E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 6, No. 11, 2017: 6029-6060

ISSN : 2302-8912

PERAN BRAND IMAGE DALAM MEMEDIASI PENGARUH GREEN MARKETING TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK ORIFLAME

Kadek Ayu Arisma Dewi1

Ni Made Asti Aksari 2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia email: [email protected]

ABSTRAK

Fenomena terbesar yang sedang dihadapi dunia ditengah perkembangan era globalisasi adalah terjadinya pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Salah satu penyebab pemanasan global adalah dampak dari pemakaian produk yang berbahaya secara terus-menerus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran brand image di dalam memediasi pengaruh green marketing terhadap keputusan pembelian (studi Kasus Produk Oriflame Di Kota Denpasar ). Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar. Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 100 responden dan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan skala likert. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis jalur (path analysis) dengan pembuktian menggunakan Uji Sobel. Hasil analisis menunjukan bahwa green marketing secara signifikan berpengaruh terhadap brand image dan keputusan pembelian, dan Brand image juga secara signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Brand image secara signifikan mampu memediasi pengaruh green marketing terhadap keputusan pembelian.

Kata kunci: brand image, green marketing, keputusan pembelian

ABSTRACT

The biggest phenomenon facing the world in the middle of the development of globalization era is the occurrence of global warming and environmental damage. One of the cause of global warming is the impact of continuous use of hazardous products. This study aims to determine the role of brand image in mediating the influence of green marketing on purchase decision (Case Study of Oriflame Products in Denpasar). This research was conducted in Denpasar City. The number of sample used is 100 respondents by using purposive sampling technique. Data was collected using Likert scaled questionnaires and analysed using path analysis technique and Sobel test. The result shows that green marketing significantly affect brand image and purchase decision, and brand image also significantly affects purchase decision. Additionaly, brand image has a sigificant role in mediating the influence of green marketing on purchase decision.

Keywords: brand image, green marketing, purchase decision

PENDAHULUAN

Fenomena terbesar yang sedang dihadapi dunia ditengah perkembangan era globalisasi adalah terjadinya pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Salah satu penyebab pemanasan global adalah akibat pemakaian produk yang berbahaya secara terus-menerus. Globalisasi menjadikan masyarakat dengan mudah memperoleh informasi mengenai isu-isu lingkungan dunia seperti global warming. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, memunculkan upaya untuk ikut mengurangi dampak dari global warming, yaitu dengan lebih pintar dan selektif membeli produk (smart consumer). perusahaan yang pintar akan memandang isu lingkungan sebagai peluang untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.

Tantangan tersebut berupa barang atau jasa yang disediakan aman bagi konsumen serta ramah dan tidak merusak lingkungan. Chen (2010) banyak masyarakat kini termotivasi untuk memulai gerakan gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi produk-produk ramah lingkungan yang baik bagi kesehatan maupun lingkungan sekitar. Kesediaan konsumen dalam mengambil keputusan untuk mengkonsumsi atau membeli produk hijau (produk ramah lingkungan) merupakan salah satu tindakan nyata manusia untuk menekan laju kerusakan lingkungan (Lee, 2009). Konsumen harus mulai mengerti dengan situasi saat ini dan mempunyai kesadaran tinggi terhadap lingkungan akan memilih produk-produk ramah lingkungan walaupun harganya relatif lebih mahal (Nilasari, 2016). Bukti yang mendukung peningkatan lingkungan ekologikal ini adalah meningkatnya individu yang rela membayar lebih produk-produk yang ramah

lingkungan (Vlosky et al., 1999; Maguire et al., 2004 dalam Junaedi, 2005). Hal ini akan mendorong perusahaan untuk menerapkan berbagai strategi dan mengaplikasikan isu- isu lingkungan untuk meningkatkan penjualan.

Perusahaan dapat mengaplikasikan isu-isu lingkungan dalam aktivitas pemasaran sehingga menimbulkan fenomena baru dalam dunia pemasaran yang berupa konsep pemasaran hijau atau yang dikenal dengan green marketing (Putripeni dkk., 2014). Green marketing (pemasaran hijau) merupakan pendekatan pemasaran strategik yang mulai mencuat dan menjadi banyak perhatian banyak pihak mulai akhir abad 20 (Haryadi, 2009). Banyak perusahaan yang memanfaatkan pelestarian lingkungan sebagai konsep dan peluang baru dalam mengembangkan bisnis karena kepedulian lingkungan menjadi bisnis yang potensial dan mendatangkan keuntungan yang lebih efisien.

Green marketing dimaksudkan untuk menjalankan semua kegiatan yang dirancang oleh perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia dengan mengurangi dampak yang merugikan bagi lingkungan (Polonsky et al., 1997). Mangkono (2011) mengungkapkan bahwa pemasar perlu memandang fenomena tersebut sebagai satu hal yang berpotensi sebagai peluang bisnis. Green marketing memanipulasi empat elemen dari bauran pemasaran (marketing mix) dalam 4P yaitu product, price, place, dan promotion untuk menjual produk yang ditawarkan dengan menggunakan keunggulan pemeliharaan lingkungan hidup yang dibentuk dari pengelolaan limbah, efisiensi energi, dan penekanan pelepasan emisi beracun (Menon, 1997). Zeithaml (1988) menyatakan perbedaan bauran pemasaran hijau (green marketing mix) dengan bauran pemasaran (marketing mix)

konvensional terletak pada pendekatan lingkungan. Bauran pemasaran hijau mempertimbangkan aspek lingkungan, sedangkan bauran pemasaran (marketing mix) konvensional tanpa memperhatikan aspek lingkungan.

