E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 6, No. 5, 2017: 2360-2387

ISSN : 2302-8912

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM UPAYA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BADUNG BALI

Tyasani Taras1 Luh Gede Sri Artini2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia email: tarastya@gmail.com

ABSTRAK

Konsekuensi menjalankan otonomi daerah yaitu masing-masing daerah dituntut untuk berupaya dalam meningkatkan sumber PAD agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintah dan untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Sumber-sumber pendapatan tersebut yang nantinya dapat dipergunakan secara efektif dan efisiensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas serta kontribusi pajak daerah dalam peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Badung pada tahun 2011-2015. Penelitian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung. Hasil penelitian menunjukkan tingkat efisiensi pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015 tergolong sangat efisien dan tingkat efektivitas pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015 tergolong sangat efektif. Kontribusi pajak daerah dalam peningkatan PAD tergolong sangat baik. Pemerintah Kabupaten Badung sudah mampu mengoptimalkan penerimaan pajak daerah dan mengelola penerimaan pajak daerahnya dengan baik.

Kata kunci: efektifitas, efisiensi, kontribusi, pendapatan asli daerah (PAD), pajak daerah

ABSTRACT

The consequence of running an autonomous region is that each region is required to increase the sources of revenue for funding the government’s implementation and further improving public service. This study aims to determine efficiency and effectiveness level of local taxes and determine their contributions in increasing local revenues in Badung regency in 2011-2015. This study uses descriptive quantitative analysis techniques. The data used in this study was obtained from the Central Bureau of Statistics and the Department of Revenue of Badung Regency. The result shows that the tax efficiency levelof Badung regency in 2011-2015 as very efficient and the local tax effectiveness levelof Badung in 2011-2015 as very effective. The contribution of local taxes on local revenue is in excellent level. Badung regency’s government has been able to optimize and managethe local tax revenues well.

Keywords: effectiveness, efficiency, contributions, revenue, local taxes

PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah menunjukkan bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri (Rusmana et al. 2011). Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada saat implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru. Kedua UU tentang otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 (Julastiana dan Suartana, 2013).

Menurut Zhouhaier (2011) adanya pemberian otonomi daerah kepada pemerintah daerah akan memberikan iklim yang baik terhadap pertumbuhan ekonomi di setiap daerah. Pemberian otonomi daerah akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang dimana akan memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangannya sendiri. Pemberian otonomi daerah juga dapat membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dilakukan dengan cara mengelola sumber daya yang ada dan membentuk hubungan kemintraan dengan masyarakat. Tujuan membentuk hubungan kemitraan dengan masyarakat yaitu untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang nantinya akan mempengaruhi perkembangan kegiatan

ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004). Uhunmwuangho dan Aibieyi (2013) mengatakan bahwa pembangunan suatu daerah seharusnya memang berasal dari dalam. Pembangunan tersebut datang melalui kehendak dan keinginan orang-orang dalam daerah. Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Kenyataanya pemerintah daerah umumnya belum dapat menjalankan fungsi dan peranan secara efisien, terutama dalam pengelolaan keuangan daerah (Halim dan Damayanti, 2007:23). Menurut Akudugu (2012) mengatakan bahwa setiap pemerintah daerah diharapkan agar mampu untuk lebih memajukan pembangunan sosial ekonomi bagi penduduk setempat.

Salah satu perbedaan mendasar terkait pelaksanaan otonomi daerah adalah kewenangan penuh yang dimiliki daerah untuk mengelola keuangannya sendiri. Kondisi ini didasari asumsi bahwa pemerintah daerah adalah institusi yang paling mengerti atau memahami kondisi daerahnya sendiri. Menurut Warner (2012) adanya perdebatan saat ini, pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk memenuhi tuntutan desentralisasi fiskal, karena kemampuan daerah tidak merata disetiap daerah. Pada tahun 2004 otonomi daerah mulai diberlakukan. Konsekuensi menjalankan otonomi daerah yaitu masing-masing daerah dituntut untuk berupaya dalam meningkatkan sumber PAD agar nantinya mampu membiayai penyelenggaraan pemerintah dan untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (Rinaldi, 2012).

Anggaran Pemerintah Daerah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang juga merupakan instrumen fiskal pemerintah daerah

dalam mengendalikan perekonomian wilayahnya. Instrumen fiskal pemerintah daerah dapat melakukan stimulus terhadap perekonomian di wilayahnya guna memicu perkembangan perekonomian wilayahnya. Kemampuan keuangan dari suatu daerah dapat dilihat dari besar kecilnya PAD yang diperoleh dari daerah yang bersangkutan. Berkaitan dengan pemberian otonomi daerah yang lebih besar kepada daerah, PAD selalu dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Prinsipnya, semakin besar sumbangan PAD kepada APBD maka akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah dari prinsip secara nyata dan bertangggung jawab (Rinaldi, 2012). Pengelolaan keuangan daerah tertentu dapat tercermin dari Anggaran Pemerintah Daerah (APBD) yang dimiliki oleh setiap daerah, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen untuk menciptakan peraturan untuk pembangunan daerah pemerintah daerah (Lucky, 2013).

PAD merupakan unsur yang penting dalam pendapatan daerah. PAD merupakan salah satu komponen sumber penerimaan daerah selain penerimaan dana transfer dan lain-lain pendapatan yang sah. Keseluruhannya merupakan sumber pendaaan penyelenggaraan pemerintah di daerah. Rasio antara PAD terhadap total pendapatan daerah menunjukkan rasio ketergantungan suatu daerah. Semakin tinggi nilai rasio PAD terhadap total pendapatan maka semakin kecil ketergantungan suatu daerah terhadap transfer dana dari pihak eksternal baik itu pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah lainnya.

Tabel 1.

