ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PT. MULTIBINTANG INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH DIAKUISISI OLEH HEINEKEN INTERNATIONAL BV
on
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 7, No. 10, 2018: 5445-5477
ISSN: 2302-8912
DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2018.v7.i10.p9
ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PT. MULTIBINTANG INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH
DIAKUISISI OLEH HEINEKEN INTERNATIONAL BV
I Kadek Adi Putra1
Ida Bagus Badjra2
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali - Indonesia e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Salah satu strategi bisnis yang dapat ditempuh perusahaan guna meningkatkan pertumbuhan usaha serta kinerja keuangan adalah dengan melakukan ekspansi eksternal yaitu akuisisi. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perbedaan kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sebelum dan sesudah diakuisisi. Penilaian kinerja keuangan dilakukan dengan menggunakan perhitungan dari rasio likuiditas (current ratio dan quick ratio), rasio solvabilitas (debt to assets ratio dan debt to equity ratio), rasio aktivitas (fixed assets turn over dan total assets turn over) serta rasio profitabilitas (net profit margin, return on investment dan return on equity). Data yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sebelum diakuisisi periode 2010-2012 serta sesudah diakuisisi periode 2014-2016. Teknik analisis yang digunakan adalah uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon. Berdasarkan hasil analisisis data, seluruh rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sebelum dan sesudah diakuisisi.
Kata kunci: kinerja keuangan, akuisisi, PT. Multi Bintang Indonesia Tbk
ABSTRACT
Among the business strategies utilized by companies to increase their business growth and financial performance is external expansion through acquisition. The aim of this research is to analyze the difference in the financial performance of PT. Multi Bintang Indonesia Tbk before and after being acquired. The evaluation of financial performance is conducted by using the liquidity ratios (current ratio and quick ratio), solvability ratios (debt to asset ratio and debt to equity ratio), activity ratios (fixed assets turnover and total assets turn over) and the profitability ratio (net profit margin, return on investment and return on equity). The data used are attained from the annual financial statement of PT. Multi Bintang Indonesia Tbk before acquisition, in the periods of 2010-2012, and after the acquisition, in the periods of 2014-2016. The analysis technique utilized is the Wilcoxon signed rank test. Based on the data analysis results, all the financial ratios used to measure the financial performance show that there were no significant differences in the performance of PT. Multi Bintang Indonesia Tbk before and after the acquisition.
Keywords: financial performance, acquisition, PT. Multi Bintang Indonesia Tbk
PENDAHULUAN
Dunia bisnis di Indonesia semakin berkembang pesat sehingga menuntut perusahaan untuk dapat menghadapi persaingan bisnis yang muncul. Persaingan bisnis akan semakin ketat dikarenakan banyaknya perusahaan baru yang berdiri untuk berusaha memasuki suatu pasar dan ikut berkompetisi didalamnya. Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan perusahaan perlu mengembangkan sebuah strategi yang tepat agar perusahaan dapat bertahan, memperbaiki kinerja, atau bahkan lebih berkembang menjadi perusahaan yang lebih besar kedepannya.
Salah satu strategi bisnis yang dapat ditempuh perusahaan guna meningkatkan pertumbuhan usahanya yaitu dengan melakukan ekspansi. Ekspansi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspansi internal dan eksternal. Menurut Husnan & Pudjiastuti (2012: 395) perluasan usaha memang dapat dilakukan dengan ekspansi intern yaitu menambah kapasitas pabrik, menambah unit produksi, menambah divisi baru dan sebagainya, tetapi juga dapat dilakukan dengan ekspansi ekstern yaitu menggabungkan usaha yang telah ada (merger dan consolidation) atau membeli perusahaan yang telah ada (akuisisi).
Aktivitas merger atau akuisisi di Indonesia sebenarnya sudah dikenal sejak awal berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Merger atau akuisisi merupakan suatu langkah restrukturisasi perusahaan yang dipercaya mampu mendatangkan keuntungan dalam waktu yang relatif singkat (www.kppu.go.id). Berikut adalah data mengenai notifikasi merger
dan akuisisi yang diterima Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2010-2016.
Tabel 1. Notifikasi Merger dan Akuisisi yang Diterima KPPU Tahun 2010 – 2016 | |||||
No. |
Tahun |
Merger |
Akuisisi |
Konsultasi |
Total |
1 |
2010 |
- |
3 |
- |
3 |
2 |
2011 |
- |
43 |
- |
43 |
3 |
2012 |
1 |
34 |
1 |
36 |
4 |
2013 |
1 |
69 |
- |
70 |
5 |
2014 |
1 |
53 |
5 |
59 |
6 |
2015 |
3 |
48 |
- |
51 |
7 |
2016 |
1 |
64 |
- |
65 |
Sumber: Daftar Notifikasi Merger dan Akuisisi Tahun 2010-2016 (www.kppu.go.id).
Dibandingkan dengan strategi lain dalam penggabungan usaha, akuisisi merupakan salah satu strategi yang paling dominan dipilih oleh para pelaku usaha di Indonesia. Sebanyak 314 dari 327 notifikasi yang masuk ke KPPU, perusahaan yang melakukan strategi penggabungan usaha pada rentang tahun 2010-2016 menjatuhkan pilihannya pada strategi akuisisi. Alasan yang mendasari terjadinya akuisisi adalah akuisisi lebih cepat daripada harus membangun unit usaha sendiri. Alasan tersebut memang benar, namun faktor yang paling mendasari sebenarnya adalah motif ekonomi. Transaksi pembelian tersebut (akuisisi) hanya akan terjadi kalau pembelian tersebut menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan pemilik perusahaan yang dijual, dan juga pemilik perusahaan yang membeli (Wiagustini: 2013: 317).
Indonesia merupakan salah satu pasar yang dipandang potensial oleh perusahaan dari negara lain, maka dari itu perusahaan dari negara lain akan berusaha untuk melakukan penetrasi pasar dengan berbagai cara (KPPU, 2014: 67). Salah satu cara yang dapat dipilih ialah dengan melakukan strategi akuisisi.
Melalui strategi akuisisi, akan memudahkan proses penetrasi dengan menguasai perusahaan lokal yang tentunya lebih mengerti perilaku pasarnya. Strategi tersebut diterapkan oleh perusahaan Heineken International BV dari Belanda dengan mengakuisisi 75,10% saham mayoritas PT. Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun 2013. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk adalah perusahaan minuman dengan kompetensi inti dalam brewing dan memproduksi minuman non alkohol. Saham mayoritas tersebut sebelumnya dipegang oleh Asia Pacific Breweries Limited (APB). Perusahaan Heineken International BV juga mengambilalih saham milik perusahaan Hollandsch Administratiekantoor B.V. hingga pada tahun 2016 total saham yang dimiliki oleh Heineken International BV sebesar 81,78% dan sisanya 18,22% saham dimiliki oleh publik.
