E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 6, 2016: 3421-3448

ISSN : 2302-8912

PENGARUH RETAIL MIX TERHADAP IMPULSE BUYING PADA HYPERMARKET DI KABUPATEN BADUNG

Kadek Kumala Dewi(1) Ni Wayan Ekawati (2)

(1)(2)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail:[email protected] / telp: +6281 339 302 260

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh retail mix yaitu lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung. Lokasi penelitian ini dilakukan pada hypermarket di Kabupaten Badung, yaitu Mal Bali Galeria dan Lippo Mal Kuta. Populasi dalam penelitian ini adalah setiap pengunjung yang melakukan impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung yaitu pada hypermarket di Mal Bali Galeria dan hypermarket di Lippo Mal Kuta. Banyaknya responden yang diambil sebagai sampel adalah sebanyak 224 orang dan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying, hal ini berarti lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service mendorong perilaku impulse buying konsumen hypermarket di Kabupaten Badung.

Kata Kunci: retail mix, impulse buying, dan hypermarket

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect that mix retail locations, merchandising, pricing, promotions, the atmosphere in the stores, and retail service to impulse buying at hypermarket in Badung. The location of this research carried out at hypermarket in Badung, namely Mal Lippo Mall Bali Galeria and Kuta. The population in this study is every visitor who do impulse buying at the hypermarket in Badung is the hypermarket in Mall Bali Galeria and hypermarkets in Lippo Mall Kuta. Respondents who were sampled as many as 224 people and conducted with a purposive sampling technique. This study used multiple linear regression analysis. The results showed the location, merchandising, pricing, promotions, the atmosphere in the stores, and retail service significant positive effect on impulse buying, it means the location, merchandising, pricing, promotions, the atmosphere in the stores, and retail service encourage behavior impulse buying consumer hypermarket in Badung regency.

Keywords: retail mix, impulse buying, dan hypermarket

PENDAHULUAN

Bisnis ritel dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dengan upaya untuk menambah nilai barang dan jasa yang dijual secara langsung kepada konsumen akhir

untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Bisnis ritel mengalami perkembangan yang cukup pesat, khususnya di Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin banyak bermunculan bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun bisnis ritel modern sendiri yang baru lahir (Utami, 2006:4). Meningkatnya retail modern ini mendorong persaingan dunia bisnis yang sangat ketat. Kondisi ini dilandasi karena bergesernya kebiasaan masyarakat yang menyukai barang-barang pabrikan membuat arus peredaran uang di sektor jual beli menjadi lebih besar dan meningkatnya jumlah konsumen yang berbelanja di toko modern terutama untuk konsumen yang hidup di perkotaan (Amir, 2004: 1-2).

Dewasa ini perkembangan pusat perbelanjaan sangat pesat khususnya di kota-kota besar. Perkembangan pusat perbelanjaan didukung oleh pemberian ijin oleh pemerintah setempat guna meningkatkan perkembangan perekonomian. Suatu pusat perbelanjaan terdiri atas banyak ritel yang ada di dalamnya, yang secara keseluruhan bersifat heterogen sehingga persaingan diantara ritel-ritel dalam pusat perbelanjaan tersebut relatif longgar karena produk yang dijual berbeda antara satu dengan yang lainnya maupun yang bersifat homogen yang menuntut adanya persaingan antara ritel-ritel yang ada. Permasalahan yang muncul bagi pelaku bisnis ritel adalah bahwa pengunjung suatu pusat perbelanjaan tidak jarang yang hanya sekedar jalan-jalan dan tidak ada niat untuk membeli suatu produk (Hendro, dkk. 2013).

Pengunjung merupakan calon pembeli potensial untuk ritel yang ada pada sebuah pusat perbelanjaan dan strategi retail mix adalah salah satu strategi pemasaran yang digunakan. Retail mix merupakan salah satu strategi pemasaran yang biasa

