PENGARUH KECANDUAN INTERNET DAN MATERIALISME TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF ONLINE
on
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 7, No. 2, 2018: 1021-1049 DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2018.v7.i02.p17
ISSN : 2302-8912
PENGARUH KECANDUAN INTERNET DAN MATERIALISME
TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF ONLINE
Kurnianingtias Wulandari
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali – Indonesia e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kecanduan internet dan materialisme terhadap perilaku belanja kompulsif online. Penelitian dilakukan dengan menyasar masyarakat Indonesia pengguna media internet. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 80 responden dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner secara online yang menggunakan skala Likert 5 poin untuk mengukur 16 indikator. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecanduan internet dan materialisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif online. Berdasarkan hasil penelitian semakin sering seseorang menghabiskan waktunya bermain internet serta memiliki pola pikir materialis cenderung memiliki perilaku belanja kompulsif online. Fenomena tersebut merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk merancang strategi yang mampu mendorong calon konsumen agar tertarik dan membeli produk yang ditawarkan.
Kata kunci : kecanduan internet, materialisme, pembelian kompulsif online
ABSTRACT
This study was conducted to determine the effect of internet addiction and materialism on online compulsive buying behavior. This study is done by targeting Indonesian internet users. The number of samples are 80 respondent by using purposive sampling method. The data was collected by distributing online questionnaires using Likert scales 5 points to measure 16 indicators. The result of this study indicate that internet addiction and materialism have a positive and significant impact on online compulsive buying behavior. Based on research results as much as someone spends their time on the internet as well as as having a materialist mindset tend to have online compulsive buying behavior. This phenomenon is an opportunity that can be utilized by marketers to design a strategy that is able to encourage potential customers to be interested and buy the offered products.
Keywords : internet addiction, materialism, online compulsive buying
PENDAHULUAN
Globalisasi membawa banyak perubahan pada cara transaksi dan kegiatan dunia bisnis, seperti kegiatan belanja yang bukan lagi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok. Dalam waktu singkat telah muncul banyak pusat perbelanjaan, meningkatnya merek global, dan lebih banyak pilihan terlebih lagi daya beli konsumen yang semakin meningkat. Perubahan seperti ini dapat mengarahkan konsumen daerah perkotaan semakin sering berbelanja yang berdasarkan pada nilai hedonis, yang dapat menyebabkan peningkatan terjadinya perilaku pembelian kompulsif pada konsumen di suatu negara (Horvath et al., 2013).
Menjadi negara dengan penduduk yang mengikuti perkembangan teknologi ternyata mendorong pula bertambahnya pengguna internet di Indonesia. Menurut lembaga riset pasar e-marketer, populasi pengguna internet Tanah Air mencapai 83,7 juta orang pada tahun 2014. Angka yang berlaku untuk setiap orang yang mengakses internet setidaknya satu kali setiap bulan itu mendudukkan Indonesia diperingkat ke 6 terbesar di dunia dalam hal jumlah pengguna internet (Hidayat, 2014). Berdasarkan hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Intenet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 dari 256,2 juta orang di Indonesia sebanyak 132,7 juta orang telah menggunakan internet. Berdasarkan konten yang paling sering dikunjungi, pengguna internet paling sering mengunjungi situs online shop yakni sebesar 82,2 juta orang atau 62 persen (Isparmo, 2016).
Penggunaan internet yang menjadi semakin populer, komunikasi online secara bertahap menggantikan cara komunikasi yang lebih konvensional. Pengenalan komunikasi online membawa peluang bisnis baru dan hampir tak
terbatas ke seluruh dunia. Banyak bisnis di seluruh dunia mulai mengembangkan situs mereka sendiri untuk membangun cara komunikasi baru dan efisien untuk menjangkau pelanggan mereka (Hsiao et al., 2013).
Salah satu aktivitas yang dapat dipermudah dengan adanya internet adalah berbelanja. Internet dapat membuat konsumen melakukan kegiatan belanja online atau online shopping hanya melalui layar komputer atau smartphone mereka tanpa terikat waktu dan tempat. Kegiatan berbelanja online sudah sangat populer dikalangan masyarakat modern ditandai dengan banyaknya online shop serta perusahaan yang menawarkan dan menyediakan transaksi online. Kemudahan belanja online diantaranya adalah konsumen dapat berbelanja tidak perlu keluar dari rumah dan dapat dilakukan dimana saja, toko–toko yang tersedia selama 24 jam tidak pernah tutup, harga yang lebih murah, tidak perlu pindah dari toko ke toko, pilihan produk tanpa batas, diskon khusus, dan sebagainya. Kemudahan yang ditawarkan dalam belanja online membuat sistem perdagangan online (ecommerce) meningkat dengan sangat pesat (Koto, 2012).
Konsumen digital Indonesia menikmati belanja online. Nielsen Global Survey of E-commerce melakukan studi yang mana hasil survey menyatakan bahwa layanan perjalanan (travel service) adalah produk yang paling sering dibeli secara online di Indonesia, bersamaan dengan tiket untuk acara seperti tiket film, pertunjukan langsung, pameran, dan pertandingan olahraga. Kategori tersebut termasuk lima besar untuk pembelian online. Setengah dari konsumen di Indonesia merencanakan pembelian online tiket penerbangan (55%) dan memesan hotel dan tour (46%) dalam enam bulan kedepan, empat dari sepuluh konsumen
merencanakan untuk membeli e-book, hampir empat dari sepuluh konsumen berencana untuk membeli pakaian/aksesoris/sepatu (37%), sedangkan lebih dari sepertiga konsumen berencana untuk membeli tiket acara secara online (Lubis, 2014). Berdasarkan Data Pengguna Internet di Indonesia 2016 tiket merupakan barang yang paling sering dibeli oleh masyarakat Indonesia yaitu sebanyak 34,1 juta orang mengaku pernah membeli tiket secara online, sedangkan sebanyak 29,4 juta orang membeli kebutuhan rumah tangga secara online dan sebanyak 4,7 juta orang membeli pakaian secara online (Merina, 2016).
