PERAN EKUITAS MEREK DALAM MEMEDIASI PENGARUH TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP PERSEPSI NILAI
on
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 10, 2016: 6548-6579
ISSN :2302-8912
PERAN EKUITAS MEREK DALAM MEMEDIASI PENGARUH TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP PERSEPSI NILAI
Dewi Purwita Sari 1 Ni Made Purnami 2
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia e-mail: dewipurwita8@yahoo.com
ABSTRAK
Persepsi nilai pelanggan merupakan salah satu hal yang penting baik bagi pelanggan maupun perusahaan. Perusahaan berusaha menciptakan persepsi nilai pelanggan yang baik terhadap perusahaan mereka, salah satunya melalui pelaksanaan tanggung jawab social perusahaan yang dimediasi oleh ekuitas merek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ekuitas merek dalam memediasi tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai pelanggan Starbucks Coffee. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan metode non probability sampling pada 100 responden di Kota Denpasar. Analisis data menggunakan analisis Partial Least Square (PLS) dengan bantuan software Smart PLS 3.1.3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi nilai dan ekuitas merek. Disisi lain, variabel ekuitas merek juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi nilai dan memediasi secara parsial pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai.
Kata kunci: tanggung jawab sosial perusahaan, ekuitas merek, persepsi nilai
ABSTRACT
Perception of customer value is one thing that is important both for customers and the company. Companies try to create a good perception of customer value in their company, one through the implementation of corporate social responsibility which is mediated by brand equity. This study aims to determine the role of brand equity in mediating the company's social responsibility to the perception of customer value Starbucks Coffee. The data collection is done by using a questionnaire with non-probability sampling method on 100 respondents in the city of Denpasar. Analyzed using Partial Least Square (PLS) with the help of software Smart PLS 3.1.3. The results of this study indicate that corporate social responsibility positive and significant effect on the perception of value and brand equity. On the other hand, the variable brand equity is also positive and significant effect on the perception of value and partially mediate the effect of corporate social responsibility towards the perception of value.
Keywords: corporate social responsibility, brand equity, perceived value
PENDAHULUAN
Lingkungan bisnis bergerak sangat dinamis, serta mempunyai ketidakpastian yang tinggi (Muafi dan Effendi, 2001). Pada abad millenium seperti sekarang ini, perusahaan dituntut bersaing secara kompetitif (competitive rivalry) dalam hal menciptakan dan mempertahankan konsumen yang loyal (secara lebih spesifik disebut pelanggan), dan salah satunya adalah melalui ‘perang’ antar merek (Muafi dan Effendi, 2001). Banyaknya produk sejenis yang beredar di pasar, menyebabkan arti sebuah merek (brand) menjadi sangat penting. Untuk bertahan di pasar, produk atau jasa memerlukan sebuah merek (brand) yang mampu menciptakan nilai tambah di mata konsumen. Peraturan mengenai merek saat ini telah ada di Negara Indonesia. Undang-Undang tentang merek yang terbaru di Indonesia adalah UU No.15 Tahun 2001 dimana pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata-kata, huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Produk bisa saja sulit untuk ditiru karena persepsi konsumen atas nilai suatu merek (brand) tertentu tidak akan mudah diciptakan. Chang et al (2008) menyatakan bahwa ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Ekuitas merek juga dapat dilihat dari perspektif investor, produsen, dan pelanggan. Investor memiliki kepentingan terhadap ekuitas merek dalam konteks
market value dan harga saham perusahaan. Produsen berkepentingan agar ekuitas merek mampu menciptakan differential advantage untuk meningkatkan volume dan margin yang tinggi (Cobb-Walgren et al., 1995).
Membangun merek yang kuat di pasar adalah salah satu tujuan dari setiap perusahaan karena merek yang dipersepsikan berkinerja baik akan memberikan keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan, termasuk di dalamnya yaitu tidak akan mudah goyah akibat dari persaingan pasar yang sangat kompetitif, marjin laba akan naik, pangsa pasar yang besar dan kemungkinan untuk dapat melakukan usaha perluasan merek (Delgado dan Munuera, 2005). Setyawan (2010) menyatakan bahwa pelanggan berbasis ekuitas merek yang baik akan mempengaruhi tanggapan secara positif terhadap suatu produk, harga, atau komunikasi ketika merek itu diidentifikasi.
Pada akhirnya merek bukanlah apa yang dibuat di pabrik, tercetak di sebuah kemasan atau apa yang diinginkan oleh pemasar, tetapi apa yang ada di dalam pikiran konsumen (Susanto, 2008). Sebuah nilai dianggap sebagai bukan nilai kecuali apabila hal itu telah dirasakan menjadi satu. Tidak peduli seberapa nyata sebuah nilai akan dianggap bukan nilai hingga nilai telah dirasakan (Bono & Heller, 2006). Persepsi nilai didasarkan pada evaluasi konsumen terhadap produk dan jasa. Konsumen menekankan bahwa keuntungan yang diterima dari suatu produk atau jasa merupakan komponen yang terpenting dalam value. Nilai juga merupakan kualitas yang diterima konsumen sesuai dengan harga yang dibayarkan (Zeithaml, 1988).
Persepsi nilai oleh konsumen mengenai suatu produk atau perusahaan sangatlah diperhatikan oleh seorang pemasar (Arianingsih, 2009). Persepsi nilai pelanggan
adalah konsep pemasaran dan branding terkait yang menunjukkan bahwa keberhasilan suatu produk sebagian besar didasarkan pada apakah pelanggan yakin dapat memenuhi kebutuhan mereka (Widjojo, 2013). Pernyataan tersebut menekankan bahwa ketika sebuah perusahaan mengembangkan merek dan memasarkan produknya, akhirnya pelanggan akan menentukan bagaimana menafsirkan dan bereaksi terhadap pesan-pesan pemasaran. Ketika nilai yang dirasakan dari rasio yang dipersepsikan atas sejumlah pengorbanan ekonomi yang dilakukan untuk produk yang ditawarkan oleh perusahaan tidak sesuai, maka akan timbul rasa tidak puas bagi konsumen.