Salah satu perusahaan di Indonesia yang sudah terkenal sebagai pelopor green marketing dalam industri kosmetik adalah Oriflame. Pada tahun 1967 dua orang bersaudara, Jonas dan Robert af Jochnick, memutuskan untuk memulai bisnis. Mereka masih muda, berambisi dan memiliki jiwa wirausaha dan mereka mempunyai visi yang kuat. Mereka ingin menciptakan perusahaan kosmetika yang menawarkan jenis kosmetika yang berbeda dari yang telah ada pada waktu itu salah satunya berbahan dasar alami. Mengetahui bahwa wanita Swedia terkenal akan kecantikan alaminya, mereka berpikir: "Bagaimana jika kita mengemasnya dalam botol?" Maka mereka mulai memformulasikan produk perawatan kulit berbahan dasar alami dari Skandinavia, seperti cloudberry, birch bark, dan lainnya. Mereka mengembangkan formulasi yang aman, efektif, serta dengan wewangian yang lembut. Produk Oriflame terdiri dari aneka kosmetik, perawatan badan (silt beauty white glow, Giordani gold), rambut (Nature Secrets shampoo, milk honey gold shampoo), wajah (novaga bright sublime, Optimal white, milk &honey gold nourishing) dan wewangian (Eclat femme, Zignature Zoom Eau, Men Collection Dark Wood Eau)yang hanya menggunakan bahan – bahan dan saripati alami. (kosmetikoriflame.blogspot.co.id/2012/03/sejarah-oriflame )

Saat ini, Oriflame telah digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia. Sejak awal, Oriflame merupakan pelopor kosmetik yang produknya "tidak diuji cobakan

pada hewan", jauh sebelum industri lain melakukan hal ini. Sejalan dengan itu, af Jochnick bersaudara mengembangkan dan memulai sebuah metode penjualan langsung dimana sales consultant yang terlatih langsung membawa produk langsung ke rumah pelanggan mereka. Oriflame telah menjadi perusahaan kecantikan internasional dengan sistem penjualan langsung di lebih dari 60 negara di seluruh dunia. Portofolio yang luas dari produk-produk kecantikan Swedia yang alami, inovatif dipasarkan melalui tenaga penjualan sekitar 1,6 juta konsultan mandiri, yang bersama-sama membuat penjualan tahunan melebihi 1,5 miliar euro. Oriflame ingin menciptakan perusahaan kosmetika yang menawarkan jenis kosmetik yang berbeda dari yang lain, yaitu yang mengandung bahan dasar alami. Mereka juga ingin memperkenalkan metode distribusi produk yang baru yang inovatif yaitu menjual produk yang dihasilkannya kepada teman- teman, tetangga, dan saudara mereka melalui sistem Direct Selling (penjualan langsung). (indonesiakosmetikoriflame.blogspot.co.id/2012/03/sejarah-oriflame)

Perusahaan Oriflame merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan konsep green marketing. Oriflame juga menawarkan produk yang terbuat dari bahan baku alami dan menggunakan kemasan yang dapat di daur ulang. Oriflame menjunjung tinggi nilai-nilai penting seperti meminimalisasi kerusakan lingkungan, tidak menguji coba produknya pada binatang, dan terus menerapkan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat selaku konsumen produk hijau dan lingkungan sekitar. Dengan menggunakan bahan baku alami memberikan peluang besar bagi Oriflame untuk menguasai pasar dengan kualitas produknya, harga yang terjangkau serta sistem penjualannya yang unik. Ditengah – tengah

banyaknya perusahaan yang sejenis yang menawarkan produknya dipasaran. Terdapat berbagai merek pesaing produk kosmetik Oriflame yang beredar di kalangan konsumen saat ini, antara lain The Body Shop, The Face Shop, L’Occitane, Avalon Organics yang didatangkan dari luar negeri. (berbisnisaja.blogspot.co.id/2014/02/keunggulan-oriflame.html).

Keputusan pembelian merupakan perilaku yang dilakukan oleh individu-individu yang berbeda. Konsumen bebas memilih produk yang dibutuhkan atau diinginkan (Goenadhi, 2011). Keputusan pembelian merupakan tahap dalam proses pengambilan keputusan dimana konsumen benar-benar membeli suatu produk yang dihasilkan perusahaan, dalam hal ini yaitu Oriflame. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang yang dipergunakan oleh konsumen. Sehubungan dengan hal tersebut, perusahaan Oriflame perlu menerapkan perilaku konsumen pada kegiatan pemasarannya. Tujuannya adalah untuk memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan pembelian, sehingga perusahaan Oriflame mampu merancang strategi pemasaran yang sesuai dengan keinginan konsumen agar volume penjualan produk Oriflame mengalami peningkatan.

Strategi pemasaran suatu produk adalah meningkatkan brand image perusahaan. Menurut Kotler dan Armstrong (2008), para pemasar harus mampu dalam menempatkan merek dengan baik dalam pikiran para konsumennya. Citra merek dibangun berdasarkan kesan, pemikiran ataupun pengalaman yang dialami seseorang terhadap suatu merek yang pada akhirnya akan membentuk sikap

terhadap merek yang bersangkutan (Setiadi, 2003). Citra menurut Kotler dan keller (2009) sejumlah keyakinan, ide, dan kesan yang dipegang oleh seseorang tentang sebuah objek. Mustikarillah (2011) membangun brand yang positif dapat dicapai dengan program marketing yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk lain. Merek mempunyai peran yang sangat penting dalam mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk (Walley, 2007). Saputri dan Pratana (2014) mengungkapkan bahwa brand image mempunyai pengaruh terhadap loyalitas penggunaaan produk. Pada penelitian Yoestini dan Rahma (2007) citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Semakin baik citra suatu merek, semakin tinggi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian.

Brand image yang positif mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian, semakin tinggi brand image yang diciptakan oleh perusahaan maka tingkat pengambilan keputusan untuk membeli juga semakin meningkat (Suciningtyas, 2012). Penelitian oleh Rehman (2014) menyatakan bahwa pemasaran ramah lingkungan menunjukkan kesadaran besar antar pelanggan dan menunjukkan bahwa pembeli bersedia membayar untuk produk ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan green marketing berkaitan dengan adanya produk ramah lingkungan yang secara tidak langsung membangun citra di benak konsumen.

Kotler (2009) menyatakan bahwa keputusan pembelian merupakan beberapa tahapan yang akan dilakukan oleh seorang konsumen sebelum

melakukan suatu keputusan terhadap suatu produk barang atau jasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli konsumen akan suatu produk dapat berasal dari dalam diri konsumen maupun berasal dari luar diri konsumen (Kusumastuti, 2011). Brand image membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang pada akhirnya akan memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk memutuskan pembelian sebuah merek tertentu (Bibby, 2009).