Perusahaan-perusahaan lebih cenderung mendapatkan nilai ketika mereka mengakuisisi perusahaan yang beroperasi dalam industri yang serupa atau sama dengan industri mereka (Hitt et al., 2002: 15). Sinergi merupakan motif Heineken International BV untuk mengakuisisi PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Motif sinergi akuisisi menunjukkan bahwa transaksi dilakukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis melalui penggambungan sumber-sumber daya dua unit atau dua perusahaan (Hitt et al., 2002: 110). Kedua perusahaan memiliki merek yang populer, PT. Multi Bintang Indonesia Tbk dengan merek Bir Bintang dan Heineken International BV dengan merek Heineken®. Bir Bintang merupakan merek bir ikonik dan paling digemari di Indonesia yang memperoleh penghargaan sebagai salah satu “Most Valuable Indonesian Brands” pada tahun 2013-2016 oleh Brand Finance Plc, sedangkan Heineken® merupakan merek bir premium
internasional milik Heineken International BV. Saham pengendali langsung dikelola Heineken International BV sehingga akan meningkatkan sinergi antara merek Bir Bintang dan Heineken®. Diharapkan dengan diakuisisinya PT. Multi Bintang Indonesia Tbk dapat meningkatkan kinerja perusahaan, nilai perusahaan dan menggiatkan kemajuan proses transformasi perseroan menjadi perusahaan multi minuman dengan portofolio produk yang luas.
Banyak faktor dapat menghambat perusahaan untuk meningkatan kinerja dan mencapai suatu tujuan tertentu. Salah satu faktor tersebut ialah peraturan dari pemerintah yang membuat perusahaan sulit berkembang dan sering kali merugi. Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 pada bulan Januari 2015, yang melarang penjualan bir di minimarket dan gerai-gerai eceran lainnya secara nyata telah mengakibatkan berkurangnya jumlah saluran distribusi yang tersedia bagi para pelaku bisnis minuman beralkohol termasuk PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.
Direksi PT. Multi Bintang Indonesia Tbk merespon perubahan regulasi tersebut dengan mengurangi dampaknya. Salah satu tujuan strategis PT. Multi Bintang Indonesia Tbk adalah menjamin pertumbuhan pendapatan di masa depan dengan menawarkan diversifikasi produk yang semakin beragam, khususnya di segmen minuman non alkohol. Melalui langkah mempercepat transformasi perseroan dan memberikan pilihan produk yang lebih beragam, PT. Multi Bintang Indonesia Tbk yakin akan berada dalam kinerja yang tetap terjaga dan posisi yang lebih kuat.
Perubahan-perubahan yang terjadi sesudah perusahaan diakuisisi dapat dilihat pada kinerja keuangan perusahaan. Perubahan kinerja keuangan pasca diakuisisi diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan yang mengakuisisi, oleh karena itu diperlukan penilaian terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penilaian terhadap kinerja keuangan perusahaan dapat dilakukan dengan melakukan analisis rasio keuangan. Analisis dan interpretasi dari rasio keuangan tersebut dapat memberikan gambaran mengenai kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk dilihat dari laporan keuangan tahunan sebelum dan sesudah diakuisisi oleh Heineken International BV.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis perbandingan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi maupun diakuisisi. Terdapat beberapa penelitian mengenai kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah dilakukan akusisi yang menyatakan bahwa akuisisi memiliki dampak positif terhadap kinerja keuangan sesudah akuisisi. Penelitian ini di dukung oleh Azhagaiah & Kumar (2011), Marzuki & Widyawati (2013), Naziah dkk., (2014), Neethu & Viswanathan (2015) serta Irawanto & Tri Yuniati (2016) yang menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah dilakukan akusisi. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan membaik sesudah melakukan akuisisi.
Beberapa penelitian menemukan hasil yang berbeda mengenai kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah dilakukan akusisi yang menyatakan bahwa akuisisi memiliki dampak negatif terhadap kinerja keuangan sesudah
akuisisi. Penelitian dari Aprilita dkk. (2013), Abbas et al. (2014), Kesuma Dewi & Purnawati (2016), Kusuma & Indahingwati (2017) serta Reisa Pratiwi & Panji Sedana (2017) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan sebelum dan sesudah dilakukan akusisi. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan tidak mengalami perubahan bahkan cenderung mengalami penurunan kinerja sesudah melakukan akuisisi.
Berdasarkan temuan fenomena bisnis dan research gap, maka riset ini akan meneliti kembali apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sebelum dan sesudah diakuisisi oleh Heineken International BV. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sebelum dan sesudah diakuisisi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah pemahaman dan wawasan tentang pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan perusahaan serta dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran terkait keputusan diakuisisinya PT. Multi Bintang Indonesia Tbk untuk memastikan bahwa strategi yang diambil akan memberikan sinergi yang baik bagi perusahaan.
Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai suatu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan (Munawir, 2010: 30). Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya (Kasmir, 2012: 104). Wiagustini (2013: 84) menyatakan bahwa kondisi keuangan dapat dilihat
melalui berbagai aspek, yaitu aspek likuiditas, aspek solvabilitas/leverage, aspek profitabilitas/rentabilitas, aspek aktivitas usaha, dan aspek penilaian pasar.
Menurut Moin (2010: 8) penggabungan usaha yang disebut akuisisi dapat diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusahan lain, dan dalam peristiwa ini baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah. Wiagustini (2013: 319) membagi jenis akuisisi menjadi dua yaitu berdasarkan atas cara perluasannya yang meliputi empat jenis akuisisi yaitu horisontal, vertical, congeneric dan conglomerate serta berdasarkan jenis penggabungannya yaitu akuisisi saham dan akuisisi aset. Menurut Moin (2010: 48) secara garis besar motif (alasan yang melatarbelakangi) merger atau akuisisi adalah motif ekonomi, motif sinergi, motif diversifikasi dan motif non ekonomi.
Perusahaan-perusahaan lebih cenderung mendapatkan nilai ketika mereka mengakuisisi perusahaan yang beroperasi dalam industri yang serupa atau sama dengan industri mereka. Akuisisi terkait akan memberikan peluang lebih banyak bagi aset-aset manajerial komplementer dan aset-aset berbasis pengetahuan, serta penghematan yang bisa diperoleh melaui aset-aset fisik dan bentuk-bentuk fungsional lainnya (Hitt et al., 2002:15). Keuntungan lebih banyak diberikan melalui akuisisi kepada perusahaan antara lain peningkatan kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan efisiensi berupa penurunan biaya produksi (Hariyani dkk., 2011: 8).
Penelitian yang dilakukan oleh Sulaiman (2012) pada sektor perusahaan minyak dan gas di Nigeria serta Nedunchezhian & Premalatha (2013) pada bank
komersil di India menemukan hasil bahwa rasio likuiditas yang diukur menggunakan current ratio dan quick ratio menunjukkan kinerja yang meningkat dan lebih baik sesudah merger dan akuisisi. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Boukari Moctar & Xiaofang (2014) yang menunjukkan current ratio mengalami peningkatan kinerja dan semakin membaik sesudah merger dan akuisisi. Irawanto & Tri Yuniati (2016) juga melakukan penelitian yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada current ratio yang memberi gambaran bahwa kinerja PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk membaik dari aspek likuiditas sesudah akuisisi.
Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2013) pada PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk serta Candrasari & Suryono (2014) pada PT. Smartfren Telecom Tbk menemukan hasil bahwa debt to assets ratio dan debt to equity ratio yang menurun menunjukkan kinerja keuangan perusahaan membaik dari aspek solvabilitas sesudah perusahaan melakukan akuisisi. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Naziah dkk. (2014) serta Singh (2015) yang menunjukkan debt to equity ratio mengalami penurunan dan menggambarkan posisi kinerja yang membaik sesudah merger dan akuisisi. Harvey (2015) juga melakukan penelitian pada perusahaan Total Petroleum Ghana Limited yang menemukan hasil bahwa debt to equity ratio menunjukkan penurunan serta mengindikasikan kinerja perusahaan yang membaik sesudah akuisisi. Penelitian Hamidah & Manasye Noviani (2013) serta Kurniawati & Wahyuati (2014) menemukan hasil kecenderungan debt to asset ratio menurun yang mengindikasikan kewajiban
semakin rendah dan menggambarkan kinerja perusahaan semakin membaik sesudah merger dan akuisisi.
Penelitian yang dilakukan oleh Aulina (2012) pada PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk serta Aprilia & Oetomo (2015) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menemukan hasil terdapat perbedaan signifikan rasio fixed assets turn over dan total assets turn over yang mengindikasikan peningkatan kinerja sesudah akuisisi. Penelitian lainnya dari Erdogan & Murat Erdogan (2014) pada Borsa Istanbul (BIST - Istanbul Stock Exchange) serta Firdaus & Tri Yuniati (2016) pada PT. Kalbe Farma Tbk menunjukkan terdapat perbedaan rasio total asset turn over yang signifikan, rasio tersebut mengalami peningkatan kinerja dan lebih baik sesudah akuisisi. Penelitian sejenis yang di lakukan oleh Santoso & Urip Santoso (2015) menggunakan uji statistik deskriptif menunjukkan kecenderungan peningkatan rasio total assets turn over sesudah 4 tahun diakuisisi yang memberi gambaran bahwa kinerja PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk membaik.
Penelitian yang dilakukan oleh Aulina (2012) menemukan hasil bahwa rasio profitabilitas yang diukur menggunakan rasio net profit margin, return on investment dan return on equity menunjukkan hasil terdapat perbedaan yang signifikan dan memberi gambaran bahwa kinerja PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk lebih baik sesudah akuisisi. Penelitian lainnya dari Setiawan (2013) pada PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk dan Abdulazeez et al. (2016) pada bank di Nigeria menemukan hasil return on investment dan return on equity meningkat sesudah perusahaan melakukan merger dan akuisisi, sehingga kinerja
perusahaan dapat dikatakan membaik. Penelitian dari Erdogan & Murat Erdogan (2014) dan Singh (2013) menunjukkan adanya perbedaan signifikan dari rasio net profit margin, rasio tersebut mengalami peningkatan kinerja dan lebih baik sesudah merger dan akuisisi. Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Devarajappa (2012), Abirami (2017), Prajapati (2016) serta Anthony (2017) menemukan hasil return on equity yang meningkat sesudah perusahaan melakukan merger dan akuisisi, sehingga kinerja perusahaan dapat dikatakan membaik. Berdasarkan kajian teori dan kajian empiris yang telah diuraikan sebelumnya, hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk yang diukur dengan current ratio, quick ratio, debt to assets ratio, debt to equity ratio, fixed assets turn over, total assets turn over, net profit margin, return on investment serta return on equity berbeda secara signifikan antara sebelum dan sesudah diakuisisi.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berbentuk komparatif. Penelitian ini bermaksud membandingkan kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sebelum dan sesudah diakuisisi oleh Heineken International BV. Lokasi penelitian ini bertempat di PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan yang diukur dengan rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas serta rasio profitabilitas pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.
Rasio Likuiditas diukur dengan current ratio dan quick ratio di PT. Multi Bintang Indonesia Tbk yang diakuisisi tahun 2013 dengan melihat laporan keuangan 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah diakuisisi. Satuan yang digunakan
adalah presentase. Rumus untuk mencari current ratio dan quick ratio dapat
digunakan sebagai berikut (Kasmir, 2012a: 135, 2012b: 137):
„ r. . Aktiva Lancar (Current Assets)
Current Ratio = ………...….………….....(1)
Utang Lancar (Current Liabilities)
Quick Ratio =
Current Assets -Inventory
Current Liabilities
(2)
Rasio solvabilitas diukur dengan debt to assets ratio dan debt to equity ratio
di PT. Multi Bintang Indonesia Tbk yang diakuisisi tahun 2013 dengan melihat
laporan keuangan 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah diakuisisi. Satuan yang
digunakan adalah presentase. Rumus untuk mencari debt to asset ratio dan debt to
equity ratio dapat digunakan sebagai berikut (Kasmir, 2012a: 156, 2012b: 158):
„ , . . Total Debt
Debt to Asset Ratio =
Total Assets
(3)
„ , . Total Hutang (Debt)
Debt to Equity Ratio =
Ekuitas (Equity)
(4)
Rasio aktivitas diukur dengan fixed assets turn over dan total assets turn
over di PT. Multi Bintang Indonesia Tbk yang diakuisisi tahun 2013 dengan
melihat laporan keuangan 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah diakuisisi. Satuan
yang digunakan menunjukkan berapa kali aktiva berputar dalam periode tertentu.
Rumus untuk mencari fixed asset turn over dan total assets turn over dapat
digunakan sebagai berikut (Kasmir, 2012a: 184, 2012b: 186):
, . „ Penjualan (Sales)
Fixed Asset Turn over =
Total Aktiva Tetap (Total Fixed Assets)
(5)
„ , . „ Penjualan (Sales)
Total Asset Turn over =
Total Aktiva (Total Assets)
(6)
Rasio profitabilitas diukur dengan net profit margin, return on investment
dan return on equity di PT. Multi Bintang Indonesia Tbk yang diakuisisi tahun
2013 dengan melihat laporan keuangan 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah
diakuisisi. Satuan yang digunakan adalah presentase. Rumus untuk mencari net
profit margin, return on investment dan return on equity adalah sebagai berikut
(Kasmir, 2012a: 200, 2012b: 202, 2012c: 204):
,, . Earning After Interest and Tax (EAIT)
(7)
Net Profit Margin =
j 6 Sales
π τ Earning After Interest and Tax (EAIT)
Return On Investment = …………......(8)
Total Assets v
n ∩ ■ Earning After Interest and Tax (EAIT)
(9)
Return On Equity =
u ■ Equity
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk selama periode 2010-2016. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi yaitu metode melakukan pengamatan terhadap dokumen atau laporan keuangan PT. Multi
Bintang Indonesia Tbk periode 2010-2016. Jenis data menurut sifatnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Berdasarkan sumbernya, data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan periode 2010–2016 yang didapat dari situs resmi PT. Multi Bintang Indonesia Tbk yaitu (www.multibintang.co.id).