Berdasarkan sebuah survey yang dilakukan oleh Jajak Pendapat (JakPat) terhadap 430 reponden usia produktif (18-38 tahun) di berbagai penjuru Indonesia, dari total responden yang mengikuti survey 87 persen di antaranya pernah melakukan transaksi jual/beli melalui layanan e-commerce. Persentase sisanya, yang belum pernah mencicipi layanan e-commerce, mayoritas (74 persen) mengatakan ke depan akan segera mencoba. Berdasarkan survei tersebut turut dilansir terkait metode pembayaran, persentase tertinggi masih dilakukan melalui transfer bank via ATM (70 persen), diikuti pembayaran tunai atau COD (14 persen), pembayaran online (Internet banking, e-money, QR, dan lain-lain) (9 persen), kartu kredit (4 persen), dan rekening bersama (2 persen) (Eka, 2016).
E-commerce di Indonesia berkembang pesat karena jumlah penduduk Indonesia yang terhubung ke internet, khususnya melalui smartphone bertambah. Pada tahun 2015 para ahli telah memberikan nilai potensi e-commerce Indonesia diantara 10 miliar dollar dan 12 milliar dollar, didorong oleh meningkatnya jumlah pengguna smartphone yang terhubung ke internet. Mereka juga memproyeksikan
55 juta pengguna di tahun 2012 menjadi 125 juta pengguna pada tahun 2017, dan jumlah orang Indonesia dengan smartphone dari 20 persen menjadi 52 persen pada periode yang sama (Anonim, 2014).
Robert (dalam Bushra & Bilal, 2014) mengungkapkan bahwa karena meningkatnya globalisasi, kecenderungan pembelian oleh konsumen memunculkan gambaran yang mungkin menyatakan bahwa masyarakat semakin bergerak menuju budaya konsumen; budaya dimana sebagian besar konsumen dengan penuh semangat menginginkan, mengejar, menggunakan, dan memamerkan barang dan jasa yang dianggap berharga daripada fungsinya seperti provokasi, status, pencarian kesenangan, dan kecemburuan. Budaya semacam itu akan memudahkan penyebaran nilai-nilai materialistik dalam suatu masyarakat.
Materialisme sebagai sifat kepribadian membedakan antara individu yang menganggap kepemilikan barang sangat penting bagi identitas dan kehidupan mereka, dan orang–orang yang menganggap kepemilikan barang merupakan hal yang sekunder. Materialisme diartikan sebagai cara seseorang untuk mendapatkan uang, status, dan barang-barang, hal tersebut merupakan kombinasi dari berbagai prinsip yang membuat tujuan materialistis sebagai simbol dari pencapaian, sedangkan barang–barang dipertimbangkan sebagai bagian penting dari kehidupan dan semakin banyak barang akan menyediakan kepuasan yang lebih (Kasser et al dalam Iqbal & Aslam, 2016; Iqbal & Aslam, 2016).
Meningkatnya tingkat materialisme telah berkontribusi terhadap peningkatan perilaku pembelian kompulsif antar individu. Dalam masyarakat materialis, barang konsumsi memungkinkan orang memperoleh keunggulan sosial, dan berfungsi
sebagai simbol materialistik yang menyatakan status sosial mereka, oleh karena itu orang materialis memanfaatkan kepentingan simbolik barang untuk membangun identitas pribadi yang lebih baik (Singh & Nayak, 2015). Aspek materialisme yang paling penting adalah dalam menilai barang seseorang berdasarkan kegunaan, penampilan dan berharga mahal, kemampuan untuk membawa status sosial, kesuksesan, dan prestise (Richins dalam Ruswanti, 2014).
Sebagian besar ekonomi tidak bisa makmur tanpa produksi dan konsumsi massa, namun, ketika konsumen mengeluarkan terlalu banyak uang untuk mengikuti keinginan dan gaya hidup orang lain maka mereka akan mendapat masalah, baik secara finansial maupun psikologis. Pada kenyataannya ketika konsumen membiarkan pengeluaran untuk mengambil alih hidup mereka, mereka menderita kelainan obsesif, yang dikenal sebagai pembelian kompulsif (Bindah & Othman, 2012). Menurut Soliha (dalam Felicia et al., 2014), pembelian kompulsif memiliki dampak jangka pendek, yaitu dapat langsung merasakan kepuasan ketika proses pembelian berlangsung serta memiliki dampak jangka panjang seperti tingginya jumlah hutang, kebangkrutan, sampai keretakan rumah tangga. Dampak psikologis yang dapat muncul akibat pembelian kompulsif adalah munculnya rasa gelisah, depresi, frustasi, dan konflik interpersonal, dan lain sebagainya.
Konsumsi kompulsif telah didefinisikan secara luas sebagai respons terhadap dorongan atau keinginan yang tidak terkendali untuk memperoleh, menggunakan, atau mengalami perasaan, substansi, atau aktivitas yang mengarahkan seseorang untuk secara berulang-ulang melakukan perilaku yang pada akhirnya akan menyebabkan kerugian bagi individu dan atau bagi orang lain (O’Guinn & Faber
dalam Weaver et al., 2011). Perilaku impulsif dan kompulsif, meski serupa, bukanlah masalah yang sama. Pembelian impulsif adalah pembelian ditentukan oleh rangsangan luar sedangkan dalam kasus pembelian kompulsif, keinginan untuk membeli berasal dari dalam, mungkin perasaan cemas dan individu tersebut ingin merasa tenang, atau mungkin membeli untuk membuat diri merasa lebih bahagia, lebih baik, dan sebagainya. Di sisi lain, pembeli kompulsif cenderung tidak menolak untuk impuls yang terkait dengan perasaan positif, seperti kenikmatan, kepuasan dan kelegaan (Bighiu et al., 2015).