Konsumen saat ini juga menuntut perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya selain memperhatikan ekuitas dari produk atau jasa yang diproduksinya. Pemerintah Indonesia pada tahun 2007 telah membuat Undang-undang (UU) No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. UU tersebut membahas mengenai Perseroan Terbatas (PT) yang juga membahas mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan. UU ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat, maka ditentukan dalam UU bahwa perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Undang-undang No. 40 tahun 2007). Di akhir pasal yang menjelaskan tentang Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan dalam UU No. 40 Tahun 2007 disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah (PP). Peraturan lengkap berupa PP sebagai tindak lanjut UU itu akhirnya dikeluarkan pada tahun 2012,
yaitu PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Terbitnya PP No. 47 Tahun 2012 sebagai peraturan lengkap atau tindak lanjut dari UU No. 40 Tahun 2007, maka saat ini regulasi mengenai kewajiban perusahaan untuk melakukan kegiatan tanggung jawabsosial dan lingkungan menjadi semakin kuat. PP tersebut secara jelas menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Dengan begitu sudah jelas bahwa setelah terbitnya PP No. 47 Tahun 2012 ini tidak ada keraguan lagi bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan sifatnya adalah wajib (mandatory), bukan sukarela (voluntary) lagi. Beberapa pihak berpendapat bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dimaksud dalam PP tersebut kurang jelas dalam menjelaskan mengenai ruang lingkup tanggung jawab sosial dan lingkungan yang seperti apa yang di syaratkan, namun dengan diterbitkannya PP No. 47 Tahun 2012 tersebut sudah cukup untuk bisa dijadikan sebagai alasan bahwa perusahaan seharusnya akan lebih terdorong untuk melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungannya dengan lebih baik dari sebelum PP tersebut dikeluarkan.
Kotler dan Lee (2005:03), mengartikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai sebuah komitmen perusahaan untuk memajukan komunitas melalui praktek bisnis dan kontribusi dari sumber daya perusahaan itu sendiri yang dilakukan menurut penilaian yang baik (discretionary). Upaya tanggung jawab sosial perusahaan harus konsisten dengan strategi perusahaan perusahaan untuk mendukung implementasi yang
sukses dan memperoleh kepercayaan konsumen (Becker-Olsen et al 2006; Piercy & Lane 2009; Porter & Kramer 2006; Vlachos et al. 2009).
Survei mengenai tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan oleh Penn et al.,2010 menunjukkan bahwa lebih dari 75% konsumen mengatakan bahwa tanggung jawab perusahaan merupakan hal yang penting bagi konsumen dalam memilih dan membeli suatu merek atau produk. Sekitar 55% konsumen cenderung memilih merek atau produk yang mendukung suatu isu atau masalah sosial tertentu ketika memilih produk dengan karakteristik yang hampir sama. Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang konsumen dalam melakukan keputusan pembelian tidak hanya dipengaruhi oleh atribut tidak berwujud seperti kepercayaan, asosiasi merek dan citra atau reputasi perusahaan (Mudambi et al., 1997). Bhattacharya (2009) menyatakan ketika perusahaan mempersiapkan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan memiliki tujuan untuk meningkatkan persepsi positif terkait dengan kualitas pelayanan dan memberikan tanggapan yang positif dari para stakeholders perusahaan. Holmes (2001) menunjukkan bahwa jika konsumen terlibat langsung dalam kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan, persepsi konsumen akan lebih positif terhadap perusahaan.
Starbucks Corporation adalah sebuah perusahaan kopi dan jaringan kedai kopi global asal Amerika Serikat yang berkantor pusat di Washington, Seattle. Sejak didirikan tahun 1971 di Seattle sebagai pemanggang dan pengecer biji kopi setempat, Starbucks meluas dengan cepat. Perusahaan kedai kopi terbesar di dunia ini memiliki 20.336 kedai di 61 negara, termasuk 13.123 di Amerika Serikat, 1.299 di Kanada, 977
di Jepang, 793 di Britania Raya, 732 di Cina, 473 di Korea Selatan, 363 di Meksiko, 282 di Taiwan, 204 di Filipina, 164 di Thailand dan 147 di Indonesia pada Tahun 2013. Starbucks menjual minuman panas dan dingin, biji kopi, salad, sandwich panas dan dingin, kue kering manis, camilan, dan barang-barang seperti gelas dan tumbler.
Pemegang lisensi Starbucks Coffee Internasional di Indonesia adalah PT. Sari Coffee Indonesia yang merupakan anak perusahaan PT. Mitra Adi Perkasa Tbk. Gerai Starbucks Coffee pertama dibuka di Plaza Indonesia, Jakarta pada tanggal 17 Mei 2002. PT. Sari Coffee Indonesia adalah pemegang hak tunggal untuk memperkenalkan dan memasarkan Starbucks Coffee di Indonesia. Lisensi Starbucks Coffee yang dipegang PT. Sari Coffee Indonesia dapat dicabut oleh pemberi lisensi apabila tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang tertera pada kontrak menyangkut hak pendirian dan pengelolaan. Syarat-syarat tersebut meliputi standarisasi kualitas produk, pelayanan, kebersihan, penempatan lokasi, desain ruangan, peralatan yang digunakan, strategi pemasaran, laporan keuangan dan pelatihan pegawai-pegawai yang bekerja di Starbucks Coffee. Khusus bahan dasar yang digunakan untuk semua produk Starbucks dan perlengkapan-perlengkapan outlet dari kursi, meja, hingga ornamen-ornamen di dinding harus diimpor dari Amerika Serikat. Bahan dasar yang tidak diimpor hanya susu dan air. Pemegang lisensi Starbucks Coffee minimal mendirikan 30 outlet di negara tempat perusahaan beroperasi.
Sebagai salah satu kedai kopi terbesar dan ternama di Indonesia, tentunya Starbucks Coffee tidak menginginkan pelanggannya beralih ke merek lain sehingga Starbucks Coffee senantiasa menjaga komitmennya untuk tetap menghasilkan produk
terbaik bagi konsumennya. Starbucks Coffee merupakan salah satu perusahaan yang selalu konsisten melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan dan juga memiliki ekuitas merek yang kuat. Survei yang diadakan setiap tahun oleh lembaga survei Best Global Brand pada tahun 2015 mendapatkan Starbucks menduduki peringkat ke-67. Asia’s Top 1000 Brands 2012 menobatkan Starbucks sebagai salah satu dari 10 brand terdepan di Indonesia menurut laporan yang diterbitkan oleh The Nielsen Company dan Campaign Asia-Pacific. Survei top brand yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2015 yang menyatakan Starbucks Coffee menduduki peringkat pertama dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
|
Top Brand Award Index Indonesia Tahun 2015 | |
|
Merek |
Persentase |
|
Starbucks |
47,8 |
|
The Coffe Bean & Tea Leaf |
7,3 |
|
Expresso |
6,4 |
|
Ngopi Doeloe |
4,3 |
|
Excellso |
3,7 |
|
Kopi Luwak |
3,4 |
Sumber : http://www. topbrand-award.com
Tabel 1 membuktikan bahwa Starbucks Coffee memiliki ekuitas merek yang kuat diantara para pesaingnya yang sejenis. Starbucks juga melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan yang bekerja sama dengan Conservation International melakukan uji coba program insentif konservasi hutan di Sumatera, Indonesia, dan Chiapas, Mexico, yang menghubungkan para petani kopi dengan perdagangan karbon sebagai upaya mengurangi emisi karbon. Beberapa bentuk kerjasama Starbucks Coffee dengan C onservation International disajikan pada Tabel 2.
