FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CUSTOMER SWITCHING DARI TAKSI KONVENSIONAL KE TAKSI ONLINE
on
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 6, No. 10, 2017: 5460-5488
ISSN : 2302-8912
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CUSTOMER SWITCHING DARI TAKSI KONVENSIONAL KE TAKSI ONLINE
Jefri Eko Juniawan1
2
A.A. Gede Agung Artha Kusuma2
1,2Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana e-mail: jefrieko@student.unud.ac.id
ABSTRAK
Sharing Economy adalah konsep bisnis yang menawarkan kerjasama dengan masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, konsep tersebut sudah dilakukan oleh Taksi Online seperti GrabCar, Uber, dan GoCar. Hal tersebut menyebabkan terjadinya Customer Switching dari taksi konvensional ke taksi online. Konsep bisnis seperti ini seharusnya dimanfaatkan bukan dipermasalahkan.Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi Customer Switchingdari taksi konvensional ke taksi online. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 182 respondendengan menggunakan teknik non probability sampling, khususnyapurposive sampling. Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan teknik analisis Confirmatory Factor Analysis (CFA).Hasil penelitian menemukan delapan faktor pembentuk Customer Switching yang diteliti tereduksi menjadi lima faktor yang membentuk Customer Switching dari Taksi Konvensional ke Taksi Online, yaitu Pricing, Core service failure, Service encounters failure, Employee responses to service failure, dan ethical problems.
Kata Kunci: Jasa, Sharing Economy, Customer Switching,Pricing, Inconvenience
ABSTRACT
Sharing Economy is business concept that offering cooperation with to societies to utilize a resources that we have, the concept. Have done by online taxi like as Grabcar, Uber, and Gocar.It’s motivate to customer switching from convensional taxi toonline taxi. This business concept must be exploit not be a problem. This research have a goals to know what’s are the factor that influence the customer switching from conventional taxi to online taxi. Adding totaling of sample that used are 182 respondents with technology non probability sampling usage, expexially purposive sampling. Collected and processed data use Confirmatory Factor Analysis (CFA) technology. The result researching find and factor customer switching shaper that researched and reduced because five factors that make a customer switching from conventional taxi to online taxi, are Pricing, Core service failure, Service encounters failure, Employee responses to service failure, andEthical Problems.
Keyword: Services, Sharing Economy, Customer Switching,Pricing, Inconvenience
PENDAHULUAN
Konsep Sharing Economy adalah untuk berbagi kebutuhan atau kepentingan masyarakat serta untuk bertukar aset lebih sedikit berwujud seperti waktu, ruang, keterampilan, dan uang (Benkler, 2004). Istilah Sharing Economy masih terdengar asing bagi masyarakat Indonesia. Pada dasarnya, layanan berbasis Sharing Economy mengajak masyarakat sebagai mitra kontraktor dengan konsep bagi hasil (Karimuddin, 2015).Sharing Economy merupakan sebuah konsep bisnis yang memberikan akses terhadap sumber daya yang dimiliki perorangan atau perusahaan untuk dimanfaatkan atau dikonsumsi bersama dengan orang lain (Rakhmi Annisawati, 2015). Sharing Economy adalah mengambil jalan yang berbeda (Darcy Allen, 2015). Studi saat ini bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam arah ini dengan memperkenalkan heterogenitas pelanggan karakteristik hubungan mereka (kedalaman, panjang dan lebarnya) ke dalam analisis kecenderungan pelanggan untuk beralih penyedia layanan (Lopez et al., 2006). Sharing Economy sebagai calon kontributor yang signifikan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Bonciu and Cristina, 2016).Berbisnis dengan basis Sharing Economy adalah salah satu strategi yang dapat dimaksimalkan.Sharing Economy telah berkembang dari sebuah fenomena kecil untuk bisnis yang cukup besar dalam dirinya sendiri (Winterhalter, et al., 2015).
Hasil survei www.dailysocial.net (2015) menyatakan secara umum respon masyarakat positif terhadap layanan berbasis sharing economy ini. Lebih dari 97,3% dari 852 responden mendukung dengan asumsi layanan seperti ini bisa menggerakkan ekonomi masyarakat.Sementara ketika ditanya bagaimana seharusnya pemerintah
bersikap sebagai regulator, responden kembali kompak dengan 96,48% dari 852 responden berharap pemerintah bakal mengeluarkan peraturan yang mengakomodasi layanan seperti ini (Karimuddin, 2015).
Konsep Sharing Economy diterapkan oleh taksi online (Uber, GrabCar, GoCar dan taksi online lainnya). Akan tetapi, hadirnya taksi online tersebut menimbulkan polemik dengan taksi konvensional. Hal tersebut dikarenakan Crew taksi konvensional merasa Crew taksi online merebut Customer mereka. Polemik yang berkepanjangan antara pengelola angkutan transportasi darat adalah masih besarnya kebutuhan masyarakat pengguna angkutan publik berbasis aplikasi online yang merupakan pesaing berat taksi konvensional (Budiartie, 2016). Namun, bagi pelanggan hadirnya Taksi Online membuat mereka dihadapkan dengan dua pilihan yaitu tetap pada taksi konvensional atau tidak. Keputusan tersebut adalah sepenuhnya hak pelanggan. Kepuasan pelanggan memiliki perhatian terbesar dalam hal retensi pelanggan dan loyalitas. Kepuasan pelanggan adalah konsep subjektif, oleh karena itu, tunduk pada interpretasi yang berbeda (Abdel hamid Saleh et al., 2015).
Hadirnya layanan Taksi Online juga berdampak terhadap merosotnya kinerja Taksi Konvensional. Pada kuartal III-2016, Express merugi Rp 81,9 miliar dari sebelumnya untung sekitar Rp 11 miliar. Blue Bird meskipun masih memperoleh laba bersih Rp 360,9 miliar tapi angkanya menurun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (Widyanita, 2016). Hal tersebut dikarenakanCustomer memilih untuk berpindah layanan dari taksi konvensional ke taksi online dengan alasan harganya lebih murah, jelas, dan tranparan.
