STUDI PERILAKU PASCA KUNJUNGAN WISATAWAN DILIHAT DARI KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DAN BUDAYA DI WATERBOM BALI
on
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No.7, 2016: 4193 - 4223 ISSN : 2302-8912
STUDI PERILAKU PASCA KUNJUNGAN WISATAWAN DILIHAT DARI KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DAN BUDAYA DI WATERBOM BALI
Queen Angelina Paramita Sandy 1
2
Gede Bayu Rahanatha 2
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner menggunakan skala Likert 1 sampai dengan 3 dengan mengukur 14 indikator. Ukuran sampel yang digunakan sebanyak 140 responden dengan teknik purposive sampling. Metode analisis data yang digunakan ialah statistik deskriptif, dan teknik analisis data berupa uji chi square digunakan untuk menguji tingkat signifikansi hipotesis yang terumuskan dan tabel silang (crosstab) untuk menguji hubungan karakteristik demografi dan budaya terhadap perilaku pasca kunjungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan kepuasan pasca kunjungan dilihat dari aspek demografi (meliputi usia dan jenis kelamin) dan budaya para wisatawan. Perbedaan signifikan pada niat berkunjung kembali terlihat dari aspek budaya dan tidak ditemukan perbedaan signifikan manfaat kunjungan dilihat dari aspek demografi maupun budaya. Perbedaan tidak signifikan memberi suatu makna bahwa hubungan variabel demografi dan budaya memiliki nilai sama terhadap manfaat yang dirasakan pasca kunjungan.
Kata kunci: Variabel Demografi, Variabel Budaya, Perilaku Pasca Kunjungan
ABSTRACT
Data collection techniques used in this research is by distributing questionnaires. The questionnaire using a Likert scale of 1 to 3 by measuring 14 indicators. The sample size of 140 respondents using purposive sampling technique. The data analysis method used is descriptive statistics, and data analysis techniques such as chi-square test was used to test hypotheses formulated significance level and cross-table (crosstab) to examine the relationship of demographic and cultural to the post visit behavior. The results showed that there were significant differences in satisfaction of post visit behavior from demographics (including age and gender) and culture. Then, significant differences in the revisit intention of post visit behavior seen from the culture and found no significant differences perceived benefits of post visit behavior from the demography and culture. The difference was not significant to give a sense that the relationship of demographic and cultural variables have the same values against the perceived benefits of post visit behavior.
Keywords: Demographic Variables, Culture Variables, Post Visit Behavior
PENDAHULUAN
Pengembangan sektor pariwisata merupakan pilar terpenting ketiga dalam pembangunan Negara Indonesia setelah fokus pengembangan sektor minyak bumi dan gas alam. Pariwisata dinilai sebagai andalan utama dalam menghasilkan devisa dan cukup menjanjikan sebagai primadona ekspor karena memiliki dampak yang positif (Pitana dan Gayatri, 2005:40). Pelaksanaan pembangunan sektor pariwisata selama ini dinilai mampu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Majunya industri pariwisata suatu daerah sangat bergantung kepada jumlah wisatawan yang datang karena itu harus ditunjang dengan peningkatan pemanfaatan Daerah Tujuan Wisata (DTW) sehingga industri pariwisata akan berkembang. Salah satu daerah tujuan wisata yang sangat diminati para wisatawan segala penjuru dunia adalah Bali.
Bali yang memiliki julukan “The Paradise Island” merupakan salah satu tujuan pariwisata andalan bagi wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik. Keanekaragaman objek wisata Bali yang asri dan alami, didukung dengan sistem budaya Bali yang masih sangat kuat dan memiliki daya tarik tersendiri, mengundang keinginan para wisatawan datang dan melihat secara langsung. Sektor pariwisata Bali memang selalu menyumbangkan pendapatan yang tergolong cukup tinggi di Indonesia, hal ini sejalan dengan upaya strategi pengembangan pariwisata yang dilakukan. Seperti usaha-usaha pelestarian potensi pariwisata utama (keunikan budaya, keindahan alam dan keramah-tamahan masyarakat), di mana pariwisata Bali semakin berkembang pesat dan memiliki daya tarik khusus di mata dunia.
Salah satu destinasi wisata yang paling diminati para wisatawan ketika berkunjung ke Bali adalah kawasan Kuta. Kuta adalah jantung kota wisata di Bali, di mana para wisatawan tidak akan melewatkan Pantai Kuta sebagai kunjungan khusus dan wajib saat berada di Bali. Selain Pantai Kuta, terdapat objek wisata air yang paling memukau yakni Waterbom Bali sebuah wisata wahana air (waterpark) terbaik di Asia yang paling diminati oleh wisatawan mancanegara, baik dewasa maupun anak-anak. Waterbom Bali memiliki keunikan tersendiri dibandingkan objek wisata wahana air lainnya, yaitu dari variasi wahana airnya yang begitu memukau, kualitas pelayanan staf dan fasilitas yang baik, serta standar keselamatan dan keamanan yang telah diakui tingkat internasional. Melihat beberapa keunggulan Waterbom Bali tersebut, kunjungan Waterbom Bali tidak pernah surut, dan pengunjung berani membayar mahal untuk menikmati wahana dan fasilitas yang ada di Waterbom Bali.
Tingkatan kunjungan wisatawan Waterbom Bali terlihat signifikan pada wisatawan mancanegara seperti wisatawan Australia, Amerika, dan Eropa, hanya sedikit wisatawan domestik yang melakukan kunjungan. Salah faktor utama yang mempengaruhi adalah harga tiket masuk bagi wisatawan domestik yang dinilai cukup mahal. Tidak semua wisatawan domestik merasakan puas dalam menikmati kunjungannya, dan jarang sekali terlihat niat berkunjung kembali serta membuktikan bahwa mereka tidak antusias merasakan manfaat dalam kunjungannya selama berada di Waterbom Bali. Polemik ini tentunya berpengaruh bagi Waterbom Bali untuk mengamati perilaku pasca kunjungan wisatawannya, khususnya dari segmentasi wisatawan tertentu yang memiliki persepsi tersendiri dalam kunjungannya.
Menurut Lastianur (2013), banyak kasus terjadi ketika suatu obyek wisata dengan potensi yang baik namun tidak memberikan pelayanan baik dan ketersediaan fasilitas dan sarana yang memadai bagi para wisatawannya, yang pada akhirnya membuat wisatawan tersebut merasa tidak puas dan enggan untuk melakukan kunjungan kembali. Bahkan secara lebih jauh memberikan citra buruk bagi obyek wisata yang berimbas pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan ataupun beralih mencari rekomendasi destinasi lainnya. Disamping itu, beberapa wisatawan pun juga tidak sepenuhnya merasakan nilai manfaat dari sebuah kunjungan dari objek-objek wisata tertentu yang telah dikunjunginya. Tingkatan kepuasaan, niat berkunjung kembali dan manfaat yang dirasakan setiap wisatawan tidaklah selalu mengalami kesamaan persepsi karena adanya beberapa berbagai faktor yang mempengaruhi pola pikir mereka yang akan diulas melalui studi penelitian empiris sebelumnya.
