PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOUR MASYARAKAT DI KOTA DENPASAR
on
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No.8, 2016: 5264-5273
ISSN : 2302-8912
PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION
INVOLVEMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOUR MASYARAKAT DI KOTA DENPASAR
Ni Putu Siska Deviana D 1
I .Gst Ayu Kt.Giantari 2
-
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia e-mail: [email protected] / telp: +62 821 4646 3776
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh shopping lifestyle dan fashion imvolement terhadap impulse buying behavior masyarakat di Kota Denpasar. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang responen. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan menggunakan skala 5 likert. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa shopping lifestyle dan fashion imvolement berpengaruh terhadap impulse buying behavior masyarakat di Kota Denpasar. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi penyedia produk fashion atau department store, sebaiknya menyediakan berbagai macam merek fashion yang berbeda, dan memberikan program-program tetentu seperti diskon untuk menghindari pembelanjaan yang tidak terduga.
Kata kunci: impulse buying behavior, shopping lifestyle, fashion involvement
ABSTRACT
This study aims to describe the influence of lifestyle and fashion shopping imvolement against impulse buying behavior of society in Denpasar. The samples used in this study were 100 people responen. The data used in this study were collected using a questionnaire using a Likert scale of 5. Data were analyzed using multiple linear regression analysis. The results showed that the lifestyle and fashion shopping imvolement effect on impulse buying behavior of society in Denpasar. Based on the research results, it is advisable for the product provider or department store fashion, should provide a wide range of different fashion brands, and provide on specific programs such as interesting discounts to avoid unexpected expenditures.
Keyword: impulse buying behavior, shopping lifestyle, fashion involvemen
PENDAHULUAN
Fashion merupakan tujuan utama konsumen mendatangi sebuah mall maupun butik, terdapat pakaian wanita, pria, anak-anak, hingga kosmetik dan aksesoris
lainnya. Kondisi ekonomi setiap individu, menjadikan konsumen bersifat konsumtif, sehingga ketika melihat sesuatu barang yang dianggapnya menarik akan dibeli walau dengan harga yang lumayan tinggi, dan hal tersebut sudah banyak diakui oleh masyarakat, khususnya di Kota Denpasar.
Japarianto dan Sugiharto (2011) menyatakan bagi masyarakat high income berbelanja sudah menjadi gaya hidup (lifestyle), artinya mereka akan rela mengorbankan sesuatu demi mendapatkan produk yang disenangi. Pembelian produk yang mengikuti jaman hingga sesuatu yang ditemukan secara tidak sengaja, dan pembelian yang tidak terencana menyebabkan terjadinya impulse buying. Bellenger et al. dalam Mattila dan Jochen (2008) menyatakan bahwa 27–62 persen pembelian yang terjadi di department store merupakan pembelian impulsif. Abdolvand et al. (2011) menyatakan bahwa pembelian impulsif merupakan aspek penting dalam perilaku konsumen dan konsep vital bagi peritel sebab pembelian tidak terencana yang dilakukan oleh konsumen secara langsung akan berkontribusi pada nilai omset penjualan yang didapat oleh peritel tersebut. Chang (2014) menjelaskan bahwa pembelian impulsif merupakan salah satu yang menjadi pertimbangan penting dalam kegiatan pemasaran, kompleksitas dan seringnya perilaku pembelian impulsif terjadi dalam berbagai jenis produk. Impulse buying dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang di antaranya adalah faktor lingkungan, dan bagaimana konsumen menanggapi rangsangan yang diberikan oleh lingkungan konsumen tersebut baik lingkungan eksternal maupun lingkungan internal konsumen. Setiap orang memiliki perbedaan dalam impulse buying. Ini disebabkan karena beberapa orang memiliki kecendrungan
yang lebih tinggi untuk bereaksi terhadap impulse buying, sedangkan yang lain tidak menanggapi rangsangan tersebut (Lin dan Chuang, 2005).
Pembelian impulsif merupakan sebuah fenomena dan kecenderungan perilaku berbelanja meluas yang terjadi di dalam pasar sehingga menjadi poin penting dalam pemasaran (Herabadi, 2003). Fenomena perilaku pembelian impulsif merupakan sebuah tantangan bagi para pelaku bisnis dimana mereka dituntut untuk mampu menciptakan ketertarikan secara emosional seperti memancing gairah konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi suatu produk tertentu. Konsumen yang sudah tertarik secara emosional, nantinya akan melakukan pembelian tanpa memikirkan rasionalitas dalam proses pengambilan keputusan (Putra, 2014).
Ghani et al. (2011) menyatakan pembelian impulsif merupakan perilaku pembelian dengan keputusan yang tiba-tiba dan langsung memutuskan untuk membeli suatu produk yang sebelumnya tidak memiliki niat untuk membeli produk tersebut. Pembelian impulsif biasanya terjadi dalam waktu yang singkat karena keputusan pembelian yang dilakukan biasanya tidak diimbangi dengan pertimbangan serta informasi dan alternatif pilihan (Tendai & Chrispen., 2009). Sebuah retailer harus menyadari betul kekuatan dari pembelian impulsif yang dilakukan konsumen karena akan berpengaruh terhadap nilai omset mereka (Munusamy et al., 2010).