digunakan pada suatu ritel pada pusat perbelanjaan (Hendro, dkk. 2013). Ma’ruf (2005:115) mengemukakan bahwa pengembangan retail mix mencakup lokasi yang tepat pada sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis. Dalam contoh mudahnya, deretan toko di tepi jalan akan menerima kunjungan konsumen yang lebih baik dari pada toko-toko di area dalam, toko di wilayah padat penduduk lebih mendapatkan pembeli yang lebih banyak dari pada toko yang di daerah berpenduduk sedikit. Merchandise yaitu produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya seperti produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain, atau kombinasi yang disediakan di dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel. Merchandise yang dijual penting dipilih dengan benar karena merchandise adalah “mesin sukses” bagi pengecer. Pricing sangat berhubungan dengan nilai dasar dari persepsi konsumen berdasarkan dari keseluruhan unsur ritel mix dalam menciptakan suatu gambaran dan pengalaman bertransaksi. Pricing dapat menghasilkan laba bagi peritel dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya dalam retail mix dapat mendatangkan laba bagi peritel. Promosi merupakan kegiatan yang mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku konsumen terhadap suatu toko ritel dengan sagala penawarannya dan merupakan alat komunikasi untuk menghubungkan keinginan pihak peritel dengan konsumen untuk memberitahu, membujuk, dan mengingatkan konsumen agar mau membeli produk yang dijual dari keuntungan dan manfaat yang diperolehnya. Promosi yang dilakukan oleh peritel untuk mendorong terjadinya penjualan atau untuk meningkatkan penjualan dalam rangka

mempertahankan minat pelanggan untuk tetap berbelanja pada gerai tersebut. Selain itu promosi juga dimaksudkan untuk mengenalkan suatu produk baru atau suatu gerai baru. Atmosfer dalam gerai harus diatur sebaik mungkin dan bersih sangat berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman mereka dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka produk apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi atau keperluan rumah tangga. Retail service bersama unsur-unsur retail mix lainnya mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan pembeli dalam berbelanja. Meskipun yang dujual oleh sebuah gerai eceran berupa barang yang kasat mata (tangible), pada hakikatnya pembeli mencari barang untuk memenuhi kebutuhannya. Pelayanan didefinisikan sebagai aktivitas, manfaat, kepuasan dari suatu yang ditawarkan dalam penjualan. Aspek pelayanan membuat sebuah gerai berbeda dibandingkan gerai lainnya misalnya semakin lengkap dan memuaskan pelayanan yang diberikan oleh gerai tersebut, maka semakin besar kemungkinan konsumen akan tertarik untuk memilih berbelanja di gerai yang bersangkutan, karena itu pelayanan menjadi salah satu unsur dalam suatu momen berbelanja seseorang atau suatu keluarga.

Impulse buying adalah perilaku seseorang dimana orang tersebut tidak merencanakan sesuatu dalam berbelanja. Konsumen melakukan impulse buying tidak berpikir untuk membeli suatu produk atau merek tertentu (Hendro, dkk. 2013). Terjadinya impulse buying pada konsumen apabila produk tersebut memiliki harga yang rendah, produk-produk yang memiliki mass marketing, sehingga ketika berbelanja konsumen ingat bahwa produk tersebut pernah diiklankan di televisi.

Produk-produk dalam ukuran kecil dan mudah disimpan juga bisa menyebabkan konsumen melakukan impulse buying karena produk ini dianggap murah dan tidak terlalu membebani keranjang atau kereta belanjanya (Arifianti, 2009). Fenomena impluse buying tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain. Namun impulse buying di Indonesia cenderung lebih besar dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Di negara seperti India, di mana keberadaan pasar modern masih terbatas, pembelanja lebih berdisiplin untuk berbelanja sesuai dengan rencana. Namun negara lain di wilayah Asia Pasifik atau Asia Utara indikasi impulse buying ini jauh lebih tinggi (Yadi Budhi Setiawan, 2007).

Impulse buying banyak terjadi pada pasar modern yang salah satunya adalah hypermarket. Fitriani (2010) mengatakan bahwa hypermarket merupakan bentuk pasar modern yang sangat besar, dalam segi luas, tempat, dan barang-barang yang diperdagangkan. Barang-barang yang ditawarkan seperti makanan, minuman, perlengkapan mobil, prabotan rumah tangga, furniture, dan lain-lain. Pendekatan dasar dari hypermarket adalah tampilan besar dan penanganan yang minim dari wiraniaga toko serta memberikan diskon kepada pelanggan. Kelebihan berbelanja di hypermarket memang membuat konsumen lebih nyaman. Tempat yang bersih, ber AC, produk yang dipilih lebih beragam dan hypermarket juga memberikan diskon yang besar hingga 70%. Pengembangan retail mix yang terjadi pada hypermarket di Kabupaten Badung seperti lokasi yang strategis yaitu berada di kota dan sangat mudah untuk dijangkau oleh pelanggan. Merchandise yaitu produk-produk yang di jual pada hypermarket ini sudah sesuai dengan bisnis dari ritel modern lainnya seperti