Pembentukan brand image (citra merek) akan berpengaruh pada keputusan pembelian konsumen, hal ini dikarenakan konsumen cenderung untuk melakukan pembelian pada perusahaan/produk yang mempunyai citra merek positif (Sutisna dan Pawitra, 2001:83). Konsumen cenderung untuk membeli produk dengan merek yang terkenal, hal ini dikarenakan adanya persepsi konsumen bahwa merek yang terkenal mempunyai kualitas yang baik dan dapat diandalkan dibanding dengan merek yang tidak terkenal (Aaker, 1991). Penelitian yang dilakukan oleh Narjono (2012) dan Musay (2013) memperoleh hasil bahwa brand image mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.

Peter dan Olson (2013) juga menyatakan bahwa struktur keputusan pembelian suatu produk dapat dipengaruhi dengan terbentuknya citra merek (brand image) yang baik. Perusahaan harus mampu membangun brand image yang baik kepada konsumen agar mampu meningkatkan nilai jual serta menciptakan keputusan pembelian yang lebih besar sehinga selain keuntungan yang didapatkan perusahaan lebih besar, hubungan antara konsumen dan produsen akan terjalin dengan baik.

Pemasar (marketer) perlu memandang fenomena tersebut sebagai satu hal yang berpotensi sebagai peluang bisnis. Kalafatis et al. (1999) mengatakan bahwa para pemasar memandang fenomena dalam lingkungan pemasaran sebagai kesempatan bisnis dalam upaya perusahaan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana jangka panjangnya secara proaktif pada strategi lingkungan perusahaan. Byrne (2003) mengungkapkan bahwa environmental atau green marketing (pemasaran hijau) merupakan fokus baru dalam usaha bisnis, yaitu sebuah pendekatan pemasaran strategik yang mulai mencuat dan menjadi perhatian banyak pihak mulai akhir abad 20. Kondisi ini menuntut pemasar (marketer) untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang melibatkan lingkungan. Di samping itu, perusahaan menggunakan istilah pemasaran hijau (green marketing), sebagai upaya mendapatkan kesempatan untuk meraih tujuan perusahaan dan meningkatkan keputusan pembelian. Hasil penelitian Silvia (2014) menyebutkan bahwa green marketing berpengaruh signifikan secara langsung dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Temuan ini diperkuat penelitian Risyamuka (2014) yang meyatakan bahwa variabel produk, promosi, harga, dan tempat memiliki pengaruh yang positif dan signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian.

Quennslaand Government menyatakan bahwa banyak konsumen yang bersedia membayar premi untuk mendapatkan produk ramah lingkungan yang menawarkan janji kualitas. Perusahaan yang mengaplikasikan strategi green marketing dalam memproduksi dan menawarkan produknya mendapatkan brand image positif, yang mendorong konsumen untuk melakukan keputusan pembelian

dengan jaminan harga dan kualitas produk yang lebih unggul (Xian, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan Iwan (2013) menyatakan bahwa green marketing berpengaruh positif terhadap brand image. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rehman (2014) yang menyatakan bahwa pemasaran ramah lingkungan menunjukkan kesadaran besar antar pelanggan dan menunjukkan bahwa pembeli bersedia membayar untuk produk ramah lingkungan. Penelitian yang sama dilakukan oleh Kurniawati (2011) yang menyatakan bahwa green marketing dapat berperan dalam pembentukan brand image yang mengacu pada lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2009) juga menemukan bahwa pemasaran berbasis lingkungan sangat berpengaruh terhadap brand image atau citra merek suatu produk. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan green marketing berkaitan dengan adanya produk ramah lingkungan yang secara tidak langsung membangun citra di benak konsumen. Wang et al. (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa green marketing dapat mempengaruhi brand image baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui green cognition. Romadon et al. (2014) kembali membuktikan bahwa citra produk yang baik akan membangun brand image positif di benak konsumen sehingga keterkaitan antara green marketing dan brand image adalah berpengaruh secara signifikan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Green marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand image

Candra (2012) menyatakan bahwa bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi, dan saluran distribusi mempengaruhi keputusan

konsumen dalam melakukan pembelian. Keputusan pembelian diindikasikan sebagai keputusan aktual dan frekuensi pembelian merupakan perilaku yang ditunjukkan atau tindakan nyata yang dilakukan oleh individu (Lozada, 2000:25). Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen ini dilakukan dengan mempertimbangkan atribut-atribut yang ditawarkan oleh perusahaan (Tan, 2011). Haryoso (2010) menyatakan bahwa green marketing mempengaruhi keputusan seseorang dalam membeli suatu produk. Haryadi (2009) menyatakan bahwa indikator pengukuran green marketing berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian.

Nadya (2011) menunjukkan bahwa bauran pemasaran dengan variabel product, price, place, dan promotion secara simultan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Silvia (2014) yang menyebutkan bahwa green marketing berpengaruh signifikan secara langsung dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Temuan ini juga menguatkan pendapat Risyamuka (2014) bahwa variabel produk, promosi, harga, dan tempat memiliki pengaruh yang positif dan signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian. Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Green marketing berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

Hasil penelitian dari Malik et al. (2013) menemukan bahwa brand image mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan dengan keputusan pembelian konsumen. Penelitian Goseldia (2011) yang meneliti tentang analisis pengaruh interaksi harga dan citra merek terhadap keputusan pembelian produk

Blackberry di Kota Semarang, menemukan bahwa citra merek berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian Fianto (2014) menunjukan bahwa citra merek memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Sejalan  dengan penelitian Sagita  (2013)  dalam

penelitiannya mengungkapkan bahwa brand image berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Uji hipotesis yang dilakukan oleh Apriyani (2013) menemukan pengaruh positif dan signifikan antara citra merek dan keputusan pembelian ulang produk pizza Hut di Kota Padang. Semakin tinggi citra merek maka akan berpegaruh terhadap keputusan pembelian yang berlanjut. Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : Brand image berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

Konsumen semakin cerdas dalam menyikapi isu pemanasan global yang semakin gencar. Green marketing merupakan salah satu solusi dan terobosan yang efektif dalam mengurangi pemanasan global. Perusahaan yang mampu membangun green marketing yang kuat, maka dengan mudah akan membangun citra positif di benak konsumen. Ferrinadewi (2008) menyatakan bahwa brand image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut. Brand image merupakan suatu pandangan konsumen terhadap produk atau jasa berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan terhadap merek tersebut. Keputusan pembelian terjadi karena citra produk, citra perusahaan, dan citra pemakai yang baik. Brand image yang kuat memungkinkan konsumen untuk mengidentifikasi kebutuhan yang memuaskan dan cenderung memilih produk tersebut untuk melakukan suatu keputusan pembelian.