Anggaran Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dari Tahun 2011-2015 (dalam ribuan rupiah)

KABUPATEN/KOTA

2011

2012

2013

2014

2015

Denpasar

424,959,413

511,326,621

658,974,707

698,739,758

776,211,892

Badung

1,406,298,099

1,870,187,279

2,279,113,502

2,722,625,563

3,001464263

Tabanan

141,046,017

183,295,007

255,418,219

273,426,482

300,799,021

Jembrana

41,330,606

46,470,110

68,485,482

89,349,645

98,032,646

Gianyar

175,273,316

261,222,176

319,612.005

424,472,546

45,721,018

Klungkung

40,735,839

48,561,525

67,401,910

98,837,766

120,035,996

Bangli

22,961,238

40,751,050

55,986,570

76,141,461

87,731,141

Karangasem

129,556,195

144,019,629

168,652,790

239,425,005

243,125,917

Buleleng

109,167,026

129,003,995

160,292,011

219,682,330

298,679,618

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016

Tabel 1 menunjukkan bahwa di Provinsi Bali, daerah yang setiap tahunnya memberikan sumbangan tertinggi kepada PAD dibandingkan dengan daerah lainnya yaitu Kabupaten Badung. Kurun waktu 5 tahun terakhir PAD Kabupaten Badung menempati posisi pertama dan Kota Denpasar menempati posisi kedua. Daerah yang menerima PAD terendah yaitu Kabupaten Bangli dan daerah terendah lainnnya adalah Kabupaten Klungkung dan Jembrana. Penerimaan PAD Kabupaten Badung terbilang sangat besar dan memiliki selisih yang sangat jauh dari Kota Denpasar yang berada di posisi kedua.

Pelaksanaan otonomi daerah, kabupaten atau kota melakukan berbagai upaya-upaya di dalam meningkatkan perolehan PAD. Peningkatan perolehan ini disebabkan karena faktor dana merupakan penentu dalam mengetahui lancar tidaknya suatu pemerintah. Kemampuan dalam pendanaan suatu pemerintahan terbatas maka akan mengakibatkan pelayanan kepada masyarakat ikut terhambat. Tidak banyak yang dapat dilakukan jika dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat adanya keterbatasan sumber PAD dimana akan menyebabkan pelayanan tidak dapat diberikan secara optimal (Sukarya, 2012).

Kendala yang biasa dihadapi oleh pemerintah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu tingkat kesiapan keuangan akan berbeda pada setiap daerah. Kebijakan otonomi daerah adalah kebijakan yang menguntungkan daerah-daerah yang mempunyai sumber daya potensial namun bagi daerah yang kurang memiliki sumber daya potensial menganggap kebijakan otonomi daerah merupakan kebijakan yang tidak menguntungkan (Norregaard,2013).

Era otonomi pemerintah dituntut untuk mandiri dalam melaksanakan fungsi dan memberlakukan pembiayaan seluruh kegiatan daerah. Potensi-potensi daerah yang tersedia diharapkan mampu dimaksimalkan dengan baik agar pemerintah daerah dapat meningkatkan sumber-sumber pendapatan daerah khususnya PAD. PAD akan diperoleh dari sumber-sumber pendapatan pajak daerah yang dikelola ataupun yang berpotensi untuk dipungut pajak daerah yang dapat dioptimalkan dengan baik. Sumber-sumber pendapatan tersebut yang nantinya dapat dipergunakan secara efektif dan efisien (Arsana, 2013).

Tabel 2.

Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung dari Tahun 2011-2015 (dalam ribuan rupiah)

PENDAPATAN ASLI DAERAH

2011

2012

2013

2014

2015

Hasil Pajak Daerah

862.669.037

1.207.320.000

1.726.810.360

1.986.068.719

2.598.718.129

Hasil Retribusi Daerah

13.480.824

37.648.067

64.555.270

75.687.001

96.040.159

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

30.945.535

34.623.740

43.590.838

77.554.931

142. 995.660

Lain-lain Pendapatan Asli

Daerah yang Sah

18.380.625

41.124.671

39.809.925

58.648.562

163.710.314

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016

Sumber-sumber dari PAD terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang Sah. Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil pajak daerah memberikan sumbangan tertinggi kepada PAD di Kabupaten Badung.Pada tahun 2011-2015 hasil pajak daerah Kabupaten Badung selalu mengalami peningkatan. Tahun 2011 hasil pajak daerah memberikan sumbangan sebesar 862.669.037(dalam ribuan rupiah) kepada PAD sampai 5 tahun berikutnya mangalami peningkatan yaitu pada tahun 2015 sebesar 2.598.718.129 (dalam ribuan rupiah). Besarnya penerimaan pajak daerah disebabkan adanya komponen pajak daerah yang memberikan sumbangan tertinggi kepada pajak daerah.

Kabupaten Badung yang memiliki sumber pendapatan daerah yang cukup banyak yang berasal dari dana pajak daerah yang fungsinya agar dapat lebih meningkatkan sistem dan mekanisme pembangunan daerah otonom. Pemerintah Kabupaten Badung juga harus dapat mengoptimalkan penerimaan pajak daerah sebagai sumber penerimaan PAD. Pajak daerah memiliki peran yang penting dalam membiayai pembangunan daerah karena pajak daerah yang memberikan sumbangan tertinggi kepada PAD, tanpa adanya pajak daerah kebutuhan akan dana yang diperlukan untuk pembangunan daerah akan sulit terpenuhi. Permasalahan mengenai pajak daerah harus dapat ditangani secara tepat agar pajak daerah dapat dimanfaatkan dengan baik.

Salah satu sumber dana yang sangat penting bagi pembiayaan pembangunan di suatu daerah yaitu penerimaan pajak daerah. Pentingnya sumber dana tersebut diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan penerimaanya yaitu melalui usaha

intensifikasi dan ekstensifikasi dalam pemungutannya. Kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak dan kemampuan aparat dalam melaksanakan tugasnya di lapangan menjadi faktor keberhasilan dalam pemungutan pajak (Halim, 2014:171). Upaya untuk peningkatan PAD dapat dilakukan dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Salah satu cara tersebut adalah dengan meningkatkan efesiensi sumber daya dan sarana yang terbatas serta meningkatkan efektivitas pemungutan. Meningkatkan efektivitas pemungutan yaitu dilakukan dengan mengoptimalkan potensi yang ada serta terus diupayakan untuk menggali sumber-sumber pendapatan baru yang potensinya memungkinkan sehingga dapat dipungut pajak atau restribusinya (Halim, 2010:153).