Prastia (2011) menyatakan shopping lifestyle mencerminkan pilihan seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Dengan ketersediaan waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi. Hal tersebut tentu berkaitan dengan keterlibatan konsumen
terhadap suatu produk, salah satunya keterlibatan konsumen pada poduk fashion (fashion involvement yang juga mempengaruhi terjadinya perilaku impulse buying.
Semakin tinggi pendapatan konsumen maka akan tinggi pula tingkat konsumsinya, yang mampu memicu terjadinya impulse buying. Dampak positifnya akan berada pada pelaku bisnis yang akan memperoleh profit yang semakin tinggi pula. Dengan adanya shopping lifestyle, maka para pelaku bisnis sangat dipacu untuk menyediakan berbagai fashion yang menjadi selera konsumen, semakin banyak variasi fashion yang disediakan pelaku bisnis, semakin tinggi pula peluang terjadinya impulse buying. Banerjee dan Saha (2012) menyatakan impulse buying didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak direncanakan, di tempat berbelanja yang dipicu oleh stimulus. Stimulus diberikan melalui pemasaran sensorik atau menyentuh suatu produk, berdasarkan informasi yang jelas dan terlihat tentang penawaran khusus dan membantu konsumen mengingat apa yang mereka butuhkan. Shopping lifestyle merupakan kebiasaan konsumen dalam berbelanja yang dipengaruhi oleh perubahan jaman, pendapatan konsumen, dan status sosial. Tidak semua konsumen dapat dikategorikan memiliki shopping lifestyle ini, karena pendapatan, sikap, serta status sosial dari konsumen juga berpengaruh pada shopping lifestyle. Volume belanja konsumen yang tinggi dapat dikategorikan sebagai shopping lifestyle, karena tidak hanya untuk barang yang harga tinggi dikatakan bahwa konsumen tersebut termasuk dalam shopping lifestyle, tetapi konsumen yang berbelanja dengan harga yang terjangkau namun dengan volume yang besar, maka konsumen tersebut dapat dikategorikan termasuk dalam shopping lifestyle (Karbasivar, 2011).
Fashion involvement adalah keterlibatan seseorang dengan suatu produk fashion karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk tersebut (Japarianto dan Sugiharto, 2011:34). Fashion dapat menjadikan individu terlihat unggul dalam lingkungan sosialnya. Perubahan jaman pada fashion yang berganti-ganti hampir di setiap bulan, maka konsumen yang selalu mengikuti perubahan jaman tersebut akan terlihat unggul baik dalam berpakaiannya yang nantinya akan menegaskan identitas individu tersebut dalam lingkungan sosialnya.
Shopping lifestyle mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana upaya menghabiskan waktu dan uang. Shopping lifestyle sudah menjadi tradisi sekaligus trend dalam jaman globalisasi ini, konsumen tidak hanya dapat berbelanja di mall atau di toko-toko saja, tidak sedikit juga yang berbelanja secara online (Amiri et al., 2012). Jika diperhatikan kebanyakan para konsumen lebih cenderung berbelanja fashion. Fashion kini sudah menjadi kebutuhan bagi hampir sebagian individu di dunia. Penampilan yang menawan, yang sejuk dipandang menjadi prioritas untuk menilai karakteristik individu, hingga untuk melamar pekerjaan pun penampilan menjadi prioritas. Hal inilah penyebab salah satunya shopping lifestyle, ketika konsumen masuk ke mall, dan melihat barang yang terlihat bagus, walaupun tidak direncanakan sebelumnya, konsumen pasti akan membeli barang tersebut, yang disebut sebagai impulse buying
Impulse buying atau pembelian yang tidak terduga sangat rentan terjadi, karena setiap individu pasti ingin selalu terlihat menawan dan sejuk dipandang di setiap saat. Konsumen seringkali membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih
dahulu. Keinginan untuk membeli seringkali muncul di toko atau di mall, dan seringkali konsumen mengambil suatu keputusan. Keputusan pembelian yang dilakukan belum tentu direncanakan, terdapat pembelian yang tidak direncanakan (impulse buying) akibat adanya rangsangan lingkungan belanja (Edwin dan Sugiyono, 2011).