Tabel 1
Perbandingan Harga Taksi Konvensional dengan Taksi Online
Parameter |
Keterangan |
UberX |
GrabCar |
GoCar |
Blu Bird |
Flag Down |
Tarif awal ketika masuk mobil |
IDR 3.000 |
IDR 10.000 |
IDR 10.000 |
IDR 6.500 |
Per Minute Rate Per Km |
Tambahan tarif setiap menit di |
IDR 300 IDR |
tidak ada |
tidak ada |
menunggu IDR 700/menit, |
dalam mobil Tamabahan tarif setiap km di |
IDR |
IDR |
macet IDR 350/menit IDR | ||
Rate |
2.001 |
3.500 |
3.500 |
3.500 | |
Minimum |
perjalanan Tarif minimal |
IDR |
IDR |
IDR |
IDR |
Fare |
pembayaran |
3.000 |
10.000 |
10.000 |
30.000 |
Cancellation Fee Surge Cap |
Tarif pembatalan Tarif pengali maksimal untuk tarif yang |
IDR 30.000 tidak ada |
tidak ada IDR 5 |
tidak ada tidak ada |
tidak ada tidak ada |
Fluctuative |
diterapkan Perubahan tarif dengan yang |
mungkin terjadi jika ada |
tidak ada |
tidak ada |
tidak ada fare |
fare |
tertera di aplikasi |
kemacetan parah |
estimation |
Sumber: www.triskaidekaman.com (2016)
Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa taksi online memang lebih murah daripada taksi konvensional. Akan tetapi, tidak semua konsumen taksi online mempertimbangkan tarif untuk berpindah layanan. Ada juga faktor keamanan dan fasilitas lain yang diinginkan konsumen. Pada era saat ini semua orang ingin segala sesuatu yang praktis mudah dan murah. Seperti halnya kendaraan umum, masyarakat akan lebih memilih kendaraan yang mudah dan murah (Farokhah Niswah, 2016). Hal tersebut tentunya dapat dipenuhi oleh taksi online.
Perusahaan penyelenggara taksi online, misalnya Uber, GrabCar, GoCar dan sejenisnya ternyata tak hanya menawarkan tarif yang lebih murah, akan tetapi juga sejumlah kemudahan lain bagi konsumen. Sistem taksi online yang mengakomodir
gaya hidup modern saat ini yaitu penggunaan teknologi. Calon pengguna tinggal mendownload aplikasi Taksi Online di OS Andorid atau IOS. Kemudian instal aplikasi tersebut pada Smartphone.Setelah terinstal, Customer buka aplikasi dan registrasi untuk kemudian melakukan pemesanan sekaligus memantau status pemesanannya. Dalam salah satu situs resmi taksi online www.grab.com (2016) menjelaskan beberapa kualitas yang diberikan: Adapun kualitas tersebut adalah tarif pasti, terlindungi asuransi, pengemudi yang terlatih, pembayaran non tunai.
Peneliti melihat terjadi Customer Switching pada konsumen taksi konvensional ke taksi online. Customer Switching adalah perilaku di mana konsumen meneruskan untuk menggunakan kategori jasa, tetapi mengganti dari penyedia jasa yang satu ke penyedia jasa lainnya (Keaveney, 1995). Dalam hal ini, penyedia jasa yang dimaksudkan adalah taksi konvensional yang masih menggunakan sistem offline dan taksi online yang menggunakan sistem online seperti Uber, GrabCar, dan taksi online lainnya. Customer Switching terjadi dikarenakan pelanggan merasa mendapat kepuasan dengan taksi online yang menawarkan kualitas yang lebih unggul daripada taksi konvensional.
Kualitas layanan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pelanggan, dan kepuasan pelanggan berpengaruh kuat terhadap loyalitas pelanggan terhadap sampel (Tu, et al., 2011). Dalam mengevaluasi kualitas dari suatu layanan, perusahaan tidak dapat menentukan baik atau buruknya suatu kualitas layanan berdasarkan perusahaan saja, akan tetapi harus memperhatikan dan mengetahui dari pelanggan juga. Dalam penelitian Aryani dan Rosinta (2010) menjelaskan kualitas yang rendah akan
menimbulkan ketidakpuasan pada pelanggan, tidak hanya pelanggan saja tapi juga berdampak pada orang lain.
Perilaku konsumen adalah tingkah laku konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, atau memilih produk atau jasa yang mereka inginkan (Ryatnasih, 2013). Menurut Anwar (2015) perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghasilkan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen sebagai disiplin ilmu pemasaran yang terpisah dimulai ketika para pemasar menyadari bahwa para konsumen tidak selalu bertindak atau memberikan reaksi seperti yang dikemukakan oleh (Schiffman and Kanuk, 2008:05). Perilaku konsumen dapat dikatakan adalah kegiatan-kegiatan individu secara langsung yang terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Basu dan Handoko, 2000:10). Mowen and Minor (2003:6) menyatakan bahwa perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang pembelian unit dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan konsumsi dan pertukaran barang, jasa, pengalaman, serta ide. Karena penting bagi bisnis untuk melakukan praktek-praktek bisnis yang berkelanjutan, mungkin juga menguntungkan konsumen untuk berlatih perilaku yang berkelanjutan (David Lee et al., 2016).
Pada era global seperti saat ini, sudah seharusnya perusahaan-perusahaan memiliki saluran sistem informasi yang bertujuan untuk memberikan informasi-informasi tentang bagaimana keadaan pasar, serta apa yang sedang dibutuhkan dan
disukai oleh pasar pada saat ini. Sehingga hal tersebut akan sangat membantu bagi perusahaan dalam memahami perilaku konsumennya. Menurut Dahmiri (2010) Konsumen telah menjadi pusat perhatian pemasaran, karena konsumenlah yang memutuskan apakah ia akan membeli atau tidak. Ada dua cara untuk menciptakan dan mempertahankan prestasi unggul dalam waktu yang lama. Pertama, beri perhatian luar biasa kepada pelanggan lewat pelayanan yang unggul. Menurut Syamsi (2008) pelayanan yang cepat tanggap merupakan bentuk pelayanan yang diharapkan oleh konsumen. Kedua, teruslah berinovasi. Melihat melalui penelitian yang masih ada, prediktor yang paling banyak digunakan dari niat perilaku konsumen adalah kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan (Zhang, 2015). Pendapat di atas menekankan betapa pentingnya konsumen untuk diperhatikan dan dilayani dengan sebaik-baiknya.
Perilaku konsumen dapat muncul karena adanya beberapa faktor, yang pertama adalah persepsi. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya, sehingga proses pemahaman ini akan mempengaruhi cara seseorang mengorganisasikan persepsinya (Wardhani, dkk., 2015). Kedua adalah preferensi yang merupakan pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi. Preferensi konsumen terhadap suatu produk akan terus berubah dari waktu ke waktu, sehingga penting bagi sebuah perusahaan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap suatu produk atau jasa untuk mengembangkan bisnisnya (Rahardjo, 2016). Menurut Putri dan Dadang (2014) Preferensi konsumen muncul dalam tahap evaluasi alternatif dalam proses keputusan pembelian, di mana dalam tahap tersebut konsumen dihadapkan dengan berbagai macam pilihan produk maupun jasa dengan berbagai macam atribut yang berbeda-beda. Dan ketiga adalah sikap, dimana sikap konsumen merupakan faktor penting dalam
mempengaruhi keputusan konsumen. Menurut Rico dan Hatane (2013) Sikap dikatakan penting karena tingkah laku akan menunjukan apakah konsumen menyukai suatu produk atau tidak.