Menurut Pratama dan Suartana (2014) upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD yaitu dengan intensifikasi. Salah satu intensifikasinya adalah dengan menggali sumber-sumber pendapatan baru yang dimana potensinya dimungkinkan untuk dipungut pajak. Sarana dan prasarana wilayah serta kualitas pembangunan yang berorientasi pada pemerataan perlu adanya untuk ditingkatkan. Peningkatan tersebut dilakukan agar sumber dana dan sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin.

Penerimaan PAD di Kabupaten Badung belum merata di setiap daerahnya. Penerimaan pendapatan hanya terpusat pada satu wilayah tertentu seperti daerah Kuta dan Nusa Dua yang merupakan pusat pariwisata di Provinsi Bali. Pemerintah Kabupaten Badung belum mengoptimalkan penerimaan di daerah lain dimana juga memiliki pariwisata yang perlu dikembangkan. Pemerintah Kabupaten

Badung harus dapat mengoptimalkan penerimaan PAD karena Badung memiliki potensi penerimaan daerah yang beragam. Analisis potensi-potensi yang tersedia di daerah dan mengembangkan potensi tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan penerimaan PAD dimana berguna sebagai pemasukan daerah. Kemampuan dalam menggali potensi sumber penerimaan daerah harus diikuti dengan kemampuan penetapan target sesuai dengan potensi sebenarrnya yang dimiliki. Selain itu, diperlukan juga kemampuan menekan biaya yang dikeluarkan dalam pemungutannya. Kemampuan yang dimiliki akan memperbesar penerimaan dan menciptakan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi.

Tabel 3.

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011-2015 (dalam rupiah)

Tahun

Target

Realisasi

2011

938.004.864.853

1.281.507.139.825

2012

1.207.320.000.000

1.685.559.515.318

2013

1.726.810.360.293

2.010.554.251.067

2014

1.986.068.718.872

2.339.332.864.903

2015

2.302.810.000.000

2.598.718.159.654

Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung, 2016

Untuk meningkatkan pajak daerah perlu dilakukan upaya efektivitas dan efisiensi penerimaan pajak daerah. Salah satunya melalui subjek dan objek pendapatan daerah sehingga dapat meningkatkan produktivitas PAD. Efektivitas akan mencerminkan keberhasilan atau kegagalan dari suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Efektivitas yang dimaksud adalah seberapa besar realisasi penerimaan pajak daerah berhasil mencapai target yang seharusnya dicapai atau target yang diharapkan pada suatu periode tertentu. Pada Tabel 3 menunjukkan target dan realisasi penerimaan pajak daerah Kabupaten Badung selama 5 tahun

terakhir. Setiap tahunnya Kabupaten Badung dalam realisasi penerimaan pajak daerahnya sudah dapat memenuhi target yang ditetapkan karena penerimaan pajak daerahnya sudah melebihi dari target penerimaan pajak daerahnya.

Untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah, selain mengetahui tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah perlu untuk mengetahui pula tingkat efisiensi penerimaan pajak daerahnya. Efisiensi dapat dihubungkan dengan pengeluaran biaya yang seminimal mungkin untuk mendapatkan target yang diharapkan (Pratama dan Suartana, 2014). Efisiensi berhubungan dengan bagaimana penerimaan pajak daerah sudah dipergunakan dengan baik untuk biaya-biaya yang diperlukan dalam pengelolaan pajak daerah. Penerimaan pajak daerah sudah dikatakan efisien apabila biaya-biaya pengelolaan pajak daerah lebih kecil dari realisasi penerimaan pajak daerahnya. Kondisi ekonomi daerah maupun perekonomian nasional perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan PAD yang efektif dan efisien. Besar pendapatan yang disalurkan untuk membangun daerah agar lebih berkembang dan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tercermin oleh kontribusi yang dapat dicapai dari PAD.

Penelitian yang dilakukan Rame dan Wirawan (2013) bahwa tingkat efektivitas penerimaan pajak hiburan di Kabupaten Badung tahun 2001-2010 menunjukkan rata-rata sebesar 121,84 persen maka tingkat efektivitas penerimaan pajak hiburan tergolong dalam kriteria sangat efektif. Tahun 2001 terjadi tingkat efektivitas tertinggi yaitu sebesar 158,52. Terjadinya tingkat efektivitas tertinggi ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah realisasi tahun 2001 yang lebih besar dari peningkatan jumlah target yang ditetapkan pada tahun tersebut

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tingkat efektivitas mengalami penurunan yang terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 101,90 persen. Penurunan tingkat efektivitas ini disebabkan adanya isu yang terjadi pada tahun 2005 yaitu bom Bali II dan isu flu burung yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Bali. Untuk tingkat efesiensi penerimaan pajak hiburan di Kabupaten Badung Tahun 20012010 menunjukkan rata-rata tingkat efesiensi penerimaan pajak hiburan menunjukkan sebesar 5,88 persen dan dapat yang tergolong dalam kriteria sangat efesien. Pada tahun 2006 terjadi penurunan efesiensi sebesar 0,88 persen yang disebabkan oleh terjadinya kenaikan biaya-biaya penerimaan pajak seefesien mungkin sehingga peningkatan biaya tersebut diimbangi dengan peningkatan realisasi penerimaan pajak hiburan.

Penelitian yang dilakukan oleh Arsana (2013) menunjukkan bahwa Tingkat efektivitas penerimaan pajak reklame di Kabupaten Badung dari tahun 2002-2011 rata- rata sebesar 110,10 persen dan tergolong dalam kriteria sangat efektif. Tingkat efisiensi penerimaan pajak reklame di Kabupaten Badung dari tahun 2002-2011 rata-rata sebesar 16,07 persen. Hal ini berarti bahwa tingkat efisiensinya termasuk dalam kategori sangat efisien yaitu kurang dari 60 persen. Prospek penerimaan pajak reklame di Kabupaten Badung dari tahun 2012 adalah Rp8.709.322.566 dan pada tahun 2013 meningkatan menjadi Rp 9.412.055.924, untuktahun 2014 prospek penerimaan pajak reklame adalah sebesar Rp 10.114.779.282, sedangkan untuk tahun 2015 prospek penerimaan pajak reklame adalah sebesar Rp10.817.502.640.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana tingkat efisiensi, efektivitas dan kontribusi pajak daerah dalam peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Badung, Bali pada tahun 2011-2015. Penelitian mengenai efisiensi, efektivitas dan kontribusi pajak daerah dilakukan pada Pemerintah Kabupaten Badung, Bali periode 2011 sampai dengan 2015 dan kurun waktu 5 tahun tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran perkembangan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Badung, Bali.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, sumber data yang digunakan dalam adalah data sekunder yaitu data diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara seperti orang lain atau dokumen, dalam hal ini dari dinas-dinas atau instansi pemerintah. Penelitian ini menggunakan data deret berkala (time series), atau runtut waktu selama lima tahun yaitu dari tahun 2011 – 2015.

