ditolak.

Indeks Sharpe portofolio saham ukuran besar dan portofolio saham ukuran kecil merupakan nilai indeks Sharpe dari masing-masing tahun observasi selama periode 2012-2017. Hasil perhitungan indeks Sharpe portofolio saham ukuran besar dan portofolio saham ukuran kecil dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.

Indeks Sharpe Portofolio Saham Ukuran Besar dan Portofolio Saham Ukuran Kecil Tahun 2012-2017

Tahun

Observasi

Portofolio Saham Ukuran Besar

Portofolio Saham Ukuran Kecil

2012

0,698

0,571

2013

-0,328

-0,459

2014

1,098

0,186

2015

-1,259

-1,607

2016

0,420

0,741

2017

0,716

-0,779

Sumber:Data diolah, 2018

Perhitungan indeks Sharpe pada Tabel 4 menunjukkan bahwa portofolio saham ukuran kecil memberikan kinerja yang lebih baik dibandingkan portofolio saham ukuran besar hanya pada tahun 2016, sedangkan tahun-tahun lainnya

menunjukkan portofolio saham ukuran kecil memberikan kinerja yang lebih

rendah dibandingkan portofolio saham ukuran besar.

Tabel 5.

Rata-Rata Indeks Sharpe Portofolio Saham Ukuran Besar dan Portofolio Saham Ukuran Kecil Tahun 2012-2017

Kelompok Portofolio

Mean

Std. Deviation

Portofolio Saham Ukuran Besar

.2242

.86868

Portofolio Saham Ukuran Kecil

-.2245

.89524

Sumber:Data diolah, 2018

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai mean portofolio saham ukuran besar yaitu 0,2242 lebih tinggi dari nilai mean portofolio saham ukuran kecil yaitu -0,2245 (0,2242> -0,2245). Nilai mean tersebut menunjukkan bahwa kinerja portofolio saham ukuran besar lebih baik daripada kinerja portofolio saham ukuran kecil. Sama dengan pengujian abnormal return, pengujian indeks Sharpe juga menolak hipotesis anomali sizeeffect.

Tabel 6.

Uji Beda Indeks Sharpe Portofolio Saham Ukuran Besar dan Portofolio Saham Ukuran Kecil Tahun 2012-2017

Sig. (2 - Tailed)

Mean-Difference

Std. ErrorDifference

Indeks Sharpe Portofolio

Equal Variances         .399

Assumed

.44867

.50926

Equal Variances         .399

Not Assumed

.44867

.50926

Sumber: Data diolah, 2018

Berdasarkan hasil uji beda, menunjukkan nilai sig sebesar 0,399 lebih besar dari taraf sig sebesar 0,05 (0,399> 0,05). Hasil ini berarti tidak ada perbedaan signifikan antara indeks Sharpe portofolio saham ukuran besar dengan portofolio saham ukuran kecil, sehingga hipotesis dua dalam penelitian ini ditolak.

Berdasarkan hasil uji beda pada abnormalreturn dan indeks Sharpe portofolio saham ukuran besar dengan portofolio saham ukuran kecil, maka dapat dinyatakan bahwa anomali size effect tidak terjadi di Pasar Modal Indonesia

khususnya pada saham-saham yang terdaftar di Indeks Kompas 100 selama periode 2012-2017. Hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian Sobti (2018) di India, Boamah dan Nicholas (2015) di Afrika Selatan, Iqram ul Haq (2014) di Pakistan, Eraslan (2013) di Turki, Hwang et al. (2013) di Inggris, Simlai (2009) di Amerika Serikat, Nartea et al. (2009) di New Zeland, dan Rutledge et al. (2008) di China yang menunjukkan adanya anomali size effect pada pasar modal yang diteliti. Perbedaan ini diperkirakan disebabkan oleh karakteristik Pasar Modal Indonesia yang berbeda dengan karakteristik pasar modal lainnya (Yanuarta, 2012). Penelitian serupa di Indonesia yang juga menunjukkan tidak adanya anomali size effect yaitu Yanuarta (2012), Yani (2014), Mikhael dan Widanaputra (2018), serta Kurniawan dan Purbawangsa (2018), dimana hasil penelitiannya di Pasar Modal Indonesia juga menunjukkan tidak adanya anomali size effect di Pasar Modal Indonesia. Penelitian di pasar modal negara lain yang juga tidak menunjukkan adanya anomali size effect adalah penelitian yang dilakukan Alioui et al. (2015) di Amerika Serikat, Mazviona et al. (2014) di Zimbabwe, dan Razak et al. (2011) di Malaysia.