Perilaku pasca kunjungan diadopsi dari definisi perilaku pasca pembelian menurut Kotler dan Keller (2009:184) meliputi kepuasan dan melakukan tindakan ulang, atau dalam hal ini seperti pembelian ulang. Pola perilaku pasca kunjungan para wisatawan, tidak dapat dipersepsikan dengan pemahaman yang sama karena setiap wisatawan memiliki latar belakang yang berbeda baik dari sisi demografi maupun budaya yang dianut oleh mereka. Karakteristik demografi dikaji dari usia (17 – 24 tahun dan 25-40 tahun), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), tingkat pendidikan (menengah dan tinggi), dan status kegiatan (bekerja atau tidak bekerja), sedangkan karakteristik budaya dikaji dari salah satu dimensi Hofstede mengenai budaya masyarakat barat (individualisme) dan masyarakat timur (kolektivisme).
Perilaku pasca kunjungan dilihat dari karakteristik demografi dapat ditunjukkan pada penelitian Illias et al. (2008) yang menggunakan variabel demografi seperti usia dan jenis kelamin, bahwa tidak terdapat perbedaan secara signifikan dalam mempengaruhi kepuasan sebagai salah satu indikator dari perilaku pasca kunjungan. Hal tersebut tidak sejalan dengan investigasi Haddad et al. (2012), di mana terdapat perbedaan secara signifikan dalam usia mempengaruhi kepuasan karena adanya perbedaan kebutuhan setiap generasi dalam jasa layanan telepon. Raza dan Afshar (2009) yang menemukan bahwa konsumen berusia tua lebih mengharapkan pada kepuasan layanan perbankan yang tinggi dibandingkan konsumen berusia muda, sedangkan konsumen wanita lebih menunjukkan kepuasan yang tinggi dibandingkan konsumen pria pada layanan perbankan. Dalam hal ini konsumen usia muda dan konsumen kalangan wanita menunjukkan memiliki tingkatan perilaku pasca kunjungan pada skala kepuasan yang lebih baik.
Ditinjau dari pendidikan, faktor tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang dicapai mempengaruhi aktivitas waktu kerja dan waktu luang secara bersama-sama, terutama dilihat dari luas wawasan minat seseorang dan kadar kenikmatan yang dirasakan (Sukarsa, 1999:8). Temuan yang dilakukan oleh Esu (2009) dan Hamidizadeh (2011) bahwa pendidikan dan status pekerjaan tidak memiliki perbedaan signifikan terhadap persepsi kepuasan pada kualitas jasa. Menurut Raza dan Afshar (2009) menginvestigasi bahwa tingkat pendidikan dan status pekerjaan yang tinggi akan berharap memperoleh kepuasan yang tinggi, hal ini disebabkan tingkatan pendidikan dan pekerjaan memiliki mentalitas dan intelektualitas yang
berbeda sehingga mereka memerlukan variasi kepuasan yang sesuai dengan kebutuhan mereka pada saat menerima pelayanan perbankan. Dilihat dari karakteristik budaya, Eric et al. (2007) mengemukakan pula bahwa orang Asia (kolektivisme) tidak mudah puas menikmati jasa pelayanan di Hotel, hingga sring melakukan tindakan komplain.
Pada niat kunjungan ulang, studi yang dikemukakan oleh Clemes et al. (2009) bahwa jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, etnis latar belakang, dan pekerjaan terdapat perbedaan yang signifikan untuk melakukan niat kunjungan ulang ke hotel di Taiwan. Studi empiris yang dilakukan oleh Alebaki dan Iakovidou (2011) menalaah perbedaan karakteristik demografi pada perilaku pasca kunjungan bahwa jenis kelamin perempuan dan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki niat yang lebih besar untuk berkunjung kembali pada wisata konsumsi wine (minum anggur). Temuan penelitian oleh Clemes et al. (2009) tidak menemukan pula perbedaan pada budaya dalam niat berperilaku kembali. Monthathip et al. (2009) mengevaluasi perbedaan budaya berdampak pada perilaku pembeli konsumen Thailand dan Inggris ketika membeli ponsel telepon, temuan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara konsumen Thailand dan Inggris. Penelitian telah menunjukkan bahwa tidak semua Orang Thailand berperilaku sebagai penganut budaya kolektivisme dan tidak semua Orang Inggris konsumen ditandai sebagai penganut budaya individualisme.
Evaluasi kualitas bermanfaat tidaknya suatu pelayanan dapat ditemukan pada penelitian terdahulu oleh Alooma et al. ( 2013) bahwa konsumen berusia dewasa
menyatakan lebih positif menyatakan manfaat daripada konsumen berusia muda dalam pembelian pakaian di Nigeria. Temuan riset tersebut dialami pada konsumen-konsumen yang berjenis kelamin perempuan, memiliki pendidikan tinggi dan memiliki status pekerjaan atau kegiataan yang aktif. Dilihat dari sudut budaya, konsumen yang menganut paham kolektivisme seperti halnya Masyarakat Nigeria selaras memiliki pandangan manfaat positif dibandingkan Masyarakat Eropa yang menganut budaya individualisme saat berbelanja pakaian secara online.
Dalam penelitian ini hipotesis akan dikaji sebagai jawaban sementara mengenai ada tidaknya hubungan perilaku pasca kunjungan dilihat dari karakteristik demografi dan budaya di Waterbom Bali. Kepuasan kunjungan dilihat dari aspek demografi seperti usia, dari hasil studi yang ditemukan oleh Tian dan Wang (2010) bahwa pelanggan dari segi usia berapa pun merasakan kepuasan yang sama sebagai salah satu perilaku pasca kunjungan di Restaurant China. Demikian pula, penelitian yang dilakukan oleh Esu et al. (2009) bahwa usia tidak memiliki pengaruh signifikan dalam kepuasan mengunjungi festival pariwisata budaya dan Hamidizadeh et al. (2011) menemukan bahwa faktor usia tidak terdapat perbedaan signifikan dalam kepuasaan pelayanan di industri perbankan, dalam artian usia berapa pun merasakan kepuasan yang sama. Penelitian Eric et al. (2007) mengemukakan pula bahwa usia yang semakin tua cenderung tidak puas akan melakukan tindakan keluhan.