Data yang digunakan yaitu realisasi penerimaan pajak daerah, realisasi pendapatan asli daerah, biaya pengelolaan pajak dan target penerimaan pajak Kabupaten Badung, Bali.Metode pengumpulan data dalam penelitian dilakukan adalah metode observasi non partisipan, dikumpulkan dengan mengamati, mencatat dan mengkualifikasikan data. Penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara data diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Badung tahun 2011-2015.

Variabel-variabel yang dianalisis sesuai dengan masalah utama dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) Efisiensi Pajak Daerah; (2) Efektivitas Pajak Daerah; (3) Kontribusi Pajak Daerah.

Teknik Analisis data yang digunakan yaitu kuantitatif deskriptif. Penelitian ini akan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Menyusun tabel analisis efisiensi pajak daerah dengan menggunakan rumus rasio efisiensi. Cara mengukur tingkat efesiensi pajak daerah yaitu dengan membandingkan antara biaya pengelolaan pajak daerah yang dikeluarkan dengan realisasi penerimaan pajak daerah lalu dikalikan dengan seratus persen untuk mendapatkan hasil dalam satuan persen. Hasil perhitungan akan dilihat tingkat efisiensi pajak daerah dengan mencocokkan menggunakan kriteria kinerja keuangan rasio efisiensi yang ada. Semakin kecil tingkat efisiensi maka semakin baik kinerja pemerintah tersebut; (2) Menyusun tabel analisis efektivitas pajak daerah dengan menggunakan rumus rasio efektivitas. Cara mengukur tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah yaitu dengan membandingkan antara realisasi penerimaan pajak daerah dengan sasaran atau target penerimaan pajak daerah yang direncanakan lalu dikalikan dengan seratus persen untuk mendapatkan hasil dalam satuan persen. Hasil perhitungan akan dilihat tingkat efektivitas pajak daerah dengan mencocokkan menggunakan kriteria kinerja keuangan rasio efektivitas yang ada. Semakin tinggi tingkat efektivitas maka semakin eketif kinerja pemerintah tersebut; (3) Menyusun tabel analisis kontribusi pajak daerah terhadap pajak daerah dan PAD digunakan rumus kontribusi pajak daerah. Cara menghitung kontribusi penerimaan pajak daerah dengan membandingkan antara

realisasi penerimaan pajak daerah dengan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah lalu dikalikan dengan seratus persen untuk mendapatkan hasil dalam satuan persen. Hasil perhitungan akan dilihat tingkat kontribusi pajak daerah dengan mencocokkan menggunakan kriteria kontribusi yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

2

Secara administratif Kabupaten Badung memiliki luas wilayah 418,52 Km2 (7,43% luas Pulau Bali) terbagi menjadi 6 (enam) wilayah kecamatan yang terbentang dari ujung utara Kecamatan Petang sampai ujung selatan Kecamatan Kuta Selatan. Wilayah Kabupaten Badung bagian utara merupakan daerah pegununganyang berudara sejuk, berbatasan dengan Kabupaten Buleleng. Bagian tengah merupakan daerah persawahan yang memiliki pemandangan asri dan indah, berbatasan dengan Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar di sebelah timur, Daerah bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Tabanan, sedangkan bagian selatan merupakan dataran rendah dengan pantai berpasir putih yang berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia.

Tabel 4.

Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)Kabupaten Badung Tahun 2011-2015 (dalam rupiah)

Tahun

Target PAD

Realisasi PAD

Persentase

2011

1.155.384.375.024

1.406.298.099.449

121,72%

2012

1.730.646.314.020

1.872.346.181.796

108,19%

2013

2.029.161.138.233

2.279.053.294.586

112,32%

2014

2.475.804.904.020

2.722.625.562.621

109,97%

2015

2.832.034.079.489

2.994.479.837.925

105,74%

Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung, 2016

Tabel 4 menunjukkan target dan realisasi penerimaan PAD Kabupaten

Badung pada tahun 2011-2015. Realisasi PAD Kabupaten Badung 5 tahun

terakhir sudah melampaui dari target PAD yang telah ditetapkan dan selalu mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Pada tahun 2011-2015 besarnya persentase PAD yangterealisasi berturut-turut adalah sebesar 121,72 persen, 108,19 persen, 112,32 persen, 109,97 persen dan 105,74 persen. Persentase realisasi tertinggi yang paling memuaskan terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 121,72 persen dan persentase terendah terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 105,74 persen.

Tabel 5.

Realisasi Penerimaan Masing-masing Pajak DaerahKabupaten Badung Tahun 2011-2015 (dalam ribuan rupiah)

Jenis Pajak

Tahun

2011

2012

2013

2014

2015

Pajak Hotel

852.955.874

1.037.250.881

1.151.740.747

1.454.570.508

1.581.051.410

Pajak Restoran

116.206.318

163.478.050

199.522.362

264.628.244

323.911.681

Pajak Hiburan

16.714.111

22.611.234

25.755.951

30.338.040

40.083.804

Pajak Reklame

7.855.373

3.222.528

6.606.523

2.717.873

2.855.069

Pajak Penerangan Jalan

57.848.743

64.315.694

83.270.114

105.458.642

118.905.915

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

428.941

378.367

227.733

360.310

215.415

Pajak Parkir

2.732.549

7.375.874

8.531.587

11.316.542

13.401.127

Pajak Air Tanah

7.760.335

31.287.449

41.407.510

47.633.381

56.426.593

Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan

219.004.892

355.639.434

342.447.649

255.765.048

267.557.142

Pajak Bumi dan Bangunan

-

-

151.044.070

166.544.273

194.309.999

Jumlah

1.281.507.136

1.685.559.511

2.010.554.246

2.339.332.861

2.598.718.155

Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung, 2016

Berdasarkan Tabel 5 Pajak Hotel dan Pajak Restoran memberikan kontribusi

terbesar kepada PAD Kabupaten Badung.Penerimaan pajak hotel dalam 5 tahun terakhir terus mengalami peningkatan.Tahun 2011 Pajak Hotel memberikan sumbangan sebesar 852.955.874 (dalam ribuan rupiah) dan tahun 2015 memberikan sumbangan sebesar1.581.051.410 (dalam ribuan rupiah). Pajak Hotel dan Pajak Restoran dapat memberikan kontribusi terbesar kepada PAD karena Kabupaten Badung memiliki kawasan wisata Nusa Dua, kawasan wisata Kuta, dan kawasan wisata Tuban yang

