E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 6, No. 2, 2017: 1055-1082     ISSN : 2302-8912

PERAN PERCEIVED QUALITY MEMEDIASI PERCEIVED PRICE TERHADAP PERCEIVED VALUE PENGGUNA JASA

LAYANAN RUMAH KOS JIMBARAN

Wayan Satya Pariana Buditama1 Ni Made Asti Aksari2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia Email: [email protected]/ Tlp. +6282237437577

ABSTRAK

Perceived value konsumen terhadap produk berbeda-beda pada tiap individu. Sebagai pemasar, perceived value konsumen harus dipahami karena merupakan perilaku konsumen sebelum pembelian, saat terjadi pembelian dan pasca pembelian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perceived price dan perceived quality terhadap perceived value pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner dengan metode purposive sampling yang berjumlah 100 responden. Teknik analisis yang dipakai adalah analisis jalur. Hasil menunjukan bahwa perceived price berpengaruh terhadap perceived quality secara positif signifikan namun perceived price tidak berpengaruh signifikan terhadap perceived value, sedangkan perceived quality berpengaruh positif signifikan terhadap perceived value dan mampu memediasi hubungan perceived price terhadap perceived value secara penuh. Berdasarkan hasil ini, penyedia jasa layanan rumah kos di Jimbaran diharapkan dapat memberikan harga yang sesuai dengan kualitas dari pelayanan dan bilik- bilik kamarnya.

Kata kunci: perceived price, perceived quality, perceived value, jasa layanan rumah kos.

ABSTRACT

Consumer’s perceived value differs among individuals. As marketers, consumer perceived value must be understood as it represents consumer behavior before purchase, during purchase and after purchase. This research was conducted to examine the relationship among consumers’ perceived price, perceived quality and perceived value of boarding houses in Jimbaran. Purposive sampling method was used to collect data with a total sample of 100 respondents and path analysis was used to analyse the data. The result of this study shows that perceived price has a positive and significant effect on perceived quality but insignificant effect on perceived value, while perceived quality has a positive and significant effect on perceived value and it also significantly mediates the relationship between perceived price and perceived value. This indicates that providers of boarding houses in Jimbaran should set their prices that reflects the quality of their rooms and services.

Keywords: perceived price, perceived quality, perceived value, boarding houses.

PENDAHULUAN

Penilaian konsumen akan sebuah produk memiliki perbedaan nilai satu individu dengan individu lainnya yang dipengaruhi karena perbedaan usia, budaya, pendidikan dan keadaan sosial ekonomi (Sopian, 2014). Perkembangan jenis produk tidak hanya barang, melainkan adanya bentuk jasa untuk melengkapi kebutuhan konsumen yang berada di suatu wilayah. Bali yang sebagai salah satu wilayah memiliki berbagai potensi di berbagai kabupatennya menjadi daya tarik sendiri khususnya dibidang investasi bagi investor dan pemerintah untuk menanamkan modalnya. Banyaknya investasi ini, membuat Bali menjadi salah satu wilayah yang mengalamai perkembangan yang pesat di Indonesia, terutama di bidang ekonominya.

Cepatnya pertumbuhan ekonomi di Bali dan diikuti dengan berbagai perkembangan investasi di berbagai bidangnya menjadikan Bali di datangai oleh banyak kaum urban. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan arti kata urban yakni sebagai orang yang berpindah dari desa ke kota (http://kbbi.web.id) . Kaum urban ini berdatangan ke berbagai wilayah di Bali dan Jimbaran merupakan salah satu wilayah yang didatangi oleh kaum urban. Jimbaran merupakan salah satu kelurahan yang berada dikabupaten Badung memiliki beberapa potensi yang menyebabkan datangnya kaum urban ke kelurahan ini yakni potensi dari sisi pariwisatanya serta adanya berbagai perguruan tinggi di kelurahan ini.

Yulyani (2014) menjelaskan pekerjaan dan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia, oleh karena hal

tersebutlah kaum urban datang ke Jimbaran untuk bekerja di sektor pariwisata ataupun menempuh pendidikan tinggi, karena diketahui secara geografik beberapa pendidikan tinggi terdaftar dan tercatat keberadaannya di kelurahan Jimbaran diantaranya Universitas Udayana dan Politeknik Negeri Bali .

Datangnya kaum urban ke Jimbaran dengan berbagai tujuannya, memicu pertumbuhan pelayanan rumah kos di Jimbaran untuk saling memenuhi kebutuhan kaum urban untuk akomodasinya sebagai tempat tinggal. Berdasarkan kejadian tersebut, para penyedia rumah kos saling bersaing memberikan pelayanan terbaiknya seperti hotel berbintang dan salah satu strategi di pelayanan jasa yang diberikan oleh penyedia jasa rumah kos yakni mengajukan sebuah proposisi nilai kepada konsumen (Agustina dan Chandra, 2011). Proposisi nilai yang telah ditawarkan oleh produsen akan diterima oleh konsumen sebagai customer perceived value. Kotler dan Keller (2009:136) mendefiniskan customer perceived value merupakan selisih penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat serta biaya dari suatu penawaran. Perceived value setiap orang pun bisa berbeda-beda karena dilatarbelakangi oleh berbagai norma dalam keluarga, lingkungan, tujuan hidup, cita- cita dan lain sebagainya (Setyawan, 2010). Perceived value yang didapat dari konsumen akan berdampak memberi keuntungan bagi konsumen itu sendiri (Putra dan Suryani, 2015).