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kuantitatif berbentuk komparatif. Menguji signifikansi dengan menggunakan analisis statistik non parametric untuk dua sampel yang berpasangan karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio keuangan perusahaan sebelum diakuisisi (sampel 1) dan sesudah diakuisisi (sampel 2). Analisis statistik ini menggunakan uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon. Uji Wilcoxon
digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi bila datanya berbentuk ordinal (berjenjang) (Sugiyono, 2014: 310). Prosedur pengujian Wilcoxon signed rank test yaitu merumuskan hipotesis, menentukan taraf signifikansi dengan α=5% atau α= 0,05, menghitung dengan menggunakan software SPSS Statistics 23, membandingkan antara probabilitas dan taraf siginifikansi yang telah ditetapkan (5% atau 0,05), serta menarik simpulan hasil analisis kinerja keuangan sesudah diakuisisi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis data deskriptif dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang rata-rata kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sebelum dan sesudah diakuisisi. Kinerja keuangan diukur dengan 9 rasio keuangan yaitu current ratio, quick ratio, debt to assets ratio, debt to equity ratio, fixed assets turn over, total assets turn over, net profit margin, return on investment serta return on equity.
Tabel 2.
Perhitungan Current Ratio (CR) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk Tahun 2010-2016
Keterangan |
Tahun |
Asset Lancar Rp. (000,000) |
Hutang Lancar Rp. (000,000) |
Nilai CR |
Rata-rata |
Sebelum |
2010 |
597,241 |
632,026 |
94% | |
Diakuisisi |
2011 |
656,039 |
659,873 |
99% |
84% |
2012 |
462,471 |
796,679 |
58% | ||
Sesudah |
2014 |
816,494 |
1,588,801 |
51% | |
Diakuisisi |
2015 |
709,955 |
1,215,227 |
58% |
59% |
2016 |
901,258 |
1,326,261 |
68% |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 2, tingkat current ratio menunjukkan penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi. Diketahui bahwa rata-rata current ratio sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi yaitu sebesar 84% sedangkan sesudah diakuisisi menurun menjadi sebesar 59%. Penurunan current
ratio disebabkan karena peningkatan hutang lancar lebih besar daripada peningkatan asset lancar pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Nilai rata-rata current ratio sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi adalah sebesar 59%, artinya setiap Rp. 100,- hutang lancar yang harus dibayar oleh perusahaan dijamin dengan asset lancar sebesar Rp. 59,-. Trend current ratio sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi menunjukkan kondisi yang berfluktuatif, dimana terjadi peningkatan pada tahun 2011 dan penurunan current ratio pada tahun 2012. Kondisi sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi tepatnya pada tahun 2014 memang menunjukkan penurunan current ratio, namun trend kinerja yang diukur dengan current ratio berangsur membaik dan menunjukkan peningkatan tiap tahun sesudah perusahaan diakuisisi.
Tabel 3.
Perhitungan Quick Ratio (QR) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk Tahun 2010-2016
Keterangan |
Tahun |
Asset Lancar -Persediaan Rp. (000,000) |
Hutang Lancar Rp. (000,000) |
Nilai QR |
Rata-rata |
Sebelum |
2010 |
496,088 |
632,026 |
78% | |
Diakuisisi |
2011 |
549,307 |
659,873 |
83% |
68% |
2012 |
339,037 |
796,679 |
43% | ||
Sesudah |
2014 |
589,777 |
1,588,801 |
37% | |
Diakuisisi |
2015 |
578,595 |
1,215,227 |
48% |
47% |
2016 |
763,121 |
1,326,261 |
58% |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 3, tingkat quick ratio menunjukkan penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi. Diketahui bahwa rata-rata quick ratio sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi yaitu sebesar 68% sedangkan sesudah diakuisisi menurun menjadi sebesar 47%. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan hutang lancar lebih besar daripada peningkatan asset lancar yang sebelumnya telah dikurangi oleh persediaan pada PT. Multi Bintang Indonesia
Tbk. Nilai rata-rata quick ratio sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi adalah sebesar 47%, artinya setiap Rp. 100,- hutang lancar yang harus dibayar oleh perusahaan dijamin dengan asset lancar (tanpa memperhitungkan nilai persediaan) sebesar Rp. 47,-. Trend quick ratio sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi menunjukkan kondisi yang berfluktuatif, dimana terjadi peningkatan pada tahun 2011 dan penurunan quick ratio pada tahun 2012. Kondisi sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi tepatnya pada tahun 2014 memang menunjukkan penurunan quick ratio, namun trend kinerja yang diukur dengan quick ratio berangsur membaik dan menunjukkan peningkatan tiap tahun sesudah perusahaan diakuisisi.
Tabel 4.
Perhitungan Debt to Assets Ratio (DAR) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk Tahun 2010-2016
Keterangan |
Tahun |
Total Hutang Rp. (000,000) |
Total Asset Rp. (000,000) |
Nilai DAR |
Rata-rata |
Sebelum |
2010 |
665,714 |
1,137,082 |
59% | |
Diakuisisi |
2011 |
690,545 |
1,220,813 |
57% |
62% |
2012 |
822,195 |
1,152,048 |
71% | ||
Sesudah |
2014 |
1,677,254 |
2,231,051 |
75% | |
Diakuisisi |
2015 |
1,334,373 |
2,100,853 |
64% |
68% |
2016 |
1,454,398 |
2,275,038 |
64% |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 4, tingkat debt to assets ratio menunjukkan peningkatan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi. Diketahui bahwa rata-rata debt to assets ratio sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi yaitu sebesar 62% sedangkan sesudah diakuisisi meningkat menjadi sebesar 68%. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan total hutang lebih besar daripada peningkatan total asset pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Nilai rata-rata debt to assets ratio sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi adalah sebesar
68%, artinya bahwa setiap Rp. 100,- pendanaan perusahaan, sebesar Rp. 68,-dibiayai oleh hutang. Trend debt to assets ratio sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi menunjukkan kondisi yang berfluktuatif, dimana terjadi penurunan pada tahun 2011 dan peningkatan debt to assets ratio pada tahun 2012. Kondisi sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi tepatnya pada tahun 2014 memang menunjukkan peningkatan debt to assets ratio, namun trend kinerja yang diukur dengan debt to assets ratio berangsur membaik karena terjadi penurunan pada tahun 2015 dan cenderung tetap pada tahun 2016.
Tabel 5.