menjadi primadona kepariwisataan di Bali. Daerah Kabupaten Badung selain terdapat obyek wisatanya, potensi dari pajaknya juga dipengaruhi oleh pelaksanaan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). MICE tersebut seperti KTT APEC, Penyelenggaraan Miss World, Bali Democracy Forum (BDF), KTT Perubahan Iklim serta acara-acara besar lainya baik tingkat Nasional, Regional, ASEAN maupun Internasional.

Menurut Laporan Kinerja Instansi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung diketahui bahwa peningkatan pajak tersebut disebabkan dalam kurun waktu 3 (tiga) Tahun realisasi kinerja Indikator Persentase Wajib Pajak dalam mengirimkan SPTPD tepat waktutelah melampaui target kinerja yang ditetapkan, dilihat dari perbandingan realisasi Tahun 2011, 2012 dan 2013 realiasasi terhadap target kinerja selalu mengalami peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dalam mengirimkan SPTPD tepat waktu di Kabupaten Badung. Peningkatan wajib pajak ini. Indikator Kinerja Persentase Wajib Pajak dalam melakukan online pembayaran Pajak Daerahadalah merupakan indikator baru yang ditetapkan berdasarkan hasil review Rencana Strategis yang baru muncul di Tahun 2014. Target Kinerja yang ditetapkan sebesar 90% telah mencapai realisasi sebesar 92% dengan capaian kinerja 102,22%.Pencapaian awal yang sudah cukup baik dan mampu melebihi target yang telah ditetapkan.Semakin meningkatnya pengelolaan pajak daerah menyebabkan realisasi penerimaan pajak daerah juga ikut meningkat.

Pada Tabel 5 dapat dilihat selain Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang memberikan kontribusi terendah yaitu Pajak Reklame dan Pajak Parkir. Bagi pemerintah daerah pajak reklame merupakan pajak yang cukup potensial. Pajak Reklame memiliki keunggulan yaitu lokasi objek pajak yang jelas dan mudah diidentifikasi, relatif mudah untuk diimplementasikan, dan pertumbuhannya relatif stabil. Pajak reklame juga memiliki kelemahan yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajaknya cukup kompleks yaitu dihitung berdasarkan jenis, ukuran, lokasi dan lama tampilannya (Mahmudi,

2010:24). Kelemahan tersebut yang menyebabkan penerimaan pajak reklame rendah. Pemerintah daerah perlu mengoptimalkan penerimaan pajak reklame seperti melakukan sinkronisasi antara Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dengan Tata Ruang Reklame (TRR) agar adanya papan reklame tidak mengganggu pemandangan kota atau tidak sesuai tempatnya.

Pajak parkir bagi kebanyakan daerah belum begitu signifikan, tetapi untuk pemerintah daerah yang memiliki banyak pusat pembelanjaan dan pusat keramaian yang menyelenggarakan jasa perparkiran mampu memberikan tambahan PAD yang cukup berarti. Pemungutan pajak parkir dapat dilakukan dengan metode self assessment system ataupun official assessment system. Self assessment system yaitu wajib pajak yang menghitung dan menyetor pajaknya sendiri. Official assessment system yaitu pemerintah daerah perlu melakukan survei dan observasi terlebih dahulu untuk mengetahui potensi pajak parkir sesungguhnya sebelum mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (Mahmudi, 2010:25). Metode pemungutan pajak parkir di Kabupaten Badung dapat dikatakan sangat kurang karena penerimaan pajak parkirnya yang rendah. Kabupaten Badung termasuk daerah pusat perbelanjaan dan keramaian, pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan penerimaan pajak parkir dengan melihat kelemahan-kelemahan dari sistem pemungutan pajak parkir tersebut. Pajak yang masih kurang dalam penerimaannya, pemerintah perlu untuk dapat menggali potensi-potensi daerahnya. Pemerintah harus dapat mengetahui sumber-sumber potensi penerimaan pajak daerah yang perlu ditingkatkan agar dapat memberi kontribusi yang lebih baik terhadap pendapatan daerah khususnya PAD.

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, pemungutan pajak bumi dan bangunan baru mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2013, maka dari itu pada tahun 2011 dan

2012 pajak bumi dan bangunan belum dapat memberikan kontribusi kepada PAD. Objek Pajak ini adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (Pasal 3 ayat 1). Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan (Pasal 4 ayat 1).

Tingkat efisiensi dapat diukur menggunakan rasio efisiensi. Efisiensi merupakan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Efisiensi pajak daerah merupakan perbandingan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan pajak daerah dengan realisasi penerimaan pajak daerah. Adapun tingkat efisien dikelompokkan dalam kriteria-kriteria antara kurang dari 5 persen digolongkan dalam kriteria sangat efisien, 5-10 persen digolongkan dalam kriteria efisien, 11-20 persen digolongkan dalam kriteria cukup efisien, 21-30 persen digolongkan dalam kriteria kurang efisien dan lebih besr dari 30 persen digolongkan dalam kriteria tidak efisien.

Tabel 6.