Kualitas merupakan hal yang penting harus dimiliki oleh penyedia rumah kos di wilayah Jimbaran baik yang tergambarkan di pelayanannya

maupun bilik kamar yang dijualnya karena itu merupakan kebijakan dari masing- masing penyedia (Subagio dan Saputra, 2012). Kualitas di definisikan sebagai keputusan menyeluruh baik barang fisik maupun jasa disaat berbelanja ataupun disaat mengkonsumsinya (Nor et al., 2016). Diketahui pula bahwa harga dari sebuah produk baik barang ataupun jasa menjadi faktor kunci bagi pilihan konsumen untuk mengkonsumsi produk baik barang ataupun jasa (Hee et al., 2012). Harga merupakan stimulus eksternal bagi konsumen dalam hal perceived value terhadap produk itu, harga bisa saja menggambarkan bagaimana pengorbanan konsumen dalam membeli sebuah produk dan sekaligus harga mampu menjelaskan bagaimana kualitas dari sebuah produk dengan pertimbangan konsumen memiliki batas wajar untuk membayar sebuah pengorbanan (Dodds et al., 1991).

Secara terperinci, tujuan penelitian ini yakni untuk menguji, (1) pengaruh perceived price terhadap perceived quality; (2) pengaruh perceived price terhadap perceived value; (3) pengaruh perceived quality terhadap perceived value; (4) peran perceived quality dalam memediasi perceived price terhadap perceived value.

Perceived quality didefiniskan sebagai pengevaluasian konsumen terhadap keseluruhan brand baik terhadap unsur intrinsiknya ataupun unsur ekstrinsiknya. Unsur instrinsik berupa kinerja dan daya tahan sedangkan unsur ekstrinsiknya berupa nama brand itu sendiri (Nor et al., 2016). Penelitian yang dilakukan Agarwal dan Teas (2001) menemukan hasil

bahwa perceived price berpengaruh secara positif signifikan terhadap perceived quality. Perceived price memang benar berpengaruh positif dan signifikan terhadap perceived quality, hal ini juga ditunjukan pada penelitian Chen dan Dubinsky (2003) yang mendapatkan hasil bahwa perceived price berpengaruh signifikan dan positif terhadap perceived quality. Hasil dari variabel perceived price yakni berpengaruh positif dan signifikan terhadap perceived quality (Dodds et al., 1991). Hasil ini membuktikan bahwa harga dapat menggambarkan sebuah kualitas dari sebuah produk jasa kepada konsumen yang tidak familiar terhadap produk jasa itu, maka hipotesis yang dapat diambil dari hasil-hasil penelitian tersebut sebagai pendukung yakni:

H1: Perceived price berpengaruh positif signifikan terhadap perceived quality pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran.

Harga merupakan faktor self-directed dari perceived value yang menggambarkan bagaimana pengaruh harga dari sebuah produk terhadap nilai yang akan dipersepsikan oleh konsumen (Sweeney dan Soutar, 2001). Riviere dan Mencarelli (2012) menjelaskan bahwa harga termasuk ke dalam sebuah pengorbanan (sacrifices) dalam perceived value sebagai seorang konsumen .

Riviere (2015) membuktikan bahwa perceived price yang tergolong perceived sacrfice memberikan hasil yang negatif dan berpengaruh signifikan terhadap perceived value of innovation. Wichman (2014) menunjukan bahwa perceived price seseorang akan mempengaruhi

pengeluarannya terhadap mengkonsumsi sesuatu. Alford dan Biswas (2002) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil bahwa konsumen yang memiliki perceived price yang tinggi maka kecenderungan perceived value mereka menurun, begitu juga hasil yang didapatkan oleh Oh (1999) pada kesimpulan penelitiannya bahwa perceived price menimbulkan efek negative terhadap perceived value, hal ini menunjukan bahwa terjadi hubungan yang terbalik antara harga dan nilai. Peneliti sebelumnya juga mendapatkan hasil bahwa harga mempunyai pengaruh negatif langsung terhadap perceived value (Dodds et al., 1991). Shwu dan Yen (2014) mendapatkan hasil bahwa hubungan negatif terjadi antara perceived price dengan perceived value. Hee et al. (2012) pada hipotesis dan hasil penelitiannya membuktikan bahwa perceived price berpengaruh negatif terhadap perceived value sedangkan Wijaya dkk. (2013) mendapatkan hasil yang berlawanan dari peneliti yang lain yang menyatakan bahwa perceived price tidak berpengaruh signifikan terhadap perceived value sehingga hipotesis yang dapat disimpulkan yakni:

H2: Perceived price berpengaruh negatif signifikan terhadap perceived value pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran.

Perceived quality didefiniskan sebagai pengevaluasian konsumen terhadap keseluruhan brand baik terhadap unsur intrinsiknya ataupun unsur ekstrinsiknya. Unsur instrinsik berupa kinerja dan daya tahan sedangkan unsur ekstrinsiknya seperti nama brand itu sendiri (Nor et al., 2016).

Penelitian Chen dan Dubinsky (2003) menunjukan bahwa perceived product quality memiliki pengaruh secara positif terhadap perceived customer value. Penelitian Nor et al. (2016) membuktikan bahwa perceived quality berpengaruh signifikan terhadap nilai emosional yang didapatkan konsumen Malaysia pada produk makanan. Tam (2004) mendapatkan hasil pada penelitiannya bahwa variabel perceived quality berpengaruh positif terhadap perceived value. Wijaya dkk. (2013) mendapatkan hasil pada penenlitiannya bahwa pengaruh perceived quality terhadap perceived value berpengaruh positif dan signfikan pada konsumen pengguna internet mobile XL di Surabaya. Penelitian pada konsumen software pun menunjukan hasil yang sama terkait pengaruh perceived quality dengan perceived value yang menunjukan hubungan yang saling mempengaruhi secara posisitif (Liu et al., 2015). Milfelner et al. (2009) mendapatkan hasil dan membuktikan pada penelitiannya yakni perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap perceived value, sehingga hipotesis yang didapatkan yakni:

H3: Perceived quality berpengaruh positif signifikan terhadap perceived value pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran.