Perbedaan tingkat kepuasan dilihat dari aspek demografi seperti jenis kelamin seperti yang ditemukan oleh Tian dan Wang (2010), bahwa jenis kelamin tidak terdapat perbedaan signifikan dalam menerima kepuasan sebagai salah satu perilaku
pasca kunjungan di Restaurant China. Berdasarkan status pendidikan dikemukakan pula oleh Tian da Wang (2010), bahwa tingkat pendidikan tidak terdapat perbedaan signifikan dalam menerima kepuasan di Restaurant China. Alebaki dan Iakovidou (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi merasa puas dalam berwisata anggur dan kerap melakukan niat kunjungan kembali lebih besar dibandingkan orang yang berpendidikan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Eric et al. (2007) mengemukakan pula bahwa orang yang berpendidikan tinggi bila mengalami ketidakpuasan cenderung melakukan tindakan keluhan.
Dilihat dari status kegiatan, penelitian Tian dan Wang (2010) menyatakan bahwa tingkat pekerjaan dari kelompok profesional dan non profesional tidak terdapat perbedaan signifikan dalam menerima kepuasan sebagai salah satu perilaku pasca kunjungan di Restaurant China. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Hamidizadeh et al. (2011); Esu et al. (2009); Ilias (2008); Hadda et al. (2012) menyatakan bahwasanya tidak terdapat perbedaan signifikan pada jenis pekerjaan terhadap kepuasan. Berdasarkan perbedaan budaya antara individualisme dan kolektivisme, Eric et al. (2007) mengemukakan pula bahwa orang Asia (kolektivisme) cenderung melakukan tindakan perilaku keluhan. Serupa dengan penelitian Tsukatos et al. (2007), Ferguson (2012) menemukan perbedaan karakteristik budaya bahwa Mahasiswa Australia yang berbudaya individualisme cenderung mudah puas dan memiliki tingkat keluhan yang rendah dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari Asia, seperti Malaysia berbudaya kolektivisme
merasa tidak mudah puas dan memiliki tingkat perilaku keluhan yang tinggi dalam studi penelitian kepuasan mahasiswa di Perguruan Tinggi. Berdasarkan pemaparan studi penelitian sebelumnya di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Terdapat perbedaan signifikan pada kepuasan wisatawan pasca kunjungan dilihat dari aspek demografi dan budaya di Waterbom Bali.
Pada sisi niat kunjungan kembali dilihat dari karakteristik demografi dan budaya, studi yang dikemukakan oleh Clemes et al. (2009) bahwa jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, etnis latar belakang (budaya), dan pekerjaan terdapat perbedaan yang signifikan untuk melakukan niat kunjungan kembali ke hotel di Taiwan. Cam (2011) menyatakan bahwa perbedaan usia terdapat perbedaan persepsi pada niat kunjungan wisatawan ke Nha Trang, Vietnam. Terlihat bahwa wisatawan berusia tua lebih memiliki niat berkunjung kembali daripada wisatawan yang berusia muda. Niat berkunjung kembali dilihat dari sisi jenis kelamin, dalam penelitian Alebaki dan Iakovidou (2011) bahwa jenis kelamin perempuan cenderung memiliki niat yang lebih besar untuk berkunjung kembali pada wisata konsumsi wine (minum anggur), namun temuan ini tidak sejalan oleh Cham (2011) yang menyatakan bahwa wisatawan perempuan memiliki niat berkunjung kembali yang lebih rendah daripada wisatwan laki-laki ke Nha Trang, Vietnam.
Berdasarkan dari sisi tingkat pendidikan Alebaki dan Iakovidou (2011) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki niat yang
lebih besar untuk berkunjung kembali pada wisata konsumsi wine (minum anggur). Sejalan dengan temuan Cham (2011) bahwa wisatawan yang berpendidikan tinggi memiliki kecenderungan berniat berkunjung kembali lebih besar daripada wisatawan yang berpendidikan menengah untuk berwisata ke Nha Trang, Vietnam. Dilihat dari status pekerjaan atau kegiatan seseorang, Cham (2011) mengemukakan penelitiannya bahwan berkunjung ke destinasi wisata Nha Trang, Vietnam tentunya membutuhkan sejumlah dana tidak sedikit, hal ini disimpulkan bahwa dari wisatawan berstatus pekerjaan tinggi memiliki kecenderungan niat berkunjung kembali lebih banyak daripada yang tidak bekerj sama sekali. Ditinjau latar belakang budaya yang meliputi individualisme dan kolektivisme, Khattab et al. (2012) menyatakan bahwa mahasiswa kelompok individualisme memiliki niat berbelanja online lebih tinggi dibandingkan kelompok kolektivisme di Jordania. Berdasarkan pemaparan studi penelitian sebelumnya di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Terdapat perbedaan signifikan niat berkunjung kembali wisatawan pasca kunjungan dilihat dari aspek demografi dan budaya di Waterbom Bali.
Evaluasi kualitas bermanfaat tidaknya suatu pelayanan dapat ditemukan pada penelitian terdahulu oleh Alooma et al. ( 2013) bahwa konsumen berusia dewasa menyatakan lebih positif menyatakan manfaat daripada konsumen berusia muda dalam pembelian pakaian di Nigeria. Konsumen perempuan menyatakan lebih rendah dari suatu manfaat daripada konsumen berusia muda dalam pembelian pakaian di Nigeria. Ditinjau dari tingkat pendidikan, Alooma et al. ( 2013)
menemukan dari konsumen berstatus pendidikan tinggi lebih menyatakan secara signifikan manfaat dari pembelian pakaian di Nigeria dibandingkan konsumen berstatus pendidikan menengah, hal ini karena orang yang berpendidikan memiliki kecenderungan untuk kritis menilai manfaat sesuatu.
Status kegiatan yang bekerja ataupun tidak bekerja memberi efek yang berbeda dalam menilai suatu manfaat pada pembelian barang. Temuan ini terbukti pada penelitian Alooma et al. (2013) yang terlihat bahwa masyarakat konsumen yang aktif tentunya memiliki penilaian positif terhadap suatu manfaat pembelian pakaian. Dilihat dari karakteristik budaya individualisme dan kolektivisme, Alooma et al. (2013) menyatakan pada kasus pembelian pakaian di Nigeria bahwa konsumen dari kalangan kolektivisme termasuk Nigeria yang notabene berasal dari Asia menyatakan lebih positif merasakan manfaat pembelian dari dari sebuah pakaian di Borneo State. Berdasarkan pemaparan studi penelitian sebelumnya di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3: Terdapat perbedaan signifikan manfaat kunjungan wisatawan pasca kunjungan dilihat dari aspek demografi dan budaya di Waterbom Bali.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif, di mana model penelitian ini menginternalisasikan dua variabel bebas terhadap satu variabel terikat yakni, mengukur perbedaan perilaku pasca kunjungan meliputi kepuasaan, niat berkunjungan kembali, dan manfaat kunjungan yang dirasakan dilihat dari variabel
demografi (meliputi usia, jenis kelamin, status tingkat pendidikan, dan status
kegiatan) dan budaya (individualisme dan kolektivisme). Berdasarkan kajian teoritis
dan empiris yang telah diuraikan diatas, kerangka konseptual penelitian ini seperti
Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Konseptual
Sumber: Hamidizadeh (2011) dengan memodifikasi variabel
Penelitian ini dilakukan di seputaran Waterbom Bali, di Jl. Kartika Plaza, Tuban-Kuta, Bali yang terletak di jantung daerah wisata Kuta. Alasan pemilihan di Waterbom Bali karena merupakan salah satu objek wisata air paling banyak diminati mancanegara maupun domestik setiap kali berkunjung ke Bali. Objek penelitian ini adalah mengkaji perilaku pasca kunjungan (perbedaan persepsi pada kepuasaan, niat berkunjung kembali dan manfaat yang dirasakan) dilihat dari dua karakteristik yakni demografi dan budaya. Pemilihan obyek penelitian ini didasarkan pada teori-teori dan penelitian yang relevan sebagai isu sentral.