Switchers yaitu para konsumen yang telah berpindah dari mengkonsumsi sebuah merek produk barang atau jasa untuk mengkonsumsi merek produk barang atau jasa lainnya (Ganesh et al., 2000). Perilaku Customer Switching adalah perilaku di mana konsumen meneruskan untuk menggunakan kategori jasa, tetapi mengganti dari penyedia jasa yang satu ke penyedia jasa lainnya (M. Keaveney, 1995). Pelanggan dapat beralih secara total atau sebagian ke penyedia layanan lain (Roos et al., 2004). Customer Switching dapat terjadi dikarenakan layanan yang diberikan badan usaha kepada pelanggan tidak dapat memenuhi harapan pelanggan, sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan layanan yang diberikan oleh badan usaha. Loyalitas pelanggan memainkan peran penting dalam kinerja perusahaan (Stan et al., 2013).
Ada konsensus umum dalam literatur pemasaran tentang pentingnya kepuasan pelanggan dalam keberhasilan bisnis (Srivastava and Bhatnagar, 2013). Kepuasan pelanggan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup badan usaha, karena apabila pelanggan merasa tidak puas akan berdampak sangat besar bagi badan usaha. Hal ini didukung oleh pendapat Lele and Sheth (1998) yang menyatakan bahwa membuat pelanggan merasa puas adalah perlahanan yang terbaik dalam menghadapi persaingan. Apabila pelanggan merasa puas dengan layanan yang diberikan oleh badan usaha dapat menimbulkan loyalitas pelanggan kepada badan usaha walaupun hubungannya tidak linier, di mana hal ini membawa dampak yang positif bagi kelangsungan hidup badan usaha. Loyalitas pelanggan merupakan tujuan inti dari perusahaan, hal ini dikarenakan dengan adanya loyalitas pelanggan sesuai dengan yang diharapkan, maka dapat
dipastikan perusahaan akan meraih keuntungan (Rachmawati, 2010). Menurut Smith and Wright (2004) loyalitas pelanggan adalah suatu bentuk keterikatan yang baik antara konsumen dengan perusahaan.
Menurut M. Keaveney (1995) pindahnya pelanggan ke badan usaha jasa lain dimungkinkan oleh adanya kejadian, kombinasi, kejadian atau serangkaian kejadian yang dialami pelanggan. Setelah mengalami kejadian tersebut, pelanggan memutuskan pindah ke badan usaha jasa lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Susan M. Keaveney, (1995), Customer Switching disebabkan oleh delapan faktor utama yaitu: Pricing, Inconvenience, Core service failure, Service encounters failure, Employee responses to service failure, Attraction by competitors, Ethical problems, andInvoluntary switching and seldom-mentioned incidents. Berdasarkan delapan faktor tersebut, peneliti mengharapkan faktor-faktor tersebut akan dikelompokkan menjadi beberapa faktor baru yang mempengaruhi Customer Switching dari taksi konvensional ke taksi online, sehingga dapat mewakili kedelapan faktor tersebut.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitaif, dengan bentuk asosiatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non probabilty sampling yaitu Purposive Sampling. Penelitian ini dilakukan di beberapa kota-kota besar yang terletak di Indonesia. Mengingat tempat beroperasi Taksi Online adalah di kota besar. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah perilaku Customer Switching dari Taksi Konvensional ke taksi Online.Populasi untuk penelitian ini adalah konsumen taksi onlineyang pernah menggunakan jasa taksi konvensional.
Variabel independen yang terdapat dalam penelitian ini adalah core service failure, response to service failure, service encounter failures, pricing, inconvenience, ethical problems, competitors, invonluntary switching.Sedangkan Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Customer Switching Behavior.
Penelitian ini menggunakan analisis faktor dengan pendekatan Confirmatory Factor Analysis. Confirmatory Factor Analysis digunakan apabila faktor yang terbentuk telah ditetapkan terlebih dahulu. Asumsi mendasar yang harus digarisbawahi dalam analisis yang akan digunakan pada penelitian ini adalah variabel-variabel yang dianalisis memiliki keterkaitan atau saling berhubungan karena analisis faktor berusaha mencari common dimension (kesamaan dimensi) yang mendasari variabel-variabel tersebut (Yamin dan Kurniawan, 2014).