Berdasarkan nilai standar deviasi pada Tabel 2 dan 5 terdapat hal yang menarik, dimana nilai standar deviasi abnormal return maupun indeks Sharpe dari masing-masing portofolio menunjukkan bahwa portofolio saham ukuran kecil memiliki standar deviasi yang lebih tinggi dibandingkan portofolio saham ukuran besar. Standar deviasi abnormal return portofolio saham ukuran kecil yaitu 0,276 lebih besar dari standar deviasi abnormal return portofolio saham ukuran besar yaitu 0,054, sedangkan standar deviasi indeks Sharpe portofolio saham ukuran

kecil yaitu 0,895 yang juga lebih tinggi dari standar deviasi indeks Sharpe portofolio saham ukuran besar yaitu 0,869. Besarnya nilai standar deviasi menunjukkan bahwa portofolio saham ukuran kecil memiliki risiko yang lebih besar daripada portofolio saham ukuran besar. Standar deviasi menggambarkan proksi risiko berhubungan dengan ketidakpastian return yang diterima pada periode berikutnya oleh investor. Risiko yang terkandung dalam portofolio seharusnya sebanding dengan return yang diberikan portofolio tersebut. Penelitian ini menunjukkan risiko yang terdapat dalam portofolio tidak sebanding dengan return yang diperoleh investor. Menurut Kausenidis dalam Yanuarta (2012), hubungan risiko dan return yang tidak searah ini disebabkan oleh penyesuaian yang harus dilakukan seperti penyesuaian terhadap market timmingselama periode observasi.

Hasil penelitian ini secara tidak menunjukkan bahwa teori pasar tidak efisien dalam bentuk lemah tidak terbukti malalui pengujian kinerja portofolio yang dikaitkan dengan karakteristik perusahaan yaitu ukuran perusahaan. Berdasarkan efficient market hypoteis yang dikemukakan oleh Fama (1970), efisiensi bentuk lemah berarti investor dapat memanfaatkan informasi masa lalu dalam mempertimbangkan strategi investasinya di masa sekarang, namun dalam penelitian ini menunjukkan bahwa informasi ukuran perusahaan tidak mampu membantu investor dalam memperoleh abnormal return. Tindakan investor dalam menginterpretasikan setiap informasi yang masuk ke dalam pasar juga mampu menyebabkan tidak terjadinya anomali di Pasar Modal Indonesia khususnya pada Indeks Kompas 100.

Tidak terjadinya anomali size effect menunjukkan perusahaan-perusahaan telah memberikan informasi terkait ukuran perusahaannya dengan baik untuk dimanfaatkan investor sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasi yang tercermin melalui penyampaian laporan keuangan secara konsisten setiap tahunnya, sehingga tidak akan membantu investor dalam menghasilkan abnormal return. Investor yang cenderung aktif mengelola setiap informasi yang masuk ke dalam pasar pada akhirnya akan menyebabkan pasar cenderung efisien, sehingga kesempatan investor untuk memperoleh abnormal return akan lebih kecil. Hal ini sejalan dengan kondisi Pasar Modal Indonesia yang semakin diminati oleh investor dengan adanya peningkatan jumlah investor selama periode observasi. Meningkatnya jumlah investor menunjukkan ketertarikan investor terhadap pasar modal yang mengindikasikan investor aktif mengelola setiap informasi yang masuk ke dalam pasar sehingga pasar menjadi semakin efisien. Karakter investor inilah yang kemungkinan menyebabkan tidak terjadinya anomali size effect di Pasar Modal Indonesia khususnya pada Indeks Kompas 100, sehingga Pasar Modal Indonesia dapat dikatakan efisien dalam bentuk lemah. Kondisi Pasar Modal yang efisien ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kartika dkk. (2017) yang menunjukkan bahwa Pasar Modal Indonesia termasuk efisien dan menempati urutan kedua di ASEAN setelah Pasar Modal Filipina.