Perilaku pembelian kompulsif adalah sebuah perilaku keputusan pembelian dimana motif atau keinginan yang mendorong keputusan pembelian atas kategori produk tertentu tak tertahankan lagi atau tidak bisa ditahan oleh emosi orang tersebut dan akan menjadi suatu kebiasaan karena cenderung terjadi berulang–ulang sebagai pemenuhan terhadap kebutuhan emosional yang negatif (Kristanto, 2011). Krych (dalam Varveri et al., 2014) memaparkan pembelian kompulsif sebagai kecanduan perilaku, kebiasaan patologis yang terkait dengan perilaku yang ditandai dengan adanya dorongan untuk membeli, dorongan untuk pergi berbelanja, kecanduan pribadi yang berorientasi pada aktivitas yang berakhir dengan hilangnya kontrol perilaku, kegagalan dalam mengendalikan dan merevisi aktivitas dan konsekuensi afektif yang signifikan bila tindakan tersebut tidak layak dilakukan, pada tingkat individu dan sosial. Akan tetapi dаri sеgi pеrusаhааn yаng mеnjuаl suаtu produk, konsumеn yаng kompulsif аdаlаh sаsаrаn yаng pаling tеpаt, kаrеnа konsumеn kompulsif аkаn mеmbеli аpаpun yаng dijuаl jikа iа mеrаsа tеrtаrik
dеngаn produk tеrsеbut tаnpа mеmikirkаn dаmpаk dаri pеmbеliаn yаng dilаkukаnnyа (Akhadiyah & Suharyono, 2017).
Kandell (dalam Panayides & Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun aktivitasnya sekalinya terkoneksi pada internet. Gangguan kecanduan internet meliputi segala macam hal yang berhubungan dengan internet seperti jejaring sosial, e-mail, pornografi, judi online, game online, chatting, dan lain-lain (Herlina dalam Ningtyas, 2012). Hasil penelitian Claes et al. (2012) menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara pembelian kompulsif dan kecanduan internet pada responden. Dalam penelitian yang dilakukan Omar et al. (2015) menunjukkan bahwa penggunaan internet yang berlebihan akan membuat konsumen berpeluang lebih besar untuk melakukan pembelian kompulsif. Hipotesis pada penelitian ini yaitu :
H1 : Kecanduan internet berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku belanja kompulsif online.
Materialisme umumnya dianggap sebagai nilai negatif, sifat atau perilaku, terkait dengan keserakahan, kedangkalan, dan kurangnya nilai spiritual (Lipovčan et al., 2015). Materialisme adalah penekanan pada hal-hal materi, dan orang-orang yang berbagi nilai-nilai ini menganggap bahwa memiliki komoditas membawa kebahagiaan dan menawarkan prestise yang lebih tinggi. Sebagai ciri kepribadian, Materialisme dimiliki oleh orang-orang yang posesif, dan iri hati, meski tidak memiliki kemurahan hati (Frunzaru & Popa, 2015). Seorang individu yang materialistis mempunyai kecenderungan untuk mengumpulkan harta benda, dengan
ukuran kuantitas dan kualitas barangnya sehingga hal-hal yang dipentingkan bersifat keduniaan (Wijaya, 2015). Ketika materialisme sangat penting dalam sistem nilai seseorang, kepemilikan menjadi fokus utama (Moran et al., 2015).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rasool et al. (2012) dan Eren et al. (2012) mengungkapkan bahwa materialisme memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap perilaku pembelian kompulsif pada perilaku konsumen. Dalam penelitian yang dilakukan Omar et al. (2013) menunjukkan materialisme secara signifikan berpengaruh pada pembelian kompulsif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Türkyilmaz et al. (2016) materialisme berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian kompulsif, dengan kata lain individu yang berpikir bahwa kepemilikan menunjukkan kesuksesan dan memberikan kebahagiaan pada kehidupan mereka serta memandang kepemilikan sebagai pusat kehidupan mereka cenderung melakukan pembelian kompulsif. Hipotesis pada penelitian ini yaitu:
H2 : Materialisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku belanja kompulsif online.
Berdasarkan penelusuran pada kajian pustaka dan hasil penelitian sebelumnya, maka model penelitian dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Model Penelitian
Sumber : Hasil penelitian (2016)
Berdasarkan dari fenomena–fenomena dan penelitian–penelitian sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecanduan internet dan materialisme terhadap perilaku belanja kompulsif online. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu hasil studi empiris untuk memberikan pemahaman dan wawasan dalam bidang perilaku konsumen khususnya mengenai kecanduan internet, materialisme, dan perilaku belanja kompulsif online sehingga bisa dijadikan acuan atau dasar bagi penelitian selanjutnya. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan digunakan sebagai suatu masukan tentang perilaku konsumen untuk mahasiswa, fakultas, dan masyarakat umum.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berbentuk penelitian asosiatif, karena dalam penelitian ini membahas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian ini didesain untuk mencari pengaruh Kecanduan Internet (X1) dan Materialisme (X2) terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Online (Y1). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah Kecanduan Internet (X1) dan Materialisme (X2). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Perilaku Pembelian Kompulsif Online (Y).