Starbucks Coffee di Kota Denpasar juga melakukan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan setiap Tanggal 22 setiap bulannya, kegiatan yang dilakukan antara lain kunjungan ke panti asuhan dan mengajak anak-anak panti asuhan berkunjung ke museum, mengadakan penanaman pohon di hutan mangrove, serta melakukan bersih-bersih pantai seperti pantai Sanur, Seminyak, Kuta dan Nusa Dua. Selain itu, dalam rangka melibatkan konsumen langsung dalam mendukung programnya, Starbucks Coffee juga mengadakan program “tumbler Starbucks on the go” yaitu program yang setiap tanggal 22 disetiap bulannya, pelanggan dapat menikmati minuman favoritnya dengan potongan harga sebesar 50% dan hari biasa akan mendapat potongan harga sebesar Rp.3.000,- dengan syarat utamanya adalah membawa mug atau tumbler Starbucks.
Tabel 2.
Program Tanggung jawab Sosial Perusahaan Starbucks Coffee dengan Conservation International (CI)
Tahun Kegiatan
1998 Starbucks Coffee dan CI bekerjasama untuk menjaga El Triunfo Biosphere Reserve
yang merupakan habitat bagi banyak flora dan fauna.
2008 Starbucks Coffee bekerja sama dengan CI untuk ikut ambil bagian dalam isu perubahan
cuaca dan pemanasan global, termasuk memperluas percontohan untuk penanaman kopi bersama masyarakat di Chiapas, Meksiko, dan Sumatera, Indonesia dalam upaya untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim.
2010 Starbucks memberikan sebanyak £ 226,000,000 atau 84% dari total pembelian kopi
adalah kopi yang berasal dari petani yang ikut dalam program C.A.F.E practice, sebuah program yang diadakan Starbucks Coffee untuk meningkatkan hasil dan produktivitas kopi Arabica yang nantinya akan di beli oleh pihak Starbucks Coffee itu sendiri.
2011 Starbucks Coffee menghibahkan sebanyak $ 3.000.000, dalam upaya untuk
mempromosikan praktek terbaik dalam penanaman kopi sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi perubahan iklim.
Sumber : www.conservation.org
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mejelaskan peran Ekuitas Merek dalam Memediasi pengaruh Tanggung jawab Sosial
Perusahaan Terhadap Persepsi Nilai (Studi pada pelanggan Starbucks Coffee di Kota Denpasar).
Piercy dan Lane (2009) menyatakan bahwa persepsi nilai adalah penilaian keseluruhan nilai pelanggan dari suatu produk atau jasa berdasarkan persepsi tentang apa yang diterima dan apa yang diberikan. Meskipun menciptakan nilai pelanggan dipandang sebagai tujuan utama dari pemasaran strategis, pengetahuan yang terbatas tentang bagaimana upaya tanggung jawab sosial perusahaan dapat mempengaruhi persepsi nilai pelanggan. Perusahaan sering menunjukkan pemahaman yang buruk tentang apa yang sebenarnya pelanggan khawatirankan mengenai isu-isu sosial dan lingkungan serta keputusan mereka berdasarkan asumsinya. Perusahaan yang memiliki kinerja tinggi cenderung menunjukkan pemahaman yang lebih terhadap isu-isu sosial dan lingkungan (Pohle & Hittner 2008). Temuan yang ada juga mengungkapkan pentingnya menanamkan strategi tanggung jawab sosial perusahaan dalam pengambilan keputusan. Staudt et al (2014) menyatakan jika pelanggan melihat upaya tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan tinggi, maka akan berdampak positif terhadap persepsi nilai pelanggan.
H1 : Tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi nilai
Dalam meningkatkan penjualan dan pendapatan, perusahaan dapat melakukan diferensiasi produk dengan cara membuat atribut tanggung jawab secara sosial yang terkait dengan merek (Varadarajan dan Menon, 1988 dalam Lai et al., 2010). Ekuitas merek dapat didefinisikan sebagai seperangkat aset dan kewajiban terkait dengan nama
merek dan simbol yang dapat memberikan nilai tambah atau kurang terhadap suatu produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut (Mudambi et al., 1997; Srivastava & Shocker 1991). Hasil penelitian ini juga memberikan dukungan untuk penelitian sebelumnya bahwa upaya tanggung jawab sosial perusahaan mempengaruhi tingkat ekuitas merek (Hoeffler & Keller 2002; Lai et al 2010; Torres et al 2010; Staudt et al 2014). Temuan tersebut menunjukkan bahwa jika pelanggan merasakan upaya tanggung jawab sosial perusahaan dari perusahaan tinggi, maka dampak positif pada ekuitas merek juga lebih tinggi daripada jika pelanggan merasakan upaya yang relatif rendah.
H2 : Tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekuitas merek
Kelangsungan maupun kemapanan suatu merek ditentukan dari kemampuan merek itu untuk membentuk suatu persepsi nilai yang tinggi di pasar (Delgado dan Munuera, 2005). Sebuah merek yang kredibel dapat menumbuhkan persepsi nilai dengan mengurangi risiko biaya dan biaya pencarian informasi yang dirasakan, guna menciptakan sikap yang menguntungkan (Erdem & Swait 1998). Ekuitas merek berpengaruh terhadap persepsi nilai dengan menambah atau mengurangi nilai dari produk atau jasa. Jika dirasa kredibel, sinyal merek dapat menciptakan persepsi nilai lebih lanjut dengan mengurangi biaya risiko dan biaya pencarian informasi yang dirasakan serta menciptakan sikap yang menguntungkan. Dengan demikian, ada dampak dari ekuitas merek pada persepsi nilai.
H3 : Ekuitas merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi nilai
Didasarkan pada definisi konseptual hubungan antara persepsi nilai dan ekuitas merek (disebutkan sebelumnya) dan pada kebutuhan untuk menguji hubungan timbal balik antara pelanggan nilai dan ekuitas merek (Yoo et al., 2000). Hasil analisis Staudt et al (2014) menunjukkan peran ekuitas merek memediasi pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan persepsi nilai. Upaya tanggung jawab sosial perusahaan yang dirasakan langsung dipengaruhi oleh ekuitas merek dan secara tidak langsung mempengaruhi persepsi nilai melalui ekuitas merek.
H4 : Ekuitas merek memediasi pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat asosiatif. Menurut Sugiyono (2010:55) penelitian yang bersifat asosiatif merupakan penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang akan berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol fenomena.
Tabel 3.