Dimensi variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X).
Tabel 1.
Indentifikasi Operasional Variabel
Nama Variabel |
Definisi Operasional Indikator Variabel |
Sumber |
Perilaku Pasca Kunjungan (Y) |
Perilaku pengunjung dapat • Kepuasan pasca mempengaruhi kembali kunjungan (Y.1.1) kunjungan ulang atau • Niat berkunjung mempengaruhi pengunjung lain. kembali (Y.1.2) • Manfaat kunjungan (Y.1.3) |
Kotler dan Keller (2009:184) |
Karakteristik Demografi |
Pembagian pasar ke dalam • Umur (X1.1) kelompok-kelompok berbeda • Jenis kelamin (X1.2) berdasarkan variabel demografis • Pendidikan (X1.3) seperti umur, jenis kelamin, status • Status Kegiatan (X1.4) perkawinan, struktur keluarga, siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, dan kebangsaan. |
Suprapti (2010), Kotler dan Keller (2009:237) |
Budaya |
Sebagai karakteristik umum yang • Budaya individualisme mempengaruhi respon kelompok (X1.5) terhadap lingkungannya. • Budaya kolektivisme (X1.5) |
Hofstede, dkk (1991) dalam Aztina (2012) |
Sumber: data primer diolah, (2016)
Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa data frekuensi kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik ke Waterbom Bali dan hasil kuesioner yang telah diangkakan dalam bentuk tabel. Data kualitatif dalam penelitian ini berupa data tanggapan responden yang diuraikan sejalan dengan isi kuesioner dan
gambaran umum tentang tempat penelitian.
Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari jawaban responden atas penyebaran kuesioner berupa data hasil tabulasi kuesioner. Adapun sumber data sekunder meliputi data kunjungan wisatawan, gambaran umum perusahaan, teori-teori yang relevan, dan jurnal yang terdapat relevansinya dengan penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan mancanegara dan domestik yang telah melakukan kunjungan minimal sekali dan menikmati wahana di Waterbom
Bali. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner ke responden dimulai bulan Juli-September 2013. Pengambilan sampel ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan menggunakan pertimbangan dan kriteria tertentu sehingga dapat dianalisis dengan valid. Umar (2008:71) menyatakan bahwa para peneliti di Amerika Serikat setuju untuk menentukan ukuran sampel melalui alternatif lain, yaitu melalui jumlah item-item pernyataan pada kuesioner. Penetapannya adalah bahwa jumlah minimal yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan cara mengalikan jumlah pernyataan pada kuesioner. Dengan kata lain jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 5-10 kali jumlah item pernyataan. Jumlah pernyataan yang mewakili setiap indikator dalam penelitian ini ada 14 butir pertanyaan, maka ukuran sampel yang ideal yaitu 5 x 14 = 70. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah 140 responden, karena jumlah tersebut dinilai sudah cukup untuk mewakili populasi secara keseluruhan.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode angket, untuk memperoleh informasi dari responden melalui pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan penelitian, yakni menyebarkan langsung kuesioner kepada responden di lapangan. Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner tersebut menggunakan Skala Likert (skala 1 sampai 3), dengan ketentuan penilaian masing-masing alternatif jawaban sebagai berikut.
Jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 3
Jawaban Setuju (S) diberi skor 2
Jawaban Kurang Setuju (KS) diberi skor 1
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yakni Chi
Kuadrat (ᵪ²) dua sampel dan tabel silang. Menurut Sunyoto (2012: 203) , Uji Chi
Kuadrat digunakan untuk menguji proporsi tiga atau lebih sampel penelitian yang
terbagi ke dalam kelompok karakteristik tertentu. Uji ini terbagi ke dalam kelompok
tertentu. Uji ini terbagi menjadi empat jenis pengujian yaitu uji K proporsi > 2, uji
tabe e x k, uji independency ,dan uji goodness of fit. Rumus umum:.
ι'fo-⅛'ι2
dan
(Σ(B⅛risjΣiκolomj
Totil
Tabel silang digunakan untuk melihat sifat hubungan antara perilaku pasca kunjungan dengan masing-masing sub variabel demografi dan budaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan karakteristik demografi dan budaya dengan kepuasan kunjungan akan dijelaskan dalam Tabel 2 yang diperoleh dari hasil uji chi square. Berdasarkan Tabel 2 menjelaskan diketahui bahwa dari kelima variabel yang diuji yakni usia, jenis kelamin, pendidikan, status kegiatan dan budaya, terdapat dua variabel yang tidak signifikan karena memiliki nilai signifikansi α > 0,05, yaitu variabel tingkat pendidikan dan status kegiatan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden yang memiliki perbedaan tingkat pendidikan dan status kegiatan, tidak terdapat perbedaan signifikan atau memiliki rasa kepuasaan yang sama dalam berkunjung di Waterbom Bali. Sementara tiga variabel lainnya seperti responden yang berusia muda dengan yang berusia tua, lalu responden laki-laki dan perempuan serta responden yang
berlatar belakang budaya individualisme dengan yang berlatar belakang budaya kolektivisme memiliki perbedaan signifikan dalam kepuasan kunjungan, di mana nilai signifikansi α < 0,05 sehingga akan dipaparkan kembali hubungan antara variabel usia, jenis kelamin dan budaya dengan kepuasan kunjungan pada tabel
selanjutnya.
Tabel 2.