Shopping lifestyle, fashion involvement, dan impulse buying menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan, sebagai mana dapat didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan faktor-faktor tersebut berpengaruh signifikan. Banyak penelitian tentang impulse buying, seperti penelitian Pattipeilohy (2013) menunjukkan bahwa fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour mengenai produk fashion. Penelitian Tirmizi, dkk (2009) menunjukkan bahwa fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour serta shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Hosssein, dkk (2014) menyatakan bahwa pengaruh fashion involvement, karakteristik personal, dan store environemt terhadap impulse buying, menunjukkan bahwa fashion berpengaruuh positif signifikan terhadap impulse buying. Penelitian Park et al (2006), menunjukkan bahwa fashion involvement mempunyai efek positif terhadap impulse buying. Era modern saat ini perkembangan bisnis fashion di Kota Denpasar mengalami kemajuan yang sangat pesat, kemajuan ini dapat dilihat dari bertambahnya mall, butik, hingga penjualan melalui online yang semakin menjamur. Kemajuan yang dialami oleh para pelaku bisnis fashion ini, disebabkan oleh kemajuan perekonomian di Kota Denpasar, yang berdampak pada
tingginya minat berbelanja konsumen. Kondisi ekonomi setiap individu masyarakat kota Denpasar menjadikan masyarakat bersifat konsumtif, sehingga ketika melihat sesuatu barang yang dianggapnya menarik akan dibeli walau dengan harga yang lumayan tinggi, dan hal tersebut sudah banyak diakui oleh masyarakat, khususnya di Kota Denpasar, dengan demikian masyarakat Kota Denpasar cenderung mengalami pembelian yang tidak terduga. Melalui survey yang dilakukan terhadap 20 orang masyarakat Kota Denpasar yang yang melakukan pembelanjaan produk fashion diperoleh hasil bahwa keseluruhan konsumen pernah melakukan impulse buying pada saat berbelanja produk fashion, yang diakibatkan fashion involvement dan shopping lifestyle. Hal ini mengindikasikan bahwa fenomena impulse buying selalu terjadi pada masyarakat Kota Denpasar. Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat di Kota Denpasar yang melakukan impulse buying behavior, maka dari pada itu peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement terhadap Impulse Buying Behaviour masyarakat di Kota Denpasar.
Melalui pemaparan masalah yang telah dijabarkan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu (1) apakah shopping lifestyle berpengaruh terhadap impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar; (2) Apakah fashion involvement berpengaruh terhadap impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar.
Mengacu pada rumusan masalah, yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu: (1)
untuk mengetahui pengaruh shopping lifestyle terhadap impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar; (2) untuk mengetahui pengaruh fashion involvement terhadap impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar.
Dalam arti ekonomi, shopping lifestyle menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan, serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan kategori serupa. Betty Jackson (2004) mengatakan shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam berbelanja yang mencerminkan perbedaan status sosial. Menurut penelitian Japarianto dan Sugiharto (2011), shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Shopping menjadi salah satu lifestyle yang paling digemari, untuk memenuhi lifestyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi mencapainya dan hal tersebut cenderung mengakibatkan impulse buying (Japarianto dalam Prastia, 2011). Penelitian Tirmizi dkk. (2009), menunjukkan bahwa Shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behavior. Berdasarkan pemaparan di atas, maka diajukan hipotesis keempat yaitu:
H1 : Shopping Lifestyle Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap Impulse Buying Behaviour
Fashion involvemet adalah keterlibatan seseorang dengan suatu produk pakaian karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk tersebut. Seo et al., (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat fashion involvement dan pembelian pakaian dimana konsumen dengan fashion involvement yang tinggi lebih memungkinkan membeli pakaian. Konsumen dengan fashion involvement yang lebih tinggi memungkinkan terlibat dalam pembelian impulsif yang berorientasi fashion (Park et al., 2006).
Menurut hasil penelitian Japarianto dan Sugiharto (2011), fashion involvement berpengaruh terhadap impulse buying behaviour. Pakaian sangat terkait dengan keterlibatan ke karateristik pribadi dan pengetahuan tentang fashion, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh keyakinan konsumen dalam membuat keputusan pembelian dan seringnya terjadi impulse buying behaviour. Penelitian Pattipeilohy (2013) di Kota Ambon, menunjukkan bahwa fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Penelitian Tirmizi, dkk. (2009), menunjukkan bahwa: fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour serta shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Hossseins, dkk. (2014) dalam penelitiannya di Iran menunjukkan bahwa fashion berpengaruuh positif terhadap impulse buying. Penelitian Park et al. (2006), menunjukkan bahwa fashion involvement mempunyai pengaruh positif terhadap impulse buying.
H2 : Fashion Involvement Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap Impulse Buying Behaviour
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat asosiatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat menghubungkan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2013:55). Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang meneliti pada populasi tertentu atau sampel tertentu dengan analisis data bersifat statistik. Pengukuran instrument
penelitian menggunakan Skala Likert, dan teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner.
Gambar 1.
Kerangka Konsep Penelitian
Sumber: data primer diolah, (2016)
Lokasi penelitian ini di Kota Denpasar, karena memiliki tingkat PDRB tertinggi, dan untuk mengetahui seberapa besar masyarakat di Kota Denpasar yang mengalami impulse buying behaviour dengan faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini mengambil obyek shopping lifestyle, fashion involvement, dan impulse buying behaviour.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah shopping lifestyle (X1) dan fashion involvement (X2). Shopping lifestyle merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh pembeli sehubungan dengan serangkaian tanggapan dan pendapat pribadi tentang pembelian produk fashion di Denpasar. Fashion involvement merupakan keterlibatan konsumen di Kota Denpasar terhadap produk fashion.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah impulse buying behaviour (Y). Impulse buying merupakan sebuah kecendrungan konsumen di Kota Denpasar untuk
membeli produk fashion dengan dorongan hati atau sebuah perilaku berdasarkan pada desakan kuat dan terus-menerus.