Harga dan kualitas merupakan faktor self-directed dari perceived value sehingga memungkinkannya kedua variabel ini saling memediasi untuk mempengaruhi perceived value (Sweeney dan Soutar, 2001). Dodds et al. (1991) mendapatkan jawaban dari kedua hubungan variabel tersebut terhadap perceived value dan menunjukan hasil bahwa perceived quality berperan positif dan signifikan dalam memediasi perceived price dan

perceived value. Penelitian terbaru pun mencoba untuk menyelidi terkait hubungan kedua variabel tersebut, dan pada akhirnya Beneke et al. (2013) membuktikan dan mendapatkan hasil bahwa perceived product quality sebagai variabel mediasi berpengaruh positif dan signifikan dalam memediasi hubungan antara perceived relative price dan perceived value pada pengguna peralatan rumah tangga di negara Afrika Selatan, sehingga hipotesis yang dapat ditarik yakni:

H4: Perceived quality mampu memediasi perceived price terhadap perceived value pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran.

METODE PENELITIAN

Desain pada penelitian ini yakni kuantitatif dengan jenis eksplanasinya asosisatif. Jimbaran dipilih sebagai lokasi penelitian ini dikarenakan, perkembangan penyedia jasa layanan rumah kos mengikuti perkembangan datangnya kaum urban ke Jimbaran yang diketahui di Jimbaran terdapat perguruan tinggi untuk kaum urban melanjutkan pendidikan tinggi dan Jimbaran banyak akan tempat pengembangan karir di sektor pariwisata sehingga kaum urban berdatangan ke Jimbaran. Objek penelitian ini yakni, perceived price sebagai variable bebas yang disimbolkan X, perceived quality sebagai variable mediasi disimbolkan Y1 dan perceived value sebagai variabel terikat dengan symbol Y2.

Penelitian ini menggunakan data kuantitaif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa data perkembangan investasi di Jimbaran, data berupa peningkatan datangnya kaum urban ke Jimbaran, data harga sewa kos

perbulan dan hasil tabulasi data dari kuisioner. Data kualitatif berupa pernyataan dari responden- responden terhadap kuisioner. Sumber data pada penelitian ini yakni sumber primer dari responden yang memberikan tanggapan pada kuisioner dan sumber sekunder berupa data yang didapatkan di Badan Pusat Statistik, dan kantor kelurahan Jimbaran. Variabel serta indikator dalam penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.

Klasifikasi Konstruk dan Indikator

Variabel

Indikator

Sumber

Perceived

Value (Y2)

  • 1 . product’s value is good (Y2.1)

  • 2 .product’s price is economical (Y2.2)

  • 3 .product is a good buy (Y2.3)

  • 4 .product’s price is acceptable (Y2.4)

  • 5 .product be a bargain (Y2.5)

Sanjeev dan Teas (2001); Dodds et al. (1991)

Perceived quality (Y1)

  • 1.    Overall structural conditions (Y1.1)

  • 2.    General housekeeping (Y1.2)

  • 3.    Condition of ceiling (Y1.3)

  • 4.    Condition of walls (Y1.4)

  • 5.    Condition of floor (Y1.5)

  • 6    Condition of lightning (Y1.6)

  • 7.    Condition of windows (Y1.7)

Kain dan Quigley

(1970)

Perceived price (X)

  • 1.  The price is expensive (X.1)

  • 2.   The price is costly (X.2)

  • 3.  The price is higher than expectation (X.3)

  • 4.  The price is higher than another (X.4)

Riviere (2015);

Shwu dan Yen (2014); Hee et al.

(2012)

Sumber: Data diolah, 2016

Metode dalam penentuan sampel yang digunakan yakni non probability sampling teknik purposive sampling. Roscoe dalam Sekaran (2006:160) menjelaskan cara untuk penentuan jumlah sampel yakni 5- 10 kali dari jumlah variabel atau indikator penelitian, sehingga dengan menggunakan estimasi tersebut diperoleh ukuran sampel sebesar 80 hingga 160 responden. Instrumen penelitian kuisioner disebarkan ke 100 responden dengan terdiri dari pernyataan terbuka dan tertutup, pertanyaan tertutup yang diukur menggunakan skala likert yakni skala 1sampai 5 yakni 5 berarti

sangat setuju (SS), 4 berarti setuju (S), 3 berarti netral (N), 2 berarti tidak setuju (TS), 1 berarti sangat tidak setuju (STS). Data yang valid dan reliabel harus diperoleh, sehingga instrumen penelitian ini diuji validitas dan reliabilitasnya.

Validnya instrumen apabila r pearson correlation terhadap skor di atas 0,30 (Sugiyono, 2014:178). Reliabel apabila nilai koefesien cronbach’s alpha lebih besar dari 0,60. Teknik analisis hipotesis yang digunakan pada penelitian ini Path dan Sobel test, namun sebelumnya dilakukan analisis faktor konfirmatori untuk memastikan kelayakan ukuran dan kelayakan data serta uji asumsi klasik karena model berbentuk regresi.

