E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 6, No. 12, 2017: 6708-6733

ISSN : 2302-8912

PENGARUH KONFLIK KERJA-KELUARGA DAN STRES TERHADAP PHYSICAL WITHDRAWAL BEHAVIOUR

Cokorda Putra Wibhisana Marga1

Desak Ketut Sintaasih 2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia email: [email protected]

ABSTRAK

Physical withdrawal behaviour adalah tindakan pegawai ketika mereka secara fisik dan psikologis sudah mulai merasakan terlepas dari organisasi. Bentuk perilaku penarikan diri secara fisik seperti; absensi, keterlambatan dan turnover. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan jasa transportasi. Jumlah respoden sebanyak 52 orang karyawan. Teknik analisis yang digunakan regresi linier berganda. Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa konflik kerja-keluarga berpengaruh positif terhadap physical withdrawal behaviour. Stres kerja berpengaruh positif terhadap physical withdrawal behaviour. Hasil analisis yang didapat dalam penelitian ini, maka diharapkan manajemen perusahaan dapat lebih memperhatikan konflik kerja-keluarga dan stres kerja yang dialami oleh karyawan, sehingga tingkat physical withdrawal behaviour yang dirasakan karyawan menurun.

Kata kunci: konflik kerja-keluarga, stres kerja, physical withdrawal behaviour

ABSTRACT

Physical withdrawal behavior is the action someone takes when they are physically and psychologically already beginning to feel apart from the organization. Form of physical withdrawal behavior such as; absence, delay and turnover. This research was conducted at public transportation . The number of respondents is 52 employees. The analysis technique used is multiple linear regression. The result of analysis test in this research shows that work-family conflict has positive effect on physical withdrawal behavior. Occupational stress positively affects physical withdrawal behavior. The results of the analysis obtained in this study, it is expected organization can pay more attention to work-family conflict ando ccupational stress experienced by employees, so that the level of physical withdrawal behaviour perceived employees decreased.

Keywords: work-family conflict, occupational stress, physical withdrawal behaviour

PENDAHULUAN

Seorang karyawan yang meninggalkan atau berniat meninggalkan perusahaan selalu menjadi tanda tanya besar bagi setiap perusahaan (Mahdi et al., 2012). Physical Withdrawal Behaviour adalah tindakan yang diambil seseorang ketika mereka secara fisik dan psikologis sudah mulai merasakan terlepas dari organisasi. Bentuk penarikan perilaku secara fisik seperti: absensi, keterlambatan, dan turnover. Ada juga perilaku penarikan psikologis. Ini termasuk: kepatuhan yang hanya bersifat pasif (passive compliance), usaha minimal saat melakukan pekerjaan (minimal effort on the job), dan kurangnya kreativitas dalam diri seseorang (lack of creativity). Penarikan Psikologis ini merupakan bentuk dari kemalasan atau kurangnya pemikiran intens pada pekerjaan (Pinder, 2008). Absensi didefinisikan sebagai ketidakhadiran di kantor tanpa izin. Mangkir merupakan kerugian dan gangguan yang sangat besar bagi pemberi kerja.

Tingginya angka ketidakhadiran merugikan perusahaan karena perusahaan tetap mengeluarkan uang untuk membayar gaji pegawai, tetapi di sisi lain pegawai tidak memberikan kontribusi apapun pada saat absen. Dengan demikian, semakin banyak waktu absen yang diambil seorang pegawai, maka semakin berkurang produktivitas kerjanya. Menurut Shore (1989) ada perbedaan antara dua tipe dasar Absensi yaitu: ketidakhadiran dengan kesengajaan (voluntary absences), yang biasanya di bawah kontrol langsung dari karyawan. dan ketidakhadiran tanpa kesengajaan (involuntary absences), yang biasanya di luar kontrol karyawan seperti kecelakaan, sakit, dll. keterlambatan yang berlebihan dapat menjadi bukti bahwa seorang karyawan ingin terlepas dari perusahaan. Hal ini terutama berlaku

jika seseorang secara konsisten terlambat karena hal itu menunjukkan kurangnya motivasi untuk pergi bekerja tepat waktu (Lohana, 2012).Turnover terjadi ketika seorang karyawan meninggalkan sebuah organisasi (Robins, 2010). Turnover secara sukarela gejalanya seperti keterlambatan dan ketidakhadiran (Sandi, 1988) dari perspektif organisasi, turnover memiliki efek baik menguntungkan dan berbahaya pada suatu organisasi (Lohana, 2012) Turnover dapat menghasilkan karyawan baru yang mungkin lebih termotivasi dan bersemangat untuk berhasil dan hasilnya dapat membantu perusahaan untuk sukses dibandingkan dengan seseorang yang telah kehilangan minat dan motivasi dalam perusahaan.

Akhir-akhir ini terdapat tuntutan yang meningkat terhadap pemilik perusahan untuk memahami bahwa kehidupan berkeluarga dan pekerjaan telah berubah dan tidak merupakan dua hal yang terpisah (Tett et al., 1993). Seorang karyawan dalam suatu lingkungan perusahaan mungkin sering atau pernah mengalami suatu konflik, entah itu dengan atasan, teman kerja, bawahan, bahkan dengan dirinya sendiri (Witasari, 2009).