Perhitungan Debt to Equity Ratio (DER) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk Tahun 2010-2016
Keterangan |
Tahun |
Total Hutang Rp. (000,000) |
Total Ekuitas Rp. (000,000) |
Nilai DER |
Rata-rata |
Sebelum |
2010 |
665,714 |
471,221 |
141% | |
Diakuisisi |
2011 |
690,545 |
530,268 |
130% |
174% |
2012 |
822,195 |
329,853 |
249% | ||
Sesudah |
2014 |
1,677,254 |
553,797 |
303% | |
Diakuisisi |
2015 |
1,334,373 |
766,480 |
174% |
218% |
2016 |
1,454,398 |
820,640 |
177% |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 5, tingkat debt to equity ratio menunjukkan peningkatan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi. Diketahui bahwa rata-rata debt to equity ratio sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi yaitu sebesar 174% sedangkan sesudah diakuisisi meningkat menjadi sebesar 218%. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan total hutang lebih besar daripada peningkatan total ekuitas pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Nilai rata-rata debt to equity ratio sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi adalah sebesar 218%, artinya jika modal sendiri sebesar Rp. 100,- maka jumlah hutangnnya adalah sebesar Rp. 218,-. Hal ini menunjukkan bahwa, baik sebelum
dan sesudah diakuisisi jumlah hutang yang dimiliki oleh PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sudah melebihi dari modal sendiri. Trend debt to equity ratio sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi menunjukkan kondisi yang berfluktuatif, dimana terjadi penurunan pada tahun 2011 dan meningkat drastis pada tahun 2012. Kondisi debt to equity ratio sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi tepatnya pada tahun 2014 tetap menunjukkan peningkatan. Trend kinerja yang diukur dengan debt to equity ratio sempat membaik karena terjadi penurunan pada tahun 2015, tetapi pada tahun 2016 menunjukkan sedikit peningkatan debt to equity ratio.
Tabel 6.
Perhitungan Fixed Assets Turn Over (FATO) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk Tahun 2010-2016
Keterangan |
Tahun |
Penjualan Rp. (000,000) |
Total Asset Tetap Rp. (000,000) |
Nilai FATO (Kali) |
Rata-rata (Kali) |
Sebelum |
2010 |
1,790,164 |
528,879 |
3.4 | |
Diakuisisi |
2011 |
1,858,750 |
547,202 |
3.4 |
3.1 |
2012 |
1,566,984 |
652,832 |
2.4 | ||
Sesudah |
2014 |
2,988,501 |
1,315,305 |
2.3 | |
Diakuisisi |
2015 |
2,696,318 |
1,266,072 |
2.1 |
2.3 |
2016 |
3,263,311 |
1,278,015 |
2.6 |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 6, tingkat fixed assets turn over menunjukkan penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi. Diketahui bahwa rata-rata fixed assets turn over sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi yaitu sebesar 3.1 kali sedangkan sesudah diakuisisi menurun menjadi sebesar 2.3 kali. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan total asset tetap lebih besar daripada peningkatan penjualan pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Nilai rata-rata fixed assets turn over sesudah diakuisisi adalah sebesar 2.3 kali, artinya PT. Multi Bintang Indonesia Tbk mampu menghasilkan penjualan sebesar 2.3 kali dari
perputaran seluruh asset tetap. Trend fixed assets turn over sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi menunjukkan cenderung tetap pada tahun 2010 hingga tahun 2011 dan terjadi penurunan pada tahun 2012. Kondisi sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi tepatnya pada tahun 2014 hingga tahun 2015 memang menunjukkan penurunan fixed assets turn over, namun trend kinerja yang diukur dengan fixed assets turn over membaik serta meningkat pada tahun 2016.
Tabel 7.
Perhitungan Total Assets Turn Over (TATO) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk Tahun 2010-2016
Keterangan |
Tahun |
Penjualan Rp. (000,000) |
Total Asset Rp. (000,000) |
Nilai TATO (Kali) |
Rata-rata (Kali) |
Sebelum |
2010 |
1,790,164 |
1,137,082 |
1.6 | |
Diakuisisi |
2011 |
1,858,750 |
1,220,813 |
1.5 |
1.5 |
2012 |
1,566,984 |
1,152,048 |
1.4 | ||
Sesudah |
2014 |
2,988,501 |
2,231,051 |
1.3 | |
Diakuisisi |
2015 |
2,696,318 |
2,100,853 |
1.3 |
1.4 |
2016 |
3,263,311 |
2,275,038 |
1.4 |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 7, tingkat total assets turn over menunjukkan penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi. Diketahui bahwa rata-rata total assets turn over sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi yaitu sebesar 1.5 kali sedangkan sesudah diakuisisi menurun menjadi sebesar 1.4 kali. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan total asset lebih besar daripada peningkatan penjualan pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Nilai rata-rata total assets turn over sesudah diakuisisi adalah sebesar 1.4 kali, artinya PT. Multi Bintang Indonesia Tbk mampu menghasilkan penjualan sebesar 1.4 kali dari perputaran seluruh asset yang dimiliki. Trend total assets turn over sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi menunjukkan kondisi yang menurun, dimana terjadi penurunan total assets turn over pada tahun 2010 hingga tahun 5463
2012. Kondisi sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi tepatnya pada tahun 2014 memang menunjukkan penurunan total assets turn over, trend kinerja yang diukur dengan total assets turn over cenderung tetap pada tahun 2015 dan menunjukkan peningkatan pada tahun 2016.
Tabel 8.
Perhitungan Net Profit Margin (NPM) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk Tahun 2010-2016
Keterangan |
Tahun |
EAIT Rp. (000,000) |
Penjualan Rp. (000,000) |
Nilai NPM |
Rata-rata |
Sebelum |
2010 |
442,916 |
1,790,164 |
25% | |
Diakuisisi |
2011 |
507,382 |
1,858,750 |
27% |
27% |
2012 |
453,405 |
1,566,984 |
29% | ||
Sesudah |
2014 |
788,057 |
2,988,501 |
26% | |
Diakuisisi |
2015 |
503,624 |
2,696,318 |
19% |
25% |
2016 |
979,530 |
3,263,311 |
30% |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 8, tingkat net profit margin menunjukkan penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi. Diketahui bahwa rata-rata net profit margin sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi yaitu sebesar 27% sedangkan sesudah diakuisisi menurun menjadi sebesar 25%. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan penjualan lebih besar daripada peningkatan EAIT pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Nilai rata-rata net profit margin sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi adalah sebesar 25%, artinya setiap terdapat transaksi penjualan sebesar Rp. 100,- menghasilkan laba bersih sebesar Rp. 25,-. Trend net profit margin sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi menunjukkan kondisi yang terus meningkat dan membaik, dimana terjadi peningkatan net profit margin pada tahun 2010 hingga tahun 2012. Kondisi sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi tepatnya pada tahun 2014 hingga tahun 2015 memang menunjukkan penurunan net profit
margin, namun trend kinerja yang diukur dengan net profit margin membaik serta meningkat pada tahun 2016.
Tabel 9.