Teknik Confirmatory Factor Analysis (CFA) ditujukan untuk mengestimasi measurement model, menguji unidimensionalitas dari konstruk-konstruk eksogen dan endogen. Model CFA dari masing-masing variabel penelitian, yaitu Pricing, Inconvenience, Core service failure, Service encounters failure, Employee responses to service failure, Attraction by competitors, Ethical problems, andInvoluntary switching and seldom-mentioned incidents. Penggunaan analisis faktor melewati beberapa tahap, yaitu Kaiser Meyer Olkin (KMO) dimana pada tahap ini menunjukan validitas konstruk dari analisis faktor. KMO minimal 0,5 dan nilai KMO dibawah 0,5 menunjukan bahwa analisis faktor tidak dapat digunakan. Faktor dipertimbangkan apabila eigen value bernilai lebih dari satu dan varian kumulatifnya minimal 60 % untuk penelitian-penelitian ilmu social (Latan, 2012:46). Tahap kedua adalah
Measures.of.Sampling.Adequancy.(MSA) dimana pada tahap ini menunjukan kelayakan.model uji faktor untuk masing-masing variabel yang dapat dilihat dari nilai Measures of Sampling Adequancy (MSA). Nilai MSA masing-masing variabel lebih besar dari 0,5. Hal ini berarti masing-masing model layak digunakan dalam analisis faktor. Tahap ketiga, Nilai PCA (Comunalities) dimana pada tahap ini jumlah varian yang diberikan tiap-tiap butir dengan butir Iain yang dipertimbangkan. Koefisien communality tersebut cukup efektif apabila bernilai 50 %. Apabila terdapat communality < 50 %, maka harus dipertimbangkan besarnya muatan faktor. Tahap keemapat adalah Total Variance Explained, dimana pada tahap ini hasil. Total Variance Explained menjelaskan kemampuan dari masing-masing faktor untuk menjelaskan.variasinya. Jika.masing-masing variabel.sudah lebih besar dari 60%. Hal ini berarti faktor dari masing-masing.variabel memiliki.kelayakan untuk menjelaskan variabel faktornya. Dan tahap kelima adalah Loading Faktor (Component matrix), dimana pada taha ini loading factor adalah koefisien yang menerangkan tingkat hubungan indikator dengan variabel laten. Secara umum, semakin tinggi loading factor akan semakin baik, dan nilai di bawah 0,30 tidak ditafsirkan. Sebagai aturan umum, loading di atas 0.71 sangat sangat baik, 0.63 sangat baik, 0..55 baik, 0.45 fair, dan 0.32 poor (Tabachnick and Fidell, 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik responden dari penelitian ini jumlah laki-laki dengan perempuan hamper sama yaitu 45,60 persen dan 54,40 persen. Berdasarkan tingkat pendidikan, menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah sarjana dengan persentase sebesar
69,78 persen, SLTA/Sederajat sebesar 19,78 persen, Pascasarjana sebesar 5,49 persen, dan Diploma sebesar 4,95 persen. Mayoritas adalah sarjana dikarenakan lulusan tersebut tingkat mobilitasnya lebih tinggi sehingga terkadang memerlukan transportasi yang lebih praktis serta lulusan sarjana rata-rata sudah bekerja dengan penghasilan yang terbilang cukup dan dapat menyisihkan untuk pemesanan Taksi. Pengelompokan berikutnya berdasarkan usia menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah berusia 17-23 tahun dengan persentase sebesar 68,68 persen, 24-29 sebesar 21,98 persen, 30-35 sebesar 6,04 persen, dan 36 ke atas sebesar 3,30 persen. Mayoritas pelanggan adalah pemuda dengan rentan usia 17-23, ini dikarenakan gadget yang digunakan sebagai perantara pemesanan taksi online bukanlah hal baru, pada usia tersebut sangatlah friendly bagi mereka dengan pemenuhan kebutuhan berbasis teknologi semisal pesan antar makanan dan belanja online yang lebih menghemat waktu dan tenaga.
Pengujian Instrumen
Berdasarkan hasil dari uji validitas pada Tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai koefisien korelasi dengan skor total seluruh item pernyataan lebih besar dari 0,361. Hal ini menunjukkan bahwa butir-butir pernyataan dalam instrumen penelitian ini adalah valid. Dan hasil uji reliabilitas pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa masing-masing nilai cronbach’s alpha pada setiap variabel lebih besar dari 0,6 (cronbach’s alpha > 0,6). Hal tersebut menunjukkan bahwa kelima variabel yang ada termasuk reliabel sehingga dapat digunakan untuk melakukan penelitian.
Tabel 2
Hasil Uji Validitas Instrumen
No |
Variabel |
Indikator |
r-hitung |
r-tabel |
Keputusan |
A1 |
0,837 |
0,361 |
Valid | ||
1 |
Pricing |
A2 |
0,835 |
0,361 |
Valid |
A3 |
0,865 |
0,361 |
Valid | ||
B1 |
0,851 |
0,361 |
Valid | ||
2 |
Inconvenience |
B2 |
0,742 |
0,361 |
Valid |
B3 |
0,832 |
0,361 |
Valid | ||
C1 |
0,861 |
0,361 |
Valid | ||
3 |
Core Service Failure |
C2 |
0,780 |
0,361 |
Valid |
C3 |
0,740 |
0,361 |
Valid | ||
D1 |
0,882 |
0,361 |
Valid | ||
4 |
Service Encounters Failure |
D2 D3 |
0,850 0,750 |
0,361 0,361 |
Valid Valid |
D4 |
0,884 |
0,361 |
Valid | ||
5 |
Employees Responses to Service failure |
E1 E2 |
0,944 0,952 |
0,361 0,361 |
Valid Valid |
E3 |
0,927 |
0,361 |
Valid | ||
F1 |
0,843 |
0,361 |
Valid | ||
6 |
Attraction by Competitors |
F2 F3 |
0,852 0,894 |
0,361 0,361 |
Valid Valid |
F4 |
0,877 |
0,361 |
Valid | ||
G1 |
0.765 |
0,361 |
Valid | ||
7 |
Ethical Problems |
G2 |
0,669 |
0,361 |
Valid |
G3 |
0,839 |
0,361 |
Valid | ||
Involuntary Switching and |
H1 |
0,784 |
0,361 |
Valid | |
8 |
Seldom Mentioned |
H2 |
0,721 |
0,361 |
Valid |
Incidents |
H3 |
0,840 |
0,361 |
Valid |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Tabel 3
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
No |
Variabel |
Cronbach’s Alpha |
Keterangan |
1 |
Pricing |
0,781 |
Reliabel |
2 |
Inconvenience |
0,732 |
Reliabel |
3 |
Core Service Failure |
0,704 |
Reliabel |
4 |
Service Encounters Failure |
0,859 |
Reliabel |
5 |
Employees Responses to Service failure |
0,934 |
Reliabel |
6 |
Attraction by Competitors |
0,881 |
Reliabel |
7 |
Ethical Problems |
0,632 |
Reliabel |
8 |
Involuntary Switching and Seldom Mentioned Incidents |
0,642 |
Reliabel |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Tabel 4
KMO and Bartlett's Test
KMO 0,849
Approx. Chi Square 502,393
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Berdasarkan table 4 KMO dan Bartlett’s Test menunjukkan uji kelayakan dari analisis faktor. Berdasarkan hasil tabel di atas, terlihat nilai KMO sebesar 0.849 (> 0.5) dengan rekomendasi ketepatan KMO yaitu baik.
Tabel 5
KMO and Bartlett's Test
KMO 0,847
Approx. Chi Square 462,524
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variable Inconvenience dikeluarkan dari model KMO dan Bartlett’s Test
menunjukkan uji kelayakan dari analisis faktor. Berdasarkan hasil tabel 5, terlihat nilai KMO sebesar 0.847 (> 0.5) dengan rekomendasi ketepatan KMO yaitu baik.
Tabel 6
KMO and Bartlett's Test
KMO 0,833
Approx. Chi Square 401,259
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variable Involuntary switching and Seldom Mentioned Incidents dikeluarkan dari model, pada tabel 6 menunjukkan nilai KMO sebesar 0.833 (> 0.5) dengan rekomendasi ketepatan KMO yaitu baik.