Rata-rata Konsumsi Makanan per Kapita Sebulan Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota 2010 – 2014
|
Kota/Kabupaten |
Rata-rata Konsumsi per Kapita (Rupiah) | ||||
|
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 | |
|
Jembrana |
268.892 |
278.835 |
321.170 |
311.848 |
360.243 |
|
Tabanan |
250.260 |
325.216 |
368.998 |
406.732 |
420.436 |
|
Badung |
365.566 |
399.450 |
483.371 |
504.576 |
562.821 |
|
Gianyar |
219.148 |
287.190 |
373.502 |
389.460 |
410.201 |
|
Klungkung |
220.388 |
302.605 |
346.795 |
358.910 |
351.207 |
|
Bangli |
230228 |
247.048 |
284.204 |
307.578 |
346.295 |
|
Karangasem |
210.262 |
247.701 |
245.940 |
302.525 |
306.473 |
|
Buleleng |
255.164 |
266.381 |
291.180 |
354.023 |
417.052 |
|
Denpasar |
365.547 |
389.421 |
432.348 |
575.065 |
615.259 |
Sumber : www.bali.bps.go.id (2016)
Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar dengan pertimbangan tingginya tingkat konsumsi masyarakat di Kota Denpasar dibandingkan dengan beberapa Kota/Kabupaten lain di Provinsi Bali seperti pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa konsumsi makanan per kapita di Kota Denpasar adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan Kota lain di Provinsi Bali dan setiap tahunnya terus meningkat. Obyek penelitian ini adalah peran ekuitas merek dalam memediasi pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai pada pelanggan Starbucks Coffee di Kota Denpasar.
Variabel eksogen penelitian ini adalah tanggung jawab sosial perusahaan (X). Tanggung jawab sosial perusahaan adalah kesanggupan perusahaan berperilaku etis yang sesuai dengan asas ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan melibatkan kepentingan langsung dari stakeholder dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menguntungkan di Starbucks Coffee.
Variabel mediasi dalam penelitian ini variabel mediasinya adalah ekuitas merek (M). Ekuitas merek didefenisikan sebagai efek diferensial yang dimiliki dari pengetahuan tentang merek (brand knowledge) kepada respon konsumen dalam menanggapi stimulus pemasaran. Taylor et al., (2004), dengan menyesuaikan pada obyek penelitian dilakukan penyederhanaan dan menggunakan tiga dari lima dimensi ekuitas merek, yaitu kinerja (performance), citra sosial (social image) dan attachment.
Variabel endogen dalam penelitian ini adalah persepsi nilai (Y). Persepsi nilai adalah penilaian keseluruhan konsumen terhadap suatu produk maupun jasa antara apa
yang diterima dan diberikan berdasarkan keinginan dan harapan terhadap produk minuman di Starbucks Coffee.
Data kuantitatif menurut (Sugiyono 2010:14) adalah data yang berupa angka-angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data usia responden, dan data rata-rata konsumsi masyarakat di Bali. Data kualitatif menurut (Sugiyono 2010:14) adalah data yang tidak berbentuk angka dan tidak dapat diukur dengan satuan ukuran. Data kualitatif dalam penelitian ini yaitu tanggapan responden atas pernyataan dalam kuesioner tentang indikator-indikator ekuitas merek, tanggung jawab sosial perusahaan, dan Persepsi Nilai.
Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber data kepada peneliti (Sugiyono, 2010:193). Data primer dalam penelitian ini yaitu data mengenai umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan responden. Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung (Sugiyono, 2010:193). Data dalam penelitian ini yaitu rata-rata konsumsi masyarakat Provinsi Bali yang diperoleh dari website Badan Pusat Statistik.
Menurut Sugiyono (2010:115) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek dan obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang sudah pernah mengkonsumsi dan mengetahui program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan Starbucks Coffee di Kota Denpasar.
Sampel merupakan bagian dari keseluruhan populasi yang ingin diteliti (Sugiyono, 2010:116). Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 100 orang responden, alasan ditentukannya ukuran sampel tersebut karena Ghozali (2011:5) menyatakan bahwa ukuran sampel minimal yang direkomendasikan untuk metode Partial Least Square (PLS) yaitu berkisar antara 30 sampai 100, jumlah tersebut diperoleh dari hasil perhitungan berikut:
Jumlah Responden = Jumlah indikator x 9
= 11 indikator x 9
= 99 responden (dibulatkan menjadi 100)
Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling. Teknik purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti dalam beberapa pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010:122). Target sampel yang diinginkan adalah populasi dengan kriteria sebagai berikut. 1) Responden merupakan pelanggan Starbucks Coffee yang berdomisili di Kota Denpasar. 2) Responden minimal memiliki latar belakang pendidikan SMA/sederajat. 3) Responden merupakan pelanggan yang minimal membeli produk Starbucks Coffee 1 kali dalam sebulan.
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan instrumen penelitian yang berupa kuesioner kepada responden. Kuesioner disebarkan secara langsung oleh peneliti. Kuesioner terdiri atas pertanyaan terbuka dan pernyataan tertutup, dimana pertanyaan terbuka terdiri atas identitas diri dan pertanyaan tertutup terdiri atas pertanyaan mengenai indicator variable penelitian yang disertai alternative jawaban sehingga responsden tinggal memilih alternative jawaban yang telah disediakan.
Selanjutnya, kuesioner ini akan diukur menggunakan skala Likert dimana menurut Sugiyono (2010: 132), skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan tanggapan seseorang mengenai suatu kegiatan.Skala pengukuran yang dipergunakan pada penelitian ini adalah penilaian 1 sampai 5 dengan skor, 1= Sangat Tidak Setuju (STS), 2= Tidak Setuju (TS), 3= Netral (N), 4= Setuju (S), sampai 5= Sangat Setuju (SS).
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data statistic deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara medeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul (Sugiyono, 2010:206). Statistik deskriptif dalam penelitian ini yaitu penyajian data melalui tabel, dan perhitungan mean. Statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisa data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (sugiyono, 2010:207). Statistik inferensial dalam penelitian ini yaitu SEM berbasis component atau variance yaitu Partial Least Square (PLS). Menurut Ghozali (2011:18), PLS merupakan faktor inderteminancy metode analisis yang kuat oleh karena tidak mengansumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, jumlah sampel kecil, dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, dan membantu untuk mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Asumsi linieritas pada metode Partial Least Square (PLS) hanya berkaitan dengan pemodelan persamaan struktural, dan tidak terkait dengan pengujian, yakni
hubungan antara variabel laten dalam model struktural adalah linier. Uji asumsi linieritas dilakukan dengan fungsi Compare Means dengan menggunakan software SPSS 12.0.
Tabel 4.