Penelitian ini dilakukan di Negara Indonesia, dengan menyasar masyarakat pengguna internet. Subyek dalam penelitian ini adalah Warga Negara Indonesia yang pernah membeli produk secara online minimal 3 kali, memiliki minimal satu akun e-mail dan akun sosial media. Obyek pada penelitian ini adalah perilaku masyarakat saat berbelanja secara online yang meliputi perilaku pembelian tanpa rencana beserta hubungannya dengan kecanduan internet dan sifat materialisme.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang didapatkan dari hasil penyebaran kuesioner, serta data sekunder yang bersumber dari jurnal– jurnal atau hasil dari penelitian terdahulu, buku-buku, dan literature lainnya. Pada penelitian ini populasi merupakan masyarakat pengguna internet dan media sosial yang pernah melakukan belanja secara online minimal 3 kali. Sampel pada penelitian ini adalah masyarakat Indonesia yang pernah berbelanja online berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan. Pada penelitian ini jumlah indikator sebanyak 16 indikator, sehingga sampel yang dapat digunakan adalah sebanyak 80 responden.
Sampel ditentukan dengan teknik non-probability sampling yaitu cara pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil sebagai sampel. Kriteria yang digunakan untuk menentukan responden pada penelitian ini adalah pengguna media sosial yang pernah melakukan belanja online paling sedikit 3 kali.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode survey menggunakan kuesioner yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang disebarkan kepada responden untuk dimintai keterangan terhadap permasalahan yang dibahas pada penelitian ini. Kuesioner disebarkan secara online berupa link yang dibuat pada aplikasi online Google Drive. Kuesioner disebarkan melalui e-mail serta sosial media seperti Facebook, Line, dan sebagainya.
Skala kuesioner yang digunakan adalah skala likert antara satu sampai dengan lima. Skala likert digunakan untuk mengukur variabel kecanduan internet (X1), materialisme (X2), dan perilaku belanja kompulsif online (Y). Skala likert yang diukur dengan rentang jawaban satu sampai lima untuk variabel kecanduan internet, yaitu Tidak Pernah (1), Jarang (2), Kadang-kadang (3), Sering (4), Sangat Sering (5). Sedangkan skala likert yang diukur dengan rentang jawaban satu sampai lima untuk variabel materialisme dan perilaku belanja kompulsif online, yaitu Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Netral (3), Setuju (4), Sangat Setuju (5).
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution). Persamaan umumnya adalah :
Y = a + bl X1 + b2 X2 + .... + bn Xn + e........................(1)
Berdasarkan persamaan tersebut, maka pada penelitian ini persamaan yang terbentuk adalah :
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + e
Keterangan :
Y = Variabel Pembelian Kompulsif Online
X1 = Variabel Kecanduan Internet
X2 = Variabel Materialisme
a = Harga Y bila X1, X2 sama dengan 0 (harga konstan) b = Koefisien regresi (nilai peningkatan atau penurunan) e = Error
Selain teknik analisis regresi linear berganda pada penelitian ini juga dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heterokedastisitas, serta pengujian hipotesis yang terdiri dai uji t dan uji F.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Responden
Responden pada penelitian berjumlah 80 orang, yang diperoleh dari penyebaran kuesioner selama 18 hari secara online. Karakteristik responden pada penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki minimal satu akun e-mail dan sosial media serta pernah berbelanja online minimal tiga kali. Berdasarkan data dari 80 responden yang telah mengisi kuesioner maka didapatkan kondisi responden tentang jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan pengeluaran perbulan.
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pekerjaan, dan Pengeluaran perbulan
No. |
Keterangan |
Klasifikasi |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
Jenis Kelamin |
Laki-laki |
28 |
35 |
Perempuan |
52 |
65 | ||
Jumlah |
80 |
100 | ||
2 |
Usia |
≥ 17 - 25 tahun |
56 |
70 |
26 - 35 tahun |
16 |
20 | ||
36 - 45 tahun |
5 |
6,25 | ||
≥ 46 tahun |
3 |
3,75 | ||
Jumlah |
80 |
100 | ||
3 |
Pekerjaan |
PNS |
7 |
8,8 |
TNI/POLRI |
0 |
0 | ||
Wiraswasta |
9 |
11,3 | ||
Pegawai Swasta |
38 |
47,5 | ||
Pelajar/Mahasiswa |
19 |
23,8 | ||
Ibu Rumah Tangga |
3 |
3,8 | ||
Lainnya (Guru kontrak, | ||||
Wirausaha, Pegawai kontrak) |
4 |
5 | ||
Jumlah |
80 |
100 | ||
4 |
Pengeluaran perbulan |
≤ Rp 1.000.000 |
18 |
22,5 |
Rp 1.000.001 - Rp 2.000.000 |
22 |
27,5 | ||
Rp 2.000.001 - Rp 4.000.000 |
25 |
31,3 | ||
Rp 4.000.001 - Rp 6.000.000 |
6 |
7,5 | ||
> Rp 6.000.001 |
9 |
11,3 | ||
Jumlah |
80 |
100 |
Sumber : Data diolah tahun 2017
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui jumlah responden dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih sedikit jumlahnya, yaitu 35%, dibandingkan responden perempuan, yaitu sebesar 65%. Dilihat dari segi usia 70% responden berusia ≥ 17-25 tahun, 20% responden berusia 25-35 tahun, 6,25% responden berusia 36-45 tahun, 3,75% persen responden berusia ≥ 46 tahun.
Berdasarkan segi pekerjaan 8,8% responden bekerja sebagai PNS, wiraswasta 11,3%, pegawai swasta 47,5%, pelajar/mahasiswa 23,8%, ibu rumah tangga 3,8%, lainnya (Guru kontrak, Wirausaha, Pegawai kontrak) 5%. Tingkat pengeluaran perbulan responden sebanyak 22,5% responden memiliki pengeluaran ≤ Rp 1.000.000, pengeluaran Rp 1.000.001-Rp 2.000.000 sebanyak 27,5%, pengeluaran Rp 2.000.001-Rp 4.000.000 sebanyak 31,3%, pengeluaran Rp 4.000.001-Rp 6.000.000 sebanyak 7,5%, dan pengeluaran ≥ Rp 6.000.001 sebanyak 11,3%.