Analisis Faktor Konfirmatori

Teknik Analisis Faktor Konfirmatori dilakukan untuk mengestimasi measurement model, menguji unidimensionalitas dari konstruk masing-masing eksogen dan endogen. Model dari analisis faktor konfirmatori pada penelitian ini yaitu perceived price (X1), perceived quality (Y1), serta perceived value (Y2). Korelasi nilai Kaiser Mayer Olkin (KMO) untuk analisis faktor akan menunjukan kecukupan sampel pada sebuah penelitian.Nilai KMO diatas 0,5 menunjukan bahwa kecukupan sampel terpenuhi. Measures of Sampling Adequency (MSA) pada analisis faktor akan menunjukan kelayakan model yang digunakan dalam analisis faktor. Apabila nilai MSA lebih dari 0,5 maka menunjukkan bahwa model layak digunakan pada analisis factor. Penentuan jumlah faktor yang digunakan

pada penelitian ini menggunakan penentuan berdasarkan apriori yang dimana penentuan faktor telah ditentukan oleh peneliti (Suliyanto, 2005).

Uji Analisis Jalur (Path Analysis)

Analisis jalur adalah perluasan dari analisis regresi linear berganda, atau analisis jalur merupakan analisis untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model casual) yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori (Ghozali, 2013:249). Langkah-langkah dalam menggunakan path analysis yakni merumuskan hipotesis dan persamaan structural berdasarkan teori yang ada, membentuk diagram koefisien jalur dengan merumuskan semua pengaruh baik langsung dan tidak langsung, menghitung nilai koefisien jalur secara keseluruhan (simultan) melalui kaidah pengujian signifikansi, menghitung koefisien jalur secara individual yakni untuk mengetahui signifikan analisis jalur meringkas dan menyimpulkan, serta langkah terakhir adalah meringkas hasil koefisien jalur dan memberikan interprestasi atau kesimpulan dari hasil analisis.

Uji Sobel

Pengujian hipotesis mediasi dilakukan dengan prosedur yang dikembangkan oleh Sobel pada tahun 1982 dan disebut dengan uji Sobel (Sobel test).   Uji Sobel ini merupakan alat analisis untuk menguji

signifikansi hubungan antara variabel independen tidak langsung yaitu perceived price (X) terhadap perceived value (Y2) melalui perceived quality

(Y2) yang berperan sebagai variabel mediasi. Pengaruh tidak langsung variabel perceived price (X) terhadap variabel perceived value (Y2) melalui variabel perceived quality (Y1) dihitung dengan mengalikan koefisien jalur X terhadap Y1 (a) dengan koefisien jalur Y1 terhadap Y2 (b) atau ab. Jadi koefisien ab = (c – c’), dimana c yaitu pengaruh X terhadap Y2

tanpa mengontrol Y1, sedangkan c’ adalah koefisien pengaruh X terhadap Y2 setelah mengontrol Y1. Standard error koefisien a dan b masing-masing disimbolkan dengan Sa dan Sb, besarnya standard error tidak langsung atau indirect effect yakni Sab.

Rumus standard error tidak langsung (indirect effect) Sab dihitung sebagai berikut.

Sab = √b2Sa2 + a2sb2 + Sa2Sb2………………………………………..…...(1) Untuk menguji signifikansinya yakni pengaruh tidak langsung, maka perlu menghitung nilai dari koefisien ab dengan rumus:

t = ab

Sab………………………………………………………………..(2)

Keterangan:

Sab : besarnya standar error tidak langsung ab

Sa     : standard error koefisien a

Sb     : standard error koefisien b

a      : koefisien jalur X1 terhadap Y1

b      : koefisien jalur Y1 terhadap Y2

ab      : hasil kali koefisien jalur X1 terhadap koefision jalur Y1(a)

dengan jalur Y1 terhadap Y2 (b).

Uji asumsi klasik dilakukan bertujuan untuk memastikan hasil yang diperoleh memenuhi asumsi dasar dari analisis regresi. Uji asumsi klasik yang pertama dilakukan dalam penelitian ini yakni uji normalitas yang

bertujuan menguji model regresi telah berdistribusi normal, selanjutnya uji multikolinearitas yang bertujuan untuk menguji model regresi apakah ditemukannya korelasi diantara variabel bebas dan terakhir uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji perbedaan varian dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Uji autokorelasi tidak dilakukan dalam penelitian ini karena penelitian ini tidak melakukan pelacakan data secara historis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2.

Karakteristik Responden

No.

Kriteria

Klasifikasi

Jumlah (Orang)

Presentase (%)

1.

Jenis Kelamin

Laki-laki

52

52

Perempuan

48

48

Jumlah

100

100

2.

Umur

18-26 tahun

74

74

27-36 tahun

13

13

37-46 tahun

11

11

≥47 tahun

2

2

Jumlah

100

100

Pekerjaan

Mahasiswa

53

53

3

Karyawan Swasta

39

39

Lainnya

8

8

Jumlah

100

100

4.

Pendidikan Terakhir

SMA

53

53

Diploma

26

26

Sarjana

18

18

Lainnya

3

3

Jumlah

100

100

Sumber: Data diolah, 2016

Responden dalam penelitian ini, berjumlah 100 responden.

Karakteristik responden pada penelitian ini ditinjau dari beberapa variabel

demografi yang digambarkan melalui variabel jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan pendidikan terakhir yang ditampilkan di Tabel 2.