Perhitungan Return On Investment (ROI) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk Tahun 2010-2016
Keterangan |
Tahun |
EAIT Rp. (000,000) |
Total Asset Rp. (000,000) |
Nilai ROI |
Rata-rata |
Sebelum |
2010 |
442,916 |
1,137,082 |
39% | |
Diakuisisi |
2011 |
507,382 |
1,220,813 |
42% |
40% |
2012 |
453,405 |
1,152,048 |
39% | ||
Sesudah |
2014 |
788,057 |
2,231,051 |
35% | |
Diakuisisi |
2015 |
503,624 |
2,100,853 |
24% |
34% |
2016 |
979,530 |
2,275,038 |
43% |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 9, tingkat return on investment menunjukkan penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi. Diketahui bahwa rata-rata return on investment sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi yaitu sebesar 40% sedangkan sesudah diakuisisi menurun menjadi sebesar 34%. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan total asset lebih besar daripada peningkatan EAIT pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Nilai rata-rata return on investment sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi adalah sebesar 34%, artinya setiap investasi sebesar Rp. 100,- menghasilkan laba bersih sebesar Rp. 34,-. Trend return on investment sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi menunjukkan kondisi yang berfluktuatif, dimana terjadi peningkatan pada tahun 2011 dan penurunan return on investment pada tahun 2012. Kondisi sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi tepatnya pada tahun 2014 hingga tahun 2015 memang menunjukkan penurunan return on investment, namun trend kinerja yang diukur dengan return on investment membaik serta meningkat pada tahun 2016.
Tabel 10.
Perhitungan Return On Equity (ROE) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk Tahun 2010-2016
Keterangan |
Tahun |
EAIT Rp. (000,000) |
Ekuitas Rp. (000,000) |
Nilai ROE |
Rata-rata |
Sebelum |
2010 |
442,916 |
471,221 |
94% | |
Diakuisisi |
2011 |
507,382 |
530,268 |
96% |
109% |
2012 |
453,405 |
329,853 |
137% | ||
Sesudah |
2014 |
788,057 |
553,797 |
142% | |
Diakuisisi |
2015 |
503,624 |
766,480 |
66% |
109% |
2016 |
979,530 |
820,640 |
119% |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 10, tingkat return on equity cenderung tetap sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi. Diketahui bahwa rata-rata return on equity sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi yaitu sebesar 109% sedangkan sesudah diakuisisi tetap sebesar 109%. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan EAIT dan Ekuitas cenderung tetap pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Nilai rata-rata return on equity sebelum dan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi adalah sebesar 109%, artinya setiap modal sendiri sebesar Rp. 100,- yang tertanam dalam perusahaan menghasilkan laba bersih sebesar Rp. 109,-. Trend return on equity sebelum PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi menunjukkan kondisi yang terus meningkat dan membaik, dimana terjadi peningkatan return on equity pada tahun 2010 hingga tahun 2012. Kondisi return on equity sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi tepatnya pada tahun 2014 tetap menunjukkan peningkatan. Trend kinerja yang diukur dengan return on equity sempat menurun karena terjadi penurunan pada tahun 2015, tetapi pada tahun 2016 menunjukkan peningkatan kinerja yang membaik.
Uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon digunakan untuk menganalisis dan membuktikan adanya perbedaan kinerja keuangan sebelum dan
sesudah akuisisi dengan menggunakan software SPSS Statistics 23. Hasil pengujian kinerja keuangan perusahaan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk dengan menggunakan Uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini.
Tabel 11.
Rekapitulasi Hasil Uji Jenjang Bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon
No. |
Rasio Keuangan |
Asymp. Sig. |
Alfa (α) |
>/< |
Penolakan/ Penerimaan H0 |
Keterangan |
1 |
Current Ratio |
0,285 |
0,05 |
> |
H0 diterima |
Tidak signifikan |
2 |
Quick Ratio |
0,285 |
0,05 |
> |
H0 diterima |
Tidak signifikan |
3 |
Debt to Assets Ratio |
0,414 |
0,05 |
> |
H0 diterima |
Tidak signifikan |
4 |
Debt to Equity Ratio |
0,593 |
0,05 |
> |
H0 diterima |
Tidak signifikan |
5 |
Fixed Assets Turn Over |
0,285 |
0,05 |
> |
H0 diterima |
Tidak signifikan |
6 |
Total Assets Turn Over |
0,180 |
0,05 |
> |
H0 diterima |
Tidak signifikan |
7 |
Net Profit Margin |
1,000 |
0,05 |
> |
H0 diterima |
Tidak signifikan |
8 |
Return On Investment |
0,414 |
0,05 |
> |
H0 diterima |
Tidak signifikan |
9 |
Return On Equity |
1,000 |
0,05 |
> |
H0 diterima |
Tidak signifikan |
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel 11, diketahui dari 9 rasio keuangan yang diteliti pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk seluruh rasio keuangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sebelum dan sesudah diakuisisi. Secara statistik diindikasikan dengan nilai Asymp. Sig. seluruh rasio keuangan tersebut lebih besar dari taraf signifikansi (α) yaitu 0,05 (5%). Hal ini berarti manfaat dilakukannya akuisisi belum dapat dirasakan dalam jangka pendek (tiga tahun) bagi peningkatan kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.
Hasil uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon untuk current ratio menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. > taraf signifikansi (0,285 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai current ratio pada 5467
PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sesudah diakuisisi tidak berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum diakuisisi. Nilai rata-rata current ratio mengalami penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi, hal ini menggambarkan kemampuan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk menurun dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan asset lancar.
Hasil uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon untuk quick ratio menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. > taraf signifikansi (0,285 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai quick ratio pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sesudah diakuisisi tidak berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum diakuisisi. Nilai rata-rata quick ratio mengalami penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi, hal ini menggambarkan kemampuan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk menurun dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan asset lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan. Nilai persediaan ditiadakan karena memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan apabila perusahaan membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya.
Hasil uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon untuk debt to assets ratio menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. > taraf signifikansi (0,414 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai debt to assets ratio pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sesudah diakuisisi tidak berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum diakuisisi. Nilai rata-rata debt to assets ratio mengalami peningkatan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi, hal ini menggambarkan kemampuan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk
menurun dalam menggunakan total asset yang dimiliki dalam upaya memenuhi total hutang yang dimiliki. Nilai debt to assets ratio yang meningkat menandakan proporsi pendanaan dengan hutang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi hutang dengan aktiva yang dimiliki.
Hasil uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon untuk debt to equity ratio menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. > taraf signifikansi (0,593 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai debt to equity ratio pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sesudah diakuisisi tidak berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum diakuisisi. Nilai rata-rata debt to equity ratio mengalami peningkatan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi, hal ini menggambarkan kemampuan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk menurun dalam memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada.