Hasil penelitian Romadon et al. (2014) menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan dari variabel brand image terhadap keputusan pembelian. Artinya bahwa, semakin tinggi brand image yang mampu dihasilkan oleh perusahaan terhadap produk yang ramah lingkungan, maka semakin meningkat pula keputusan pembelian yang akan dilakukan oleh konsumen. Pembentukan brand image (citra merek) akan berpengaruh pada struktur keputusan pembelian konsumen, hal ini dikarenakan konsumen cenderung untuk melakukan pembelian pada perusahaan/produk yang mempunyai citra merek positif (Sutisna dan Pawitra, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Narjono (2013) dan Musay (2013) memperoleh hasil bahwa brand image mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.

Peter dan Olson (2013) juga menyatakan bahwa struktur keputusan pembelian suatu produk dapat dipengaruhi dengan terbentuknya citra merek (brand image) yang baik. Perusahaan harus mampu membangun brand image yang baik kepada konsumen agar mampu meningkatkan nilai jual serta menciptakan keputusan pembelian yang lebih besar sehinga selain keuntungan yang akan didapatkan perusahaan lebih besar, hubungan antara konsumen dan produsen akan terjalin dengan baik. Berdasarkan beberapa studi empiris mengenai hubungan antara green marketing dengan kepedulian pada lingkungan serta studi-studi empiris lain tentang hubungan green marketing dan kepedulian pada lingkungan dengan niat pembelian hijau, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Brand image mampu memediasi pengaruh green marketing terhadap keputusan pembelian

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian asosiatif, dimana penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih. Dikatakan demikian karena dalam penelitian ini menguji hubungan green marketing terhadap keputusan pembelian melalui brand image sebagai variabel mediasi.

Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar. Lokasi ini dipilih karena Kota Denpasar merupakan pusat kota dengan pertumbuhan sektor ekonomi masyarakat sangat cepat, jumlah penduduk yang padat dan populasi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, selera masyarakat yang sudah berubah dapat ditangkap dengan jelas. Selain itu secara teknis, Kota Denpasar merupakan barometer Bali, pemberi kesan pertama atau first images, mengenai Bali secara keseluruhan dan mempunyai daya beli yang tinggi dibandingkan kota lain di Bali sehingga lokasi ini relevan dipilih sebagai lokasi penelitian.

Subjek pada penelitian ini adalah konsumen yang pernah membeli dan menggunakan produk Oriflame yang bertempat tinggal di Kota Denpasar. Objek dalam penelitian adalah suatu sifat dari obyek yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian memperoleh kesimpulan (Sugiyono, 2014). Objek penelitian ini adalah green marketing, brand image dan keputusan pembelian produk Oriflame di Kota Denpasar.

Variabel bebas: Green Marketing (X). Green marketing (X) dalam penelitian ini didefinisikan sebagai upaya untuk mendesain, mempromosikan, dan mendistribusikan produk yang tidak merusak lingkungan serta kemampuan mengaplikasikan alat-alat pemasaran untuk mencapai tujuan baik perusahaan

maupun individu (Lozada, 2000). Variabel mediasi: Brand Image (M). Brand image adalah kumpulan persepsi manusia terhadap sebuah merek yang saling berkaitan dalam pikiran manusia. Variabel terikat: Keputusan Pembelian (Y). Keputusan pembelian produk yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat kesetujuan responden atas keputusan pembelian terhadap produk-produk kecantikan dan kesehatan.

Data kuantitatif pada penelitian ini adalah hasil tabulasi tanggapan responden dari daftar pernyataan dalam kuisioner. Data kualitatif pada penelitian ini adalah pendapat responden terhadap pernyataan yang meliputi Green Marketing, Citra merek, dan Keputusan pembelian. Data primer pada penelitian ini adalah identitas pembeli produk Oriflame, jawaban dari responden terhadap setiap pernyataan dalam kuesioner. Data sekunder pada penelitian ini adalah data yang diperoleh dari tinjauan kepustakaan melalui literatur, jurnal-jurnal terkemuka, dan situs internet yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan masalah penelitian ini.

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pelanggan yang menggunakan produk Oriflame di Kota Denpasar.

Pada penelitian ini digunakan sebanyak 100 responden karena keterbatasan waktu penelitian, biaya - biaya dan pencarian responden yang menggunakan produk Oriflame. Dalam penelitian ini sampel diambil menggunakan teknik non

probability sampling. Teknik non probability sampling yaitu teknik yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2014). Teknik pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan maupun syarat-syarat tertentu Teknik penentuan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012:122).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan menggunaka kuesioner. Kuesioner yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan dalam bentuk daftar pertanyaan secara tertulis mengenai green marketing, kepedulian pada lingkungan dan niat pembelian produk ramah lingkungan. Metode kuesioner ini menggunakan skala likert. Skala likert merupakan suatu skala psikometrik dan digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, serta presepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian sosial. Menggunakan skala likert maka, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel, dijabarkan menjadi indikator yang dapat diukur dan indikator terukur inilah yang perlu dijawab responden (Sugiyono, 2012:133). Skala likert yang digunakan yaitu skor 1 untuk sangat setuju (SS) sampai dengan skor 5 untuk sangat tidak setuju (STS).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis jalur (path analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linier berganda, untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel yang berjenjang berdasarkan teori (Ghozali, 2011:249). Teknik analisis jalur akan

digunakan dalam menguji besarnya kontribusi yang dinyatakan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur hubungan kausal atau sebab akibat yang tercipta dari variabel eksogen terhadap variabel endogen. Pada dasarnya perhitungan koefisien jalur membutuhkan perhitungan dari analisis korelasi dan regresi yang kemudian dituangkan dalam software berupa SPSS for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Kaiser Meyer Olkin digunakan untuk mengetahui kecukupan sampel. Analisis faktor dianggap layak besaran KMO memiliki nilai minimal 0,5.