Hasil Pengujian Asumsi Linieritas
|
No |
Hubungan Antar Variabel |
Hasil Pengujian Linieritas | ||||
|
Kriteri Pengujian |
F |
Sig |
Ket | |||
|
1 |
Tanggung jawab Sosial |
Linierity |
53,479 |
0,000 | ||
|
Perusahaan (X) ÷ Persepsi Nilai (Y) |
Deviation Linierity |
from |
2,371 |
0,036 |
Linier | |
|
2 |
Tanggung jawab Sosial |
Linierity |
67,075 |
0,000 | ||
|
Perusahaan (X) ÷ Ekuitas Merek (M) |
Deviation Linierity |
from |
3,025 |
0,10 |
Linier | |
|
3 |
Ekuitas Merek (M) ÷ |
Linierity |
99,915 |
0,000 | ||
|
Persepsi Nilai (Y) |
Deviation Linierity |
from |
2,246 |
0,019 |
Linier | |
Sumber: Hasil olahan data SPSS 13.0, 2016
Pengujian linieritas data bertujuan untuk melihat apakah model yang digunakan merupakan model linier. Linier adalah peningkatan atau penurunan pada prediktor sehingga pola hubungan antar variabel laten disajikan pada Tabel 4. Pada Tabel 4 diperoleh nilai deviation from linearity pada hasil pengujian linieritas menjelaskan besarnya model hubungan antara variabel penelitian ini linier yaitu jika hasilnya signifikan (sig<0,05). Hasil analisis menunjukkan bahwa deviation from linierity signifikan (berarti linier).
Tabel 5.
Hasil Perhitungan Cross Loading
|
Indikator |
Tanggung jawab Sosial Perusahaan (X) |
Ekuitas Merek (M) |
Persepsi Nilai (Y) |
|
Starbucks Coffee mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar (X1) |
0,803 |
0,553 |
0,474 |
|
Starbucks Coffee pernah melaksanakan kegiatan sosial (X2) Starbucks Coffee menggunakan kemasan |
0,841 |
0,501 |
0,554 |
|
yang ramah lingkungan (X3) |
0,756 |
0,445 |
0,361 |
|
Saya merasa Starbucks Coffee bermutu tinggi (M1) |
0,534 |
0,846 |
0,531 |
|
Produk Starbucks Coffee sangat dihargai teman seprofesi saya (M2) |
0,536 |
0,872 |
0,687 |
|
Saya bangga mengkonsumsi produk Starbucks Coffee (M3) |
0,572 |
0,918 |
0,633 |
|
Saya memiliki perasaan yang positif terhadap Starbucks Coffee (M4) Produk Starbucks Coffee memiliki kualitas |
0,582 |
0,909 |
0,619 |
|
yang bertaraf internasional (Y1) Saya merasa harga produk Starbucks |
0,393 |
0,642 |
0,799 |
|
Coffee sesuai dengan nilai produknya (Y2) |
0,451 |
0,533 |
0,853 |
|
Saya merasa produk Starbuck Coffee bermanfaat bagi saya (Y3) Saya merasa produk Starbuck Coffee |
0,576 |
0,606 |
0,871 |
|
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan produk lain yang sejenis (Y4) |
0,570 |
0,601 |
0,890 |
Sumber: Hasil olahan data SmartPLS 2, 2016
Apabila nilai cross loading setiap indikator dari variabel yang bersangkutan lebih besar dibandingkan dengan cross loading variabel lain, maka indikator tersebut dikatakan valid. Hasil komputasi discriminant validity indikator refleksi dapat dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa korelasi variabel tanggung jawab sosial perusahaan dengan indikatornya lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator ekuitas merek (M) dan persepsi nilai (Y).
Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah dengan membandingkan akar kuadrat dari average variance extracted (√AVE) untuk setiap variabel dengan korelasi antara variabel dengan variabel lainnya dalam model. Model mempunyai discriminant validity yang cukup jika akar kuadrat AVE untuk setiap variabel lebih besar daripada korelasi antara variabel dan varaiabel lainnya dalam model seperti terlihat dari output berikut ini.
Tabel 6.
Perbandingan Akar Kuadrat Average Variance Extracted dengan Latent Variable Corelations
|
Variabel Penelitian |
AVE |
Akar AVE |
Korelasi | ||
|
Tanggung jawab Sosial Perusahaan (X) |
Ekuitas Merek (M) |
Persepsi Nilai (Y) | |||
|
Tanggung jawab Sosial | |||||
|
Perusahaan (X) |
0,641 |
0,641 |
1,000 |
0,000 |
0,000 |
|
Ekuitas Merek (M) |
0,787 |
0,787 |
0,627 |
1,000 |
0,000 |
|
Persepsi Nilai (Y) |
0,729 |
0,729 |
0,586 |
0,699 |
1,000 |
Sumber: Hasil olahan data SmartPLS 2, 2016
Berdasarkan Tabel 6, maka dapat disimpulkan bahwa akar AVE variabel persepsi nilai (Y) sebesar 0,729 lebih besar dari korelasi antara persepsi nilai (Y) dengan ekuitas merek (M) yaitu 0,699 dan korelasi antara persepsi nilai (Y) dengan tanggung jawab sosial perusahaan (X) yaitu 0,586. Begitu pula akar AVE variable tanggung jawab sosial perusahaan (X) sebesar 0,641 lebih besar dari korelasi antara tanggung jawab sosial perusahaan (X) dengan ekuitas merek (M) yaitu 0,627. Jadi semua variabel dalam model yang diuji memenuhi kriteria discriminant validity. Uji discriminant validity lainnya adalah dengan menilai validitas dari variabel pada nilai AVE. Model dikatakan baik jika AVE masing-masing variabel menilainya lebih besar
dari 0,50. Hasil output menunjukkan bahwa nilai AVE seluruh variabel lebih besar dari 0,50 sehingga model dapat dikatakan baik.
Disamping uji validitas, juga dilakukan uji reliabilitas variabel yang diukur dengan dua kriteria yait composite reliability dan cronbachs alpha dari blok indikator yang mengukur variabel. Variabel dinyatakan reliabel jika nilai composite reliability maupun cronbachs alpha diatas 0,70. Hasil outut dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7.
Hasil Penelitian Reliabilitas instrumen
|
Variabel |
Composite Reliability |
Cronbachs Alpha |
Ket |
|
Tanggung jawab Sosial |
0,843 |
0,722 |
Reliabel |
|
Perusahaan (X) | |||
|
Ekuitas Merek (M) |
0,936 |
0,909 |
Reliabel |
|
Persepsi Nilai (Y) |
0,915 |
0,876 |
Reliabel |
Sumber: Hasil olahan data SmartPLS 3.1.3, 2016
Hasil output composite reliability maupun cronbachs alpha untuk variabel tanggung jawab sosial perusahaan, ekuitas merek, dan persepsi nilai pada Starbucks Coffee semuanya diatas 0,70. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel memiliki reliabilitas yang baik.
Convergent validity dengan indikator refleksif dapat dilihat dari korelasi antara skor indikator dengan skor variabel. Indikator individu dianggap reliabel apabila memiliki nilai korelasi diatas 0,70. Namun pada riset tahap pengembangan skala, loding 0,50 samapai 0,60 masih dapat diterima (Ghozali, 2011:40). Hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, hasil output telah memenuhi convergent validity karena loading factor berada diatas 0,50. Dapat dilihat pada tabel 8 bahwa indikator Starbucks Coffee pernah
melaksanakan kegiatan sosial (X2) tertinggi dibandingkan indikator lain yaitu 0,841, maka dapat disimpulkan bahwa indikator tersebut dapat merefleksikan variabel tanggung jawab sosial perusahaan (X).