Konflik adalah suatu gejala yang pasti ada dalam suatu organisasi, yang dapat membawa kekuatan yang besar baik itu positif, tetapi terkadang konflik dapat memecah belah bahkan mampu menghancurkan organisasi (Ardana dkk., 2012). Konflik, sebagai suatu hal nyata dalam kehidupan seseorang merupakan proses sosial orang-orang yang berusaha mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai kekerasan (Witasari, 2001). Menurut Siti Aisyah (2012) menyatakan jam kerja yang panjang, tekanan kerja, tingginya tuntutan pekerjaan, penggunaan teknologi canggih membuat karyawan sulit untuk

menjaga keseimbangan antara pekerjaan mereka dan komitmen untuk bekerja, dan situasi ini memunculkan tantangan terbesar dari masalah manajemen sumberdaya manusia yaitu Konflik Kerja-Keluarga. Konflik Kerja-keluarga dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal (Tett et al., 1993).

Stres kerja atau Occupational Stress menjadi permasalahan dalam sebuah organisasi karena dapat menyebabkan karyawan melakukan penarikan diri secara fisik (Physical Withdrawal Behaviours) jika terjadi secara terus menerus (Yoong Lee, 2013). Buruknya struktur organisasi, kurangnya dukungan sosial dari atasan dan rekan, kerja berlebihan, peran konflik, tidak aman dan tidak nyaman lingkungan kerja bias meningkatkan risiko stres kerja antara karyawan. Seorang karyawan dengan tingkat stres yang lebih tinggi cenderung memiliki rendahnya tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Bangun, 2012), dan dengan demikian menyebabkan tingginya niat untuk meninggalkan organisasi (Buitendach, 2005). Menurut William (2007) stres kerja merupakan masalah besar bagi kedua karyawan dan organisasi.

Karyawan dengan stres pekerjaan lebih cenderung memiliki masalah kesehatan, motivasi rendah, produktivitas, ketidakpuasan kerja dan prestasi kerja yang rendah (Clugston, 200). Selanjutnya, stres kerja dapat menyebabkan organisasi memiliki tingkat ketidakhadiran yang tinggi dan omset, seperti rendahnya tingkat dari kepuasan kerja dan penurunan keseluruhan produktivitas (Harnoto, 2002).

UD.Gunung Harta adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam jasa akomodasi perjalanan, maka perlunya karyawan yang berkompeten didalamnya, karena kemajuan suatu biro perjalanan terlihat dari tingkat konsumen yang menyewa jasanya yang tidak terlepas dari pelayanan (service) yang diberikan oleh karyawan kepada tamunya. UD.Gunung Harta memiliki 110 karyawan bagian administrasi yang menjalankan operasinya dan jumlah karyawan bervariasi tergantung dari banyaknya bagian dan tugas pada masing-masing departemen. Pada dasarnya jika jumlah karyawan atau SDM yang besar dapat di daya gunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya perusahaan yang berkelanjutan.

UD. Gunung Harta adalah sebuah perusahaan otobus yang didirikan oleh Bapak I Wayan Sutika. Sejarah UD. Gunung Harta ini dimulai dengan pendiriannya pada tahun 1993. Diawal pendirian UD. Gunung Harta hanya menyediakan layanan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) untuk trayek Denpasar-Gilimanuk.

Barulah pada tahun 1995, UD asal Bali ini memberanikan diri untuk merambah ke trayek Antar Kota Antar Propinsi (AKAP). Pengembangan bisnis UD Gunung Harta ini tidak lepas dari bantuan lembaga keuangan dan kepercayaan masyarakat Bali atas layanan transportasinya.

Usaha keras Bapak I Wayan Sutika dan jajaranya ini akhirnya membuahkan hasil. Dimana mulai tahun 2004, bus kebanggaan masyarakat Bali ini mampu mengembangkan jumlah armada busnya sekitar 40 unit. Selain itu juga membuka trayek, seperti: Denpasar-Gilimanuk PP, Denpasar-Jember PP, Denpasar-

Surabaya PP, Denpasar-Malang PP, Denpasar-Solo-Yogyakarta PP, Denpasar-Semarang-Jakarta PP, Denpasar-Madiun-Maospati-UDnorogo PP.

Tidak hanya pengembangan trayek AKAP, UD Gunung Harta ini juga merambah ke layanan bus pariwisata hingga titipan paket kilat. Selain itu, UD satu ini juga tetap mempertahankan layanan transportasi AKDP di Bali yang telah menjadi cikal bakal kesuksessanya.

Dari segi armada busnya, UD satu ini cukup mencolok dan mudah dikenali dengan warna hijaunya. Karena terkenal dengan warna hijaunya, UD Gunung Harta sering disebut si Hijau dari Pulau Dewata. Selain itu adanya gambar Mickey Mouse tengah menaiki awan di setiap armada busnya. Hal ini menggambarkan nyamannya naik bus dari UD Gunung Harta.