Hasil Uji Chi Square untuk Hubungan antara Karakteristik Demografi dan Budaya dengan Kepuasaan Kunjungan
No. |
Karakteristik |
Nilai Chi Square (ᵪ²) |
Α |
Keterangan |
Koefisien Kontingensi |
1. |
Usia |
6,407 |
0,011 |
Signifikan |
0,209 |
2. |
Jenis kelamin |
5,816 |
0,016 |
Signifikan |
0,200 |
3. |
Pendidikan |
1,743 |
0,187 |
Tidak Signifikan |
0,111 |
4. |
Status Kegiatan |
2,248 |
0,134 |
Tidak Signifikan |
0,126 |
5. |
Budaya |
16,565 |
0,000 |
Signifikan |
0,325 |
Sumber: data primer diolah, (2016)
Tabel 3 memaparkan bahwa semua variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan dan status kegiatan menunjukkan hubungan yang tidak signifikan terhadap niat kunjungan kembali. Ini berarti tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam menyatakan niat berkunjung kembali ke Waterbom Bali. Variabel budaya yang memiliki signifikansi α < 0,05 dan menunjukkan hubungan signifikan sehingga terlihat jelas bahwa variabel budaya mempengaruhi para responden untuk niat berkunjung kembali ke Waterbom Bali.
Tabel 3.
Hasil Uji Chi – Square untuk Hubungan antara Karakteristik Demografi dan Budaya dengan Niat Kunjungan Kembali
No. |
Karakteristik |
Nilai Chi Square (ᵪ²) |
α |
Keterangan |
Koefisien Kontingensi |
1. |
Usia |
3,397 |
0,065 |
Tidak Signifikan |
0,154 |
2. |
Jenis kelamin |
3,817 |
0,051 |
Tidak Signifikan |
0,163 |
3. |
Pendidikan |
0,000 |
0,983 |
Tidak Signifikan |
0,002 |
4. |
Status Kegiatan |
3,464 |
0,063 |
Tidak Signifikan |
0,155 |
5. |
Budaya |
8,272 |
0,004 |
Signifikan |
0,236 |
Catatan: Signifikansi bila α ≤ 0,05 |
Sumber: data primer diolah, (2016)
Data yang tersaji dalam Tabel 4 menggambarkan bahwa dalam kepuasan kunjungan, tanggapan responden yang 25-40 tahun lebih banyak menyatakan sangat merasa puas daripada responden berusia 17-24 tahun yang cukup merasakan puas saja. Responden laki-laki memiliki proporsi terbesar menyatakan sangat puas daripada responden perempuan dalam menikmati kunjungannya di Waterbom Bali, hal ini terjadi karena kelompok pengunjung laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas bermain wahana dibandingkan pengunjung perempuan. Adapun responden yang berlatar belakang individualisme lebih dominan menyatakan sangat puas dalam kunjungannya sebesar 94,3 persen dibandingkan responden berlatar belakang kolektivisme hanya berkisar 67,1 persen. Ini berarti bahwa responden mancanegara atau yang menganut paham individualisme lebih besar merasakan kepuasan dibandingkan responden domestik yang menganut paham kolektivisme.
Tabel 4.
Hubungan Karakteristik Usia dan Jenis kelamin dengan Kepuasan Kunjungan
Klasifikasi |
Karakteristik | |
17-24 tahun |
25-40 tahun | |
Sangat Puas (%) |
75,0 |
93,2 |
Puas (%) |
25,0 |
6,8 |
Jumlah |
100,0 |
100,00 |
Klasifikasi |
Laki-laki |
Perempuan |
Sangat Puas (%) |
90,0 |
73,8 |
Puas (%) |
10,0 |
26,3 |
Jumlah |
100,0 |
100,00 |
Klasifikasi |
Individualisme |
Kolektivisme |
Sangat Puas (%) |
94,3 |
67,1 |
Puas (%) |
5,7 |
32,9 |
Jumlah |
100,0 |
100,00 |
Sumber: data primer diolah, (2016)
Hasil uji chi square pada seluruh variabel demografi dan budaya dengan manfaat kunjungan menunjukkan nilai signifikansi α> 0,05, sehingga tidak ada hubungan yang signifikan yang tersaji dalam Tabel 5. Ini berarti antara variabel demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, dan status kegiatan) serta budaya tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam menyatakan manfaat kunjungan.
Tabel 5.
Hasil Uji Chi Square untuk Hubungan antara Karakteristik Demografi dan Budaya dengan Manfaat Kunjungan
No. |
Karakteristik Nilai α Keterangan Koefisien Chi Kontingensi Square (ᵪ²) |
|
Usia 0,515 0,773 Tidak Signifikan 0,061 Jenis kelamin 4,408 0,110 Tidak Signifikan 0,175 Pendidikan 1,862 0,394 Tidak Signifikan 0,115 Status Kegiatan 0,116 0,944 Tidak Signifikan 0,029 Budaya 5,546 0,062 Tidak Signifikan 0,195 |
Sumber: data primer diolah, (2016)
Informasi dalam Tabel 6 menjelaskan bahwa responden yang berlatar belakang budaya individualisme merasa sangat puas sebanyak 64,3 persen dibandingkan responden yang berlatar belakang kolektivisme yang hanya menyatakan sangat puas sebanyak 40 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden berlatar belakang budaya individualisme lebih besar menunjukkan niat kunjungan kembali ke Waterbom Bali. Tingkat kepercayaan para responden mancanegara atau menganut budaya individualisme lebih baik daripada responden domestik atau menganut budaya kolektivisme. Banyak faktor yang dapat mendukung alasan mereka untuk niat berkunjung kembali seperti variasi wahana yang atraktif, ketersediaan fasilitas-fasilitas yang ada serta kenyamanan dan keamanan berstandar internasional. Di sisi lain pula dapat terlihat dari banyaknya intensitas para responden mancanegara penganut budaya individualisme mencari informasi dan merekomendasikan Waterbom Bali sebagai pilihan utama kepada rekan-rekannya.
Tabel 6.
Hubungan Karakteristik Budaya dengan Niat Kunjungan Kembali
Karakteristik |
Niat Kunjungan Kembali |
Total | |
Sangat Berniat B (%) |
erniat (%) | ||
Budaya 1.Individualisme |
64,3 |
35,7 |
100,0 |
2.Kolektivisme |
40,0 |
60,0 |
100,0 |
Sumber: data primer diolah, (2016)
Berdasarkan Tabel 4 menggambarkan bahwa dalam kepuasan kunjungan
dilihat dari aspek demografi seperti usia, tanggapan responden wisatawan yang 25-
40 tahun menyatakan kepuasannya lebih tinggi daripada responden berusia 17 – 24 tahun selama di Waterbom Bali. Temuan ilmiah ini tidak sejalan Tian dan Wang (2010) bahwa pelanggan dari segi usia berapapun menerima kepuasan yang sama sebagai salah satu perilaku pasca kunjungan di Restaurant China. Demikian pula diperkuat pada penelitian yang dilakukan oleh Esu et al. (2009) bahwa usia tidak memiliki pengaruh signifikan dalam kepuasan mengunjungi festival pariwisata budaya, dan hasil ini diperkuat temuan Hamidizadeh et al. (2011) menemukan bahwa usia tidak terdapat perbedaan signifikan dalam kepuasaan pelayanan di industri perbankan. Hasil penelitian ini pula tidak sejalan dengan penelitian Eric et al. (2007), di mana mengemukakan pula bahwa usia yang semakin tua cenderung tidak puas akan melakukan tindakan perilaku keluhan.