Definisi variabel penelitian secara operasional berkaitan dengan obyek penelitian, dibatasi oleh tempat dan faktor-faktor penentu (indikator) variabel, yaitu shopping lifestyle (X1), fashion involvement (X2), dan impulse buying behaviour (Y). Definisi variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Instrumen Penelitian
No |
Variabel |
Indikator |
Sumber Referensi |
1 |
Shopping Lifestyle (X1) |
|
Edwin dan Sugiono, 2011, Wikartika,20 10 |
2 |
Fashion Involvement (X2) |
|
Edwin dan Sugiono, 2011 |
3 |
Impulse Buying Behaviour (Y) |
|
Edwin dan Sugiono, 2011, Rizchie, 2009 |
Sumber: data primer diolah, (2016) |
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang berupa angka-angka dan dapat dihitung, seperti jumlah konsumen dan skor jawaban kuesioner shopping lifestyle, fashion involvement, dan skor impulse buying masyarakat di Kota Denpasar. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari kuisioner yang diberikan langsung kepada responden sesuai dengan instrument. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil dari kuisioner tersebut akan dijadikan bahan untuk analisis statistik dan selanjutnya diterjemahkan kedalam tabel dan kesimpulannya dari penelitian ini. Data sekunder adalah data yang bukan diperoleh dari hasil pengumpulan dan pengolahan sendiri oleh peneliti, melainkan dilakukan oleh orang lain atau lembaga tertentu. Meskipun demikian, data tersebut sangat mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu data mengenai hasil penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini.
Seorang peneliti tidak harus meneliti keseluruhan anggota populasi yang ada. Peneliti dapat memilih beberapa orang yang diangap dapat mewakili populasi tersebut. Sampel adalah subset dari populasi atau beberapa anggota dari populasi yang diamati (Sugiyono, 2013:214). Ukuran sampel responden yang dapat ditentukan dalam ukuran sampel yang dianggap refresensiatif berdasarkan atas jumlah indikator penelitian yang dipergunakan sebanyak 10 indikator sehingga jumlah sampel yang dianggap cukup berkisar dari 5 sampai dengan 10 kali. Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Kota Denpasar yang memiliki jenjang pendidikan akhir minimal SMA dan pernah melakukan impulse buying pada pembelian suatu produk
fashion. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Untuk memperoleh hasil yang baik, jumlah sampel responden yang diambil untuk mengisi kuesioner dapat ditentukan paling sedikit 5-10 kali dari jumlah indikator dari variabel yang diteliti. Penelitian ini menggunakan 20 indikator dalam 3 variabel. Jadi jumlah sampel yang diambil untuk mengisi kuesioner adalah 100 sampel.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Kuisioner merupakan metode pengumpulan data yang efisien jika variabel diketahui pasti dan mengerti jawaban yang diharapkan dari responden. Selain itu, kuisioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas (Sugiyono,2013:199). Dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert, digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fanomena sosial (Sugiyono, 2013).
Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian penting dilakukan didalam suatu penelitian. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, sehingga diharapkan nanti hasil penelitian akan menjadi valid. Menurut Sugiyono (2012:172), ketentuan suatu instrumen dikatakan valid atau sahih apabila memiliki koefisien korelasi Pearson Product Moment ( r ) > 0,3 dengan alpha sebesar 0,05. Instrumen yang reliable adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Suatu instrumen dikatakan reliable, apabila memiliki koefisien alpha (α) lebih besar dari 0,60. Setelah
diketahui validitas dan reliabilitas instrumen penelitian, maka selanjutnya baru dilakukan analisis data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam menganalisis peneliti dibantu dengan software SPSS versi 17.0 (Wirawan, 2002:293), berikut adalah persamaan regresi linier berganda:
Ŷ = α + β1 X1 + β2 X2 + ei………………….(1)
Keterangan:
Y = Impulse Buying Behaviour
α = Bilangan konstanta
-
X1 = Shopping Lifestyle
-
X2 = Fashion Involvement
-
b1 = Koefisien regresi variabel X1
-
b2 = Koefisien regresi variabel X2
ei = Faktor residual
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian validitas dan reliabilitas masing-masing instrumen penelitian yang diperoleh dari jawaban kuesioner sangat penting dilakukan untuk memperoleh hasil penelitian yang valid dan reliable. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Reliable berarti instrumen penelitian tersebut bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Untuk mengukur keandalan dan ketepatan instrumen yang digunakan, instrumen dikatakan valid apabila nilai kolerasi Pearson Product Moment r-hitung >
r-tabel atau (r) > 0,361 telah terpenuhi (Sugiyono, 2013:348). Instrumen dikatakan
reliable apabila nilai Cronbach alpha > 0,60 telah terpenuhi. Hasil uji validitas dan
reliabilitas instrumen penelitian ini ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
No |
Variabel |
Item Pernyataan |
Validitas |
Reliabilitas | ||
Koefisien Korelasi |
Keterangan |
Cronbach’s Alpha |
Keterangan | |||
X1.1 |
0,951 |
Valid | ||||
X1.2 |
0,967 |
Valid | ||||
1 |
Shopping |
X1.3 |
0,940 |
Valid |
0,952 |
Reliable |
Lifestyle |
X1.4 |
0,913 |
Valid | |||
X1.5 |
0,929 |
Valid | ||||
X1.6 |
0,702 |
Valid | ||||
X2.1 |
0,835 |
Valid | ||||
X2.2 |
0,819 |
Valid | ||||
X2.3 |
0,908 |
Valid | ||||
2 |
Fashion |
X2.4 |
0,820 |
Valid |
0,922 |
Reliable |
Involvement |
X2.5 |
0,783 |
Valid | |||
X2.6 |
0,695 |
Valid | ||||
X2.7 |
0,770 |
Valid | ||||
X2.8 |
0,832 |
Valid | ||||
Y1.1 |
0,831 |
Valid | ||||
Y1.2 |
0,916 |
Valid | ||||
3 |
Impulse |
Y1.3 |
0,898 |
Valid |
0,936 |
Reliable |
Buying |
Y1.4 |
0,915 |
Valid | |||
Y1.5 |
0,888 |
Valid | ||||
Y1.6 |
0,781 |
Valid |
Sumber : data primer diolah, (2016)
Berdasarkan Tabel 2 maka dapat ditunjukkan bahwa instrumen penelitian
variabel keseluruhannya adalah valid dan reliable. Dikatakan valid karena memiliki koefisien korelasi > 0,30 dan reliable karena koefisien Cronbach alpha > 0,60. Hal ini berarti instrumen penelitian adalah sah yaitu pernyataan-pernyataan pada kuesioner mampu mengungkapkan apa yang diukur oleh kuesioner tersebut dan handal karena jawaban tiap responden dianggap konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu.