UD Gunung Harta sangatlah mementingkan kenyamanan penumpangnya, seperti pengaturan jumlah kursi 16 di kiri dan 18 di kanan sehingga penumpang tidak berdesakan. Demi meningkatkan layananya kepada penumpang, UD satu ini rajin memperbarui armada bus yang dimilikinya.

Perjalanan kisah bus hijau ini terus berlanjut, mulai dari penambahan armada bus hingga pembukaan trayek-trayek baru. Dan sejarah UD Gunung Harta ini bakal terus berlanjut, kita nantikan saja apa pembaharuan-pembaharuan terbaru dari Si Hijau dari Pulau Dewata ini.

Armada bus UD Gunung harta sangat baik dan nyaman dimana perusahaan tersebut selalu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan memberikan bus-bus dengan berbagi chassis premium dari Mercedes Benz dan

selain itu juga unit-unit terbaru dengan bodi terbaru misalnya Jetbus HD dan Jetbus 2 SHD dari karoseri Adi Putro.

Pihak perusahaan perlu memotivasi para karyawannya untuk mencapai tujuan secara efektif, dengan senantiasa melakukan investasi untuk melakukan penerimaan, penyeleksian, dan mempertahankan karyawan yang potensial agar tidak berdampak pada Physical Witdrawal Behavour (penarikan diri secara fisik) karyawan. Turnover intention, absensi dan keterlambatan adalah penyebab timbulnya turnover dan dapat mengarah langsung kepada Physical Withdrawal Behaviours nyata, orang keluar dari pekerjaannya, meskipun belum mempunyai alternatif pekerjaan lain dengan alasan ketidaknyamanan, keadilan (equity), dan rasa aman dari konflik-konflik yang terjadi didalam organisasi (Siti Aisyah, 2012).

Menurut observasi dan wawancara yang dilakukan, UD. Gunung Harta mengalami masalah pada sumber daya manusianya yaitu tingginya tingkat Turnover Intention yang merupakan indikasi dari adanya Physical Withdrawal Behaviours yang terjadi disana, Stres kerja dan Konflik kerja-keluarga juga menjadi permasalahan yang terjadi pada UD. Gunung Harta yang juga memicu terjadinya Physical Withdrawal Behaviours.

Tabel 1.

Data Keterlambatan dan Absensi Karyawan UD. Gunung Harta Bulan Januari - Desember Tahun 2016

Bulan

Jumlah Karyawan (orang)

Jumlah Karyawan Terlambat (orang)

Jumlah Karyawan Absen (orang)

Januari

121

8

6

Februari

120

12

8

Maret

119

7

9

April

117

9

4

Mei

118

23

6

Juni

115

14

11

Juli

114

27

6

Agustus

116

11

8

September

117

16

7

Oktober

113

10

12

Nopember

114

22

6

Desember

110

36

7

Sumber : UD. Gunung Harta, 2017

Tabel 1 menunjukkan bahwa sejak bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2016, terdapat keterlambatan dan absensi karyawan pada UD. Gunung Harta. Selama setahun terakhir, turnover tertinggi terjadi pada bulan Oktober, dimana lima orang karyawan keluar dari perusahaan, keterlambatan karyawan tertinggi terjadi pada bulan Desember, dari hasil wawancara terhadap responden rata-rata menyebutkan terlambat karena urusan keluarga dan Absen karyawan tertinggi terjadi pada bulan Oktober.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak UD. Gunung Harta, keseluruhan karyawan yang keluar, terlambat dan absen dari perusahaan adalah karyawan tetap, hal ini terjadi karena kebanyakan dari mereka merasa tidak nyaman atas pekerjaan yang diberikan dan apresiasi dari perusahaan atas kontribusi mereka terhadap perusahaan. Hal ini mengindikasi bahwa karyawan tersebut memiliki,

Konflik dan Stress kerja yang tinggi sehingga berdampak pada tingginya tingkat Physical Withdrawal Behaviour pada perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Judge (1993) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki Konflik kerja-keluarga yang tinggi dapat membawa dampak negatif pada perusahaan seperti menurunnya produktivitas, kualitas kerja, kepuasan, tidak mengindahkan peraturan, absensi maupun Physical Withdrawal Behaviour karyawan. Dan juga adanya Stres kerja yang tinggi akan memberikan pengaruh negatif, yaitu menimbulkan kepuasan kerja, semangat kerja, prestasi kerja yang buruk dan keinginan untuk pindah kerja di perusahaan. Adanya Stres kerja yang tinggi, karyawan akan melibatkan diri untuk sengaja tidak mengindahkan tugas dan tanggung jawab.