Tabel 7
KMO and Bartlett's Test
KMO 0,820
Approx. Chi Square 328,334
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variabel Attraction by Competitors dikeluarkan, pada tabel 7 nilai KMO sebesar 0.820 (> 0.5) dengan rekomendasi ketepatan KMO yaitu baik. Sedangkan P-
Value Bartlett’s Test sebesar 0.000 (<0.5), sehingga model faktor yang terbentuk layak untuk digunakan.
Measures of Sampling Adequacy (MSA)
Tabel 8
Measures of Sampling Adequacy (MSA)
Indikator |
MSA |
Keterangan |
Pricing |
0,874 |
Layak |
Inconvenience |
0,821 |
Layak |
Core service failure |
0,876 |
Layak |
Service encounters failure |
0,818 |
Layak |
Employe responsees to service failure |
0,808 |
Layak |
Attraction by competitors |
0,883 |
Layak |
Ethical problems |
0,886 |
Layak |
Involuntary switching and seldom mentioned incidents |
0,837 |
Layak |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Berdasarkan nilai anti-image correlation pada tabel 8, semua indikator memiliki
nilai MSA> 0.5, sehingga semua indikator layak untuk dianalisis lebih lanjut.
Tabel 9
Measures of Sampling Adequacy (MSA)
Indikator |
MSA |
Keterangan |
Pricing |
0,860 |
Layak |
Core service failure |
0,863 |
Layak |
Service encounters failure |
0,810 |
Layak |
Employe responsees to service failure |
0,824 |
Layak |
Attraction by competitors |
0,842 |
Layak |
Ethical problems |
0,879 |
Layak |
Involuntary switching and seldom mentioned incidents |
0,857 |
Layak |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016 |
Tabel 10
Measures of Sampling Adequacy (MSA)
Indikator |
MSA |
Keterangan |
Pricing |
0,826 |
Layak |
Core service failure |
0,848 |
Layak |
Service encounters failure |
0,815 |
Layak |
Employe responsees to service failure |
0,812 |
Layak |
Attraction by competitors |
0,825 |
Layak |
Ethical problems |
0,868 |
Layak |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Berdasarkan tabel 10, semua variabel memiliki nilai MSA >0.5, sehingga semua variabel layak untuk dianalisis lebih lanjut.
Tabel 11
Measures of Sampling Adequacy (MSA)
Indikator |
MSA |
Keterangan |
Pricing |
0,832 |
Layak |
Core service failure |
0,861 |
Layak |
Service encounters failure |
0,795 |
Layak |
Employe responsees to service failure |
0,788 |
Layak |
Ethical problems |
0,835 |
Layak |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah mengeluarkan variable Attraction by Competitors, nilai anti-image correlation pada tabel, semua variabel memiliki nilai MSA >0.5, sehingga semua variabel layak untuk dianalisis lebih lanjut.
Nilai PCA (Communalities)
Tabel 12 PCA (Communalities)
Indikator |
Communalities |
Keterangan |
Pricing |
0,566 |
Layak |
Inconvenience |
0,222 |
Tidak Layak |
Core service failure |
0,507 |
Layak |
Service encounters failure |
0,583 |
Layak |
Employe responsees to service failure |
0,485 |
Tidak Layak |
Attraction by competitors |
0,456 |
Tidak Layak |
Ethical problems |
0,663 |
Layak |
Involuntary switching and seldom mentioned incidents |
0,341 |
Tidak Layak |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Berdasarkan tabel 12, terdapat variabel memiliki nilai Communalities> 0.5,
sehingga yang harus satu variable nilai communalities paling rendah yang dikeluarkan dari model yaitu inconvenience.
Tabel 13 PCA (Communalities)
Indikator |
Communalities |
Keterangan |
Pricing |
0,557 |
Layak |
Core service failure |
0,502 |
Layak |
Service encounters failure |
0,585 |
Layak |
Employe responsees to service failure |
0,516 |
Layak |
Attraction by competitors |
0,455 |
Tidak Layak |
Ethical problems |
0,669 |
Layak |
Involuntary switching and seldom mentioned incidents |
0,367 |
Tidak Layak |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variabel inconvenience dikeluarkan dari model, nilai PCA
(Communalities) pada tabel masih ada nilai Communalities> 0.5, sehingga yang harus dikeluarkan adalah yang paling rendah yaitu involuntary switching and seldom mentioned incidents.
Tabel 14 PCA (Communalities)
Indikator |
Communalities |
Keterangan |
Pricing |
0,551 |
Layak |
Core service failure |
0,528 |
Layak |
Service encounters failure |
0,637 |
Layak |
Employe responsees to service failure |
0,546 |
Layak |
Attraction by competitors |
0,435 |
Tidak Layak |
Ethical problems |
0,659 |
Layak |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variabel involuntary switching and seldom mentioned incidents dikeluarkan dari model, nilai PCA (Communalities) pada tabel masih ada nilai Communalities> 0.5, sehingga yang harus dikeluarkan adalah yang paling rendah yaitu attraction by competitors.
Setelah variabel involuntary switching and seldom mentioned incidents dikeluarkan dari model, nilai PCA (Communalities) pada tabel 4.74, nilai
Communalities> 0.5, sehingga semua variabel tersebut layak untuk lanjut ke analisis
selanjutnya.
Tabel 15
PCA (Communalities)
Indikator |
Communalities |
Keterangan |
Pricing |
0,520 |
Layak |
Core service failure |
0,581 |
Layak |
Service encounters failure |
0,658 |
Layak |
Employe responsees to service failure |
0,546 |
Layak |
Attraction by competitors |
0,585 |
Layak |
Ethical problems |
0,663 |
Layak |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Total Variance Explained
Tabel 16
Total Variance Explained
Extraction Sums of Squared Loadings
Total % of Variance 3,824 47,802 |
Cumulative % 47,802 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Dari tabel 16, total variance adalah 47,802% atau kurang dari 60%, ini berarti masing-masing.variabel belum memiliki.kelayakan untuk menjelaskan faktornya. Maka perlu mengeluarkan satu variabel dari model, yaitu yang nilai communalities nya paling rendah.
Tabel 17
Total Variance Explained
Extraction Sums of Squared Loadings | ||
Total |
% of Variance |
Cumulative % |
3,651 |
52,155 |
52.155 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variabel inconvenience dikeluarkan dari model, hasil percentage of
varience adalah 52,155%, ini berarti perlu masih mengeluarkan.variabel yang
communalities kurang dari 60%.
Tabel 18
Total Variance Explained
Extraction Sums of Squared Loadings | ||
Total |
% of Variance |
Cumulative % |
3,356 |
55,931 |
55,931 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variabel involuntary switching and seldom mentioned incidents dikeluarkan dari model, hasil percentage of varience adalah 55,931%, ini berarti perlu mengeluarkan.variabel yang communalities kurang dari 60%.