Variabel shopping lifestyle pada penelitian ini merupakan variabel bebas, yang disimbolkan dengan X1 serta diukur dengan menggunakan 6 pernyataan yang ditanggapi menggunakan 5 poin Skala Likert. Hasil jawaban responden dari variabel shopping lifestyle disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3.
Deskripsi Jawaban Responden Terhadap Shopping Lifestyle
No |
Pernyataan |
Proporsi Jawaban Responden (orang) |
Rata-rata |
Kriteria | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
1 |
Cenderung menanggapi tawaran iklan suatu produk fashion. |
2 |
11 |
12 |
67 |
8 |
3,68 |
Baik |
2 |
Cenderung membeli produk fashion model terbaru. |
2 |
15 |
12 |
58 |
13 |
3,65 |
Baik |
3 |
Cenderung berbelanja fashion merek terkenal. |
8 |
5 |
14 |
59 |
14 |
3,66 |
Baik |
4 |
Yakin bahwa merek produk fashion terkenal memiliki kualitas terbaik. Sering membeli berbagai merek |
0 |
13 |
23 |
46 |
18 |
3,69 |
Baik |
5 |
fashion yang berbeda dari pada merek yang biasa dibeli. Yakin bahwa ada fashion merek lain |
10 |
3 |
18 |
51 |
18 |
3,64 |
Baik |
6 |
yang sama kualitasnya seperti yang dibeli. |
2 |
11 |
12 |
60 |
15 |
3,75 |
Baik |
Rata-rata |
3,68 |
Baik |
Sumber : data primer diolah, (2016)
Berdasarkan Tabel 3 total rata-rata skor untuk variabel shopping lifestyle adalah 3,68 yang berarti bahwa secara keseluruhan responden masuk dalam kriteria baik. Dilihat dari pernyataan, pernyataan keenam memperoleh nilai rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 3,75 yang masuk kriteria baik, ini berarti secara umum responden yakin bahwa ada fashion merek lain yang sama kualitasnya seperti yang dibeli. Secara keseluruhan, semua pernyataan masuk dalam kriteria baik.
Variabel fashion involvement pada penelitian ini merupakan variabel bebas, yang disimbolkan dengan X2 serta diukur dengan menggunakan 8 pernyataan yang
ditanggapi menggunakan 5 poin Skala Likert. Hasil jawaban responden dari variabel fashion involvement disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4.
Deskripsi Jawaban Responden Terhadap Fashion Involvement
No |
Pernyataan |
Proporsi Jawaban Responden (orang) |
Rata-rata |
Kriteria | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
1 |
Memiliki satu atau lebih pakaian dengan model yang terbaru (trend). |
4 |
5 |
14 |
62 |
15 |
3,79 |
Baik |
2 |
Fashion adalah satu hal penting yang dapat mendukung aktifitas. |
2 |
5 |
21 |
62 |
10 |
3,73 |
Baik |
3 |
Senang menggunakan pakaian dengan model lain dari pada yang lain. Pakaian yang dimiliki seseorang |
4 |
11 |
11 |
62 |
12 |
3,67 |
Baik |
4 |
menunjukkan karakteristik pribadi orang tersebut. Dengan melalui fashion dapat |
4 |
9 |
32 |
41 |
14 |
3,52 |
Baik |
5 |
mengetahui banyak tentang seseorang dari pakaian yang digunakan. Ketika memakai pakaian favorit, |
6 |
13 |
32 |
38 |
11 |
3,35 |
Cukup |
6 |
orang lain melihat akan melihat ke arah orang tersebut. Cenderung untuk mencoba produk |
5 |
28 |
28 |
35 |
4 |
3,05 |
Cukup |
7 |
fashion terlebih dahulu sebelum membelinya. Lebih mengetahui mengenai adanya |
4 |
15 |
10 |
59 |
12 |
3,60 |
Baik |
8 |
fashion terbaru dibandingkan dengan orang lain. |
2 |
11 |
24 |
49 |
14 |
3,62 |
Baik |
Rata-rata |
3,54 |
Baik |
Sumber : data primer diolah, (2016)
Berdasarkan Tabel 4 total rata-rata skor untuk variabel fashion involvement adalah 3,54 yang berarti bahwa secara keseluruhan responden masuk dalam kriteria baik. Dilihat dari pernyataan, pernyataan pertama memperoleh nilai rata-rata tertinggi dibandingkan pernyataan yang lain, yaitu sebesar 3,79 yang masuk kriteria baik, ini berarti secara umum responden memiliki satu atau lebih pakaian dengan model yang terbaru (trend). Secara keseluruhan, semua pernyataan masuk dalam kriteria baik.