SIMPULAN DAN SARAN

Abnormal return dan indeks Sharpe sebagai ukuran kinerja portofolio saham ukuran besar periode 2012-2017 tergolong baik. Berdasarkan ukuran kinerja abnormal return maupun indeks Sharpe, portofolio saham ukuran besar sebagian

besar bernilai positif selama periode 2012-2017, sedangkanabnormal return dan indeks Sharpe portofolio saham ukuran kecil periode 2012-2017 tergolong buruk. Berdasarkan ukuran kinerja abnormal return maupun indeks Sharpe, portofolio saham ukuran kecil sebagian besar bernilai negatif selama periode 2012-2017. Kinerja portofolio saham ukuran besar lebih baik daripada kinerja portofolio saham ukuran kecil, dimana nilai mean abnormal return dan Indeks Sharpelebih tinggi pada portofolio saham ukuran besar dibandingkan portofolio saham ukuran kecil. Hasil ini bertentangan dengan hipotesis anomali size effect, dimana seharusnya portofolio saham ukuran kecil memiliki kinerja yang lebih baik daripada portofolio saham ukuran besar. Uji signifikan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua portofolio, hal ini berarti perbedaan nilai mean tersebut cukup tipis sehingga tidak signifikan. Jadi anomali size effect tidak terjadi di Pasar Modal Indonesia khususnya pada saham-saham yang terdaftar di Indeks Kompas 100 periode 2012-2017.

Penelitian ini hanya fokus pada anomali size effectpada Indeks Kompas 100, oleh karena itu penelitian berikutnya dapat meneliti tidak hanya anomali size effect namun anomali lainya. Selain itu peneliti perlu memperhatikan market timming yaitu arah pergerakan pasar disaat terjadinya trend kenaikan dan penurunan harga selama observasi ketika melakukan penelitian terkait anomali size effect.

REFERENSI

Alioui, Sabrina, Bing Xiao, & Anissa Chaibi. (2015). On The Impact of Firm Size on Risk and Return: Fresh Evidence from The American Stock Market Over The Recent Years, Journal of Applied Business Research, 31 (1), 29-36.

Ardiana, Agus. (2016). Investasi Saham. Hibah Buku Ajar Jurusan Akuntansi FEB Unud.

Balakrishnan & Moinak Maiti. (2015). Performance of Micro Stocks in Indian Stock Market, Journal of Contemporary Research in Management, 10 (3), 45-50.

Banz, Rolf W. (1981). The Relationship Between Return and Market Value of Cammon Stocks. Journal of FinancialEconomics, 9 (1), 3-18

Boamah, Nicholas Addai. (2015). Robustness of the Carhart Four-Factor and the Fama-French Three-Factor Models on the South African Stock Market, Journal of Accounting and Finance, 14 (4), 413-430.

Dewi, Kartika & Luh Gede Sri Artini. (2014). Pengujian Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat, E-Jurnal Manajemen Unud, 3 (12), 3540-3557.

Dwipayana, Putra & I Gusti Bagus Wiksuana. (2017). Pengujian Efisiensi Pasar di Bursa Efek Indonesia, E-Jurnal Manajemen Unud, 6 (4), 2105-2132.

Eraslan, Veysel. (2013). Fama and French Three-Factor Model: Evidence from Istanbul Stock Exchange, Business and Economics Research Journal, 4 (2), 11-22.

Haq, Ikram ul. (2014). Stock Market Efficiency and Size of the Firm: Empirical Evidence from Pakistan, Economics of Knowledge, 6 (1), 10-31.

Hartono, Jogiyanto. (2017). Teori Portofolio dan Analisis Investasi(Edisi Sebelas). Yogyakarta:BPFE

Hwang, Tienyu, Simon Gao, & Heather Owen. (2013). Markowitz Efficiency and Size Effect: Evidence from the UK Stock Market,Journal of Quantitative Finance and Accounting, 43 (40), 721-750.

Jones, Charles P. (2014). Investments Principles and Concepts (Twelfth Edition).Singapore: John Wiley & Sons Singapore Pte, Ltd.