Hasil uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon untuk fixed assets turn over menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. > taraf signifikansi (0,285 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai fixed assets turn over pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sesudah diakuisisi tidak berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum diakuisisi. Nilai rata-rata fixed assets turn over mengalami penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi, hal ini menggambarkan kemampuan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk menurun dalam mengelola aktiva tetap untuk meningkatkan penjualan. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk belum optimal dalam menggunakan aktiva tetap yang ada untuk meningkatkan penjualan sesudah melakukan akuisisi.
Hasil uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon untuk total assets turn over menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. > taraf signifikansi (0,180 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai total assets turn over pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sesudah diakuisisi tidak berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum diakuisisi. Nilai rata-rata total assets turn over mengalami penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi, hal ini menggambarkan kemampuan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk menurun dalam mengelola total asset untuk meningkatkan penjualan. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk belum mampu meningkatkan efektivitas total aset yang dimiliki dalam menghasilkan atau meningkatkan penjualan.
Hasil uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon untuk net profit margin menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. > taraf signifikansi (1,000 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai net profit margin pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sesudah diakuisisi tidak berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum diakuisisi. Nilai rata-rata net profit margin mengalami penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi, hal ini menggambarkan kemampuan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk menurun dalam menghasilkan keuntungan bersih serta berkurangnya efisiensi perusahaan dalam mengeluarkan biaya-biaya untuk kegiatan operasi.
Hasil uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon untuk return on investment menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. > taraf signifikansi (0,414 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai return on investment pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sesudah diakuisisi tidak
berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum diakuisisi. Nilai rata-rata return on investment mengalami penurunan sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi, hal ini menggambarkan kemampuan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk menurun dalam melakukan pengembalian atas investasi yang telah dilakukan perusahaan. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk kurang mampu dalam mengelola total asset dalam rangka memperoleh keuntungan atau laba yang optimal.
Hasil uji jenjang bertanda (Signed Rank Test) Wilcoxon untuk return on equity menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. > taraf signifikansi (1,000 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai return on equity pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sesudah diakuisisi tidak berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum diakuisisi. Nilai rata-rata return on equity cenderung tetap sesudah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk diakuisisi, hal ini menggambarkan kemampuan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk dalam menghasilkan keuntungan dari modal sendiri yang dimiliki tetap stabil namun belum dapat meningkatkannya.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk yang diakuisisi oleh Heineken International BV, maka ditemukan suatu implikasi penelitian yang menunjukkan bahwa sesudah diakuisisi kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk tidak lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum diakusisi. Penyebab tidak adanya perbedaan signifikan pada penelitian ini salah satunya karena ternyata motif sinergi yang menjadi alasan utama mengapa perusahaan melakukan akuisisi belum dapat tercapai. Menurut Hitt et al. (2002: 247) terdapat empat landasan penciptaan sinergi, yaitu
kesesuaian strategis (pencocokan kemampuan manajerial secara efektif), kesesuaian organisasional (proses, kultur, sistem, dan struktur manajemen yang serupa), tindakan-tindakan manajerial serta penciptaan nilai. Penyebab sinergi belum dapat tercapai dikarenakan salah satu atau lebih dari landasan pencapaian sinergi tersebut belum dapat di implementasikan dengan baik sesudah perusahaan diakuisisi. Heineken International BV dan PT. Multi Bintang Tbk merupakan perusahaan yang beroperasi dalam industri serupa, sehingga lebih cenderung mendapatkan nilai ketika mereka melakukan akuisisi. Kondisi tidak tercapainya sinergi setelah akusisi sesuai dengan penyataan yang ada, dimana menurut Hitt et al. (2000: 15) akan lebih sulit mengelola akuisisi terkait agar mencapai integrasi yang diperlukan dan mendapatkan sinergi potensi antara perusahaan, jadi akusisi terkait tidak menjamin pencapaian sinergi. Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk sebelum dan sesudah diakuisisi disebabkan karena terbatasnya periode pengamatan yang relatif pendek yaitu hanya tiga tahun baik sebelum dan sesudah akuisisi, sedangkan kinerja keuangan pasca akuisisi sesungguhnya akan lebih terlihat di periode jangka panjang.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil olahan data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan yang diukur dengan rasio likuiditas (current ratio dan quick ratio), rasio solvabilitas (debt to assets ratio dan debt to equity ratio), rasio aktivitas (fixed assets turn over dan total assets turn over) serta rasio profitabilitas (net profit margin, return on
investment dan return on equity) pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbk tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan sesudah diakuisisi. Hasil penelitian tidak mendukung hipotesis yang telah dikemukakan, ini berarti kinerja keuangan PT. Multi Bintang Indonesia sesudah diakusisi tidak lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum diakuisisi.
Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan penelitian, ada beberapa saran yang dapat diberikan. Bagi perusahaan dan manajemen, dalam melakukan kegiatan akuisisi sebaiknya melakukan persiapan yang lebih baik karena tidak akan mudah untuk mengelola akuisisi agar mencapai integrasi yang diperlukan dan mendapatkan sinergi potensi antara perusahaan. Perusahaan juga perlu untuk memperhatikan lingkungan eksternal perusahaan yang membuat perusahaan sulit berkembang dan sering kali merugi. Dalam studi kasus penelitian ini, lingkungan eksternal yang disoroti adalah peraturan pemerintah dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015. Perusahaan harus dapat merespon dengan baik perubahan regulasi tersebut dengan mengurangi dampaknya. Salah satu strategi yang dapat difokuskan adalah dengan menawarkan produk dengan portofolio yang semakin beragam, khususnya di segmen minuman non alkohol.
Bagi kreditur (bank) sebaiknya selalu mempertimbangkan rasio keuangan perusahaan dalam memberikan pinjaman dana seperti rasio likuiditas dan rasio solvabilitas, karena hal ini berhubungan dengan kemampuan perusahaan melunasi kewajibannya. Bagi investor, apabila ingin berinvestasi pada perusahaan terbuka sebaiknya lebih berhati-hati dalam menyikapi aktivitas akuisisi yang dilakukan perusahaan. Investor harus jeli melihat kapasitas dan kemampuan perusahaan
untuk menghadapi persaingan dimasa depan, hal ini perlu dilakukan karena tidak semua akuisisi yang dilakukan memberikan dampak yang baik pada perusahaan tersebut. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan untuk memperpanjang periode pengamatan sebelum dan sesudah akuisisi masing-masing menjadi 5 Tahun atau lebih sehingga manfaat dari penggabungan akuisisi akan lebih terlihat. Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian selanjutnya harus lebih komprehensif sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap bagi para pelaku bisnis yang digunakan untuk mengambil keputusan akuisisi.
REFERENSI
Abbas, Qamar, Ahmed Imran Hunjra, Rauf I Azam, Muhammad Shahzad Ijaz and Maliha Zahid. 2014. Financial Performance of Banks in Pakistan After Merger and Acquisition. Journal of Global Entrepreneurship Research, 4 (13): 1-15.