Setelah peneliti melakukan beberapa kali observasi, sebagian karyawan UD. Gunung Harta terlihat tidak bersemangat dalam bekerja dengan hanya bersantai di bagian belakang bangunan garasi pada saat jam kerja berlangsung, hal itu menandakan karyawan tidak mengindahkan peraturan. Kualitas kerja mereka juga menurun menurut manager UD. Gunung Harta, hal ini terlihat karena karyawan menjadi kurang gesit dan kurang tanggap dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka. Selain itu, keamanan kerja yang kurang baik juga terdapat pada UD. Gunung Harta seperti ancaman terhadap keberlangsungan pekerjaan, sesuai dengan hasil wawancara dengan salah satu karyawan yang mengatakan bahwa atasan sering memberikan pekerjaan dengan bahasa yang kurang berkenan sehingga menimbulkan kerisihan pada karyawan, hal tersebut yang membuat

ketidaknyamanan dalam bekerja, sehingga karyawan merasa tertekan dan ingin melakukan turnover.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Konflik kerja-keluarga dan Stres kerja terhadap Physicaly Withdrawal Behaviour pada karyawan UD. Gunung Harta yang berlokasi di Jl. Raya Kediri. Tabanan.

Penelitian Greenhaus et al. (2001) menunjukkan bahwa konflik yang terjadi pada keluarga karyawan mempengaruhi penarikan diri secara fisik (Physical Withdrawal Behaviour) dalam perusahaan.Dengan adanya konflik yang terjadi pada llingkungan rumah tangga menyebabkan terjadinya absensi karyawan serta munculnya niat berhenti bekerja pada diri karyawan tersebut. Dengan demikian, Greenhaus et al. (2001) menemukan bahwa ada pengaruh positif konflik kerja-keluarga bagi perilaku penarikan diri secara fisik (Physical Withdrawal Behaviour). Kemudian dalam penelititan Siti Aisyah (2012), menyatakan bahwa Konflik Kerja-Keluarga mempengaruhi kesehatan mental karyawan yang memicu terjadinya kepenatan karyawan dalam bekerja serta menyebabkan karyawan memiliki niat untuk menarik diri secara fisik (Physical Withdrawal Behaviour). Dari sejumlah penelitian diatas maka diajukan Hipotesis seperti berikut:

H1 : Konflik kerja-keluarga berpengaruh positif terhadap Physical Withdrawal Behaviour

Stres Kerja yang terjadi pada perusahaan merupakan awal dari karyawan melakukan penarikan diri secara fisik (Physical Withdrawal Behaviour). Pekerjaan yang diberikan perusahaan diberikan terlalu banyak juga dapat menjadi

pemicu karyawan mengalami Stress Kerja (Yoong Lee, 2012). Sedangkan menurut J. M. Pollack et al. (2012), menyatakan bahwa Stres kerja mempengaruhi semangat karyawan bekerja yang memburuk, dengan tidak adanya semangat dalam bekerja maka karyawan mengalami ketidaknyamanan berada dalam organisasi tersebut dan melakukan keterlambatan, absen dan turnover. Penelitian yang dilakukan beberapa peniliti tersebut menjadi acuan dalam mengambil hipotesis tersebut:

H2 : Stres Kerja berpengaruh positif terhadap Physical Withdrawal Behaviour

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang akan digunakan untuk meneliti sumber masalah pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang berbentuk asosiatif karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Sugiyono (2010:13), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan

untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Penelitian ini berlokasi di UD. Gunung Harta, Tabanan. yang beralamat di Jl. Raya Kediri, Tabanan. Lokasi tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena belum banyak yang melakukan penelitian di perusahaan tersebut mengenai sumber daya manusianya, ditemukan masalah-masalah yang menyangkut Konflik kerja-keluarga dan Stres kerja sebagai indikasi-indikasi yang menyebabkan karyawan terlambat, absen serta keluar dari perusahaan (Physical Withdrawal Behaviour) di UD. Gunung Harta, Tabanan. Objek penelitian ini adalah mengenai Konflik kerja-keluarga, Stres kerja, dan Physical Withdrawal Behaviour.

Variabel bebas : Konflik kerja-keluarga (X1) dan Stres kerja (X2). Konflik kerja-keluarga (WFC) adalah bentuk interrole conflict yaitu tuntutan atau ketidakseimbangan peran antara peran dipekerjaan dengan peran didalam keluarga. Stres kerja (Occupational Stress) adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. Variabel terikat : Physical Withdrawal Behaviour (Y). Physical Withdrawal Behaviour didefinisikan sebagai tindakan menarik diri dari pekerjaan yang diambil seseorang ketika mereka secara psikologis sudah mulai merasakan terlepas dari organisasi.

Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah jumlah karyawan dan jawaban responden terhadap kuesioner tentang Konflik kerja-keluarga, stres kerja dan Physical Withdrawal Behaviour. Data kualitatif dalam penelitian ini seperti struktur organisasi, aktivitas perusahaan dan sejarah perusahaan. Sumber primer

yaitu responden penelitian. Sumber sekunder diperoleh sebagai pendukung data dari sumber primer yaitu data yang telah dicatat oleh perusahaan seperti jumlah karyawan, tingkat absensi karyawan, struktur organisasi dan sejarah organisasi.

Populasi yang digunakandalam penelitian ini adalah karyawan tetap yang ada di UD. Gunung Harta,Bali, sebanyak 110 orang karyawan, tidak termasuk pemimpin/owner perusahaan. Metode penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode simple random sampling. Menurut Sugiono (2014:118) simple random sampling adalah teknik pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Jadi sampel yang akan diambil adalah sebanyak 52 orang.