Dilihat dari jenis kelamin, wisatawan laki-laki memiliki proporsi terbesar menyatakan lebih puas daripada wisatawan perempuan dalam menikmati kunjungannya di Waterbom Bali, hal ini memungkinkan terjadi karena kelompok wisatawan laki-laki lebih aktif banyak melakukan aktivitas bermain wahana dibandingkan wisatawan perempuan. Temuan ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Taing dan Wang (2010), yang menyatakan jenis kelamin tidak terdapat perbedaan signifikan dalam menerima kepuasan pasca kunjungan di Restaurant China. Ditinjau dari tingkat pendidikan, tidak dijumpai perbedaan tingkat kepuasan antara wisatawan Waterbom Bali yang berpendidikan menengah dengan yang berpendidikan tinggi, hal ini sejalan dengan studi empiris sebelumnya oleh Wang (2010) bahwa tingkat pendidikan tidak terdapat perbedaan
signifikan dalam menerima kepuasan di Restaurant China. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang ditemukan oleh Alebaki dan Iakovidou (2011), di mana orang yang berpendidikan tinggi kerap merasa puas dalam berwisata anggur, kemudian melakukan perilaku kunjungan kembali lebih besar dibandingkan orang yang berpendidikan rendah. Pertentangan ini dapat ditemukan di dalam penelitian Eric et al. (2007) mengemukakan pula bahwa orang yang berpendidikan tinggi bila mengalami ketidakpuasan cenderung melakukan tindakan keluhan.
Ditinjau dari status kegiatan, hasil penelitian yang diperoleh tidak ditemukan adanya perbedaan tingkat kepuasan antara wisatawan Waterbom Bali yang berstatus bekerja dengan yang tidak bekerja. Sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Wang (2010), bahwa tingkat pendidikan tidak terdapat perbedaan signifikan dalam menerima kepuasan di Restaurant China. Hasil penelitian ini menyangkal penelitian Alebaki dan Iakovidou (2011) bahwa orang yang berpendidikan tinggi merasa puas dalam berwisata minum anggur. Perbedaan latar belakang budaya juga mewakili perbedaan menyatakan kepuasan kunjungan, di mana responden yang berlatar belakang individualisme lebih besar menyatakan kepuasan dalam kunjungannya dibandingkan responden berlatarbelakang kolektivisme. Ini menunjukkan bahwa wisatawan mancanegara yang menganut paham individualisme lebih mudah merasakan kepuasan dibandingkan wisatawan domestik atau menganut paham kolektivisme. Hasil temuan ilmiah ini pula sejalan dengan yang dikemukakan Eric et al. (2007) bahwa orang Asia (kolektivisme) cenderung tidak mudah puas dalam menikmati jasa pelayanan di Hotel. Serupa dengan penelitian Tsukatos et al. (2007)
dan Ferguson (2012) menemukan perbedaan karakteristik budaya bahwa Mahasiswa Australia (individualisme) yang berbudaya individualisme memiliki kepuasan yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari Asia seperti Malaysia yang menganut kolektivisme merasa tidak mudah puas dan memiliki tingkat perilaku keluhan tinggi dalam studi penelitian kepuasan mahasiswa di Perguruan Tinggi Malaysia. Hasil analisis ini menegaskan bahwa ditemukan perbedaan signifikan kepuasan kunjungan dilihat dari aspek demografi (meliputi usia dan jenis kelamin) dan budaya oleh para wisatawan di Waterbom Bali.
Berdasarkan Tabel 6 diperoleh hasil bahwa wisatawan berusia 17 – 24 tahun dan wisatawan berusia 25-40 tahun tidak ada perbedaan signifikan yakni menyatakan niat yang sama untuk kunjungan kembali ke Waterbom Bali. Hasil penelitian ini telah menyangkal temuan sebelumnya yang dilakukan oleh Cam (2011) menyatakan bahwa perbedaan usia terdapat perbedaan pada niat kunjungan wisatawan ke Nha Trang, Vietnam. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa wisatawan 25-40 tahun lebih memiliki niat berkunjung kembali daripada wisatawan yang berusia 17-24 tahun.
Ditinjau dari jenis kelamin diperoleh hasil serupa dengan usia bahwa tidak ditemukan perbedaan signifikan antara wisatawan laki-laki dan wisatawan perempuan dalam kaitannya niat berkunjungan kembali di Waterbom Bali, dalam artian semua wisatawan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki niat yang sama. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan temuan penelitian Alebaki dan Iakovidou (2011) bahwa jenis kelamin perempuan cenderung memiliki niat yang
lebih besar untuk berkunjung kembali pada wisata konsumsi wine (minum anggur). Perbedaan temuan ini didukung dengan penelitian sebelumnya oleh Cham (2011) yang menyatakan bahwa wisatawan perempuan memiliki niat berkunjung kembali yang lebih rendah daripada wisatwan laki-laki ke Nha Trang, Vietnam.
Dilihat dari status pendidikan, antara wisatawan berpendidikan mnengah dan berpendidikan tinggi dari hasil penelitian tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam niat berkunjung kembali, dalam artian wisatawan berpendidikan strata apapun memiliki niat yang sama untuk berkunjung kembali ke Waterbom Bali. Temuan ini tidak mengonfirmasi hasil studi empiris sebelumnya, yakni Alebaki dan Iakovidou (2011) dimana mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki niat yang lebih besar untuk berkunjung kembali pada wisata konsumsi wine (minum anggur) dan ini sejalan dengan temuan Cham (2011) bahwa wisatawan yang berpendidikan tinggi memiliki kecenderungan berniat berkunjung kembali lebih besar daripada wisatawan yang berpendidikan menengah untuk berwisata ke Nha Trang, Vietnam. Wisatawan yang memiliki status kegiatan bekerja dan yang tidak bekerja diperoleh hasil yang tidak perbedaan signifikan untuk niat berkunjung kembali ke Waterbom Bali, dalam artian kedua kategori wisatawan tersebut memiliki niat yang sama untuk berkunjung ke Waterbom Bali suatu saat nanti. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Cham (2011) mengemukakan bahwa wisatawan berstatus pekerjaan tinggi memiliki kecenderungan niat berkunjung kembali ke Nha Trang, Vietnam lebih banyak daripada wisatawan yang tidak bekerja.