Pada Tabel 2. berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, laki- laki sebanyak 52 persen dan perempuan sebanyak 48 persen. Pada klasifikasi umur, menunjukan responden dengan rentang umur 18- 26 tahun sejumlah 74 persen, 27-36 tahun sejumlah 13 persen, 37- 46 tahun sejumlah 11 persen dan berumur lebih dari 47 tahun sebanyak 2 persen. Klasifikasi jenis pekerjaan menunjukan mahasiswa sebanyak 53 persen, karyawan swasta sebanyak 39 persen dan lainnya sebanyak 8 persen. Klasifikasi pendidikan terakhir yakni SMA sebanyak 53 persen, diploma 26 persen, sarjana 18 persen dan lainnya sebanyak 3 persen.

Hasil dari uji validitas instrument menunjukan seluruh nilai pearson correlation lebih besar dari 0,30 sehingga dapat dikatakan seluruh instrumen tersebut telah memenuhi syarat validitas data. Hasil uji reliabilitas menunjukan koefesien cronbach’s alpha yang lebih besar dari 0,60 sehingga pada pernyataan masing- masing kuesioner tersebut reliabel.

Hasil analisis faktor konfirmatori menunjukan semua variabel bernilai KMO > 0,5, hal ini menunjukan masing-masing variabel memiliki kecukupan sampel untuk di analisis faktor. Nilai MSA (Measures of Sampling Adequancy) menunjukan nilai > 0,5 ini menunjukan berarti masing-masing model layak digunakan dalam analisis faktor. Nilai Initial Eigenvalue Total pada masing- masing variable menjelaskan berapa faktor

yang sebaiknya terbentuk dengan cut off nilai Initial Eigenvalue Total >1 (Utama, 2014:189).

Hasil dari analisis jalur dalam penelitian ini pada jalur substruktural

1 dan 2 adalah sebagai berikut:

Y1 = β1X+e…….…………………………………………………………(3)

Y1= 0,842X + e1

Y2 = β2X + β3Y1+e………………………………………………………(4)

Y2 = 0,156 X + 0,448 Y1 + e2

Berdasarkan model substruktur 1 dan substruktur 2, dapat disusun model diagram jalur akhir. Sebelum menyusun model diagram jalur akhir, terlebih dahulu harus dihitung nilai standar error dan koefisien determinasi yakni:

e=√1-R12......................................................................................................(5)

e1=√1-R12 = √1–0,709 = 0,539

e2=√1-R22 = √1–0,343 = 0,810

Berdasarkan perhitungan pengaruh error (e), didapatkan hasil pengaruh error (e1) sebesar 0,539 dan pengaruh error (e2) sebesar 0,810. Maka koefisien determinasi total:

R²m = 1 – (Pe1)2 (Pe2)2…………………………………………………...(6) = 1 – (0,539)2(0,810)2 = 0,809

Nilai determinasi total sebesar 0,809 mempunyai arti bahwa sebanyak 80,9% variasi perceived value dipengaruhi oleh variasi perceived

price dan perceived quality, sedangkan sisanya sebanyak 19,1% dijelaskan oleh variasi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Hasil koefesien jalur pada hipotesis penelitian dapat digambarkan

Gambar 1. Validasi Model Diagram Jalur Akhir.

Sumber: Data diolah, 2016

Berdasarkan Gambar 1. validasi model diagram jalur akhir, maka dapat dihitung besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung serta pengaruh total antar variabel. Perhitungan pengaruh antar variabel tersebut dirangkum dalam Tabel 3. sebagai berikut:

Tabel 3.

Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung serta Pengaruh Total Perceived Price (X), Perceived Quality (Y1), dan Perceived Value (Y2)

Pengaruh

Variabel

Pengaruh Langsung

Pengaruh  Tidak  Langsung

Melalui Perceived Quality (Y1) (β1 x β3)

Pengaruh Total

X→Y1

0,842

-

0,842

X→Y2

0,156

0,377

0,533

Y1→Y2

0,448

-

0,448

Sumber: Data diolah, 2016

Uji Sobel dirumuskan dengan sebuah persamaan dan dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2013. Nilai t hitung selanjutnya dibandingkan dengan nilai t tabel yaitu ≥ 1,66 (dengan tingkat kepercayaan 95 persen). Jika nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel maka dapat disimpulkan pada model terjadi pengaruh mediasi .

a = 1,263

b = 0,349

Sa = 0,082

Sb = 0,119

Sab =√b2Sa2 + a2Sb2 + Sa2Sb2

(7)


(8)


Sab = √0,3492 0,0822 + 1,26320,1192 + 0,08220,1192

Sab = √0,0235 = 0,153

ab     1 ,263 θ,349    O,4407

=  =      =   = 2,875……………………

Sab    O,153    O,     ,   ……………………

t hitung = 2,875

t tabel (df=97; a=0,05) = 1,66

t hitung > t tabell = 2,875 > 1,66

Terlihat bahwa nilai t hitung sebesar 2,875 di mana nilai tersebut lebih besar dari nilai t tabel yaitu 1,66 dengan tingkat signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukan bahwa variabel Perceived Quality mampu memediasi hubungan antara Perceived Price terhadap Perceived Value.

Hasil pada uji asumsi klasik menunjukan pada uji normalitas menggunakan uji Kolmogrov-smirnov semua nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sudah lebih besar dari 0,05 menunjukan data telah berdistribusi normal. Uji multikolinieritas pada nilai tolerance menunjukan semua dibawah nilai 0,10 atau sama dengan semua nilai VIF di bawah 10 yang berarti tidak

menunjukan gejala multikolineraritas, sehingga model ini layak digunakan apabila untuk memprediksi. Uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser pada nilai Sig. tiap variabelnya menunjukan nilai diatas dan mendekati dari 0,05 sehingga dikatakan model bebas dari gejala heteroskedastisitas.