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan teknik pengumpulan data kuesioner, adalah teknik pengumpulan data dengan jalan menyusun daftar pertanyaan tentang masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, mengenai variabel Konflik kerja-keluarga, Stres kerja, dan Physical Withdrawal Behaviour. Wawancara, adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Observasi, adalah metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian yang akan di catat secara sistematis.

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Skala Likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap, sifat, pendapat atau persepsi seseorang tentang fenomena sosial (Sugiono, 2014:132).

Setiap jawaban kuesioner mempunyai bobot atau skor nilai dengan skala Likert sebagai berikut:

Model analisis yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penelitian ini adalah regresi linier berganda. Permaslahan yang harus dijawab adalah variabel bebas (Konflik kerja-keluarga dan Stres kerja) berpengaruh secara simultan, secara parsial, dan dominan terhadap variabel terikat (Physical Withdrawal Behaviour). Analisis selanjutnya digunakan SPSS 15.0. Model regresi linier berganda sebagai berikut (Suyana, 2007:77):

  • Y= a + β1X1 + β2X2+e.…………….……………………(1) Keterangan:

Y = Physical Withdrawal Behaviour

a = Konstanta

β = Koefisien regresi

  • X1 = Konflik kerja-keluarga

X2 = Stres kerja

e = Kesalahan residual (error)

Uji kelayakan model (uji F) bertujuan untuk mengetahui kelayakan model regresi linier berganda sebagai alat analisis yang menguji pengaruh variable independen terhadap variabel dependen secara bersama. Apabila tingkat signifikan lebih dari α = 0,05 maka regresi ini layak untuk digunakan sebagai alat analisis (Ghozali, 2011: 98).

Rumus (Utama, 2014:80)

τ. Λ⅛-l} r =----:-------

(2)


(l-Λs)∕(n-k)

Dimana:

  • R2 = koefisien determinasi

  • n = jumlah observasi

  • k = banyaknya variabel dalam regresi

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dapat dilakukan, apabila model regresi linier berganda sudah memenuhi syarat uji asumsi klasik.Uji asumsi klasik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam residual dari model regresi yang dibuat berdistribusi normal atau tidak. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Uji Parsial (Uji t) digunakan untuk menguji signifikan masing-masing koefisien regresi berganda (R), sehingga diketahui apakah secara parsial pengaruh antara Konflik kerja-keluarga, Stres kerja terhadap Physical Withdrawal Behaviour karyawan adalah memang nyata terjadi (signifikan) atau hanya diperoleh secara kebetulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Validitas dapat dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor faktor dengan skor total dan bila korelasi tiap faktor tersebut bernilai positif (r = ≥ 0,3), maka instrumen penelitian tersebut merupakan instrumen yang valid.

Tabel 2.

Hasil Uji Validitas Instrumen

Variabel

Dimensi

Indikator

Koefisien Korelasi

Keterangan

Konflik kerja-keluarga (X1)

X1.1

0,375

Valid

X1.2

0,370

Valid

X1.3

0,656

Valid

X1.4

0,630

Valid

X1.5

0,496

Valid

Stres kerja (X2)

Physiological

X2.1

0,699

Valid

X2.2

0,815

Valid

X2.3

0,531

Valid

Psychological

X2.4

0,799

Valid

X2.5

0,706

Valid

X2.6

0,798

Valid

Changing Behaviours

X2.7

0,418

Valid

X2.8

0,496

Valid

X2.9

0,603

Valid

X2.10

0,657

Valid

X2.11

0,524

Valid

X2.12

0,656

Valid

Physical Withdrawal Behaviours (Y)

Y1

0,688

Valid

Y2

0,705

Valid

Y3

0,454

Valid

Y4

0,682

Valid

Y5

0,777

Valid

Sumber: data sekunder diolah 2017

Hasil uji validitas pada Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa seluruh variabel memiliki nilai koefisien korelasi dengan skor total seluruh item pernyataan lebih besar dari 0,30. Hal ini menunjukkan bahwa butir-butir pernyataan dalam instrument penelitian tersebut valid.

Menurut Sugiyono (2010 :172) instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Dengan kata lain, uji realibitas digunakan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya. Ghozali (2006:42) Pengujian statistik dengan menggunakan teknik statistik Cronbach’s

Alpha instrument dikatakan reliabel untuk mengukur variabel bila memiliki nilai alpha lebih besar dari 0,60.

Tabel 3.

Hasil Uji Reliabilitas Intrumen

Variabel

Dimensi

Cronbach’s Alpha

Keterangan

Konflik kerja-keluarga (X1)

0,671

Reliabel

Stres kerja (X2)

Physiological

0,760

0,696

Reliabel

Psychological

0,812

Reliabel

Changing Behaviours

0,715

Reliabel

Physical Withdrawal Behaviours (Y)

0,762

Reliabel

Sumber: data sekunder diolah 2017

Hasil uji reliabilitas yang disajikan dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh instrumen penelitian memiliki koefisien Cronbach’s Alpha lebih dari 0,60. Hal ini dapat dikatakan bahwa semua instrumen reliabel sehingga dapat digunakan untuk melakukan penelitian.