Dari sudut pandang budaya, antara wisatawan yang menganut individualisme memiliki perbedaan signifikan dengan wisatawan yang menganut kolektivisme, di mana wisatawan individualisme cenderung memiliki niat yang lebih besar untuk berkunjung kembali ke Waterbom Bali daripada wisatawan kolektivisme. Hasil penelitian ditemukan pada wisatawan yang berasal dari negara Australia (individualisme) memiliki jumlah intensitas dan frekuensi kunjungan terbanyak ke Waterbom Bali. Temuan ini sejalan degan studi empiris oleh Khattab et al. (2012) yang menyatakan bahwa mahasiswa kelompok individualisme memiliki niat berbelanja online lebih tinggi dibandingkan kelompok kolektivisme di Jordania. Dari hasil analisis di atas memperlihatkan perbedaan signifikan niat berkunjung kembali dilihat dari aspek budaya saja oleh para wisatawan di Waterbom Bali.
Berdasarkan tabel 6 diperoleh hasil bahwa responden wisatawan berusia 17 – 24 tahun dan wisatawan berusia 25-40 tahun tidak ada perbedaan signifikan yakni menyatakan manfaat kunjungan ke Waterbom Bali. Dari hasil penelitian ini telah menyangkal penelitian Alooma et al. ( 2013) bahwa konsumen berusia dewasa menyatakan lebih positif menyatakan manfaat daripada konsumen berusia muda dalam pembelian pakaian di Nigeria. Ditinjau dari jenis kelamin diperoleh hasil serupa dengan usia bahwa tidak ditemukan perbedaan signifikan antara wisatawan laki-laki dan wisatawan perempuan dalam kaitannya merasakan manfaat kunjungan di Waterbom Bali. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan konsumen yang berjenis kelamin perempuan menyatakan lebih rendah dari suatu manfaat yang dirasakan daripada konsumen berusia muda dalam pembelian pakaian di Nigeria. Dilihat dari
status pendidikan, antara wisatawan berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi dari hasil penelitian tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam merasakan manfaat kunjungan di Waterbom Bali. Temuan ini tidak mengonfirmasi hasil studi empiris sebelumnya, Alooma et al. (2013) menemukan dari konsumen berstatus pendidikan tinggi lebih menyatakan secara signifikan manfaat dari pembelian pakaian di Nigeria dibandingkan konsumen berstatus pendidikan menengah. Penyebabanya karena orang yang berpendidikan tinggi memiliki kecenderungan untuk kritis menilai manfaat sesuatu produk.
Wisatawan yang memiliki status kegiatan bekerja dengan yang tidak bekerja diperoleh hasil yang tidak perbedaan signifikan untuk merasakan manfaat kiunjungan di Waterbom Bali, dalam artian kedua kategori wisatawan tersebut merasakan manfaat yang sama selama berkunjung Waterbom Bali. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Alooma et al. ( 2013) bahwa masyarakat konsumen yang aktif bekerja tentunya memiliki penilaian positif terhadap suatu manfaat pembelian pakaian. Dari sudut pandang budaya, antara wisatawan individualisme dan wisatawan kolektivisme memiliki perbedaan tidak signifikan dalam merasakan manfaat kunjungan di Waterbom Bali. Hasil temuan ini tidak sejalan dengan temuan Alooma et al. ( 2013) yang menyatakan pada kasus pembelian pakaian di Nigeria bahwa konsumen dari kalang kolektivisme termasuk Nigeria yang notabene berasal dari Asia menyatakan lebih positif merasakan manfaat pembelian dari dari sebuah pakaian di Borneo State. Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa tidak ditemukan
perbedaan signifikan manfaat kunjungan dilihat dari seluruh aspek demografi dan budaya para wisatawan di Waterbom Bali.
Waterbom Bali dikenal luas oleh publik dan memiliki intensitas kunjungan tinggi, ternyata dominan hanya diminati oleh wisatawan mancanegara (individualisme) dibandingkan kunjungan wisatawan domestik (kolektivisme). Fenemena ini terjadi karena tingginya daya tawar segala produk dan fasilitas pada Waterbom Bali yang mengiringi harga jual tiket begitu fantastis, sehingga minat para wisatawan domestik termasuk warga lokal setempat begitu rendah.
Waterbom Bali perlu melakukan upaya periklanan, promosi, dan personal selling dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan domestik, mengingat terdapat destinasi waterpark pesaing yang memberikan harga lebih menarik. Periklanan merupakan semua bentuk penyajian dan promosi non personal atas ide, barang atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu. Periklanan memiliki karakteristik khusus, yaitu sifatnya yang umum, tersebar luas dan mampu menimbulkan ekspresi yang lebih kuat dari konsumen. Langkah-langkah periklanan yang dapat dilakukan oleh Waterbom Bali yakni membuat iklan cetak seperti memasang baliho di tempat-tempat umum, memasang iklan display di koran, majalah maupun tabloid, sedangkan dalam iklan elektronik dapat dilakukan di radio maupun televisi.
Promosi adalah suatu usaha dari pemasar dalam menginformasikan dan mempengaruhi orang atau pihak lain sehingga tertarik untuk melakukan transaksi
atau pertukaran produk barang atau jasa yang dipasarkannya. Langkah-langkah promosi yang dapat dilakukan oleh Waterbom Bali untuk wisatawan domestik, dengan memberikan kupon, potongan harga, premi, suvenir bagi yang berlangganan, pemberian harga khusus pada musim-musim tertentu seperti week days (hari Minggu-Jumat keluar), week end (sabtu, hari libur nasional), dan periode paket siswa/mahasiswa/keluarga (libur panjang, libur semester, hari raya agama).
Personal selling melibatkan komunikasi langsung dengan konsumen (face to face), di mana memiliki keunggulan dan lebih efektif daripada periklanan di media massa semata. Personal selling dapat merancang pesan secara berbeda pada setiap konsumen potensial yang didatanginya. Langkah-langkah personal selling yang dapat dilakukan yaitu mendatangi travel agent yang membawa wisatawan secara langsung untuk menawarkan sejumlah produk promosi yang dihadirkan oleh Waterbom Bali, sehingga dalam hal ini calon pengunjung dapat langsung bertanya dan membuat keputusan berkunjung terhadap armada penjualan.
Dengan demikian implikasi manajerial dari hasil penelitian dikaitkan dengan periklanan, promosi dan personal selling diharapkan dapat meningkatkan perilaku pasca kunjungan wisatawan domestik, namun tidak lupa perusahan terus mempertahankan bargaining position bagi para wisatawan mancanegara yang mana mereka adalah pengunjung utama pula di Waterbom Bali.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik beberapa simpulan yaitu perbedaan signifikan kepuasan dalam pasca kunjungan dilihat dari karakteristik demografi (meliputi usia dan jenis kelamin) dan budaya oleh para wisatawan di Waterbom Bali, di mana wisatawan berusia 25-40 tahun lebih puas dibandingkan wisatawan berusia 17-24 tahun dan wisatawan berjenis kelamin laki-laki merasakan kepuasan yang lebih daripada wisatawan perempuan, serta wisatawan berlatar belakang individualisme lebih cenderung puas daripada wisatawan berlatar belakang kolektivisme. Wisatawan yang berstatus pendidikan menengah maupun tinggi dan wisatawan berstatus bekerja ataupun tidak bekerja memiliki tingkat kepuasan yang sama ketika mengunjungi Waterbom Bali.