Tabel 19
Total Variance Explained
Extraction Sums of Squared Loadings | ||
Total |
% of Variance |
Cumulative % |
3,007 |
60,138 |
60,138 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016 |
Setelah attraction by competitors dikeluarkan dari model, hasil percentage of varience adalah 60,138%, ini berarti masing-masing faktor memiliki.kelayakan untuk menjelaskan variabelnya.
Tabel 20
Loading Factor
Component
1
Pricing |
0,753 |
Inconvenience |
0,471 |
Core service failure |
0,712 |
Service encounters failure |
0,764 |
Employe responsees to service failure |
0,696 |
Attraction by competitors |
0,676 |
Ethical problems |
0,814 |
Involuntary switching and seldom mentioned incidents |
0,584 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Berdasarkan tabel 20 loading factor (component matrix) nilai variabel pricing
adalah 0.753 sangat baik, inconvenience 0.471 kurang, Core service failure 0.712 sangat
baik, service encounter failure adalah 0,764 baik, employees responses to service failure adalah 0,696 baik, attraction by competitors adalah 0,676 baik, ethical problems 0,814 sangat sangat baik, involuntary switching and seldom mentioned incidents adalah 0,584 sangat sangat baik.
Tabel 21
Loading Factor
Component
1
Pricing |
0,746 |
Core service failure |
0,709 |
Service encounters failure |
0,765 |
Employe responsees to service failure |
0,718 |
Attraction by competitors |
0,675 |
Ethical problems |
0,818 |
Involuntary switching and seldom mentioned incidents |
0,606 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variable inconvenience dikeluarkan dari model, nilai variabel pricing adalah 0.746 sangat baik, Core service failure 0.709 sangat baik, service encounter failure adalah 0,765 baik, employees responses to service failure adalah 0,718 baik, attraction by competitors adalah 0,675 baik, ethical problems 0,818 sangat sangat baik, involuntary switching and seldom mentioned incidents adalah 0,606 sangat sangat baik.
Tabel 22
Loading Factor
Component
1
Pricing |
0,742 |
Core service failure |
0,726 |
Service encounters failure |
0,798 |
Employe responsees to service failure |
0,739 |
Attraction by competitors |
0,659 |
Ethical problems |
0,812 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variabel involuntary switching and seldom mentioned incidents dikeluarkan dari model, nilai variabel pricing adalah 0.742 sangat baik, Core service failure 0.726 sangat baik, service encounter failure adalah 0,798 baik, employees responses to service failure adalah 0,739 baik, attraction by competitors adalah 0,659 baik, ethical problems 0,812 sangat sangat baik.
Tabel 23 Loading Factor Component 1
Pricing |
0,721 |
Core service failure |
0,762 |
Service encounters failure |
0,811 |
Employe responsees to service failure |
0,765 |
Ethical problems |
0,814 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Setelah variabel attraction by competitors dikeluarkan dari model, nilai variabel pricing adalah 0.721 sangat baik, Core service failure 0.762 sangat baik, service encounter failure adalah 0,811 baik, employees responses to service failure adalah 0,765 baik, ethical problems 0,814 sangat sangat baik.
Hasil Analisis Faktor
Berdasarkan hasil pengolahan data SPSS, diperoleh faktor-faktor yang membentuk Customer Switching dari taksi konvensional ke taksi online. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: Pricing, Core service failure, Service Encounters Failure, Employee responses to Service Failure, and Ethical Problems. Dan terdapat tiga yang dikeluarkan dari model yaitu Inconvenience, Involuntary Switching and Seldom Mentioned Incidents, dan Attraction by Competitors.
Tabel 24
Hasil Analisis Faktor Confirmatory
Loading |
Loading | |||
Terbentuk |
Indikator |
Factor Indikator |
factor Variable | |
Pricing |
A2 A3 |
Taksi Konvensional sering melakukan kenaikan tariff Tarif Taksi konvensional tidak sesuai dengan kualitas pelayanan yang didapatkan Crew Taksi konvensional |
0,873 0,873 |
0,721 |
C1 |
memberikaninformasi yang tidak akurat kepada Saya |
0,838 | ||
Core |
Crew Taksi konvensional salah dalam |
0,762 | ||
service |
C2 |
memberikan tagihan pembayaran kepada |
0,832 | |
failure |
C3 |
Saya Crew Taksi konvensional tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang pribadi Saya |
0,746 | |
Service encounter failure |
D1 |
Crew Taksi konvensional tidakpeduli kepada Saya |
0,812 |
0,811 |
D2 |
Crew Taksi konvensional tidak sopan kepada Saya |
0,849 | ||
D3 D4 |
Crew Taksi konvensional tidak responsif Crew Taksi konvensional tidak memahami tentang pelayanan kepada penumpang |
0,835 0,883 | ||
E1 |
Crew Taksi konvensional menanggapi |
0,887 0,911 | ||
Employees response to service failure |
E2 |
keluhan Saya dengan asal-asalan Crew Taksi konvensional tidak menanggapi keluhan Saya Crew Taksi konvensional tidak |
0,765 | |
E3 |
memberikan solusi keluhan dan kembali |
0,918 | ||
G1 |
menyalahkan Saya Crew Taksi konvensional tidak jujur dalam memberikan tarif |
0,787 | ||
Ethical |
G2 |
Crew Taksi konvensional terlalu |
0,842 |
0,814 |
problems |
mengintimidasi Saya | |||
G3 |
Crew Taksi Konvensional sembrono dalam mengemudi |
0,756 |
Sumber: Data Hipotesis, 2016
Sedangkan variabel yang memiliki nilai loading factor tertinggi adalah Ethical Problems dengan nilai loading factor yaitu 0.814, ini berarti permasalahan etika adalah penyebab tertinggi terjadinya beralih pelanggan dari taksi konvensional ke Taksi
Online. Akan tetapi faktor lain juga memiliki nilai loading factor yang sangat baik yaitu lebih dari 0.71 yaitu Pricing dengan nilai 0.721, Core service failure dengan nilai 0.762, Service Encounters Failure dengan nilai 0.811, dan Employee responses to Service Failure dengan nilai 0.765, ini berarti lima faktor yang terbentuk sangatlah berpengaruh dalam terjadinya beralih pelanggan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan sebelum peraturan baru pada tahun 2016 tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Customer Switching dari taksi konvensional ke taksi online terdapat lima faktor yang terbentuk untuk mempengaruhi Customer Switching dari taksi konvensional ke taksi online yaitu Pricing dengan nilai loading factor 0.721, Core service failuredengan nilai loading factor 0.762, Service Encounters Failure dengan nilai loading factor 0.811, Emplooyee responses to service failure dengan nilai loading factor 0.765, dan Ethical Problems dengan nilai loading factor 0.814.