Perhitungan koefisien regresi linier berganda dilakukan dengan analisis regresi melalui software SPSS 18.0 for Windows, diperoleh hasil yang ditunjukan pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4.

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Variabel

Nilai Koefisien Regresi

t hitung

Nilai Signifikansi

Konflik kerja-keluarga

0,368

4,029

0,000

Stres kerja

0,586

6,424

0,000

R Square

0,690

Adjusted R Square

0,677

F Statistik

54,558

Signifikansi

0,000

Sumber: data sekunder diolah 2017

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda seperti yang disajikan

pada Tabel 4, maka persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut

K= ct + β1X1 + β2X2 + e

Y = α + 0,368 X1 + 0,586 X2 + e

Nilai determinasi total sebesar 0,677 mempunyai arti bahwa sebesar 67,7% variasi Physical Withdrawal Behaviours dipengaruhi oleh variasi Konflik kerja-keluarga, dan Stres kerja, sedangkan sisanya sebesar 32,3% djelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah residual dari model regresi yang dibuat berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data yang digunakan normal atau tidak dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Sminarnov. Apabila koefisien Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05 maka data tersebut dikatakan berdistribusi normal.

Tabel 5.

Hasil Uji Normalitas

Unstandardized Residual

N

52

0,879

0,422


Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp.Sig.(2-tailed)

Sumber: data sekunder diolah 2017

Nilai Kolmogorov Sminarnov (K-S) sebesar 0,879, sedangkan nilai Asymp.

Sig. (2-tailed) sebesar 0,422. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa model persamaan regresi tersebut berdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,422 lebih besar dari nilai alpha 0,05.

Uji Multikoleniaritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance atau variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance

lebih dari 10% atau VIF Kurang dari 10, maka dikatakan tidak ada multikolinearitas.

Tabel 6.

Hasil Uji Multikoleniaritas

Variabel

Tolerance

VIF

Konflik kerja-keluarga (X1)

0,760

1,316

Stres kerja (X2)

0,760

1,316

Sumber: data sekunder diolah 2017

Nilai tolerance dan VIF dari seluruh variable menunjukkan bahwa nilai tolerance untuk setiap variabel lebih besar dari 10% dan nilai VIF lebih kecil dari 10 yang berarti model persamaan regresi bebas dari multikolinearitas.

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain yang dilakukan dengan uji Glejser. Jika tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap nilai absolute residual atau nilai signifikansinya di atas 0,05 maka tidak mengandung gejala heteroskedastisitas.

Tabel 7.

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Beta

T

Sig.

B

Std. Error

(Constant)

.441

.047

9.392

.000

Konflik kerja-

-.038

.054

-.113

-.693

.492

keluarga

Stres kerja

.003

.054

.010

.060

.952

Sumber: data sekunder diolah 2017

Dilihat bahwa nilai Sig. dari variabel Konflik kerja-keluarga, dan Stres

kerja, masing-masing sebesar 0,492 dan 0,952 Nilai tersebut lebih besar dari 0,05

yang berarti tidak terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap absolute residual. Dengan demikian, model yang dibuat tidak mengandung gejala heteroskedastisitas.

Sig. Tabel ANOVA menunjukkan besarnya angka probabilitas atau signifikansi pada perhitungan ANOVA. Nilai yang tertera digunakan untuk uji kelayanan Model Analisis (dimana sejumlah variabel x mempengaruhi variabel y) dengan ketentuan angka probabilitas yang baik untuk digunakan sebagai model regresi harus < 0,05. Nilai ini bisa dilihat pada kolom Sig. Jika Sig. < 0,05, maka Model Analisis dianggap tidak layak.

Hasil uji anova (UJI F) yang bersumber dari lampiran 8. diperoleh nilai antar kelompok pembanding = 2, nilai dalam kelompok penyebut = 51, pada alfa=0,05 maka nilai F tabelnya adalah F0,05(2,51) = 3,18. Sedang F hitung = 54,558. Nilai Fhitung > Ftabel, 54,558 > 3,18, dengan nilai sig. 0,000 < 0,05. Maka HO ditolak pada taraf nyata 0,05 (H1 diterima). Kesimpulannya, pada kelompok yang diuji memiliki perbedaan yang nyata (signifikan) yang berarti bahwa Konflik kerja-keluarga dan Stres kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Physical Withdrawal Behaviours.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh Konflik kerja-keluarga Terhadap Physical Withdrawal Behaviours diperoleh nilai Sig. t sebesar 0,000 dengan nilai koefisien beta 0,368. Nilai Sig. t 0,000 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini mempunyai arti bahwa Konflik kerja-keluarga berpengaruh positif dan signifikan Terhadap Physical Withdrawal Behaviours.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh Stres kerja Terhadap Physical Withdrawal Behaviours diperoleh nilai Sig. t sebesar 0,000 dengan nilai koefisien beta 0,586. Nilai Sig. t 0,000 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini mempunyai arti bahwa Stres kerja berpengaruh positif dan signifikan Terhadap Physical Withdrawal Behaviours.