PEMBAHASAN

Profil Responden

Jumlah sampel pada penelitian ini yakni 100 orang responden. Dilihat dari jenis kelaminnya hasil penelitian ini menunjukan bahwa proporsi laki- laki lebih banyak daripada perempuan. Sisi umur menunjukan responden yang berumur 18-26 tahun mendominasi pada sebaran kuisioner ini. Sisi pekerjaan menunjukan bahwa pekerjaan sebagai mahasiswa lebih banyak dari pada karyawan swasta dan lainnya terakhir, tingkat pendidikan terakhir SMA lebih banyak daripada diploma, sarjana dan lainnya.

Pengaruh Perceived Price Terhadap Perceived Quality

Salah satu tujuan pada penelitian ini yakni untuk menguji pengaruh perceived price terhadap perceived quality. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai koefesien beta yakni positif sebesar 0,842 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (kurang dari 0,05) yang artinya H1 diterima, hal ini mengindikasikan bahwa variabel perceived price berpengaruh positif signifikan terhadap perceived quality. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi perceived price konsumen pada jasa layanan rumah kos di Jimbaran maka semakin tinggi pula perceived quality mereka. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Agarwal dan Teas (2001), Chen dan Dubinsky (2003), Pepadri (2002), dan Dodds et al. (1991) yang mendapatkan hasil perceived price berpengaruh signfikan positif terhadap perceived quality.

Perceived price terbukti secara positif signfikan mempengaruhi perceived quality, oleh karena itu para pelaku bisnis dapat memperhatikan perceived price sebagai cara untuk menggambarkan perceived quality dari seorang konsumen pengguna jasa ataupun barang.

Pengaruh Perceived Price Terhadap Perceived Value

Pengujian hipotesis hubungan antara perceived price terhadap perceived value menunjukkan bahwa nilai koefesien beta positif sebesar 0,156 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,309 (lebih dari 0,05) yang berarti H2 ditolak. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel perceived price tidak berpengaruh signifikan terhadap perceived quality. Hasil penelitian ini membuktikan walaupun perceived price memiliki arah yang positif yang terlihat pada nilai koefisien beta yang bernilai positif akan tetapi hubungan kedua variable tidak signifikan jadi dapat dinyatakan bahwa hipotesis penelitian yang sebelumya menduga bahwa perceived price mempunyai pengaruh yang negatif signifikan terhadap perceived value pada pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran tidak terbukti kebenarannya.

Hasil pada penelitian ini bertentangan dengan hasil yang didapatkan oleh Riviere (2015), Alford dan Biswas (2002), Oh (1999), Dodds et al. (1991), Shwu dan Yen (2014) serta Hee et al. (2012) yang menyatakan perceived price yang tergolong perceived sacrfice memberikan hasil yang negatif dan berpengaruh signifikan terhadap perceived value namun hasil penelitian yang sesuai dengan penelitian ini yakni yang dilakukan oleh Wijaya dkk. (2013), Sutanto (2010) serta Setyawan (2010).

Pengaruh Perceived Quality Terhadap Perceived Value

Pengujian hipotesis hubungan antara perceived quality terhadap perceived value menunjukan bahwa nilai dari koefesien beta positif sebesar 0,448 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,004 (kurang dari 0,05) yang artinya H3 diterima. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel perceived quality berpengaruh positif signifikan terhadap perceived value. Hasil penelitian ini menunjukkan, semakin tinggi perceived quality maka semakin tinggi pula perceived value pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran. Hasil pada penelitian ini selaras dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Chen dan Dubinsky (2003), Nor et al. (2016), Tam (2004), Wijaya dkk. (2013), Liu et al. (2015), Milfelner et al. (2009), serta Chandra (2015) yang mendapatkan hasil penelitian bahwa perceived quality berpengaruh positif signifikan terhadap perceived value.

Perceived quality merupakan terusan dari sebuah proses keputusan pembelian untuk menjelaskan bagaiamana value dari sebuah produk.

Apabila perceived quality konsumen cukup baik, maka perceived value yang mereka interpretasikan terhadap produk tersebut merupakan produk yang benar- benar baik untuk digunakan sehingga mengarahkan mereka untuk melakukan pembelian ulang bagi konsumen tetap atapun itensi untuk membeli bagi konsumen baru.

Peran perceived quality dalam memediasi pengaruh perceived price terhadap perceived value

Diketahui harga maupun kualitas merupakan faktor self-directed dari perceived value sehingga memungkinkannya kedua variabel ini saling memediasi untuk mempengaruhi perceived value (Sweeney dan Soutar, 2001). Pengujian hipotesis peran perceived quality dalam memediasi pengaruh perceived price terhadap perceived value menunjukan bahwa nilai t hitung sebesar 2,875 yang di mana nilai ini lebih besar dari nilai t tabel yaitu 1,66 yang artinya H4 diterima. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel perceived quality mampu memediasi hubungan antara perceived price terhadap perceived value pada pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Dodds et al. (1991) serta Beneke et al. (2013) bahwa perceived product quality sebagai variabel mediasi berpengaruh positif dan signifikan dalam memediasi hubungan antara perceived relative price dan perceived value.

Berdasarkan hasil tersebut, menunjukan bahwa apabila perceived price terhadap suatu produk meningkat maka perceived quality seorang konsumen akan meningkat pula, sehingga perceived quality yang tinggi menimbulkan perceived value konsumen yang baik pada jasa sehingga mengarah pada pembelian atau kepenggunaan jasa itu sendiri. Hasil ini didukung oleh teori dari bentuk dasar jasa yang tidak dapat dilihat dan disentuh melainkan harus dirasakan sendiri kualitasnya terlebih dahulu oleh si konsumen sesuai pengalamanya sehingga konsumen mampu mempersepsikan nilainya.