Melalui analisa faktor diketahui bahwa terdapat indikator yang memiliki nilai loading factor tertinggi yang mewakili tiap faktor dalam membentuk perilaku Customer Switching. Faktor pertama adalah Pricing, diwakili oleh A2 dan A3 dengan nilai loading factor yang sama yaitu 0.873. Faktor kedua adalah Core service failure, diwakili oleh C1 yaitu 0.838. Faktor ketiga adalah Service encounter failure, diwakili oleh D4 yaitu 0.883. Faktor keempat Employees response to service failure, diwakili
oleh E3 yaitu 0.918. Faktor kelima adalah Ethical problems, diwakili oleh G2 yaitu 0.842.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dilakukan sebelum peraturan baru pada tahun 2016, maka saran yang dapat diberikan terhadap praktisi dari hasil penelitian dengan menggunakan analisis factor confirmatory menghasilkan lima faktor baru yang mempengaruhi Customer Switching dari Taksi Konvensional ke Taksi Online. Faktor pertama adalah Pricing. Tarif taksi konvensional dapat menjadi faktor beralih pelanggan karena terkadang Tarif taksi yang diluar espektasi pelanggan. Kebijakan penetapan tarif taksi memang tidak mudah, apalagi akhir-akhir ini harga bahan bakar sudah beberapa kali mengalami perubahan. Perusahaan sebaiknya tidak sering melakukan kenaikan tarif dan tarif yang diberikan oleh taksi harus sesuai dengan kualitas pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan.
Faktor kedua adalah Core Service Failure. Bentuk pelayanan jasa yang diberikan oleh perusahaan perlu diperhatikan. Ketika pelayanan jasa yang diberikan tidak baik maka pelanggan akan merasa tidak puas, sehingga besar kemungkinan pelanggan akan berpindah layanan. Pelayanan jasa ini terkait dengan penjagaan barang bawaan konsumen, pemberian informasi yang benar dan akurat,dantidak ada kesalahan dalam melakukan transaksi. Barang bawaan konsumen memang menjadi tanggung jawab pribadi dari konsumen itu sendiri, namun sebagai crew sebaiknya tetap ikut andil menjaga barang bawaan konsumen tersebut, jangan sampai barang bawaan konsumen tersebut rusak bahkan hilang karena kesalahan crew. Selain itu, perusahaan dapat
menguji pengetahuan akan produk kepada crew untuk mencegah minimnya product knowledge, sehingga mencegah adanya kesalahan dan ketidakakuratan dalam melakukan transaksi ataupun pemberian informasi tentang produk dari perusahaan.
Faktor ketiga adalah Service Encounters Failure. Kegagalan yang terjadi pada pertemuan jasa mudah terjadi ketika crew tidak memberikan pelayanan yang terbaik. Crew adalah orang-orang yang akan terus berhadapan langsung dengan konsumen, oleh sebab itu diperlukan kemampuan dan penguasaan tentang pelayanan kepada konsumen. Apabila crew tidak memiliki ilmu tentang bagaimana memberikan pelayanan, hal ini akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan. Sikap dan sifat negatif yang diberikan oleh crew kepada konsumen ketika memberikan pelayanan akan mempengaruhi ketidaknyamanan bagi pelanggan, contohnya seperti ketidakpedulian crew terhadap pelanggan, tidak sopan, dan tidak responsif. Sebaiknya, perusahaan memberikan pelatihan khusus bagi crew yang berhadapan langsung dengan konsumen agar meminimalisir adanya kegagalan jasa yang disebabkan oleh ketidakmampuan dan penguasaan pelayanan kepada konsumen.
Faktor keempat adalah Employees response to service failure. Adanya keluhan dari pelanggan harus mendapatkan feed back yang baik. Karena dengan feed back yang negative atas keluhan pelanggan akan berdampak terhadap ketidaknyaman sehingga pelanggan memilih untuk beralih layanan.
Faktor kelima adalah Ethical Problems. Salah satu ethical problems yang akan mempengaruhi perpindahan konsumen adalah sikap dari crew Taksi terhadap pelanggan. Sebaiknya, supir taksi tidak terlalu mengintimadasi pelanggan, selalu jujur,
dan mengendara dengan tidak ugal-ugalan sehingga pelanggan merasa nyaman dan enggan untuk beralih ke jasa lain.
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya adalah diharapkan dapat melakukan penelitian dalam cakupan wilayah yang lebih luas lagi dan menspesifikkan area, mengingat peneliti hanya melakukan di beberapa kota-kota besar yang berada di Indonesia saja. Hal ini dimaksud untuk mengetahui apakah akan terdapat perbedaan hasil atau tidak dengan semakin luasnya cakupan wilayah penelitian.
Kedua, jumlah sampel pada penelitian selanjutnya harus dapat lebih ditingkatkan, karena semakin besar dari besaran sampel yang digunakan akan dapat meningkatkan kesempatan yang lebih baik agar penelitian selanjutnya dapat secara lebih handal dalam menghasilkan teori yang empirik dan lebih aplikatif dalam dunia usaha yang berkaitan.
Ketiga, peneliti agar menambahkan analisis yang dapat mengetahui tingkat pengaruh indikator terhadap Customer Switching. Berdasarkan beberapa saran bagi peneliti selanjutnya tersebut, diharapkan saran yang ada ini dapat dijalankan sebagaimana mestinya untuk menghasilkan penelitian serupa yang lebih valid, unggul dan lebih aplikatif.
REFERENSI
Allen, D.. 2015. The Sharing Economy. Review-Institute of Public Affairs. Journal of Marketing. 67 (3). 24-27.
Anwar, Iful. 2015. Pengaruh Harga dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen. 4 (12). 2-15.
Aryani, Dwi dan Febrina Rosinta. 2010. Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan dalam Membentuk Loyalitas Pelanggan. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. 17 (2). 114-126.
Annisawati, R. 2015. Sharing Economy, Konsep Bisnis Berbafi Sebagai Jawaban Dari Kebutuhan Konsumen.
(http://www.markplusinstitute.com/who_we_are/detail_article/81), diakses 11 Agustus 2016.
Basu, Swastha dan Hani, Handoko. 2000. Manajemen Pemasaran, Analisis Perilaku Konsumen. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
Benkler, Yochai. 2004. Sharing Nicely: on Shareable Goods and the Emergence of Sharing as a Modality of Economic Production. Yale Law Journal, 114, 273358.