Tabel 1.

Hasil Uji KMO

No

Variabel

KMO

1

Green Marketing (X)

0,792

2

Brand Image (Y1)

0,642

3

Keputusan Pembelian (Y2)

0,789

Sumber : Data Sekunder diolah, 2017

Hasil uji yang ditunjukan dalam Tabel 1 memperlihatkan semua variabel memiliki KMO > 0,5. Hal ini menyimpulkan bahwa masing-masing variabel memiliki kecukupan sampel untuk analisis faktor.

Kelayakan model uji faktor untuk masing-masing variabel dapat dilihat dari nilai Measures of Sampling Adequancy (MSA). Nilai MSA yang diperoleh dari masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel berikut. Pada Tabel Nilai MSA masing-masing variabel lebih besar dari 0,5. Hal ini berarti masing-masing model layak digunakan dalam analisis faktor.

Tabel 2.

Nilai MSA

No

Variabel

Nilai MSA

X1.1

0,776

X1

X1.2

0,758

X1.3

0,817

X1.4

0,831

Y1.1

0,602

Y1.2

0,637

Y1.3

0,729

Y1

Y2.1

0,801

Y2.2

0,780

Y2

Y2.3

0,823

Y2.4

0,796

Y2.5

0,755

Sumber: Data Sekunder diolah, 2017

Tabel 3.

Nilai Percentage of Variance

No

Variabel

Persentage of Variance

1

X

Green Marketing

64,660

2

Y1

Brand Image

65,099

3

Y2

Keputusan Pembelian

63,144

Sumber: Data Sekunder diolah, 2017

Pada Tabel 3 nilai Persentage of Variance masing-masing variabel sudah lebih besar dari 60 persen. Hal ini berarti faktor dari masing-masing variabel memiliki kelayakan untuk menjelaskan variabel faktornya.

Pengujian data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis jalur (Path Analysis), dimana analisis jalur adalah perluasan dari analisis regresi linear berganda untuk menguji hubungan kausalitas antara 2 atau lebih variabel. Tahapan melakukan teknik analisis jalur yaitu :

Tabel 4.

Hasil Analisis Jalur 1

Model

Unstandardized        Standardized

Coefficients          Coefficients

B        Std. Error          Beta            t          Sig.

1        (Constant)

4.254           .791                       5.375       .000

Green Marketing

.518            .052             .710       9.983        .000

R1 Square F Statistik Signifikansi

0,504

99,664

0,000

Sumber: Data Sekunder diolah, 2017

Y1 = β1 X + e1

Y1 = 0,710X + e1

Tabel 5.

Hasil Analisis Jalur 2

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1        (Constant)

-.831

1.063

-.782

.436

Green Marketing

.490

.087

.374

5.632

.000

Brand Image

1.042

.119

.581

8.744

.000

R2 Square F Statistik Signifikansi

0,787

179,620

0,000

Sumber: Data Sekunder diolah, 2017

Y2 = β1X + β2Y1 + e2

Y2 = 0,374 X + 0,581 Y1 + e2

Berdasarkan model substruktur 1 dan substruktur 2, maka dapat disusun

model diagram jalur akhir. Sebelum menyusun model diagram jalur akhir, terlebih

dahulu dihitung nilai standar eror sebagai berikut :

Pei =Jl-Ri2

Pe1 =√1≡Λ∕ = √1 – 0,504 = 0,704

Pe2 =√ι→7 = √1 – 0,787 = 0,461

Berdasarkan perhitungan pengaruh error (Pei), didapatkan hasil pengaruh

error (Pe1) sebesar 0,704 dan pengaruh error (Pe2) sebesar 0,461. Hasil koefisien determinasi total adalah sebagai berikut :

m = 1 – (Pe1)2 (Pe2)2

= 1 – (0,704)2 (0,461)2

= 1 – (0,495) (0,212)

= 1 – 0,105 = 0,895

Nilai determinasi total sebesar 0,895 mempunyai arti bahwa sebesar 89,5% variasi Keputusan Pembelian dipengaruhi oleh variasi Green Marketing dan Brand Image, sedangkan sisanya sebesar 10,5% djelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh Green Marketing terhadap Brand Image diperoleh nilai Sig. t sebesar 0,000 dengan nilai koefisien beta 0,710. Nilai Sig. t 0,000 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini mempunyai arti bahwa Green Marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Image.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh Green Marketing terhadap Keputusan Pembelian diperoleh nilai Sig. t sebesar 0,000 dengan nilai koefisien beta 0,374. Nilai Sig. t 0,000 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini mempunyai arti bahwa Green Marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh Brand Image terhadap Keputusan Pembelian diperoleh nilai Sig. t sebesar 0,000 dengan nilai koefisien beta 0, 5811. Nilai Sig. t 0,000 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini mempunyai arti bahwa Brand Image berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian.

Tabel 6.

Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung serta Pengaruh Total

Green Marketing (X), Brand Image (Y1), dan Keputusan Pembelian (Y2)

Pengaruh Variabel

Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak Langsung Melalui Brand Image (Y1) (β1 xβ3)

Pengaruh Total

X → Y1

0,710

0,701

X → Y2

0,374

0,407

0,781

Y1 → Y2

0,581

0,581

Sumber: Data Sekunder diolah, 2017

Uji sobel merupakan alat analisis untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel independen dengan variabel dependen yang dimediasi oleh variabel mediator. Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut dan dapat dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007. Bila nilai kalkulasi Z lebih besar dari 1,96 (dengan tingkat kepercayaan 95 persen), maka variabel mediator dinilai secara signifikan memediasi hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas.

ab

i        ……………………… (2)

Jb2⅛+α2s+⅛

Sig = (1-NORMDIST(Z)) +2))………………..(3)

Keterangan :

a = 0,710

Sa= 0,052

b = 0,581

Sb = 0,119

Z =                   0,710 . 0,581

√(0,581)2 (0,052)2 + (0,710) 2 (0,119)2 + (0,052) 2(0,119) 2

Z =          0,41251

√0,00091 + 0,00714 + 0,00004

Z = 0,41251 0,00809

Z = 4,58

Tabel 7 Hasil Uji Sobel

Nilai Z                                       Sig

4,58                                     0,000

Sumber: Data Sekunder diolah, 2017

Berdasarkan hasil Uji Sobel pada Tabel 7 menunjukkan bahwa hasil tabulasi Z = 4,58 > 1,96 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti variabel mediator yakni Brand Image dinilai secara signifikansi memediasi hubungan antara Green Marketing terhadap Keputusan Pembelian.

Hasil ini menunjukan bahwa koefisien beta sebesar 0,710 dengan tingkat signifikan sebesar 0,001 (kurang dari 0,005) memiliki arti bahwa H1 diterima. Hasil Penelitian ini mengindikasikan bahwa variabel green marketing berpengaruh signifikan terhadap brand image. Hal ini menunjukkan semakin baik penerapan green marketing yang dilakukan maka semakin baik brand image yang dapat ditanamkan di benak konsumen produk Oriflame, sehingga mampu mendorong konsumen untuk membeli produk Oriflame karena sadar dengan brand image Oriflame yang ramah lingkungan. Hasil ini mengindikasikan bahwa hipotesis 1 terdukung.

Temuan ini juga sekaligus memperkuat hasil penelitian yang diperoleh Iwan (2013) menyatakan bahwa green marketing berpengaruh positif terhadap brand image. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rehman (2014)

yang menyatakan bahwa pemasaran ramah lingkungan menunjukkan kesadaran besar antar pelanggan dan menunjukkan bahwa pembeli bersedia membayar untuk produk ramah lingkungan. Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Kurniawati (2011) juga menunjukan bahwa green marketing dapat berperan dalam pembentukan brand image yang mengacu pada lingkungan. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2009) yang menemukan bahwa pemasaran berbasis lingkungan sangat berpengaruh terhadap brand image atau citra merek suatu produk. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan green marketing berkaitan dengan adanya produk ramah lingkungan yang secara tidak langsung membangun citra di benak konsumen. Wang et al. (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa green marketing dapat mempengaruhi brand image baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui green cognition.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai koefisien beta sebesar 0,374 dengan tingkat signifikan 0,000 (kurang dari 0,05) memiliki arti bahwa H1 diterima. Sehingga dari nilai signifikan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil variabel green marketing berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk Oriflame di Kota Denpasar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik perusahaan menerapkan green marketing kepada produk Oriflame, maka semakin kuat keputusan konsumen yang sadar dengan lingkungan untuk membeli produk Oriflame tersebut. Hasil ini mengindikasikan bahwa hipotesis 2 terdukung

Hasil ini sekaligus memperkuat penelitian dari Candra (2012) menyatakan bahwa bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi, dan saluran distribusi mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian.

Keputusan pembelian diindikasikan sebagai keputusan aktual dan frekuensi pembelian merupakan perilaku yang ditunjukkan atau tindakan nyata yang dilakukan oleh individu (Lozada, 2000:25). Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen ini dilakukan dengan mempertimbangkan atribut-atribut yang ditawarkan oleh perusahaan (Tan, 2011). Haryoso (2010) menyatakan bahwa green marketing mempengaruhi keputusan seseorang dalam membeli suatu produk. Haryadi (2009) menyatakan bahwa indikator pengukuran green marketing berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian.

Nadya (2011) menunjukkan bahwa bauran pemasaran dengan variabel product, price, place, dan promotion secara simultan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Silvia (2014) yang menyebutkan bahwa Green Marketing berpengaruh signifikan secara langsung dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian. Temuan ini juga menguatkan pendapat Risyamuka (2014) bahwa variabel produk, promosi, harga, dan tempat memiliki pengaruh yang positif dan signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai koefisien beta sebesar 0,581 dengan tingkat signifikan 0,000 (kurang dari 0,05) memiliki arti bahwa H1 diterima. Sehingga dari nilai signifikan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil variabel brand image berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk Oriflame di Kota Denpasar. Sehingga semakin positif citra merek suatu brand akan dapat memperkuat keputusan pembelian produk yang dilakukan oleh konsumen. Hasil ini mengindikasikan bahwa hipotesis 3 terdukung.

Hasil penelitian yang sama juga diungkapkan oleh Malik et al. (2013) menemukan bahwa brand image mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan dengan keputusan pembelian konsumen. Penelitian Goseldia (2011) yang meneliti tentang analisis pengaruh interaksi harga dan citra merek terhadap keputusan pembelian produk Blackberry di Kota Semarang, menemukan bahwa citra merek berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian Fianto (2014) menunjukan bahwa citra merek memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku membeli. Sejalan dengan penelitian Sagita (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa brand image berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Uji hipotesis yang dilakukan oleh Apriyani (2013) menemukan pengaruh positif dan signifikan antara citra merek dan keputusan pembelian ulang produk pizza Hut di Kota Padang. Semakin tinggi citra merek maka akan berpegaruh terhadap keputusan pembelian yang berlanjut.