Variabel impulse buying pada penelitian ini merupakan variabel terikat, yang disimbolkan dengan Y, diukur dengan menggunakan 4 pernyataan yang ditanggapi menggunakan 5 poin Skala Likert. Hasil jawaban responden dari variabel impulse buying disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. | ||||||||
Deskripsi Jawaban Responden Terhadap Impulse Buying | ||||||||
No |
Pernyataan |
Proporsi Jawaban Responden (orang) |
Rata-rata |
Kriteria | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
1 2 3 4 5 |
Bila ada tawaran khusus, cenderung berbelanja banyak. Cenderung membeli pakaian model terbaru walaupun mungkin tidak sesuai bila digunakan. Saat berbelanja produk fashion, cenderung berbelanja tanpa berpikir panjang dulu sebelumnya. Setelah memasuki shopping center, segera memasuki sebuah toko fashion untuk membeli sesuatu. Cenderung terobsesi untuk membelanjakan uang yang dibawa sebagian atau seluruhnya untuk produk fashion. Cenderung membeli produk fashion |
2 0 2 0 4 |
26 13 5 7 15 |
31 23 20 24 11 |
34 40 54 43 55 |
7 24 19 26 15 |
3,18 3,75 3,83 3,88 3,62 |
Cukup Baik Baik Baik Baik |
6 |
meskipun tidak begitu membutuhkannya. |
2 |
5 |
23 |
56 |
14 |
3,75 |
Baik |
Rata-rata |
3,65 |
Baik | ||||||
Sumber : data primer diolah, (2016) |
Berdasarkan Tabel 5 total rata-rata skor untuk variabel impulse buying adalah 3,65 yang berarti bahwa secara keseluruhan responden masuk dalam kriteria baik. Dilihat dari pernyataan, pernyataan keempat memperoleh nilai rata-rata tertinggi dibandingkan pernyataan yang lain, yaitu sebesar 3,88 yang masuk kriteria baik, ini berarti secara umum responden setelah memasuki shopping center, segera memasuki
sebuah toko fashion untuk membeli sesuatu. Secara keseluruhan, semua pernyataan masuk dalam kriteria baik.
Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data artinya data memusat pada nilai rata-rata (mean) dan median (Ghozali, 2012). Keputusan untuk menentukan normal atau tidaknya distribusi data, dilakukan dengan analisis statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, seperti pada Tabel 6.
Tabel 6.
Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation .27029065
Most Extreme Differences Absolute.061
Sumber : data primer diolah, (2016)
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,857 lebih besar dari 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa model regresi sudah memenuhi asumsi normalitas atau data berdistribusi normal, sehingga dapat dilanjutkan untuk analisis selanjutnya.
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebasnya atau bebas dari gejala multikolinear. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat
dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Berdasarkan aturan variance inflation factor (VIF) dan tolerance, apabila VIF melebihi angka 10 atau tolerance kurang dari 0,10 maka dinyatakan terjadi gejala multikolinearitas. Sebaliknya apabila nilai VIF kurang dari 10 atau tolerance lebih dari 0,10 maka dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas.
Tabel 7.
Hasil Uji Multikolinearitas (Tolerance dan VIF)
Variabel |
Collinearity Statistics | |
Tolerance |
VIF | |
Shopping Lifestyle |
0.234 |
4.269 |
Fashion Involvement |
0.234 |
4.269 |
Sumber : data primer diolah, (2016)
Hasil pengujian tolerance menunjukan seluruh variabel bebas memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 (10%). Hasil perhitungan VIF juga menunjukan bahwa seluruh variabel bebas memiliki nilai VIF kurang dari 10. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi tersebut.
Uji heteroskedasitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut dengan homoskedastisitas dan jika berbeda disebut dengan heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Metode glejser dilakukan dengan meregresikan variabel bebas terhadap absolut residual. Jika tingkat signifikansi masing-masing
variabel bebas lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heterokedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas ditunjukkan dalam Tabel 8.
Tabel 8.
Hasil Uji Heteroskedastisitas (Metode Glejser)
Variabel |
T |
Signifikansi |
Shopping Lifestyle |
0.312 |
0.755 |
Fashion Involvement |
-0.760 |
0.449 |
Sumber : data primer diolah, (2016)
Hasil pengujian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa signifikansinya lebih dari α = 0,05 terhadap absolut residual (abs_Res) secara parsial. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tersebut tidak terdapat heteroskedastisitas
Untuk mengetahui pengaruh shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar, maka digunakan analisis regresi linear berganda. Analisis tersebut diolah dengan paket program komputer, yaitu Statistical Package for Social Science (SPSS). Hasil
pengujian disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9.