Tingkat Efisiensi Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011-2015 (dalam rupiah)

Tahun

Biaya Pengelolaan

Realisasi Pajak

Persentase

Kriteria

2011

1.593.254.625

1.281.507.139.825

0,12%

Sangat efisien

2012

1.630.226.650

1.685.559.515.318

0,10%

Sangat efisien

2013

1.810.363.282

2.010.554.251.067

0,09%

Sangat efisien

2014

6.583.036.098

2.339.332.864.903

0,28%

Sangat efisien

2015

3.592.238.000

2.598.718.159.654

0,14%

Sangat efisien

Rata-rata

0,15%

Sangat efisien

Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung, 2016

Efisiensi dapat dikatakan lebih baik jika hasil perhitungan yang didapat

bernilai semakin kecil.Semakin kecil nilai yang diperoleh maka semakin efisien

dan sebaliknya semakin besar nilai yang diperoleh maka semakin tidak efisien. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat efisiensi pajak daerah di Kabupaten Badung 5 tahun terakhir pada Tabel 6 menunjukan bahwa persentase tingkat efisiensi pajak daerah terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 0,09 persen yang tergolong sangat efisien dan persentase tingkat efisien pajak daerah tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 0,28% persen yang terolong sangat efektif. Tingkat efisiensi pajak daerah Kabupaten Badung pada tahun 2011 sampai 2015 diketahui bahwa nilainya berfluktuasi. Pada tahun 2011 tingkat efisiensi pajak daerah sebesar 0,12 persen yang tergolong dalam kriteria sangat efisien. Pada tahun 2012 tingkat efisiensi pajak daerah mengalami penurunan yaitu sebesar 0,10 persen dan mengalami kembali menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar 0,09 persen. Pada tahun 2014 tingkat efisiensi pajak daerah mengalami peningkatan yaitu sebesar 0,28 dan tahun 2015 kembali menurun yaitu sebesar 0,14 persen. Rata-rata tingkat efisiensi pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2011 sampai 2015 yaitu sebesar 0,15 persen yaitu tergolong sangat efisien karena bernilai dibawah 5 persen.

Pada Tabel 6 dapat dilihat pula setiap tahunnya biaya pengelolaan pajak daerah selalu mengalami peningkatkan terkecuali hanya pada tahun 2015 biaya pengelolaan pajak daerah mengalami penurunan. Program-program yang dilakukan pemerintah daerah untuk membiayai pengelolaan pajak tidak sama setiap tahunnya tergantung dari kebutuhan dalam setiap tahunnya dan kebijakan yang ditetapkan pada tahun tersebut. Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten

Badung pada tahun 2014 dan 2015 terdapat penambahan program yang menyebabkan biaya pengeloaan pajak daerah pun juga ikut meningkat.

Proses pemungutan pajak harus sebanding dengan biaya pungut yang dikeluarkan pemerintah untuk proses penagihan sehingga tidak terjadi pemborosan anggaran belanja akibat adanya upah pungut. Terkait dengan prinsip-prinsip pajak daerah yaitu prinsip elastisitas, prinsip keadilan, prinsip kemudahan administrasi, prinsip keberterimaan politis dan prinsip nondistorsi terhadap perekonomian, maka perpajakan daerah harus mampu menciptakan sistem pemungutan yang ekonomis, efisein dan efektif. Pemerintah daerah harus dapat memastikan bahwa penerimaan pajak lebih besar dari biaya pemungutannya. Pemerintah Kabupaten Badung sudah mampu menngelola pajak daerahnya dengan baik dilihat dari biaya pemungutannya yang lebih kecil dari penerimaan pajak daerah dan sudah termasuk dalam kriteria sangat efisien.

Analisis berhubungan erat dengan target yang menjadi acuan dalam memungut pajak, sedangkan target berhubungan erat dengan potensi. Pentingnya mengetahui potensi maka akan menjadi lebih tepat menentukan target yang tentunnya akan berimbas pada realisasi yang tidak akan jauh dari perkiraan target (Mosal, 2013). Tingkat efektivitas dapat diukur menggunakan rasio efektivitas. Efektivitas merupakan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas pajak daerah merupakan hubungan antara hasil yang diharapkan yaitu target penerimaan pajak daerah dan hasil yang sesungguhnya dicapai yaitu penerimaan pajak daerah. Adapun tingkat efektivitas dikelompokkan dalam kriteria-kriteria antara lain lebih besar dari 100 persen

digolongkan dalam kriteria sangat efektif, 100 persen digolongkan dalam kriteria efektif, 90-99 persen digolongkan dalam kriteria cukup efektif, 75-89 persen digolongkan dalam kriteria kurang efektif dan kurang dari 75 persen digolongkan dalam kriteria tidak efektif.

Tabel 7.

Tingkat Efektivitas Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011-2015 (dalam rupiah)

Tahun

Target

Realisasi

Persentase

Kriteria

2011

1.052.902.867.000

1.281.507.139.825

121,71%

Sangat efektif

2012

1.587.437.906.151

1.685.559.515.318

106,18%

Sangat efektif

2013

1.828.670.033.670

2.010.554.251.067

109,95%

Sangat efektif

2014

2.181.858.461.743

2.339.332.864.903

107,22%

Sangat efektif

2015

2.487.460.318.000

2.598.718.159.654

104,47%

Sangat efektif

Rata-rata

109,91%

Sangat efektif

Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung, 2016

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat efektivitas pajak daerah di Kabupaten Badung 5 tahun terakhir pada Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pajak daerah tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 121,71 persen yang tergolong sangat efektif dan tingkat efektivitas terendah terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 104,47 persen yang terolong sangat efektif. Tingkat efektivitas pajak daerah Kabupaten Badung pada tahun 2011 sampai 2015 diketahui bahwa nilainya berfluktuasi. Pada tahun 2011 tingkat efektivitas pajak daerah sebesar 121,71 persen yang tergolong dalam kriteria sangat efektif. Pada tahun 2012 tingkat efektivitas pajak daerah mengalami penurunan yaitu sebesar 106,18 persen dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 yaitu sebesar 109,95 persen. Pada tahun 2014 dan 2015 tingkat efektivitas pajak daerah kembali menurun yaitu sebesar 107,22 persen dan 104,91 persen.