Uji Reabilitas
Instrumen yang reliable adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Instrumen dikatakan reliable apabila memiliki nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Sugiyono, 2013). Berdasarkan hasil uji reabilitas menunjukkan bahwa masing-masing nilai Cronbach Alpha pada setiap variabel lebih besar dari 0,60 yakni kecanduan internet sebesar 0,906, materialisme sebesar 0,943, pembelian kompulsif online sebesar 0,930 yang berarti semua variabel yang digunakan reliabel sehingga dapat digunakan untuk melakukan penelitian.
Uji Validitas
Uji validitas dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor faktor dengan skor total (Y). Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat. Jadi berdasarkan analisis faktor itu dapat disimpulkan bahwa instrument tersebut memiliki validitas konstruksi yang baik (Sugiyono, 2013:178).
Tabel 2 Hasil Uji Validitas
No |
Variabel |
Indikator |
Koefisien Korelasi |
Keterangan |
X1.1 |
0,909 |
Valid | ||
Kecanduan |
X1.2 |
0,821 |
Valid | |
1 |
Internet |
X1.3 |
0,798 |
Valid |
X1.4 |
0,910 |
Valid | ||
X1.5 |
0,831 |
Valid | ||
X2.1 |
0,897 |
Valid | ||
X2.2 |
0,827 |
Valid | ||
2 |
Materialisme |
X2.3 |
0,858 |
Valid |
X2.4 |
0,957 |
Valid | ||
X2.5 |
0,886 |
Valid | ||
X2.6 |
0,865 |
Valid | ||
Y1 |
0,819 |
Valid | ||
Pembelian |
Y2 |
0,936 |
Valid | |
3 |
Kompulsif |
Y3 |
0,867 |
Valid |
Online |
Y4 |
0,936 |
Valid | |
Y5 |
0,863 |
Valid |
Sumber : Data diolah tahun 2017
Hasil uji validitas pada Tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai koefisien korelasi diatas 0,3 sehingga keseluruhan indikator yang digunakan dinyatakan valid.
Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi Berganda dan Kelayakan Model
Pada Tabel 3 dapat dilihat besarnya nilai Adjusted R2 adalah 0,787. Hal ini berarti 78 persen variasi perilaku belanja kompulsif online responden dapat dijelaskan oleh variasi-variabel kecanduan internet dan materialisme sedangkan sisanya sebanyak 22 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Apabila dilihat dari nilai uji F maka didapat nilai 0,000 < 0,05. Hal ini berarti variabel kecanduan internet dan materialisme berpengaruh secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel perilaku belanja kompulsif online.
Tabel 3 Hasil Analisis Regresi Berganda
Variabel |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error |
Beta | |||
(Constant) |
0,025 |
0,895 |
0,028 |
0,978 | |
Kecanduan Internet (X1) |
0,378 |
0,079 |
0,366 |
4,803 |
0,000 |
Materialisme (X2) |
0,496 |
0,064 |
0,587 |
7,715 |
0,000 |
Adjusted R2 |
0,787 | ||||
F Hitung |
146,858 | ||||
Sig. F |
0,000 | ||||
Sumber : Data diolah tahun 2017 |
Pada Tabel 3 dapat dilihat nilai koefisien regresi variabel kecanduan internet dan materialisme dan konstanta yang merupakan variabel terikat yakni perilaku belanja kompulsif online. Adapun perolehan dari persamaan regresi linear berganda yang didapat adalah sebagai berikut :
Y = 0,025 + 0,378 (X1) + 0,496 (X2) + e
Berdasarkan persamaan yang didapat maka dua variabel bebas yang ada terhadap variabel terikatnya dapat diartikan sebagai berikut :
-
1. β1 = 0,378; menunjukkan nilai positif yang berarti jika variabel kecanduan internet (X1) meningkat maka akan mengakibatkan peningkatan terhadap perilaku pembelian kompulsif online (Y), dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan.
-
2. β2 = 0,496; menunjukkan nilai positif yang berarti jika variabel materialisme (X2) meningkat maka akan mengakibatkan peningkatan terhadap perilaku pembelian kompulsif online (Y), dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas dengan variabel bebas lainnya. Pengujian dapat dilakukan dengan melihat hasil dari nilai tolerance ≥ 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) ≤ 10 yang berarti bebas dari gejala multikolinearitas. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan ditemukan bahwa variabel kecanduan internet memiliki nilai tolerance sebesar 0,466 dan nilai VIF sebesar 2,148 sedangkan variabel materialisme 0,095 memiliki nilai tolerance sebesar 0,466 dan nilai VIF sebesar 2,148. Dapat disimpulkan bahwa model penelitian yang dibuat tidak terdapat gejala multikolinearitas.
Uji Normalitas
Pengujian normalitas residual dalam penelitian ini dikatakan terdistribusi normal jika taraf signifikansinya lebih besar dari nilai 0,05. Data diolah dengan
menggunakan bantuan aplikasi SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 13.0.
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N |
80 | |
Normal Parametersa,b |
Mean |
,0000000 |
Std. Deviation |
,17136165 | |
Most Extreme Differences |
Absolute |
,073 |
Positive |
,073 | |
Negative |
-,060 | |
Test Statistic |
,073 | |
Asymp. Sig. (2-tailed) |
,200d |
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber : Data diolah tahun 2017
Berdasarkan penghitungan aplikasi SPSS pada tabel 4 nilai signifikasi yang diperoleh sebesar 0,2 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian ini berdistribusi normal.
Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika signifikansinya berada diatas 0,05 maka model regresi ini dapat dikatakan bebas dari masalah heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil penghitungan variabel kecanduan internet memiliki nilai signifikansi sebesar 0,095 dan variabel
materialisme memiliki nilai signifikansi sebesar 0,147 yang dapat disimpulkan
bahwa kedua variabel tersebut bebas dari masalah heterokedastisitas.
Hasil Uji Hipotesis
Uji Signifikansi Koefesien Regresi Secara Parsial (Uji t)
Tabel 5 Hasil Uji t
Coefficientsa
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error |
Beta | |||
1 (Constant) |
0,025 |
0,895 |
0,028 |
,978 | |
Kecanduan Internet (X1) |
,378 |
,079 |
,366 |
4,803 |
,000 |
Materialisme (X2) |
,496 |
,064 |
,587 |
7,715 |
,000 |
a. Dependent Variabel: Y Sumber : Data diolah tahun 2017 |
Hipotesis pertama yaitu mengenai pengaruh kecanduan internet terhadap perilaku belanja kompulsif online. H0 diterima apabila F Sig. ≥ 0,05 dan sebaliknya H0 ditolak jika F Sig. < 0,05. Berdasarkan hasil dari statistik uji menggunakan SPSS 13.0, maka didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,010. Hasil signifikansi dari penghitungan statistik uji sebesar 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa kecanduan internet berpengaruh positif secara signifikan terhadap perilaku belanja kompulsif online.
Hipotesis kedua yaitu mengenai pengaruh materialisme terhadap perilaku belanja kompulsif online. H0 diterima apabila F Sig. ≥ 0,05 dan sebaliknya H0 ditolak jika F Sig. < 0,05. Berdasarkan hasil dari statistik uji menggunakan SPSS 13.0, maka didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,010. Hasil signifikansi dari penghitungan statistik uji menunjukkan nilai sebesar 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak.
Hal ini berarti bahwa materialisme berpengaruh positif secara signifikan terhadap perilaku belanja kompulsif online.
Uji Signifikansi Koefesien Regresi Secara Simultan (Uji F)
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel kecanduan internet (X1) dan materialisme (X2) terhadap variabel perilaku belanja kompulsif online (Y) secara simultan. H0 diterima apabila FHit ≤ FTab 3,12 atau H0 diterima apabila nilai sig ≥ 0,05. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai FHitung (146,858) > FTabel (3,12) dan telah didapatkan tingkat signifikansi 0,000< 0,05. Berdasarkan nilai yang telah didapat, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang memiliki arti bahwa variabel kecanduan internet (X1) dan materialisme (X2) secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku belanja kompulsif online (Y).
Pembahasan Hasil Penelitian
Pengaruh Kecanduan Internet Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Online
Hasil perhitungan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai β1 positif sebesar 0,378 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,000. Angka tersebut memiliki arti bahwa kecanduan internet memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perilaku belanja kompulsif online. Hasil uji yang didapat ini menunjukkan bahwa responden yang terkena kecanduan internet memiliki potensi yang lebih besar untuk melakukan belanja kompulsif online. Hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa kecanduan internet berpengaruh positif dan signifikan dapat diterima.
Hasil uji dari penelitian ini mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Claes et al. (2012) yang menyatakan bahwa
ditemukan hubungan signifikan antara pembelian kompulsif dan kecanduan internet pada responden. Hasil yang sama juga didapat pada penelitian yang dilakukan oleh Omar et al. (2015) yang menyatakan bahwa penggunaan internet yang berlebihan akan membuat konsumen berpeluang lebih besar untuk melakukan pembelian kompulsif.
Pengaruh Materialisme Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Online
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai β1 positif sebesar 0,496 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,000. Angka tersebut memiliki arti bahwa materialisme memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perilaku belanja kompulsif online. Hasil uji yang didapat ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki sifat materialisme memiliki potensi yang lebih besar untuk melakukan belanja kompulsif online. Hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa materialisme berpengaruh positif dan signifikan dapat diterima.
Hasil uji penelitian ini mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rasool et al. (2012) dan Eren et al. (2012) bahwa materialisme memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap perilaku pembelian kompulsif pada perilaku konsumen, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Omar et al. (2013) yang menunjukkan bahwa materialisme secara signifikan berpengaruh pada pembelian kompulsif.
Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan dari hasil pengujian yang telah dilakukan ditemukan pengaruh kecanduan internet dan materialisme memiliki pengaruh secara positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif online. Penilaian tersebut dapat
mengindikasikan bahwa sebagian besar responden sudah dalam tahap kecanduan internet serta memiliki sifat materialis. Para pengguna internet yang berlebihan akan lebih mudah untuk terjangkit perilaku belanja kompulsif online. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena maraknya media promosi melalui online serta semakin banyak situs online shop. Masyarakat yang awalnya hanya ingin membuka situs dan sekedar melihat dapat terpancing untuk melakukan pembelian produk yang ditawarkan.
Serupa dengan kecanduan internet, sebagian besar responden memiliki pandangan bahwa kesuksesan diukur melalui jumlah materi yang dimiliki oleh seseorang. Pandangan kesuksesan diukur melalui materi dapat memicu responden membeli produk-produk mewah atau yang tidak dibutuhkan secara kompulsif hanya untuk menunjukkan statusnya di masyarakat. Temuan penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk strategi pemasaran produk oleh para pemasar agar memperhatikan bidang yang berkaitan dengan materialisme dan menggunakan media online.
Metode yang dapat dilakukan adalah dengan cara menyakinkan konsumen bahwa produk yang ditawarkan akan sangat dibutuhkan dan memberikan perasaan bangga ketika memiliki produk tersebut. Promosi serta info yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan dapat melalui media online karena sebagian besar masyarakat telah terkoneksi dengan internet selama 24 jam dan merasa bahwa akan lebih praktis untuk mencari informasi dan berbelanja melalui situs online.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu kecanduan internet berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku belanja kompulsif online. Seseorang yang terkoneksi dengan internet dalam jangka waktu yang lama akan lebih mudah dan cepat untuk menjangkau informasi sehingga orang tersebut lebih mudah untuk dipengaruhi dan tergoda pada suatu produk dan promosi tertentu, maka dari itu apabila seseorang terkena kecanduan internet akan berpeluang lebih besar untuk melakukan pembelian kompulsif online.