Rangkuman Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Variabel |
Koefisien Regresi | |||
B |
Std. error |
t |
Sig | |
(Constant) |
0,338 |
0,128 |
2,646 |
0.009 |
Shopping Lifestyle |
0.736 |
0.066 |
11.165 |
0.000 |
Fashion Involvement |
0.172 |
0.072 |
2.386 |
0.019 |
R Square (R2) |
0,886 | |||
FHitung |
377,779 | |||
Signifikansi F |
0,000 |
Sumber : data primer diolah, (2016)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari rekapitulasi hasil analisis regresi linier berganda berdasarkan pada hasil koefisien regresi pada Tabel 9 adalah sebagai berikut:
Ŷ = 0,338 + 0,736 X1 + 0,172 X2
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa jauh kemampuan variabel bebas (independen) menerangkan variabel terikatnya (dependen). Berdasarkan Tabel 9 nilai R2 sebesar 0,886, yang berarti bahwa sebesar 88,6 persen impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar dipengaruhi oleh shopping lifestyle dan fashion involvement, sedangkan sisanya sebesar 11,4 persen dipengaruhi oleh variabel lainnya di luar model penelitian.
Uji simultan (Uji F), pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas secara bersama (simultan) terhadap variabel terikat. Uji F dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel pada taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan regresi linear berganda yang dirangkum pada lampiran 7 dapat diketahui bahwa Fhitung = 377,779 dan nilai Ftabel dengan tingkat keyakinan 95% dan α = 0,05; df = (k-1):(n-k) = (2:97) adalah sebesar 3,91. Oleh karena Fhitung (377,779) lebih besar dari Ftabel (3,91) dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa shopping lifestyle dan fashion involvement dapat digunakan untuk memprediksi impulse buying, atau dapat dikatakan bahwa shopping lifestyle dan fashion involvement secara bersama-sama berpengaruh terhadap impulse buying. Sehingga model yang digunakan pada
penelitian ini adalah layak untuk uji t statistik yang menguji variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.
Pengaruh tiap-tiap variabel bebas dalam model ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas, yaitu shopping lifestyle (X1) dan fashion involvement (X2) secara parsial terhadap impulse buying (Y). Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan pengujian α = 0,05; df = 97, sehingga ttabel (0,05:97) adalah sebesar 1,658 (lampiran 11). Hasil analisis uji t dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10.
Hasil Analisis Uji t
Variabel |
thitung |
ttabel |
Hasil Uji t |
Hasil Hipotesis |
X1 |
11,165 |
1,658 |
(11,165) > (1,658) |
H0 ditolak |
X2 |
2,386 |
1,658 |
(2,386) > (1,658) |
H0 ditolak |
Sumber : data primer diolah, (2016)
Pengujian Hipotesis 1, hipotesis ini menyatakan bahwa shopping lifestyle berpengaruh terhadap impulse buying. Tabel 10 menunjukkan bahwa shopping lifestyle (X1) memiliki nilai thitung= 11,165 lebih besar dari ttabel= 1,658, nilai koefisien regresi sebesar 0,736, dengan tingkat signifikansi uji t 0,000<0,050, maka H0 ditolak, ini berarti shopping lifestyle berpengaruh positif terhadap impulse buying. Positif, erat, dan signifikan dalam arti kedua variabel antara shopping lifestyle dengan impulse buying saling berpengaruh besar/erat satu sama lain dengan didasarkan pada perhitungan olah data statistik yang signifikan, sehingga hasil penelitian ini mendukung hipotesis pertama. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Edwin dan Sugiyono (2011), shopping lifestyle berpengaruh
signifikan terhadap impulse buying behaviour. Shopping menjadi salah satu lifestyle yang paling digemari, untuk memenuhi lifestyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi mencapainya dan hal tersebut cenderung mengakibatkan impulse buying (Japarianto dalam Prastia, 2011). Dalam penelitian Tirmizi, dkk (2009), menunjukkan bahwa shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behavior.
Pengujian Hipotesis 2, hipotesis ini menyatakan bahwa fashion involvement berpengaruh terhadap impulse buying. Tabel 10 menunjukkan fashion involvement (X1) memiliki nilai thitung= 2,386 lebih besar dari ttabel= 1,658, nilai koefisien regresi sebesar 0,172, dengan tingkat signifikansi uji t 0,019<0,050, maka H0 ditolak, ini berarti fashion involvement berpengaruh positif terhadap impulse buying. Positif, erat, dan signifikan dalam arti kedua variabel antara fashion involvement dengan impulse buying saling berpengaruh besar/erat satu sama lain dengan didasarkan pada perhitungan olah data statistik yang signifikan, sehingga hasil penelitian ini mendukung hipotesis kedua. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Edwin dan Sugiyono (2011), fashion involvement berpengaruh terhadap impulse buying behaviour. Pakaian sangat terkait dengan keterlibatan ke karateristik pribadi dan pengetahuan tentang fashion, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh keyakinan konsumen dalam membuat keputusan pembelian dan seringnya terjadi impulse buying behaviour. Dalam penelitian Pattipeilohy (2013) di Kota Ambon, menunjukkan bahwa fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Penelitian Tirmizi, dkk (2009), menunjukkan bahwa: Fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying
behaviour serta shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Hossseins, dkk (2014) dalam penelitiannya di Iran menunjukkan bahwa fashion berpengaruuh positif terhadap impulse buying. Dalam penelitian Park et al (2006), menunjukkan bahwa fashion involvement mempunyai efek positif terhadap impulse buying.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu variabel shopping lifestyle secara signifikan berpengaruh positif terhadap impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar. Hasil ini menunjukkan jika semakin tinggi shopping lifestyle maka akan semakin tinggi impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar. Variabel fashion involvement secara signifikan berpengaruh positif terhadap impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar. Hasil ini menunjukkan jika semakin tinggi fashion involvement maka akan semakin tinggi impulse buying behaviour masyarakat di Kota Denpasar.