Abdulazeez, Daniya Adeiza, Onotu Suleiman and Abdulrahaman Yahaya. 2016. Impact of Merger and Acquisitions on the Financial Performance of Deposit Money Banks in Nigeria. Arabian Journal of Business and Management Review, 6 (4): 1-5.
Abirami, K. 2017. Mergers in Indian Banking Industry: A Case Study on ICICI Bank and Indian Overseas Bank. International Journal of Applied Research, 3 (1): 1-5.
Anthony, Mugo. 2017. Effects of Merger and Acquisition on Financial Performance: Case Study of Commercial Banks. International Journal of Business Management & Finance, 1 (6): 96-107.
Aprilia, Nur Syilvia dan Hening Widi Oetomo. 2015. Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada Perusahaan Manufaktur. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, 4 (12): 1-19.
Aprilita, Ira, Hj. Rina Tjandrakirana DP dan H. Aspahani. 2013. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Akuisisi (Studi pada Perusahaan Pengakuisisi yang Terdaftar di BIE Periode 2000-2011). Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, 11 (2): 99114.
Aulina, Sofia. 2012. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Akuisisi Pada PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen, 1 (3): 1-18.
Azhagaiah, Ramachandran and T. Sathish Kumar. 2011. Mergers & Acquisitions: An Empirical Study on the Short Term Post Merger Performance of Corporate Firms In India. International Journal of Research in Commerce, Economics & Management, 1 (3): 80-104.
Boukari Moctar, Naba and Chen Xiaofang. 2014. The Impact of Mergers and Acquisition on the Financial Performance of West African Banks: A Case Study of Some Selected Commercial Banks. International Journal of Education and Research, 2 (1): 1-10.
Candrasari, Suciati Eka dan Bambang Suryono. 2014. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada PT. Smartfren Telekom Tbk. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 3 (4): 1-20.
Devarajappa S. 2012. Merger In India Banks: A Study on Merger of HDFC Bank Ltd and Centurion Bank of Punjab Ltd. International Journal of Marketing, Financial Services & Management Research, 1 (9): 33-42.
Erdogan, Eda Oruc and Murat Erdogan. 2014. Effect of Acquisition Activity on the Financial Indicators of Companies: An Application in BIST. International Journal of Business and Social Research (IJBSR), 4 (7): 1722.
Firdaus, Jannatun dan Tri Yuniati. 2016. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada PT Kalbe Farma Tbk. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, 5 (1): 1-18.
Hamidah dan Manasye Noviani. 2013. Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (pada Perusahaan Pengakuisisi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2006). Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI), 4 (1): 31-52.
Hariyani, Iswi., D.P, R. Serfianto, & Yustisia S, Cita. 2011. Merger, Konsolidasi, Akuisisi, & Pemisahan Perusahaan. Jakarta: Transmedia Pustaka.
Harvey, Simon K. 2015. The Role of Mergers and Acquisitions in Firm Performance: A Ghanaian Case Study. Journal of Applied Business and Economics, 17 (1): 66-77.
Hitt, Micheal A., Jeffrey S. Harrison dan R. Diane Ireland. 2002. Merger dan Akuisisi: Panduan Meraih Laba Bagi Para Pemegang Saham. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2012. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Edisi Keenam. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Irawanto, Danang Bayu dan Tri Yuniati. 2016. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, 5 (1): 1-18.
Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan, Edisi 5. Jakarta: Rajawali Pers.
Kesuma Dewi, I.A.G dan Ni Ketut Purnawati. 2016. Analisis Kinerja Keuangan Perbankan Sebelum dan Sesudah Akusisi pada Bank Sinar Bali. E-Jurnal Manajemen Unud, 5 (6): 3505-3531.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Daftar Notifikasi Merger dan Akuisisi Tahun 2010-2016. http://www.kppu.go.id/id/merger-dan-akuisisi/. Diakses 15 Februari 2018.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2014. Laporan Tahunan 2014. Jakarta: Biro Hukum, Humas dan Kerjasama Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Kurniawati, Novani dan Aniek Wahyuati. 2014. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi Bank Agroniaga oleh BRI. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen, 3 (5): 1-17.
Kusuma, Sigit Arga dan Asmara Indahingwati. 2017. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada Perusahaan Manufaktur. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, 6 (2): 1-25.
Marzuki, Machrus Ali dan Nurul Widyawati. 2013. Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi: Studi pada PT Bank CIMB Niaga. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, 1 (2): 222-238.
Moin, A. 2010. Merger, Akuisisi, dan Divertasi. Edisi Kedua. Yogyakarta: Ekonosia.
Munawir, S. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Naziah, Ulfatin, Yusralaini dan Al Azhar L. 2014. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI 2009-2012. JOM FEKON, 1 (2): 1-18.
Nedunchezhian and Premalatha. 2013. Analysis and Impact of Financial Performance of Commercial Bank After Merger in India. International Journal of Marketing, Financial Services & Management Research, 2 (3): 150-162.
Neethu T.C and Rajeesh Viswanathan. 2015. A Study on Financial Performance of Companies Before and After Merger and Acquisition. Paripex – Indian Journal of Research, 4 (3): 6-8.
Nurviani, Novi. 2013. Gelombang Merger Melanda: Bangga atau Waspada. http://www.kppu.go.id/id/blog/2013/01/gelombang-merger-melanda-bangga-atau-waspada/. Diakses 25 Januari 2018.
Prajapati, Sadhana. 2016. Financial Performance of Hdfc Bank Ltd: A Study on Pre And Post Merger. Research Journal of Commerce & Behavioural Science, 5 (3): 58-66.
PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. 2010-2016. Laporan Tahunan (Annual Report). Jakarta.
Reisa Pratiwi, Putu dan I.B Panji Sedana. 2017. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Multinasional Sebelum dan Sesudah Akuisisi (Studi Perusahaan Multinasional Pengakuisisi di BIE). E-Jurnal Manajemen Unud, 6 (1): 235-263.
Santoso, Janu Didik dan Urip Santoso. 2015. Performa Keuangan PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk. Setelah Diakuisisi oleh PT Unilever Indonesia Tbk. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 10 (2): 114124.
Setiawan, Irwan Amdani. 2013. Analisis Rasio Keuangan untuk Mengukur Kinerja Keuangan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Sebelum dan Sesudah Akuisisi Periode 2007-2011. Jurnal Administrasi Bisnis, 2 (1): 74-83.
Singh, K. B. 2013. The Impact of Mergers and Acquisitions on Corporate Financial Performance in India. Indian Journal of Research in Management, Business and Social Sciences, 1 (2): 13-16.
Singh, Simranjeet. 2015. Mergers in Service Sectors: Post Merger Financial Analysis of ICICI Bank. International Journal of Applied Research, 1 (9): 485-488.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulaiman, L.A. 2012. Does Restructuring Improve Performance? An Industry Analysis of Nigerian Oil & Gas Sector. Research Journal of Finance Accounting, 3 (6): 55-62.
Wiagustini. 2013. Manajemen Keuangan. Denpasar: Udayana University Press.
5477
Discussion and feedback