Hasil penelitian ini menunjukan hasil Uji Sobel pada Tabel bahwa hasil tabulasi Z memperoleh nilai 4,58 > 1,96 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti variabel mediator yakni brand image dinilai secara signifikansi memediasi hubungan antara green marketing terhadap Keputusan Pembelian. Hal ini mengindikasikan bahwa hipotesis 4 terdukung.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian Peter dan Olson (2013) juga menyatakan bahwa struktur keputusan pembelian suatu produk dapat dipengaruhi dengan terbentuknya brand image (citra merek) yang baik. Perusahaan harus mampu membangun brand image yang baik kepada konsumen agar mampu meningkatkan nilai jual serta menciptakan keputusan pembelian yang

lebih besar sehingga selain keuntungan yang akan didapatkan perusahaan lebih besar, hubungan antara konsumen dan produsen akan terjalin dengan baik. Penelitian yang sama dari Istantia (2016) memperoleh hasil yang semakin menunjukan keterkaitan antara 3 variabel yang diteliti dalam model penelitian ini. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan, dapat ditarik beberapa simpulan bahwa Green marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand image. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin baik perusahaan menerapkan konsep green marketing, maka kesan konsumen terhadap produk tersebut akan semakin baik. Green marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan meningkatkan penerapan strategi 4p pada suatu produk dalam melakukan promosi akan berdampak pada keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.

Brand image berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa brand image perusahaan yang baik akan mendorong konsumen untuk meningkatkan keputusan pembelian terhadap suatu produk tersebut akan semakin tinggi, dan sebaliknya semakin lemah brand image suatu produk, maka potensi terjadinya suatu keputusan pembelian oleh konsumen akan mudah menurun.

Brand image mampu memediasi pengaruh green marketing terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jika brand image yang dimiliki oleh produk atau jasa semakain baik maka dapat berpengaruh terhadap green marketing dalam memutuskan pembelian terhadap suatu produk.

Berdasarkan simpulan yang didapat, saran-saran yang dapat diberikan adalah Bagi pihak Oriflame, sebaiknya Oriflame lebih meningkatkan cinta terhadap lingkungan dan peduli masalah sosial agar konsumen semakin menyukai produk oriflame. Kepada perusahaan Oriflame juga sebaiknya lebih berinovasi agar produk Oriflame memiliki ciri khas yang berbeda dari pesaingnya untuk meningkatkan nilai penjualan. Sebaiknya perusahaan Oriflame untuk terus meningkatkan kualitas produknya lebih baik agar konsumen dapat terus membeli produk Oriflame karena, memiliki kualitas yang lebih dari para pesainya. Dengan terus meningkatkan kualitas produknya dan selalu mengkampanyakan bahwa produk Oriflame merupakan produk yang ramah lingkungan dapat meningkatkan penjualan produk Oriflame.

Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperluas ruang lingkup penelitian dengan pelanggan yang tersebar di berbagai wilayah, baik dalam skala regional maupun nasional. Peneliti selanjutnya juga dapat mengubah objek penelitian, dengan perusahaan atau bidang yang lain serta peneliti perlu mempertimbangkan penggunaan variabel lain sehingga dapat memperkaya informasi yang diperoleh guna meningkatkan keputusan pembelian produk.

REFERENSI

Aaker, D. 1991. Managing Brand Equity Across Product And Markets. California Management Review, pp: 102-120.

Agustin, D. 2009. Analisis Penerapan Pemasaran Hijau (Green Marketing) untuk Meningkatkan Brand Image Produk Ramah Lingkungan pada Prigel Art & Gallery Arjosari, Malang. Tesis. Malang: Universitas Brawijaya.

Apriyani, Y. 2013. Pengaruh Brand Image, harga dan Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Pizza hut di Kota Padang . Jurnal Manajemen, 2(1), pp: 1-10

Bibby, D. 2009. Brand Image, Equity, and Sport Sponsorship. Advances in Culture, Tourism and Hospitality Research, Emerald Group Publishing Limited, 3(2), pp: 21-99.

Byrne, M. 2003. Understanding Consumer Preferences Across Environmental Marketing Mix Variations. OIKOS University of Newcastle.

Chen, Y. 2010. The Drivers Of Green Brand Equity: Green Brand Image, Green Satisfaction, And Green Trust. Journal of Business Ethics, 93(2), pp: 307– 319.

Ferrinadewi, E. 2008. Merek Dan Psikologi Konsumen Implikasi Pada Strategi Pemasaran. Edisi Pertama. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Fianto, A. 2014. The Influence of Brand Image on Purchase Behavior Through Brand Trust. Business Management and Strategy, 5(2), pp: 59-79.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Kedua. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Goenadhi, L. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Keputusan Pembelian Mobil Toyota Avanza Di Kota Banjarmasin. Jurnal Manajemen dan Akuntansi. 12(2), pp: 155-162. STIE Indonesia Banjarmasin. Banjarmasin.

Goseldia, O., Hidayanti, R. 2011. Analisis Varian Pengaruh Interaksi Harga dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Haryadi, R. 2009. Pengaruh Strategi Green Marketing Terhadap Pilihan Konsumen Melalui Pendekatan Marketing Mix. Journal of Economic and Business. 4(7), pp:52-72.

Haryoso, P. 2010. Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Bauran Pemasaran Terhadap Loyalitas Anggota Dengan Kepuasan Anggota Sebagai Variabel Intervening. Journal of Service Marketing, 7(1), pp: 66-79.

Iwan., Cindy Y. 2013. Pengaruh Sikap terhadap Green Advertising pada Brand Image the Body Shop Antara konsumen Domestik dan Asing. Jurnal JIBEKA, 7(3), pp: 5-10

Junaedi, M., Shellyana. 2005. Pengaruh Kesadaran Lingkungan Pada Niat Beli Produk Hijau: Studi Perilaku Konsumen Berwawasan Lingkungan. Benefit, 9(2), pp:189-201.

Kalafatis, S., Pollard, M., East, R., Tsogas. 1999. Green marketing and Ajzen’s theory of planned behaviour: a cross-market examination. Journal of Consumer Marketing, 16(5), pp:441-60.

Kotler, P., Kevin K. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi ke 13. Diterjemahkan oleh Bob Sabran. Jakarta: Erlangga

Kotler, P., Armstrong. 2012. Principles of Marketing. 14th ed. New Jersey: Prentice Hall.

Kotler, P., Kevin, K. 2008. Manajamen Pemasaran, Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Kurniawati, I. 2011. Penerapan Green Marketing Untuk Membentuk Brand Image Pada Upaya Membentuk Corporate Image Go Green. Skripsi tidak Dipublikasikan.