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan adalah bagi penyedia produk fashion atau department store yang ada sebaiknya menyediakan berbagai macam merek fashion yang berbeda, untuk menarik konsumen dalam melakukan pembelanjaan yang tidak terduga dapat pula memberikan program-program tetentu seperti diskon. Selain itu bagi penelitian selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi dengan menggunakan
atau menambahkan lagi variabel lainnya yang dapat mempengaruhi impulse buying seperti, diskon, emosi, trend, atmosfer toko, dan brand ambasadore. Selain itu disarankan juga bagi penelitian selanjutnya untuk menambahkan jumlah sampel, mencari lebih luas ruang lingkup penelitian tidak hanya di Kota Denpasar, akan tetapi di kota-kota lain jugas.
REFERENSI
Abdolvand, Mohamad Ali., Kambiz Heidarzadeh Hanzaee., Afshin Rahnama., & Khospanjeh. 2011. The Effect of Situasional and Individual Factors on Impulse Buying. World Applied Sciences Journal, 13(9), pp: 2108-2117.
Amiri, Farhad., Jalal Jasour., Mohsen Shirpour., and Tohid Alizadeh. 2012. Evaluation of Effective Fashionism Involvement Factors on Impulse Buying of Costumers and Condition of Interrelation between These Factor. Journal of Basic and Applied Scientific Research. 2(9), pp: 94139419.
Chang, Hyo Jung., Ruoh-Nan And Molly Eckman. 2014. Moderating Effects of Situational Characteristics on Impulse Buying. International Journal of Retail & Distribution Management. 42 (4), pp: 298-314
Ghani, Usman., and Jan, F.A., 2011. An Exploratory Study of the Impulse Buying Behaviour of Urban Consumers in Peshawar. International Conference on Business ad Economics Research, 1, pp: 157-159.
Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 20 Upadate PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Herabadi, A.G. 2003. Buying Impulses: A Study on Impulsive Consumption. Disertasi. Social Psychological Department, Catholic University of Nijmegen, Belanda.
Hossein V, Afsin. R, Seyed. J.M. 2014. Evaluation of the influence of fashion involvement, personality characteritics, tendency to hedonic consumption and store environemt on fashion-oriented impulse buying. Mediterranean journal of social sciences MCSER publishing, Rome-Italy. Vol. 5 No. 16, July 2014. (http://carapandangku.blogspot.com/2011/07/pengujian-hipotesis-regresi-linier.html)
Japarianto, Edwin dan Sugiono Sugiharto. 2011. Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement terhadap Impulse Buying Behaviour Masyarakat High Income Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol.6, NO. 1, April 2011:32-41.
Karbasivar, Alireza., and Hasti Yarahmadi. 2011. Evaluating Effective Factors on Consumer Impulse Buying Behavior. Asian Journal of Business Management Studies, 2(4), pp:174-181.
Mattila, Anna S., dan Wirtz, Jochen. 2008. The Role of Store Environmental Stimulation and Social Factors on Impulse Purchasing. Journal of Services Marketing, 22(7), pp: 562-567.
Munusamy, J., Lau, B., & Shankar, C. 2010. Impulse Buying Behavior in Shopping Malls: A Malaysian Perspective: Lambert Academic Publishing.
Park. E.J., Kim, E.Y., & fourney, J. C. 2006. A structural model of fashion-oriented impulse buying behaviour. Journal of fashion marketing and management. 10(A); 433-446.
Pattipeilohy V. R. 2013. The influence of availability of money and time, fashion involvement, hedonic consumption tendency, positife emotions toward impulse buying behaviour in Ambon City. International Journal of busins and behaviooural sciences. Vol. 3, No. 8; August 2013.
Prastia, Fita Eka. 2013. Pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion Involvement dan Hedonic Shopping Value terhadap Impulse Buying Behaviour Pelanggan
Putra, Brian Permana.2014. Analisis Pengaruh Promosi, Emosi Positif, dan Store Environment Terhadap Perilaku Impulse Buying Studi Kasus pada Pelanggan Swalayan Tong Hien di Kota Semarang. Skripsi Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alabeta.
Tirmizi, Muhammad Ali, Kasir-Ur-Rehman, and M. Iqbal Saif. 2009. An empirical Study of consumer impulse buying behaviour in local markets. European journal of scientific research. Vol. 28 No. 4, pp. 522-532.
5273
Discussion and feedback