Kesimpulan kedua materialisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku belanja kompulsif online. Seseorang yang merasa bangga dan bahagia serta merasa terlihat lebih baik ketika memiliki produk yang mampu menunjukkan status sosialnya biasanya akan lebih cenderung sering melakukan pembelian yang tidak direncanakan, maka dari itu seseorang yang memiliki pandangan hidup materialisme akan semakin berpotensi untuk melakukan pembelian kompulsif online.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian perilaku pembelian kompulsif online, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menstimuli masyarakat untuk membeli produk yang ditawarkan karena dengan semakin banyaknya masyarakat yang terkoneksi dengan internet selama 24 jam akan membuat masyarakat menjadi semakin mudah untuk mengakses informasi mengenai produk dan promosi yang ditawarkan. Perusahaan dapat memanfaatkan media sosial sebagai media pemasaran. Pihak pemasar juga disarankan untuk sering
melakukan promosi seperti midnight sale karena banyak pengguna internet yang mengakses internet hingga lewat tengah malam karena didukung oleh adanya fasilitas data paket intenet midnight yang disediakan oleh berbagai operator telekomunikasi.
Pemasar dapat memanfaatkan sifat materialisme yang dimiliki oleh konsumen untuk menyusun strategi pemasaran yang tidak hanya berlandaskan pada fungsi produk tetapi lebih ditekankan pada kepuasan emosional karena orang yang memiliki sifat materialistis cenderung berbelanja berlebihan untuk memuaskan hasratnya dan agar mendapatkan pengakuan dari orang-orang sekelilingnya.
Bagi masyarakat umum agar ketika telah menyadari bahwa dirinya memiliki kondisi kecanduan internet dapat mengurangi penggunaan internet karena tidak hanya akan berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental tetapi juga berdampak buruk pada hubungan dengan keluarga atau orang terdekat. Begitu pula untuk masyarakat umum agar memberikan edukasi kepada dirinya dan orang terdekatnya yang memiliki sifat materialistis agar menyadari bahwa materi bukan segalanya dan sikap materialistis dapat memicu pertentangan kelas dan sosial serta dapat melahirkan tindak kejahatan seperti korupsi.
Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian masih didapatkan beberapa kelemahan atau keterbatasan pada penelitian ini. Keterbatasan pada penelitian ini yaitu yang pertama penelitian ini hanya menggunakan dua variabel yakni kecanduan internet dan materialisme sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kompulsif online. Masih banyak variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian
kompulsif online. Diharapkan para peneliti selanjutnya agar meneliti variabel lain selain faktor tersebut untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perilaku pembelian kompulsif online.
Keterbatasan yang kedua yakni ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sedangkan jumlah sampel yang digunakan masih terlalu sedikit untuk mewakili jumlah populasi yang ada, maka dari itu penulis menyarankan pada peneliti selanjutnya agar menambah jumlah sampel atau mempersempit ruang lingkup penelitian.
Referensi
Anonim. 2014. Orang Indonesia Habiskan Rp5,5 Juta/Tahun untuk Online
Shopping. //id.beritasatu.com/home/orang-indonesia-habiskan-rp55-
jutatahun-untuk-online-shopping/76772 (diakses tanggal 10 Juli 2016).
Akhadiyah, Rizky Fajar., Suharyono. 2017. Pengaruh Motivasi Pembelian dan Harga Diri Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Produk Fashion (Survei Pada Konsumen Fashion Malang Town Square di Kota Malang). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 48 No.1 Juli 2017.
Bighiu, Georgiana., Manolica᷉, Adriana., Roman, Cristina Teodora. 2015. Compulsive buying behavior on the internet. Elsevier. Procedia Economics and Finance 20 72 – 79.
Bindah, Eric V., Othman, Md Nor. 2012. The Tantalizing Factors Associated with Compulsive Buying Among Young Adult Consumers. International Business and Management. Vol. 4, No. 2, 2012, pp. 16-27.
Bushra, Aliya., Bilal, Ahmed. 2014. The Relationship of Compulsive Buying with Consumer Culture and Post-Purchase Regret. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences, Vol. 8 (3), 590-611.
Claes, Laurence., Müller, Astrid., Norré, Jan., Assche, Leen Van., Wonderlich, Steve., Mitchell , James E. 2012. The Relationship Among Compulsive Buying, Compulsive Internet Use and Temperament in a Sample of Female Patients with Eating Disorders. John Wiley & Sons, Ltd. 126–131.
Eka, Randi. 2016. Survei: Masyarakat Indonesia Makin Selektif Berbelanja Berkat E-Commerce. //dailysocial.id/post/survei-masyarakat-indonesia-makin-
selektif-berbelanja-berkat-e-commerce (diakses tanggal 30 Desember 2016).
Eren, Selim Said., Erog῀lu, Filiz., Hacioglu, Gungor. (2012). Compulsive Buying Tendencies Through Materialistic and Hedonic Values among College Students in Turkey. Elsevier. Procedia - Social and Behavioral Sciences 58 1370 – 1377.
Felicia, Fenny., Elvinawaty, Rianda., Hartini, Sri. 2014 Kecenderungan Pembelian Kompulsif : Peran Perfeksionisme dan Gaya Hidup Hedonistic. Psikologia : Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi. Vol.9, No.3, hal 103-112.