Kartika, Astriyana Prima, Jubaedah, & Fitri Yetti. (2017). Analisis Efficient Market Hypothesis pada Bursa Efek Indonesia terhadap Pasar Saham Asean, Soedirman Accounting Review, 2 (2), 128-145.

Kurniawan, Suryo & Anom Purbawangsa. (2018). Pengujian Anomali Pasar Size Effect dan The Day of Week Effect di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 7 (9), 2147-2174.

Mar’ati, Fudji Sri. (2012). Analisis Efisiensi Pasar Modal Indonesia, Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT), 3 (2), 35-44.

Mazviona, BatsiraiWinmore & Davis Nyangara. (2014). Does Firm Size Affect Stock Returns? Evidence from the Zimbabwe Stock Exchange, International Journal of Business and Economic Development (IJBED), 2 (3), 13-17.

Mikhael, Yan Pleti & Widanaputra. (2018). Pengujian Anomali Pasar Size Effect pada Bulan Januari di Pasar Modal Indonesia Tahun 2012-2015. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 24 (1), 559-577

Nartea, Gilbert V, Bert D. Ward, & Hadrian G. Djajadikerta. (2009). Size, BM, and Momentum Effects and the Robustness of the Fama-French Three-Factor Model Evidence from New Zealand,International Journal of Managerial Finance, 5 (2), 179-200.

Octavio, Danes Quirira& Nuka Lantara. (2014). Market Overaction, Size Effect atau Liquidity Effect? Studi pada Bursa Efek Indonesia, Jurnal Manajemen Strategi Bisnis dan Kewirausahaan, 8 (1), 11-17.

Pandey, Asheesh & Sanjay Sehgal. (2015). Explaining Size Effect for Indian Stock Market, Journal of Financial Studies, 23 (5), 45-68.

PT Kustodian Sentral Efek Indonesia. (2017). KSEI Terus Upayakan Kemudahaan Pembukaan Rekening Investasi. Diunduh dari Kustodian Sentral Efek Indonesiawebsite:http://www.ksei.co.id/files/uploads/press_ releases/press_file/idid/135_berita_pers_ksei_terus_upayakan_kemudah_pe mbukaan_rekening_investasi_20170816154208.pdf.

Razak, Abdul, Jaafar Pyeman, & Wan Mansor Wan Mahmood. (2011). A Quest for Small-Firm Effect: Evidence from KLSE Second Board, Journal of Financial Economic, 9 (3), 28-39

Rutledge, Robert W, Zhaohui Zhang, & Khondkar Karim. (2008). Is There a Size Effect in the Pricing of Stocks in the Chinese Stock Markets?: The Case of Bull Versus Bear Markets, Journal of Managerial Finance, 15 (2), 117-133.

Saputro, R. Narendra & Ida Bagus Badjra. (2016). Kinerja Portofolio saham Berdasarkan Strategi Investasi Momentum Pada Industri Manufaktur, E-Jurnal Manajemen Unud, 5 (1), 623-649.

Sehgal, Sanjay & Balakrishnan. (2013). Robustness of Fama-French Three Factor Model: Further Evidence for Indian Stock Market, Journal of Management, 17 (2), 119-127.

Simlai, Pradosh. (2009). Stock Returns, Size, and Book-to-market Equity, Journal in Economics and Finance, 26 (3), 198-212.

Sobti, Neharika. (2018). Does Size, Value and Seasonal Effects Still Persist in Indian Equity Markets?, Journal of Financial Studies, 22 (1), 11-21.

Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi(Edisi Pertama).

Yogyakarta: Kanisius

Washer, Kenneth M, Srinivas Nippani, & Robert R. Johnson. (2016). Santa Claus Rally and Firm Size, Journal of Managerial Finance, 42 (8), 817-829.

Yani, Aulia Rahma. (2014). January Effect dan Size Effect,Jurnal Manajemen Strategi Bisnis dan Kewirausahaan,4 (2), 13-30

Yanuarta, Ramael. (2012). Anomali Size Effect di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Kajian Manajemen Bisnis Universitas Negeri Padang, 1 (1), 39-58.

2351