Perbedaan signifikan niat berkunjung kembali hanya terlihat dari karakteristik budaya, dan menegaskan tidak ada perbedaan signifikan dalam niat berkunjung kembali ke Waterbom Bali dilihat dari aspek variabel demografi. Perbedaan mencolok hanya pada para wisatawan berlatar belakang individualisme, di mana memiliki niat berkunjung kembali pasca kunjungan di Waterbom Bali lebih tinggi dibandingkan wisatawan berlatar belakang kolektivisme. Tidak ditemukan perbedaan signifikan manfaat kunjungan dilihat dari karakteristik demografi dan budaya para wisatawan di Waterbom Bali. Dalam artian seluruh aspek yang diteliti meliputi demografi dan budaya dari para wisatawan berlatar belakang individualisme maupun kolektivisme merasakan manfaat kunjungan yang sama satu sama lain.
Berdasarkan hasil simpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan kepuasan kunjungan para wisatawan di Waterbom Bali, perlunya upaya meningkatkan kualitas pelayanan staf operasional, menambah variasi wahana permainan yang lebih menarik lagi, menyediakan fasilitas umum maupun eksklusif yang lebih memadai, serta meningkatkan standar keselamatan internasional bagi para wisatawan yang berkunjung. Untuk meningkatkan niat berkunjung kembali para wisatawan di Waterbom Bali, perlunya memberi perhatian khusus bagi wisatawan kolektivisme yang rata-rata adalah wisatawan domestik berupa promosi atau penawaran harga yang menarik seperti harga paketan khusus untuk para pelajar atau keluarga di musim-musim tertentu. Untuk meningkatkan manfaat kunjungan yang dirasakan di Waterbom Bali, perlunya untuk meningkatkan tata ruang dan atmosfer lingkungan yang lebih indah, serta meningkatkan standar keamanan agar para wisatawan merasa semakin nyaman dan betah selama berkunjung Waterbom Bali.
REFERENSI
Alebaki, M and Iakovidou, A. 2011. Market Segmentation in Wine Tourism: A Comparison Approach. Tourismos: An International Multidisciplinary Journal Tourism ,6(1), pp.123-140.
Alooma, A.G. Lawa, Lawan.A. 2013. Effects of Consumer Demographic Variables on Clothes Buying Behaviour in Borno State, Nigeria. International Journal of Basic and Applied Science, 1(4), pp. 791-799.
Cham, Tran Thi Ai. 2011. Explaining tourists satisfaction and intention to revisit Nha Trang, Vietnam. Master Thesis in Fisheries and Aquaculture Management and Economics, pp.47-64.
Clemes. Michael D., Hung-Che Wu. Jonathan., Bai-Ding Hu., and Gan,Christopher. 2009.An Empirical Study of Behavioral Intentions in The Taiwan Hotel Industry. Innovative Marketing, 5(3), pp.30-50.
Eric, W.T., Vincent, C.S, Wong, Y.H., and Chan, K.Y. 2007. Consumer Complaint Behaviour of Asia and Non Asians about Hotel Service: An Empirical Analysis”. European Journal of Marketing, Vol.41, pp.1375-1391.
Esu, B.B and Arrey,V.M.E. 2009. Tourist’s Satisfaction with Cultural Tourism Festival:a Case Study of Calabar Carnival Festival, Nigeria. International Journal of Bisnis dan Manajemen. 4(3), pp.116-125.
Ferguson, G. and Ian, P. 2012. A Cross-National Investigation of University Student’s Complaining Behaviour an Attitudes to Complaining. Journal of International education in Business. 5(1), pp-50-70.
Haddad, Anood E., Al-Dmour, Hani., and Al-Zu'bi,Zu'bi M.F. 2012. Perceived Service Quality and Customer Satisfaction: An Empirical Investigation of the Rebranded Telecommunication Companies in Jordan. European Journal of Social Sciences, 34(1), pp.118-137.
Hamidizadeh, Mohammad R., Jazani, Nasrin., Abbasali,Hajikarimi., and Abbasali Ebrahim,A. 2011. The Effect of Demographic Characteristics on Antecedents and Consequences of Customer Satisfaction in Banking Industry. Canadian Social Science. 7(4), pp. 198-203.
Ilias, Alzeen., Abu Hasan., Hishamuddin, Fitri,. Rahman,Abd R., and Mohd Rushdan. 2008. Student Satisfaction and Service Quality: Any Differences in Demographic Factors?. International Business Research.1(4), pp. 131-143.
Khattab, S. A, Al-Manasr, E.A., Abu Zaid, M.K.S, and Qutaishat, F.A., 2012. Individualist, Collectivist and Gender Moderated Differences toward Online Purchase Intentions in Jordan. International Business Research, 5(8), pp.85-93
Kotler,Philip dan Arsmtrong,Gary. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jilid 1. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Lastianur, M. Ardiansyah. 2013. Analisis Pengaruh Kualitas Objek Wisata terhadap Kepuasan Wisata dan Implikasinya terhadap Loyalitas Wisatawan. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Monthanthip.Srikes, Louveris,Panos, and Collins,Catherine. 2009. The Impact Of Culture On Mobile Phone: A Comparison Between Thai And British Consumers.17th European Conference on Information Systems, pp 1-13.
Pitana,Gede dan Gayatri,Putu,G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta. Penerbit ANDI.
Raza, Ahsin and Afshar,M.Norouzi. 2009. The Relationship between Demographics Culture, Level of Acculturation & Service Quality Expectations : A Case Study of Swedish Banks and Iranian and Pakistani Immigrants in Sweden. Thesis International Marketing (Master’s Program) Marladarlen University.
Sugiono.2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV.Alfabeta.
Sukarsa, I Made. 1999. Pengantar Pariwisata. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur.
Sunyoto. 2012. Konsep Dasar Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Buku Seru.
Tian, Robert Guang and Wang, Camilla Hong. 2010. Cross Cultural Customer Satisfaction at Chinese Restaurant: The Implication of Chinese Marketing Foodservice. International Journal of China Pemasaran, 1 (1).pp. 60-72.
Tsoukatos, Evangelos.K. 2007 .Cultural Influences on Service quality and Customer Satisfaction: Evidence from Greek Insurance. Managing Service Quality, 17(4), pp.467 – 485.
Umar, Husein. 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
4223
Discussion and feedback