Bonciu, Florin and Ana-Cristina Balgar. 2015. Sharing Economy as a Contributor to Sustainable Growth. An EU Perspective. Romanian Journal of Europan Affairs. 16(2). 36-45.
Budiartie, Gustidha. 2016. Kenapa Uber Lebih Diminati daripada Taksi Konvensional?(https://m.tempo.co/read/news/2016/03/22/090755899/kenapa-uber-lebih-diminati-ketimbang-taksi-konvensional), diakses 11 Agutus 2016.
Dahmiri. 2010. Analysis of Consumers Perception on Consumers Decision to Buy House At Griya Kembar Lestari In Jambi. Jurnal Manajemen. 2 (1). 36-46.
David Lee, J., Bahl, A., Black, G. S., Duber-Smith, D., & Vowles, N. S. (2016). Sustainable and non-sustainable consumer behavior in young adults. Young Consumers. Journal of Marketing. 17 (1). 78-93.
Ganesh, J., Arnold, M.J., Reynold, K.E. 2000. Understanding the Customer Base of Service providers: an Examination of The Differences Between Switchers and Stayers. Journal of Marketing. 64 (3). 65-87.
Grabcar. 2016. Mengapa GrabCar. (https://www.grab.com/id/car/), diakses 11 Agustus 2016
Karimuddin, Amir. 2015. Survei: Masyarakat Indonesia Dukung Layanan Berbasis Sharing Economy. (https://dailysocial.net/post/survei-masyarakat-Indonesia-dukung-layanan-berbasis-sharing-economy), diakses 11 Agustus 2016
Keaveney, S.M. 1995. Customer Switching Behavior in Service Industries: An exploratory study. Journal of Marketing. 59(2). 71-82.
Latan, H. 2012. Structural Equation Modeling Konsep dan Aplikasi Menggunakan Program Lisrel 8.80. Bandung: Alfabeta.
Lopez, J.P.M., Yolanda P. Redondo, Fco. J.S. Olivan. 2006. The impact of customer relationship characteristics on customer switching behavior: Differences between switchers and stayers. Managing Service Quality. 16 (6). 556-574.
Mowen, John C. dan Michael Minor. 2003. Perilaku Konsumen. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Niswah, F.M. 2016. Taksi Konvensional vs Taksi Online: Manakah yang Lebih Menguntungkan.(https://www.academia.edu/23964546/Taksi_Konvensional_vs _Taksi_Online_Manakah_yang_Lebih_Menguntungkan), diakses 11 Agustus 2016.
Putri, Noventi E. dan Dadang I.. 2014. Analisis Preferensi Konsumen dalam
Penggunaan Social Messenger di Kota Bandung Tahun 2014. Jurnal Manajemen Indonesia. 14 (2). 110-127.
Rachmawati, Rina. 2010. Pengaruh Kepuasan Terhadap Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Terhadap Bisnis Makanan. Jurnal Teknologi Jasa dan Produksi. 2 (2). 6679.
Rahardjo, C.R.. 2016. Faktor yang Menjadi Preferensi Konsumen dalam Membeli Produk Frozen Food. Jurnal Manajemen dan Start up Bisnis. 1 (1). 32-43.
Roos, Inger, Bo Edvardsson, and Anders. 2004. Customer Switching Patterns in Competitive and Noncompetitive Service Industries. Journal of Service Reasearch. 6 (3). 256-271.
Ryatnasih, Rachmad. 2013. Pengaruh Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Beat (Studi Kasus Mahasiswa Unsika). Jurnal Manajemen. 10 (3), 1094-1105.
Saleh, AH., Althonayan, Alhabib, Alrasheedi and Alqahtani. 2015. Customer Satisfaction and Brand Switching Intention: A Study of Mobile Services In Saudi Arabia. Expert Journal of marketing. 3 (2), 62-72.
Saputra, Rico dan Hatane Samuel. 2013. Analisa Pengaruh Motivasi, Persepsi, Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Daihatsu Xenia di Sidoarjo. Jurnal Manajemen Pemasaran. 1 (1). 1-12.
Schiffman dan Kanuk. 2008. Perilaku konsumen. Edisi 7. Jakarta: Indeks
Smith, Rodney E, and Wright, Wiliam F.. 2004. Determinants of Customer Loyalty and Financial Performance. Journal of Managemen Acounting Research, 16 (1). 183223.
Srivastava, S., & Bhatnagar, A.. 2013. Impact of Customer Care Services on Customer Sarisfaction a Study of Mobile Phone Subscribers of U.P. (East) Circle. International Journal of Management Research and Reviews, 3(1), 2224-2242
Stan, V., Caemmerer, B., & Cattan-Jallet, R.. 2013. Customer loyalty development: The role of switching costs. Journal of Applied Business Research. 29(5). 1541-n/a.
Syamsi. 2008. Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa terhadap Kepuasan Konsumen pada Siswa Bimbingan dan Konsultasi Belajar Al-Qolam Bandarlampung. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. 5 (1). 18-36.
Tabachnick, B.G., dan L.S. Fidell. 2007. Using Multivariate Statistics (5th ed.). California: Pearson Education Inc.
Triskaidekaman. 2016. Mana yang Lebih mahal: Uber, Grabcar, GoCar, atau Blue Bird?. (https://triskaidekaman.com/2016/05/01/uber-grabcar-gocar-blue-bird-price/), diakses 11 Agustus 2016.
Tu, YT., Lin, SY., and Chang, YY.. 2011. Relationships among Service Quality, Customer Satisfaction and Customer Loyalty in Chain Restaurant. Information Management and Business Review. 3 (5). 270-279.
Wardhani, W., Ujang, dan Lilik. 2015. Pengaruh Persepsi dan Preferensi Konsumen terhadap Keputusan Pembelian Hunian Green Product. Jurnal Manajemen dan Organisasi. 6 (1). 46-63.
Widyanita. 2016. Taksi Konvensional Makin Terjepit.
(http://katadata.co.id/infografik/2016/12/07/taksi-konvensional-makin-terjepit), diakses 26 Oktober 2016
Winterhalter, S., Christoph H. Wecht, Lukas Krieg. 2015. Keeping Reins on the Sharing Economy: Strategies and Business Models for Incumbents. Marketing Reviuw St. Gallen. 32 (4). 32-39.
Yamin, S. & Kurniawan, H. 2014. SPSS Complete: Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Infotek.
Zhang, Yi. 2015. The Impact of Brand Image on Consumer Behavior: A Literature Review. Journal of Business and Management. 3. 58-62.
5488
Discussion and feedback