Hasil pengujian hipotesi diperoleh bahwa terdapat pengaruh Konflik Kerja-keluarga yang positif dan signifikan terhadap Physical Withdrawal Behaviour pada karyawan UD. Gunung Harta, dengan demikian dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi Konflik kerja-keluarga maka Physical Withdrawal Behaviour akan semakin tinggi dirasakan, dan sebaliknya semakin rendah Konflik kerja-keluarga maka akan berdampak pada penurunan Physical Withdrawal Behaviour yang dirasakan. Hasil yang signifikan ini disebabkan oleh waktu yang digunakan karyawan saat bekerja membuat karyawan melewatkan kegiatan keluarga yang dapat dan berfikir untuk absen bekerja yang dapat memicu terjadinya penarikan diri karena konflik yang sering terjadi.

Hasil penelitian ini mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Greenhaus et al. (2001) menunjukkan bahwa konflik yang terjadi pada keluarga karyawan mempengaruhi penarikan diri secara fisik (Physical Withdrawal Behaviour) dalam perusahaan.Dengan adanya konflik yang terjadi pada llingkungan rumah tangga menyebabkan terjadinya absensi karyawan serta munculnya niat berhenti bekerja pada diri karyawan tersebut. Dengan demikian, Greenhaus et al. (2001) menemukan bahwa ada pengaruh positif konflik kerja-keluarga bagi perilaku penarikan diri secara fisik (Physical Withdrawal

Behaviour). Kemudian dalam penelititan Siti Aisyah (2012), menyatakan bahwa Konflik Kerja-Keluarga mempengaruhi kesehatan mental karyawan yang memicu terjadinya kepenatan karyawan dalam bekerja serta menyebabkan karyawan memiliki niat untuk menarik diri secara fisik (Physical Withdrawal Behaviour).

Hasil pengujian hipotesi diperoleh bahwa terdapat pengaruh Stres kerja yang positif dan signifikan terhadap Physical Withdrawal Behaviour pada karyawan UD. Gunung Harta, dengan demikian dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi Stres kerja maka Physical Withdrawal Behaviour akan semakin tinggi dirasakan, dan sebaliknya semakin rendah Stres kerja maka akan berdampak pada penurunan Physical Withdrawal Behaviour yang dirasakan. Hasil yang signifikan ini disebabkan oleh stres kerja yang dialami karyawan membuat karyawan tidak berfikir untuk melanjutkan tanggung jawab pekerjaannya dan juga menyebabkan konflik terjadi lebih banyak yang juga akan memicu penarikan diri secara fisik untuk keluar dari perusahaannya.

Hasil penelitian ini mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh (Yoong Lee, 2012) yang menyatakan pekerjaan yang diberikan perusahaan diberikan terlalu banyak juga dapat menjadi pemicu karyawan mengalami Stress Kerja. Sedangkan menurut J. M. Pollack et al. (2012), menyatakan bahwa Stres kerja mempengaruhi semangat karyawan bekerja yang memburuk, dengan tidak adanya semangat dalam bekerja maka karyawan mengalami ketidaknyamanan berada dalam organisasi tersebut dan melakukan keterlambatan, absen dan turnover.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan, dapat ditarik beberapa simpulan bahwa Konflik kerja-keluarga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Physical Withdrawal Behaviour. Artinya bahwa karyawan yang mengalami Konflik kerja-keluarga akan sulit menyeimbangkan perannya di keluarga maupun pekerjaan karena terbatasnya waktu yang mereka miliki untuk memenuhi tanggung jawab keluarga maupun pekerjaan sehingga akan memicu karyawan untuk berfikir keluar dari pekerjaan di tempat mereka sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konflik yang terjadi pada pekerjaan dan keluarga maka semakin tinggi juga Physical Withdrawal Behaviour pada karyawan.

Stres kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Physical Withdrawal Behaviour. Artinya bahwa semakin tinggi stres yang dirasakan karyawan saat bekerja maka semakin tinggi tekanan yang mereka rasakan sehingga karyawan berfikir untuk mengambil keputusan berhenti bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tingginya rasa beban kerja yang disebabkan oleh stres kerja maka tingkat Physical Withdrawal Behaviour juga akan semakin tinggi.

Berdasarkan simpulan yang didapat, saran-saran yang dapat diberikan adalah Physical Withdrawal Behaviour dapat dikurangi dengan memperhatikan Konflik kerja-keluarga dan Stres kerja yang terjadi pada karyawan UD. Gunung Harta terutama pada waktu karyawan untuk bekerja dan waktu untuk keluarga

agar tidak menjadi beban kerja yang dapat menyebabkan tekanan pada karyawan yang berujung pada stres dan mengundurkan diri

Hal yang harus diperhatikan UD. Gunung Harta untuk mengurangi Physical Withdrawal Behaviour pada karyawannya yaitu dengan cara tidak memberikan tekanan pekerjaan yang banyak menyita waktu hingga mengurangi waktu karyawan untuk menyelesaikan tanggung jawabnya pada keluarga. Mengatur perubahan kebijakan agar nyaman bagi karyawan maupun perusahaan dan menjaga agar lingkungan kerja yang tetap kondusif, atasan sebaiknya lebih memberikan perhatian atas pekerjaan yang diberikan pada karyawan, mengurangi padatnya jadwal kerja karyawan agar tidak menjadi beban kerja yang berlebihan, mendengarkan permasalahan yang karyawan hadapi sebelum membuat keputusan kerja, dapat menerima masukan dari bawahan, memperhatikan hak dan kebutuhan karyawan dan mengurangi kejenuhan karyawan yang dapat dilakukan dengan cara mengajak karyawan untuk berekreasi.