Tabel 8.
Outer Loadings Variabel Tanggung jawab Sosial Perusahaan
|
Indikator |
Outer Loading |
T Statistics |
|
Starbucks Coffee mampu membuka lapangan pekerjaan bagi |
0,803 |
22,255 |
|
masyarakat sekitar (X1) Starbucks Coffee pernah melaksanakan kegiatan sosial (X2) |
0,841 |
24,705 |
|
Starbucks Coffee menggunakan kemasan yang ramah lingkungan (X3) |
0,756 |
12,831 |
Sumber: Hasil olahan data SmartPLS 3.1.3, 2016
Berdasarkan Tabel 8 hasil output telah memenuhi convergent validity karena loading factor berada diatas 0,50. Dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa indikator Produk Starbucks Coffee sangat dihargai teman seprofesi saya (M3) memiliki nilai outer 1oadings tertinggi dibandingkan indikator lain yaitu 0,918, maka dapat disimpulkan bahwa indikator tersebut dapat merefleksikan variabel ekuitas merek (M).
Tabel 9.
Outer Loading Variabel Ekuitas Merek
Indikator Outer Loading T Statistics
|
Saya merasa Starbucks Coffee bermutu tinggi (M1) |
0,846 |
25,366 |
|
Produk Starbucks Coffee sangat dihargai teman seprofesi saya (M2) |
0,872 |
31,975 |
|
Produk Starbucks Coffee sangat dihargai teman seprofesi saya (M3) |
0,918 |
58,235 |
|
Saya memiliki perasaan yang positif terhadap Starbucks Coffee (M4) |
0,909 |
45,673 |
Sumber: Hasil olahan data SmartPLS 3.1.3, 2016
Berdasarkan Tabel 9, hasil output telah memenuhi convergent validity karena loading factor berada diatas 0,50. Dapat dilihat pada Tabel 9 bahwa indikator Saya merasa produk Starbuck Coffee memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan produk lain yang sejenis (Y4) memiliki nilai outer loading tertinggi dibandingkan indikator
lain yaitu 0,890, maka dapat disimpulkan bahwa indikator tersebut dapat merefleksikan variabel persepsi nilai (Y).
Tabel 10.
|
Outer Loadings Variabel Persepsi Nilai | ||
|
Indikator |
Outer Loading |
T Statistics |
|
Produk Starbucks Coffee memiliki kualitas yang bertaraf internasional (Y1) |
0,799 |
20,240 |
|
Saya merasa harga produk Starbucks Coffee sesuai dengan nilai produknya (Y2) |
0,853 |
15,792 |
|
Saya merasa produk Starbuck Coffee bermanfaat bagi saya (Y3) |
0,871 |
29,470 |
|
Saya merasa produk Starbuck Coffee memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan produk lain yang sejenis (Y4) |
0,890 |
35,440 |
|
Sumber: Hasil olahan data SmartPLS 3.1.3, 2016 | ||
|
Pengujian inner model dilakukan dengan |
melihat nilai |
R-square yang |
merupakan uji goodness of fit model. Model pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan (X) terhadap ekuitas merek memberikan nilai R-square sebesar 0,393 yang dapat diinterpretasikan bahwa variabilitas variabel ekuitas merek dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel tanggung jawab sosial perusahaan sebesar 39,3 persen sedangkan 60,7 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar yang diteliti. Selanjutnya, model pengaruh ekuitas merek terhadap persepsi nilai memberikan nilai R-square sebesar 0,523 yang dapat diinterpretasikan bahwa variabel persepsi nilai dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel ekuitas merek sebesar 52,5 persen sedangkan 47,5 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar yang diteliti.
Tabel 11. R-quare
|
Variabel |
R Square |
|
Ekuitas Merek (M) |
0,393 |
|
Persepsi Nilai (Y) |
0,525 |
Sumber: Hasil olahan data SmartPLS 3.1.3, 2016
Selain itu, uji goodness of fit model juga menggunakan Q-square predictive relevance untuk model struktural, mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square > 0 menunjukkan model memiliki predictive relevance. Berdasarkan Tabel 11, berikut adalah perhitungan Q-square:
Q2 =1(1-R1)2(1-R2)2)
= 1(1-(0,393)2) (1- (0,525)2)
= 1 (0,845)(0,724)
= 0,611
Dimana (R1)2 dan (R2)2 adalah R-square variabel endogen dalam model persamaan. Besaran Q2 memiliki nilai dengan rentang 0<Q2<1, dimana semakin mendekati 1 berarti model semakin baik. Maka hasil perhitungan tersebut di dapat nilai Q2 adalah sebesar 0,611, sehingga dapat disimpulkan bahwa model memiliki predictive relevance yang cukup baik (Q2=0,611>0).
Berdasarkan Tabel 12, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh langsung terhadap persepsi nilai dengan koefisien sebesar 0,244 dan signifikan pada 5 persen (nilai t hitung > t tabel 1,96). Tanggung jawab sosial perusahaan juga berpengaruh langsung terhadap ekuitas merek dengan koefisien sebesar 0,627 dan signifikan pada 5 persen. Tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh langsung terhadap persepsi nilai dengan koefisien sebesar 0,547 dan signifikan pada 5 persen (nilai t hitung < t tabel 1,96).
Tabel 12.
Path Coefficients
|
Indikator |
Koefisien Korelasi |
T Statistics |
Ket. |
|
Tanggung jawab Sosial Perusahaan (X) ÷ Persepsi Nilai (Y) |
0,244 |
2,582 |
Signifikan |
|
Tanggung jawab Sosial Perusahaan (X) ÷ Ekuitas Merek (M) |
0,627 |
9,544 |
Signifikan |
|
Ekuitas Merek (M) ÷ Persepsi Nilai (Y) |
0,547 |
5,927 |
Signifikan |
Sumber: Hasil olahan data SmartPLS 3.1.3, 2016
Jadi dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh langsung terhadap persepsi nilai dan pengaruh tidak langsung melalui ekuitas merek. Besarnya koefisien pengaruh tidak langsung dapat dihitung dengan mengalikan koefisien jalur dari tanggung jawab sosial perusahaan ke persepsi nilai dengan koefisien jalur dari ekuitas merek ke persepsi nilai sebesar (0,627) x (0,547) = 0,343. Ternyata koefisien pengaruh tidak langsung lebih besar daripada pengaruh langsung. Cara lain untuk mengetahui pengaruh tidak langsung tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai adalah dengan melihat tabel indirect effect hasil output SmartPLS versi 2 pada Tabel 13.