Efek mediasi yang terjadi yakni full mediation effect yang dimana pada penelitian ini pengaruh variabel perceived price terhadap variabel perceived value secara langsung tidak signifikan, sedangkan secara tidak langsung melalui variable mediasi yakni perceived quality signifikan. Kejadian ini mampu menjelaskan bahwa perceived value pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran akan baik bila diikuti dengan perceived quality konsumen yang baik pula sehingga mampu mengarah ke niat pembelian (Arifin dkk., 2013).

Implikasi Hasil Penelitian

Implikasi hasil pada penelitian ini lebih menekankan pada manfaat nyata dari hasil penelitian untuk mendorong usaha jasa yang baru berkembang dan khususnya usaha jasa akomodasi yang telah berkembang, mampu mempertahankan proporsisi nilai yang di berikan ke konsumen dan

mampu memanfaatkan perceived value konsumen secara maksimal. Penelitian ini menggunakan pendekatan perceived price dan perceived quality yang mana kedua variabel ini merupakan self directed dari perceived value dan juga merupakan penilaian fungsional dari konsumen akan sebuah produk menjadikannya sebagai penilaian dasar dari sebuah jasa dari sisi harga dan kualitas jasa itu sendiri.

Implikasi dari penelitian ini. Pertama, Perceived price terbukti secara positif mempengaruhi perceived quality, oleh karena itu para pelaku bisnis dapat memperhatikan perceived price sebagai cara untuk menggambarkan perceived quality dari seorang konsumen pengguna jasa ataupun barang. Hasil ini juga menjelaskan apabila para pelaku bisnis akan menerapkan harga yang tinggi pada produk yang mengakibatkan perceived price konsumen tinggi, maka harus diikuti dengan kualitas yang tinggi terhadap produk, karena perceived price konsumen yang tinggi akan menimbulkan perceived quality konsumen yang tinggi terhadap produk. Kedua, perceived quality merupakan terusan dari sebuah proses keputusan pembelian untuk menjelaskan bagaiamana value dari sebuah produk. Ketiga, keterkaitan antara perceived price, perceived quality, dan perceived value, bisa dijadikan tolok ukur bagi pelaku bisnis lainnya dalam hal melihat perilaku konsumen di dalam memilih, menyeleksi dan akhirnya menggunakan barang atau jasa. Hasil ini secara umum menggambarkan bagaimana harga dan kualitas di pandang oleh konsumen sebagai patokan untuk menggunakan sebuah jasa dikarenakan jasa merupakan sebuah

produk yang tidak nampak dan tidak terlihat, melainkan harus dirasakan oleh penggunanya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan yang dihasilkan dari penelitian ini. Pertama, perceived price berpengaruh positif dan signifikan terhadap perceived quality yang memiliki arti semakin tinggi perceived price konsumen pada jasa layanan rumah kos di Jimbaran maka perceived quality mereka tinggi. Kedua, perceived price tidak berpengaruh signifikan terhadap perceived value, hal ini menunjukan bahwa perceived value belum cocok / tidak dapat dijelaskan hanya dengan menggunakan variabel perceived price. Ketiga, perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap perceived value yang memiliki arti semakin tinggi perceived quality maka perceived value pengguna jasa layanan rumah kos di Jimbaran akan tinggi. Keempat, perceived quality berpengaruh signifikan dalam memediasi hubungan antara perceived price terhadap perceived value dan berperan secara penuh dalam memediasi.

Saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini yakni pelaku bisnis penginapan atau akomodasi, khususnya akomodasi rumah kos dapat memaksimalkan kualitas dari sisi pelayanan dan kualitas bilik- bilik kamarnya, peneliti selanjutnya hendaknya memperhatikan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen seperti brand name, store name dan objective price. Peneliti kedepan juga dapat menambahkan

variabel yang berkaitan dengan teknologi informasi yang mampu mempengaruhi perilaku konsumen saat ini seperti memesan kamar secara online pada usaha akomodasi perhotelan.

REFERENSI

Agarwal, Sanjeev., dan Teas,R Kenneth. 2001. Perceived Value: Mediating Role of Perceived Risk. Journal of Marketing Theory and Practice, 9, 1-14.

Agustina, Liza., dan Chandra, Carolina. 2011. Analisis Switching Intentions Pengguna Jasa Layanan Rumah Kos di Siwalankerto: Perspektif Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan. Jurnal Manajemen Pemasaran, 6, 22- 31.

Alford, Bruce., dan Biswas, Abhijit. 2002. The Effect of Discount Level, Price Consciousness and Sale Proneness on Consumers' Price Perception and Behavioural Intention. Journal of Business Research, 55, 775-783.

Arifin, Saiful., Suharyono., dan Wilopo. 2013. Pengaruh Perceived Price dan Perceived Value Pada Produk Bundling Terhadap Minat Beli. Jurnal Administrasi Bisnis, 1, 168-176.

Beneke, Justin., Flynn, Ryan., Greig Tamsin., dan Mukaiwa, Melissa. 2013. The Influence of Perceived Product Quality, Relative Price and Risk on Customer Value and Willingness to Buy: A Study of Private Label Merchandise. Journal of Product and Brand Management. 22, 218228.

Chandra, Kartika. 2015. Analisis Pengaruh Variabel Green Marketing Awareness dan Perceived Innovation Terhadap Buying Decision Melalui Perceived Quality, Perceived Risk dan Perceived Value Konsumen Oriflame di Surabaya. E- Jurnal Manajemen Universitas Pelita Harapan, 12, 16-21.