Kepada peneliti selanjutnya agar lebih memperluas sampel penelitian dengan meneliti pada perusahaan yang berbeda seperti perhotelan, BUMN, perbankan dan UMKM. Selain itu peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel lain terkait Physical Withdrawal Behaviour seperti Turnover Intention, Burnout, Job Insecurity dan Kepemimpinan serta dapat juga menambahkan variable lain sebagai mediasi ataupun moderasi.

REFERENSI

Bangun, W. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Erlangga.

Berlin, B. 2014. Pengaruh Konflik kerja-keluarga dan Job Insecurity terhadap Turnover Intention pada karyawan oleh-oleh khas Bali. Jurnal Manajemen, 4 (2): 12-20.

Buitendach, J.H., and Witte, D.D. 2005. Occupational Stress, extrinsic and intrinsic job satisfaction and affective organisational commitment of maintenance workers in a parastatal. South African Journal of Business Management, 36 (1): Pp 27-39.

Clugston, H. 2000. Predicting Turnover Employes. Journal of Applied Psychology, 24 (2): 132-146.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Cetakan Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Greenhaus, B., Jefrey, H., and Nicholas, J. 2001. Source Conflict between Work and Family. Management Journal, 10 (2): 112-135.

Harnoto. 2002.Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Jakarta: PT. Prehaliondo.

Judge, T. A. 1993. Does Affective Dispotition Moderate the Relationship Between Job Satisfaction and Voluntary Turnover. Journal of Applied Psychology, 78 (7): 395-401.

Pollack, J. M., and Jimmy H. 2012. The Influence of Occupational Stress and Role Conflict on Withdrawal Intention. Journal of Management and Psychology, 2 (1): 45-57.

Lekatompessy, J.E. 2003. Hubungan Profesionalisme dengan konsekuensinya: Komitmen Organisasional, Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja dan Keinginan Menarik Diri (Studi Empiris di Lingkungan Akuntan Publik). Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 5 (1): 69–84.

Lohana, J. 2012. Motivasi sebagai mediasi antara Stress Kerja dan Penarikan diri pada CV. Pamor Sentosa, Malang. Jurnal Manajemen, 5 (2): 12-23.

Mahdi, K. 2012. The relationship between Work-family Conflict and Withdrawal Behaviour. Management Journal, 1 (4): 44-67.

Pinder, C. C. 2008. Work Motivation in Employee Behaviours. Academy of Management Journal, 2 (2): 128-132

Robbins, Stephen P. 2010. Manajemen. Edisi Kesepuluh. Jakarta:Erlangga.

Sandi, F. M. 2014. Analisis Pengaruh Kompensasi dan Job Insecurity Terhadap Turnover Intentions (Studi Pada Guru SDIT Asy-Syaamil Bontang). Jurnal Manajemen, 4 (2): 32-46

Shore, L.M. and H.J. Martin, 1989. Job Satisfaction and Occupational Stress in relation to work performance and turnover intentions. Human Relation, 4 (42): 625-638.

Siagian, G. 2014. Analisis Pengaruh Stres Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap Intention To Quit Perawat. Jurnal manajemen, 4 (2): 26-38

Aisyah, S. N. 2012. Efek mediasi Beban Kerja antara Konflik Kerja-Keluarga dan Intensitas Penarikan Diri. Jurnal Manajemen, 2 (3): 34-56

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ke-21, Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendekatan Kuanitatif, Kualitatif dan R&D. Cetakan Pertama. Bandung: CV. Alfabeta.

Sutanto, E.M. 1999. The relationship between employee commitment and job performance. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 1 (2): 47 – 55.

Suyana, M. 2007. Buku Ajaran Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar: Sastra Utama.

Suyana, M. 2014. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar: Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

Tett, R. and J. Meyer. 1993. Job Satisfaction, Organizational Commitment, Withdrawal Behaviours, and Turnover: Path analyses based on meta-analytic findings. Personnel Psychology, 4 (3): 259-293.

Williams, M. L., McDaniel, M.A., and Ford, Lucy R. 2007. Understanding Multiple Dimensions of Role Conflict. Journal of Business and Psychology, 3 (2): 192-209

Witasari, L. 2009. Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stress Kerja terhadap Intention to quit (studi empiris pada Novotel Semarang). Unpublished undergraduate. Tesis. Universitas Diponogoro, Semarang.

Yoong. L. 2013. The effect of Occupational Stress and Compentation on Withdrawal Behaviour. Journal Of Business and Psychology, 1 (1): 40-51.

6733