Tabel 13.
Indirect Effects
|
Variabel |
Original Sample |
Sample Mean |
Standart Error |
T Statistics |
|
Tanggung jawab Sosial Perusahaan (X) ÷ Persepsi Nilai (Y) |
0.598 |
0.604 |
0.071 |
8.378 |
Sumber: Hasil olahan data SmartPLS 3.1.3, 2016
Pengujian analisis pada pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan secara positif berpengaruh signifikan terhadap persepsi nilai. Ditunjukkan dengan koefisien yang positif sebesar 0,244 dan signifikan (t statistic > 1,96). Hasil tersebut menunjukan
bahwa ketika Starbucks Coffee terus berkomitmen untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, maka semakin baik pula persepsi pelanggan terhadap Starbucks Coffee. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi nilai. Hasil penelitian Staudt et al (2014) menyatakan jika perusahaan semakin sering sering melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, maka persepsi nilai pelanggan akan lebih baik daripada persepsi pelanggan terhadap perusahaan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung temuan dari Piercy dan Lane (2009) dan Peloza dan Shang (2011a) menyatakan dampak positif dari upaya tanggung jawab sosial perusahaan pada persepsi nilai. Jika pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dianggap relatif rendah, maka dampak pada persepsi nilai masih positif, tetapi secara signifikan persepsi nilai pelanggan tidak sebaik jika perusahaan melaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pengujian analisis pada pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap ekuitas merek menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan secara positif berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek. Ditunjukkan dengan koefisien yang positif sebesar 0,627 dan signifikan (t statistic 0,627>1,96). Hasil tersebut menunjukkan bahwa, semakin tinggi pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan oleh Starbucks Coffee maka akan berpengaruh positif juga terhadap ekuitas merek. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh terhadap ekuitas merek. Staudt et al (2014) menunjukkan bahwa jika pelanggan merasakan upaya tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan
perusahaan tinggi, maka akan berdampak positif juga pada ekuitas merek daripada jika pelanggan merasakan upaya pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan yang relatif rendah. Selain itu, jika pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan relatif rendah, dampak pada ekuitas merek masih positif tetapi tidak sebesar jika adanya komitmen perusahaan dalam melaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini memberikan dukungan pada peneltian sebelumnya bahwa upaya tanggung jawab sosial perusahaan mempengaruhi tingkat ekuitas merek (Lai et al 2010).
Pengujian analisis pengaruh ekuitas merek terhadap persepsi nilai menunjukkan bahwa ekuitas merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi nilai. Ditunjukkan dengan koefisien yang positif sebesar 0,547 (t satatistic > 1,96). Hasil tersebut menunjukkan bahwa, semakin tinggi ekuitas merek maka semakin tinggi pula persepsi nilai pelanggan terhadap Starbucks Coffee. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis ekuitas merek berpengaruh positif dan dan signifikan terhadap persepsi nilai. Hasil ini mendukung penelitian Staudt et al (2014) yang menegaskan bahwa jika ekuitas merek meningkat, maka persepsi nilai juga akan meningkat. Erdem dan Swait (1998) juga menyatakan bahwa ekuitas merek adalah seperangkat aset dan kewajiban yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan perusahaan tersebut.
Hasil uji hipotesis pada pengaruh ekuitas merek dalam memediasi pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai ditunjukkan dengan koefisien yang positif sebesar 0,598 (t statistic 8,379 > 1,96). Berdasarkan analisis, koefisien
tidak langsung bernilai 0,598 dengan t statistcs sebesar 8.378. Nilai t statistics lebih besar besar dari 1,96 maka dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek secara signifikan memediasi pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai. Ekuitas merek memediasi secara parsial karena nilai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai tidak sama dengan 0. Berdasarkan yang tertera diatas menunjukkan bentuk mediasi parsial (partial mediation) atau dengan kata lain memediasi secara parsial pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai. Bentuk mediasi parsial ini menunjukkan bahwa ekuitas merek bukan satu-satunya pemediasi hubungan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi niai namun terdapat faktor pemediasi lain. Hasil analisis Staudt et al (2014) menunjukkan peran mediasi dari ekuitas merek pada hubungan antara tanggung jawab sosial dan persepsi nilai. Upaya tanggung jawab sosial perusahaan yang dirasakan langsung dipengaruhi oleh ekuitas merek dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh persepsi nilai melalui ekuitas merek.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, pernyataan responden tentang Starbucks Coffee pernah melaksanakan kegiatan sosial memiliki nilai outer loadings tertinggi dibandingkan pernyataan lain, maka dapat disimpulkan bahwa pernyataan tersebut dapat merefleksikan pengetahuan responden terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan Starbucks Coffee. Kemudian, pernyataan responden tentang produk Starbucks Coffee sangat dihargai temen-teman seprofesi saya memiliki nilai outer loadings tertinggi dibandingkan pernyataan lain, maka dapat disimpulkan bahwa pernyataan tersebut dapat merefleksikan bahwa responden
merupakan ekuitas merek. Terakhir pernyataan responden bahwa mereka merasa produk Starbucks Coffee memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan produk lain yang sejenis memiliki nilai outer loadings tertinggi dibandingkan pernyataan lain, maka dapat disimpulkan bahwa pernyataan tersebut dapat merefleksikan persepsi nilai oleh pelanggan di Starbucks Coffee. Dari pembahasan didapat beberapa implikasi penelitian yang dihasilkan. Pertama, terbukti bahwa responden memiliki pengetahuan terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan yang pernah dilaksanakan oleh Starbucks Coffee. Dengan adanya pengetahuan tersebut maka terbukti bahwa konsumen juga memiliki kepedulian dan ikut serta dalam program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan oleh Starbucks Coffee. Kedua, hasil penelitian juga membuktikan bahwa tingginya respon responden terhadap ekuitas merek pada produk Starbucks Coffee. Dari hasil kuesioner menunjukkan bahwa konsumen merasa bangga mengkonsumsi produk Starbucks Coffee. Hal tersebut juga didukung dengan pernyataan responden sebagai konsumen merasa produk Starbucks Coffee bermutu tinggi, sangat dihargai teman seprofesi, dan memiliki perasaan yang positif terhadap Starbucks Coffee. Program tanggung jawab sosial perusahaan dan ekuitas merek terbukti berpengaruh terhadap persepsi nilai konsumen pada Starbucks Coffee.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi nilai pelanggan. Semakin sering pelaksanaan tanggung
jawab sosial perusahaan oleh Starbucks Coffee maka semakin baik pula persepsi pelanggan terhadap produk di Starbucks Coffee. Tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekuitas merek. Semakin sering pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan oleh Starbucks Coffee maka akan semakin baik pula Ekuitas Merek pada produk Starbucks Coffee. Ekuitas Merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi nilai. Semakin baik ekuitas merek maka akan meningkatkan persepsi nilai pelanggan terhadap produk Starbucks Coffee. Ekuitas Merek memediasi pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap persepsi nilai. Hasil ini menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh terhadap persepsi nilai melalui ekuitas merek.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan kesimpulan yang di dapat adalah Starbucks Coffee sebaiknya terus berkomitmen dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan karena dapat meningkatkan ekuitas dan persepsi nilai pelanggan terhadap produknya. Starbucks Coffee juga perlu mempertahankan bahkan meningkatkan ekuitas produknya agar berdampak positif juga terhadap ekuitas merek. Starbucks Coffee agar lebih meningkatkan maanfaat produknya bagi pelanggan agar persepsi nilai yang diterima pelanggan juga terus meningkat.