Rata-rata tingkat efektivitas penerimaan pajak Kabupaten Badung tahun 2011 sampai 2015 yaitu sebesar 109,91 persen yang tergolong dalam kriteria sangat efektif karena bernilai diatas 100 persen. Dapat disimpulkan bahwa kinerja pemerintah Kabupaten Badung khususnya Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung dalam merealisasikan penerimaan pajak daerah sudah melebihi target yang direncanakan dengan sangat baik. Pengganggaran target yang ditetapkan berdasarkan atas situasi wilayahnya dan jumlah dana yang dimiliki oleh pemerintah serta target tersebut dapat berubah sewaktu-waktu disebabkan penambahan anggaran sesuai dengan kebutuhan daerahnya atau yang sering disebut dengan target induk dan target perubahan. Target induk merupakan target di awal tahun penerimaan sedangkan target perubahan, target yang ditetapkan sepanjang satu tahun berjalan.

Nilai dari rasio efektivitas yang ditunjukkan dalam 5 tahun terakhir merupakan kinerja yang sangat baik karena perolehan dari pajak daerah sudah melebihi dari target yang ditetapkan atau sudah sesuai target yang diharapkan. Nilai rasio yang ditunjukkan patut dipertahankan dan ditingkatkan lagi oleh Kabuapten Badungdan selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dalam pengusulan dan penyusunan APBD yang diperuntukkan bagi pembangunan Kabupaten Badung.

Kontribusi pajak daerah yaitu merupakan peran dari pajak daerah dalam peningkatan PAD. Adapun kriteria dalam menentukan tingkat kontribusi antara lain 0,00-10 persen digolongkan dalam kriteria sangat kurang, 10,10-20 persen digolongkan dalam kriteria kurang, 20,10-30 persen digolongkan dalam kriteria

sedang, 30,10-40 persen digolongkan dalam kriteria cukup baik, 40,10-50 persen digolongkan dalam kriteria baik dan lebih besar dari 50 persen digolongkan dalam kriteria sangat baik.

Tabel 8

Kontribusi Pajak Daerah Dalam Peningkatan PAD Kabupaten Badung Tahun 2011-2015 (dalam rupiah)

Tahun

Realisasi PAD

Realisasi Pajak

Persentase

Kriteria

2011

1.406.298.099.449

1.281.507.139.825

91,13%

Sangat baik

2012

1.872.346.181.796

1.685.559.515.318

90,02%

Sangat baik

2013

2.279.053.294.586

2.010.554.251.067

88,22%

Sangat baik

2014

2.722.625.562.621

2.339.332.864.903

85,92%

Sangat baik

2015

2.994.479.837.925

2.598.718.159.654

86,78%

Sangat baik

Rata-rata

88,41%

Sangat baik

Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung, 2016

Penerimaan pajak daerah merupakan salah satu sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan daerah. Penerimaan pajak daerah yang baik dapat dilihat dari keberhasilan daerah dalam pemungutan pajak daerahnya. Faktor kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan faktor kemampuan aparat pemerintah dalam melaksanakan tugas lapangannya mempengaruhi dalam penerimaan pajak daerah. Perlu upaya pemerintah daerah dalam menggali potensi-potensi pajak daerah untuk dapat meningkatkan PAD.

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa realisasi pajak daerah selalu meningkat setiap tahunnya. Peningkatan tersebut disebabkan oleh komponen pajak daerah yang juga meningkat seperti pajak hotel dan pajak restoran yang memberi sumbangan tertinggi kepada pajak daerah. Untuk realisasi penerimaan PAD juga meningkat di setiap tahunnya, ini disebabkan pajak daerah dan retribusi daerah juga meningkat dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan Tabel 8 diketahui rata-rata

tingkat kontribusi pajak daerah dalam peningkatan PAD Kabupaten Badung Tahun 2011 sampai 2015 sebesar 88,41 persen yang digolongkan dalam kriteria sangat baik. Pada Tahun 2011 sampai 2014 kontribusi pajak daerah dalam PAD selalu mengalami penurunan yaitu tahun 2011 sebesar 91,13 persen, tahun 2012 sebesar 90,02 persen, tahun 2013 sebesar 88,22 persen dan tahun 2014 sebesar 85,92 persen. Hanya pada tahun 2015 kontribusi pajak daerah dalam PAD mengalami peningkatan yaitu sebesar 86,78 persen. Kontribusi pajak daerah pada peningkatan PAD tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 91,13 persen dan terendah pada tahun 2014 yaitu sebesar 85,92 persen.

Peningkatan dan penurunan kontribusi tersebut disebabkan setiap tahunnya penerimaan pajak daerah dan PAD tidak sama. Tahun 2011 penerimaan pajak daerah sebesar 1.281.507.139.825 dan PAD sebesar 1.406.298.099.449 yang memiliki selisih yang terpantau tidak jauh, sedangkan pada tahun 2014 penerimaan pajak daerah sebesar 2.339.332.864.903 dan penerimaan PAD sebesar 2.994.479.837.925 yang terpantau memiliki selisih yang jauh yang menyebabkan persentasenya rendah. Rata-rata kontribusi pajak daerh yaitu sebesar 88,41 persen yang tergolong sangat baik, artinya Pemerintah Daerah Kabupaten Badung sudah mampu mewujudkan kemandirian daerahnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Rata-rata tingkat efisiensi pajak daerah Kabupaten Badung 5 tahun terakhir yaitu sebesar 0,62 persen digolongkan dalam kriteria sangat efisien. Biaya pengelolaan pajak

daerah Kabupaten Badung sudah dapat dikelola dengan baik dimana biaya pengelolaan pajak daerah lebih rendah dari penerimaan pajak daerahnya.

Rata-rata tingkat efektivitas pajak daerah Kabupaten Badung 5 tahun terakhir yaitu sebesar 109,91 persen digolongkan dalam kriteria sangat efektif. Target penerimaan pajak daerah sewaktu-waktu akan dapat berubah disebabkan adanya penambahan anggaran yang sering disebut dengan target induk dan target perubahan.

Rata-rata tingkat kontribusi pajak daerah dalam peningkatan PAD Kabupaten Badung 5 tahun terakhir sebesar 88,41 persen digolongkan dalam kriteria sangat baik. Pajak daerah Kabupaten Badung sebagai salah satu sumber PAD sudah mampu mewujudkan kemandirian daerahnya.

Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan interpretasi data serta simpulan maka saran yang dapat diberikan adalah Tingkat efisiensi pajak daerah tergolong sangat efisien, Pemerintah Kabupaten Badung dalam pengelolaan pajak daerah di masa yang akan datang harus dapat mempertahankan efisiensinya dengan mengurangi pengelolaan pajak daerah yang tidak memberikan konstribusi yangn baik bagi penerimaan pajak daerah.

Tingkat efektivitas pajak daerah tergolong sangat efektif, Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dapat mempertahankan penerimaan pajak daerah dengan menggali potensi-potensi pajak daerah. Pemerintah daerah juga dapat tetap melaksanakan sosialisasi dan penyuluhan mengenai peyuluhan kepada objek yang dijadikan sebagai wajib pajak. Penyuluhan tersebut bertujuan agar nantinya dapat dioptimalkan kondisinya untuk mempermudah pendapatan terhadap

sumber-sumber penerimaan pajak dan tunggakan pajak diharapkan dapat diminimalisir dengan baik.

Kontribusi pajak daerah dalam peningkatan PAD tergolong sangat baik, Pemerintah Kabupaten Badung harus dapat lebih mempertahankan kontribusi pajak daerah dalam upaya mewujudkan otonomi daerah dengan cara menggali potensi-potensi pajak daerah.

REFERENSI.

Adenugba, Adesoji Adetunji. 2013. The Effect of Internal Revenue Generation on Infrastructural Development. A study of Lagos State Internal Revenue Service. Journal of Educational and Social Research, 3(2):403-419.

Akudugu, Jonas Ayaribilla. 2012. Accountability in Local Government revenue Management: who does what?.Journal of Sustainnable Development. 2(8).

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Bali Dalam Angka 2015. BPS Provinsi Bali

------.2016. Badung Dalam Angka 2015. BPS Kabupaten Badung

Damaiyanti., dan I. P. Ery Setiawan. 2014. Analaisis Efektivitas dan Konstribusi Penerimaan PBB terhadap PAD Kota Denpasar Tahun 2009-2013. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 9(1):97-105

Dewi, Putu Ayu Krisna., dan I Ketut Sutrisna. 2015. Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 4(1):32-40.

Faridi, Muhammad Zahir. 2011. Contribution of Fiscal Decentralization to Economic Growth: Evidence from Paskistan. Pakistan Journal of Social Sciences (PJSS), 31(1):1-13.

Fauzan., dan Moh. Didik Ardiyanto. 2012. Akuntansi dan Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Asasi atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Konstribusinya terhadap Pendapatan Daerah di Kota Semarang Periode Tahun 2008-2011. Diponegoro Journal of Accounting, 1(2):1-11.

Halim, Abdul., dan Theresia Damayanti. 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah edisi 2. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Halim, Abdul. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

------.2010. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta:Unit Penerbitan dan Percetakan (UPP) AMP YKPN.

------.2011. Pengelolaan Keuangan Daerah Edisi ketiga. Yogyakarta: UPP APM YKP.

------.2014. Manajemen Keuangan Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.

Julastiana., dan I Wayan Suartana.2013. Analisis Efesiensi dan Efektivitas Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Klungkung. E-Jurnal Akuntansi, 2(1):1-17.

Kiwanuka, Michael. 2012. Decentralization and Good Governance in Africa. Institutional Challenges to Uganda’s Local Governments. The Journal of African and Asian Government Studies, 1(3):44-59.

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kusuma Arsana., dan I M. Budi. 2013. Analisis Efesiensi dan Efektivitas Pajak Reklame serta Prospeknya di Kabupaten Badung. E-Jurnal EP Unud, 2(4):190-199.

Liliana, Bunescu, Mihaiu Diana., and Comaniciu Carmen. 2011. Is There a Correlation between Government Expenditures, Population, Money, Supply, and Government Revenue?. International Jounal of Arts & Sciences, 4(12):241-254.

Lucky, Dihan. 2013. Analysis Of The Effect Of Regional Financial Performance To Economic Growth and Poverty Through Capital Expenditure. Journal of Economics and Sustainable Development, 4(19):7-18.

Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

------. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakata: CV Andi Offset.

Mosal, Mourin M. 2013. Analisis Efektivitas, Kontribusi Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Penerapan Akuntansi di Kota Manado. Jurnal EMBA, 1(4): 374-382.

Norregaard, John. 2013. Taxing Immovable Property: Revenue Potential and Implementation Challenges. IMF Working Paper, 13(129).

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pratama., dan I Wayan Suartana.2014. Perbandingan Tingkat Efisiensi dan Efektivitas Penerimaan Pajak Hiburan Dinas Pendapatan Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 7(2):266-279.

Rame., dan I.G. Putu Nata W. 2013. Analisis Efektivitas, Efesiensi Penerimaan Pajak Hiburan dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung. E-Jurnal EP Unud, 2(10):434-440.

Rinaldi, Udin. 2012. Kemandirian Keuangan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jurnal EKSOS, 8(2):105-113.

Sukarya, I Wayan. 2012. Studi Efektivitas Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan Kemapuan Pembiayaan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar Periode Tahun 2006-2010. Skripsi. Universitas Udayana, Denpasar.

Sumartini, Ni Komang Ayuk. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal sebagai Variabel Intervening di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Skripsi. Universitas Udayana, Denpasar.

Supriyanti., dan I Ketut Yadnyana. 2015. Value for Money Pajak Reklame dan Penerangan Jalan Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 10(2):503-519.

Tang, Bo-sin, Siu-wai Wong., and Sing-cheong Liu. 2011. Institutions, Property Taxation and Local Government Finance in China. Issues of Urban Studies, 48(5):847-875.

Uhunmwuangho, S.O., and Stanley Aibieyi. 2013. Problems of Revenue Generation in Local Government Administration in Nigeria. Business and Management Research Journal, 2(3):89–96.

Walakandou, Randy J.R. 2013. Analisis Konstribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) DI Kota Manado. Jurnal EMBA, 1(3):722-729.

Warner, Mildred E. 2012. Local Government Financial Capacity and The Growing Importance of State Aid. Rural Development Perspectives, 13(3):27-36.

Zouhaier, Hadhek. 2011. Institutions, Investment and Economic Growth. International Journal of Economics and Finance, 4( 2):152-162.

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Badung Tahun. 2015. http://badungkab.go.id/ (diunduh tanggal 16 Desember 2016).

2387