Frunzaru, Valeriu., Popa, Elena Monica. 2015. Materialistic Values Shopping, and Life Satisfaction in Romania. Revista Română de Sociologie. Serie nouă, anul XXVI, nr. 3–4, p. 299–313.
Hidayat, Wicak. 2014. Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia. kominfo.go.id/content/detail/4286/pengguna-internet-indonesia-nomor-enamdunia/0/sorotan_media (diakses tanggal 10 Juli 2016).
Hsiao, Chih-Hui., Yeh, Shih-Shuo., Tsai, Chin-Fa. 2013. The Impact of SelfComplexity on Attitudes towards Online Marketing and Buying Intentions: Using the Internet Addiction as a Moderator. Marketing Review (Xing Xiao Ping Lun). Vol. 10, No. 1, p.079-102.
Horvath, Csilla., Adiguzel, Feray., Herk, Hester Van. 2013. Cultural Aspects of Compulsive Buying in Emerging and Developed Economies : A Cross Cultural Study in Compulsive Buying. Organization and Markets in Emerging Economies, Vol.4, No. 2(8).
Iqbal, Nimra., Aslam, Naeem. 2016. Materialism, Depression, and Compulsive Buying among University Students. The International Journal of Indian Psychology. Volume 3, Issue 2, No.6.
Isparmo. 2016. Data Stastistik Pengguna Internet Indonesia Tahun 2016. isparmo.web.id/2016/11/21/data-statistik-pengguna-internet-indonesia-2016/ (diakses tanggal 30 Desember 2016).
Koto, Agus Rahmad. 2012. Compulsive Buying Disorder (CBD), Resiko Dibalik Kemudahan Belanja Online. kompasiana.com/ajuskoto.compulsive-buying-disorder-cbd-dibalik-kemudahan-belanja online_55183fbda33311bb906b6679d (diakses tanggal 10 Juli 2016).
Kristanto, Damar. 2011. Pengaruh Orientasi Fashion, Money Attitude, dan SelfEsteem, Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Pada Remaja (Studi Pada Konsumen Produk Telepon Selular di Surabaya). ResearchGate.
Lipovčan, Ljiljana Kaliterna., Prizmić-Larsen, Zvjezdana., Brkljačić, Tihana. 2015. Materialism, affective states, and life satisfaction – case of Croatia. SpringerPlus, 4:699.
Lubis, Miladinne. 2014. Indonesian Consumers Flock Online to Purchase and Service. nielsen.com/id/en/press-room/2014/indonesian-consumers-flock-online-to-purchase-products-and-service.html (diakses tanggal 10 Juli 2016).
Merina, Nely. 2016. Data Pengguna Internet di Indonesia. http://goukm.id/data-pengguna-internet-di-indonesia-2016/ (diakses tanggal 30 Desember 2016).
Moran, Brittanie., Bryant, Lane., Kwak, Lynn E. 2015. Effect of Stress, Materialism and External Stimuli on Online Impulse Buying. Journal of Research for Consumers.
Ningtyas, Sari Dewi Yuhana. 2012. Hubuhan Self Control dan Internet Addiction Pada Mahasiswa. Journal of Social and Industrial Psychology.
Omar, Nor Asiah., Rahim, Ruzita Abdul., Wel, Che Aniza Che., Alam, Syed Shah. 2014. Compulsive buying and credit card misuse among credit card holders: The roles of self-esteem, materialism, impulsive buying and budget Constraint. Intangible Capital. 10 (1): 52-74. Online ISSN: 1697-9818 – Print ISSN: 2014-3214.
Omar, Nor Asiah., Wel, Che Aniza Che., Alam, Syed Shah., Nazri, Muhamad Azrin. 2015. Understanding Students Compulsive Buying of Apparel: An Empirical Study. Jurnal Personalia Pelajar. 18 (2). 107 – 113.
Panayides, Panayiotis., Walker, Miranda Jane. 2012. Evaluation of the Psychometric Properties of the Internet Addiction Test (IAT) in a Sample of Cypriot High School Students: The Rasch Measurement Perspective. Europe's Journal of Psychology. Vol. 8(3), 327–351.
Rasool, Shahid., Kiyani, Asif., Khattak, Jamshed khan., Ahmed, Ahsan., Ahmed, Mah-a-Mobeen. 2012. The impact of materialism on compulsive consumption in Pakistan. African Journal of Business Management, Vol.6 (49), pp. 11809-11818.
Ruswanti, Endang. 2014. Analysis of Materialism, Fashion Clothing, and Recreational Shopper Identity. Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura. Vol. 17, No. 3. 377 – 384.
Singh, Rashmi., Nayak, J.K. 2015. Life stressors and Compulsive Buying Behaviour Among Adolescents in India. South Asian Journal of Global Business Research. Vol. 4 No. 2, 2015 pp. 251-274.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Türkyilmaz, Ceyda Aysuna., Kocamaz. Ilke., Uslu, Aypar. 2016. Materialism and Brand Resonance as Drivers of Online Compulsive Buying Behavior. The
Journal of Academic Social Science Studies. Number. 43 , p. 91-107, Spring I.
Varveri, Loredana., Novara, Cinzia., Petralia, Valentina., Romano, Floriana., Lavanco, Gioacchino., Compulsive Buying and Elderly Men : Depression, Coping Strategies, and Social Support. 2014. European Scientific Journal, vol.2 ISSN: 1857 – 7881 e - ISSN 1857- 7431.
Weaver, S Todd., Moschis, George P., Davis, Teresa. 2011. Antecedents of Materialism and Compulsive Buying : A life course study in Australia. Australasian Marketing Journal. 19, 4.
Wijaya, Angga Pandu. 2015. Pengaruh Hedonisme dan Materialisme Terhadap Kecenderungan Pembelian Kompulsif. ResearchGate.
1049
Discussion and feedback