REFERENSI
Arianingsih E., P. 2009. Pengaruh perceived value pada loyalitas konsumen yang dimediasi oleh kepuasan konsumen dan dimoderatori oleh gender. Jurnal Manajemen dan Bisnis Univ. Muhammadyah Purworejo.
Becker-Olsen, Karen L., Cudmore, Andrew B., & Hill, Ronald P. 2006. The Impact of Perceived Corporate Social Responsibility on Consumer Behavior. Journal of Business Research, 59 (1), pp: 46-53.
Bhattacharya, Som Sekhar. 2009. Corporate Social Responsibility and Marketing Management: Aliterature Review and Perspectives For India. Strategic
Innovators, 2 (2).
Bono, E., Heller, R. (2006). Perceived Value: When considering value, perception can be as impor-tant as reality. http://www.thinkingmanagers.com/mana-gement/perceived-value.php (diunduh tanggal 25 Mei 2016).
Chang, Hsin Hsin, Hsu Che-Hao dan Chung, Shu Hsia (2008), The Antecendents and Consequences of Brand Equity in Service Markets. Asia Pasific Management Review, 13(3), 2008.
Cobb-Walgren, C.J.Ruble, C.A. & Donthu N. 1995. Brand equity, brand preference, and purchase intent. Journal of Advertising, 24 (3), pp: 25-41.
Delgado, E., Munuera, J.L, 2005. Does Brand Trust Matter To Brand Equity, Journal Of Product and Brand Management 14(3), pp: 187-196.
Erdem, Tulin, & Swait, Joffre. 1998. Brand Equity as a Signal Phenomenon. Journal of Consumer Psychology, 7 (2), pp. 131-157.
Ghozali, Imam. 2011. Structural Equition Modelling Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS) Edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universits Diponegoro.
Hoeffler, Steve, & Keller, Kevin L. 2002. Building Brand Equity through Corporate Societal Marketing. Journal of Public Policy and Marketing. 21 (1), pp: 78-89.
Holmes, Paul. 2001. Just Cause. Taking Sides: Clashing Views on Controversial in Marketing. Connecticut: Guilford, McGraw-Hill/Dushkin, 88-96.
Kotler, P., Lee, N. 2005. Corporate Social Responsibility: Doing the Most Goodfor Your Company and Your Cause. New York: Wiley.
Lai, Chi-Shium. Chiu, Chih-Jen. Yang, Chin-Fang and Pai, Da-Chang. 2010. The Effect of Corporate Social Responsibility an Brand Performance: The Meating Effect of Industri Brand Equity and Corporate Reputation. Journal of Business Ethics, 90, pp: 457-469
Lee, Min-Dong Paul. 2008. A Review of the Theories of Corporate Social Responsibility: Its Evolutionary Path and the Road Ahead. International Journal of Management Reviews, 10 (1), pp: 53-73.
Muafi dan Effendi, M. Irhas. 2001. ”Mengelola Ekuitas Merek : Upaya Memenangkan Persaingan Di Era Global.” Jurnal EKOBIS, 2(3), pp: 129-139.
Mudambi, Susan McDowell, Doyle, Peter, & Wong, Veronica. 1997. An Exploration of Branding in Industrial Markets. Industrial Marketing Management, 26 (5), pp: 433-446.
Piercy, Nigel F. & Lane, Nikala. 2009. Corporate Social Responsibility: Impacts on Strategic Marketing and Customer Value. The Marketing Review, 9 (4), pp: 335360.
Pohle, George, & Hittner, Jeff. 2008. Attaining Sustainable Growth Through Corporate Social Responsibility. Somers, NY: IBM Institute for Business Value, pp: 1-17.
Porter, Michael E., & Kramer, Mark R. 2006. Strategy and Society: The Link Between Competitive Advantage and Corporate Social Responsibility. Harvard Business Review, 80, (12), pp: 78-92.
Setyawan, F.A. 2010. Analisis Pengaruh Brand Awarness, Brand Associations, Perceived Quality, dan Brand Loyality Terhadap Minat Beli Telpon Seluler Nokia. Skripsi studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang). Semarang: Universitas Diponegoro.
Srivastava, Rajendra K., & Shocker, Allan D. 1991. Brand Equity: A Perspective on its Meaning and Measurement. Working Paper 91-124. Cambridge, MA: Marketing Science Institute.
Staudt, Simone., Y Shao, Chris. (2014). Corporate Social Responsibility, perceived Value, and Customer-Based Brand Equity: A Cross-National Comparison. Journal of Strategic Innovation and Sustainability, 10(1) 2014.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Susanto, A.B. (2006). Merubah Merek, Merubah Persepsi. Retrieved March 8, 2012, from http:// www.jakartaconsulting.com/art-01-13.htm.
Taylor A., Steven, Kevin Celuch and Stephen Goodwin. 2004 . The Importance of Brand equity to Costumer Loyalty. Journal of Product and Brand Managent, 13 (4). pp: 217-227.
Torres, Anna, Bijmolt, Tammo H. A., & Tribó, Josep A. 2010. Generating Global Brand Equity through Corporate Social Responsibility to Key Stakeholders.
Vlachos, Pavlos A., Tsamakos, Argiris, Vrechopoulos, Adam P. & Avramidis, Panagiotis K. 2009. Corporate Social Responsibility: Attributions, Loyalty, and
the Mediating Role of Trust. Journal of the Academy of Marketing Science. 37 (2), pp: 170-180.
Widjojo, P. O. 2013. Pengaruh Persepsi Nilai Pelanggan dan Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas Konsumen Hypermart Pakuwon Trade Center Di Surabaya. Kajian Ilmiah Mahasiswa Manajemen, 2(4).
Yoo Bonghee, Donthu, Naveen, & Lee, Sungho (2000). An Examination of Selected Marketing Mix Elements and Brand Equity. Journal of the Academy of Marketing Science. 28 (2), pp: 195-211.
Zeithaml, V. A. (1988). Customer perceptions of price, quality and value: A meansend model and synthesis of evidence. Journal of Marketing 52: 2-22.
6579
Discussion and feedback