Chen, Zhan., dan Dubinsky, Alan. 2003. A Conceptual Model of Perceived Customer Value in E-Commerce: A Preliminary Investigation. Journal Psycholgy and Marketing, 20, 323-347.

Dodds, William., Monroe, Kent., dan Grewal, Dhruv. 1991. Effects of Price, Brand and Store Information on Buyer's Product Evaluations. Journal of Marketing Research, 28, 307-319.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi. Ketujuh, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hee, Woong Kim., Xu, Yunjie., dan Sumeet, Supta. 2012. Which is More Important in Internet Shopping, Perceived Price or Trust? Electronic Commerce Reserach and Applications, 11, 241-252.

http://kbbi.web.id/urban. Pengertian Urban. Diakses pada hari Jumat, 26 Februari 2016.

Kain, John., dan Quigley, John M.. 1970. Measuring the Value of Housing Quality. Journal of the American Statistical Association, 65, 532-548.

Kotler, Phillip., dan Keller, Kevin L. 2009. Manajemen Pemasaran Edisi 13. Jakarta: Erlangga.

Liu, J W., Chang, Jamie Y.T., Tsai, Jacob C.A., dan Jiang, James J. 2015. Does Perceived Value Mediate the Relationship Between Service Traits and Clien Satisfaction in the Software-as-a Service (SaaS) ? Open Journal of Social Science, 3, 159-165.

Milfelner, Borut., Snoj, Boris., dan Korda, Aleksandra Pisnik. 2009. Measurment of Perceived Quality, Perceived Value, Image and Satisfaction Interrelation of Hotel Services: Comparison of Toursit From Slovenia and Italy. Journal of Faculty Economic and Business Maribor,40,605-624.

Nor, Hazlin., Abidin, Nurazariah., dan Borhan, Hafizzah Bashira. 2016. Perceived Quaity and Emotional Value That Influence Consumer's Purchase Intention Towards American and Local Product. Procedia Economic and Finance, 35, 639-643.

Oh, Haemoon. 1999. Service Quality, Customer Satisfaction and Customer Value: A Holistic Perspective. International Journal of Hospitality Management, 18, 67-82.

Pepadri, Isman. 2002. Pricing is the Moment of Truth- All Marketing Comes to Focus in the Pricing Decision. Usahawan, 10, 16-19.

Putra, Agus Surya Setiawan., dan Suryani, Alit. 2015. Peran Green Trust dalam Memediasi Green Perceived Value terhadap Green Purchase

Behaviour Pada Produk Organik. E-Jurnal Manajemen Unud. 4, 3015-3036.

Riviere, Arnaud., dan Mencarelli, Remi. 2012. Toward a Theoretical Clarification of Perceived Value in Marketing. Recherche et Applications en Marketing, 27, 97-122.

Riviere, Arnaud. 2015. Towards A Model of The Perceived Value of Innovation: The Key Role Of Perceived Benefits Ahead of The Adoption Process. Recherche et Applications en Marketing (English Edition), 30, 5-27.

Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business (Metodologi Penelitian Untuk Bisnis). Jakarta: Salemba Empat.

Setyawan, Budi. 2010. Pengaruh Perceived Quality, Perceived Sacrifice, Perceived Value, Satisfaction Pada Behavioural Intentions. E-jurnal Manajemen UNS, 32, 23-31.

Shwu, Ing Wu., dan Yen, Jou Chen. 2014. The Impact of Green Marketing and Perceived Innovation on Purchase Intention for Green Products. International Journal of Marketing Studies, 6, 81-100.

Sopian. 2014. Pengaruh Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Air Minum Dalam Kemasan (Cup) Merek Daira di STIE Mulia Darma Pratama Palembang. Jurnal Wahana Media Ekonomika, 11, 37-53.

Subagio, Hartono., dan Saputra, Robin. 2012. Pengaruh Perceived Sacrifice Quality, Perceived Value, Satisfaction, dan Image terhadap Customer Loyalty (Studi Kasus Garuda Indonesia). Jurnal Manajemen Pemasaran, 7, 42-52.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Suliyanto. 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sutanto, Roni. 2010. Analisis Pengaruh Reference Price dan Actual Price Terhadap Perceived Value dan Willingness To Buy (Studi Pada Promo Diskon 50% Produk Fashion Matahari Department Store di Kota Surakarta). E-jurnal Manajemen UNS, 31, 20-32.

Sweeney, Jillian C., dan Soutar, Geoffrey N. 2001. Consumer Perceived Value: The Development of A Multiple Item Scale. Journal of Retailing, 77, 203-220.

Tam, J. L. 2004. Customer Satisfaction, Service Quality and Perceived Value: An Integrative Model. Journal of Marketing Management, 20, 897-917.

Utama, Made Suyana. 2014. Aplikasi Analisis Kuantitatif: Edisi Kedelapan. Denpasar: Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

Wichman, Casey J. 2014. Perceived Price in Residential Water Demand: Evidence From A Natural Experiment. Journal of Economic Behaviour and Organization. 23, 1-16.

Wijaya, Andrew., Semuel, Hatane., dan Japarianto, Edwin. 2013. Analisa Pengaruh Perceived Quality terhadap Perceived Value Konsumen Pengguna Internet Mobile XL di Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra, 1, 1-12.

Yulyani, Ninik. 2014. Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan dan Dampaknya terhadap Switching Intention Pengguna Jasa Rumah Kos di Kawasan Telkom University Tahun 2014. Jurnal Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika Telkom University, 21, 1-10.

1082