Kusumastuti, Y.I. (2011). Komunikasi Bisnis. Bogor : IPB Press

Latan, H. 2012. Structural Equation Modeling: Konsep dan Aplikasi Menggunakan Program LISREL 8.80. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Lee, K. 2009. Gender differences in Hong Kong adolescent consumers’ green purchasing behavior. The Journal of Consumer Marketing, 26(2), pp:87-96.

Lozada, H.R. 2000. Ecological Sustainability and Marketing Strategy: Review and Implication. Seton: Hall University.

Manongko, Allen A. CH. 2011. Green Marketing Dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Melalui Minat Membeli Produk Organik (Studi Pada Pelanggan Produk Organik di Kota Manado). Tesis. Malang: Universitas Brawijaya.

Malik, M. E., Ghafoor, M. M., Igbal, H. K., Ali, Q., Hunbal, H., and Noman, M. 2013. Impact of Brand Image and Advertisemen on Consumer Buying Behavior. World Applied Sciences Journal, 23(1), pp: 117-122

Menon, A., Menon, A. 1997. Enviropreneurial Marketing Strategy: The Emergence of Coorporate Environmentalism as Market Strategy. The Journal of Marketing, 6(1), pp:51 - 67.

Musay, F. 2013. Pengaruh Brand Imag terhadap Keputusan pembelian (Survei pada Konsumen KFC Kawi Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, 3(2), pp: 1-7

Mustikarillah, R. 2011. Pengaruh Brand Image Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Mobil Toyota Rush Pada PT. Hadji Kalla Di Makassar. Skripsi. Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Hasanudin

Nadya, T. 2011. Analisis Perilaku konsumen Kota Bogor terhadap Produk Kosmetik hijau. Jurnal Manajemen Agribisnis, 5(1), pp:16-22.

Narjono, A. 2012. Atribut Produk sebagai Dasar Pembelian Susu (Studi pada Swalayan Singosari Kabupaten Malang). Ekonomika Jurnal Ekonomi, 5(1), pp:6-11.

Nilasari, N. P. H., Kusumadewi, N. 2016. Peran Sikap Dalam Memediasi Pengaruh Kepedulian Lingkungan Terhadap Niat Beli Kosmetik Hijau Merek The Body Shop. E-Journal Universitas Udayana, 5 (1), pp: 121148.

Peter, Paul J., Jerry C. Olson. 2013. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Alih Bahasa: Diah Tantri Dwiandani. Jilid Ed. 9. Jakarta: Salemba Empat.

Polonsky, M., Carlson, L., Grove, S., Kangun, N. 1997. International Environmental Marketing Claims – Real Changes Or Simple Posturing. International Marketing Review, 14(4), pp: 218–232.

Putripeni M., Suharyono., Kusumawati, A. 2014. Pengaruh Green Marketing Terhadap Brand image dan Keputusan Pembelian (Studi pada Konsumen The Body Shop Mall Olympic Garden Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, 10(1), pp:1-10

Risyamuka., I., Kastawan, M. 2014. Pengaruh Green Marketing Terhadap Keputusan Pembelian Produk Hijau di Restoran Sari Organik Ubud. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 4 (2), pp: 524-543

Romadon, Y., Yusri A. 2014. Pengaruh Green Marketing terhadap Brand Image dan Struktur Keputusan Pembelian. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). 15(1), pp:1-7

Sagita, F. E. 2013 Pengaruh Brand Image dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Produk kentuky Fried Chicken (KFC) di Cabang bakso Grand Mall. Jurnal Manajemen, 2(2), pp: 1-8.

Saputri, M., Pranata, T. 2014. Pengaruh Brand image Terhadap Kesetiaan Pengguna Smartphone Iphone. Jurnal Sosioteknologi, 13(3), pp:193-200

Setiadi, N. 2003. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian pemasaran. Jakarta: Prenada Media

Silvia, F. 2014. Pengaruh Pemasaran Hijau terhadap Citra Merek serta Dampaknya pada Keputusan Pembelian. Jurnal Administrasi Bisnis, 14(1), pp: 1-9.

Suciningtyas, W. 2012. Pengaruh Brand Awareness, Brand Image dan Media Komunikasi Terhadap Keputusan Pembelian. Management Analysis Journal, 1(1), pp:1-8.

Sutisna., Teddy P. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis Kuantitatif, Kualitatif & R&D. Bandung : CV. Alfabeta

Tan, Erwin R, 2011. Faktor Harga, Promosi, & Pelayanan Terhadap Keputusan Konsumen Untuk Belanja di Alfamart Surabaya. Jurrnal Kewirausahawan. 5(2), pp: 25-30.

Wang, Ya-hui. Ssu-Ting C., Nai-Ning Chen., 2016. An Empirical Study of the Effect of Green Marketing on Purchase Intention - Evidence from Green Restaurant. Advances in Management & Applied Economics, 6(4), pp: 114

Walley, Keith., Paul C., Sam T. 2007. The importance of brand in the industrial purchase decision: a case study of the UK tractor market. Journal of Business & Industrial Marketing, 22(6), pp: 383-393

Xian, Gou Li. 2011. Corporate, Product, and User Image Dimension and Purchase Intentions. Journal of Computers, 6(1): 1875-1879.

Yoestini., dan Rahma E. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Citra Merek Terhadap Minat Beli dan Dampaknya Pada keputusan Pembelian (

Study pada Pengguna telepon Seluler Merek sony Ericson Di Kota Semarang). Jurnal Sains Pemasaran Indonesia , 6(3), pp: 261-276

Zeithaml, V. 1988. Consumer Perceptions of Price, Quality, and Value: A MeansEnd Model and Synthesis of Evidence. Journal of Marketing, 52(3), pp: 222.

http://indonesiakosmetikoriflame.blogspot.co.id/2012/03/sejarah-oriflame.html diunduh 8 juni 2017

http://nerbisnissaja.blogspot.co.id/2014/02/keunggulan-oriflame.html diunduh 8 juni 2017

6060