kebutuhan rumah tangga. Untuk makanan, hypermarket menjual jenis makanan basah dan kemasan. Pricing yang ditetapkan dalam hypermarket sangat standar dengan ritel-ritel modern lainnya. Pada hypermarket di Kabupaten Badung melakukan promosi mulai dari pemasangan hanging display, penempatan produk dengan bentuk atau urutan yang menarik, memberikan diskon, dan memberikan hadiah kepada pelanggan untuk pembelian produk tertentu. Atmosfer dalam gerai pada hypermarket sangat mengundang pembeli karena pemajangan produknya sangat tertata rapi dan merasa nyaman pada saat berbelanja. Pelanggan juga tidak merasakan kesesakan pada saat berbelanja karena hypermarket ini cukup luas. Untuk retail service yang ada pada hypermarket di Kabupaten Badung memiliki layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah. Terdapat fasilitas-fasilitas lainnya seperti toilet dan terutama pada sarana parkir telah disediakan sangat luas karena ada pada sebuah mall atau pusat perbelanjaan.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada hypermarket di Kabupaten Badung, tepatnya berada pada mall pusat perbelanjaan terbesar di bali yaitu di mal bali galeria dan lippo mal bahwa impulse buying juga sering terjadi karena kebutuhan pelanggan seperti produk-produk yang kecil dengan mudah dibawa oleh pelanggan serta produk tersebut memiliki harga yang murah dapat mendorong pelanggan bertindak untuk membeli. Suasana yang nyaman, bersih dan ber AC pada hypermarket di Kabupaten Badung juga mendorong pelanggan untuk melakukan impulse buying.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1). Untuk mengetahui pengaruh lokasi terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung; 2). Untuk mengetahui pengaruh merchandise terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung; 3). Untuk mengetahui pengaruh pricing terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung; 4). Untuk mengetahui pengaruh promosi terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung; 5). Untuk mengetahui pengaruh atmosfer dalam gerai terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung; 6). Untuk mengetahui pengaruh retail service terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

Utami (2006) mengatakan bahwa usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Retail mix merupakan kombinasi dari faktor-faktor yang digunakan oleh pengecer untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Ma’ruf (2005:113-215) mengemukakan bahwa suatu keputusan pembelian konsumen pada sebuah ritel akan dipengaruhi oleh lokasi, merchandise, pricing,promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service.

Ritel merupakan aktvitas paling akhir rangkaian perjalanan produk dari produsen ke konsumen akhir. Kegiatan ritel tidak terbatas dilakukan oleh retailer saja, tetapi dilakukan oleh siapa saja termasuk diantaranya produsen, pedagang besar, ataupun distributor, apabila mereka melakukan penjualan secara langsung pada

konsumen akhirnya. Kegiatan ritel tidak terbatas hanya dilakukan oleh retailer saja (Munir, 2011). Menurut Lamb, dkk. (2001) peran retaill mix sangatlah penting dan berpengaruh sekali, tanpa adanya retail mix yang tepat bagi perusahaan eceran akan mengalami kesulitan dalam pemasarannya, Oleh karena itu, ada enam variabel retail mix yang benar-benar harus diperhatikan diantaranya : penempatan lokasi yang strategis (lokasi), keragaman produk (merchandise), keputusan penetapan harga dalam setiap produk (price), memperkenalkan merek dalam benak konsumen (promosi). Suasana di dalam toko yang menentukan konsumen dalam pengambilan keputusan membeli atau tidak (atmosfer dalam gerai). Pelayanan terhadap konsumen pada saat berbelanja (retail service).

Berdasarkan uraian diatas dapat dijelaskan bahwa retail mix sangat diperlukan pada suatu bisnis ritel untuk memenangkan persaingan. Kombinasi yang sangat unik dari faktor-faktor retail mix dengan tujuan menjadi unggul di pasar sesuai target mereka. Bila bisnis ritel dijalankan dengan fokus pada kombinasi yang tepat dari ke enam komponen retail mix tersebut, maka dampak yang dirasakan adalah pertumbuhan bisnis berupa laba/profit.

Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel. Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses diandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama mempunyai penataan yang bagus Ma’ruf (2005:115). Beberapa jenis gerai yang berbeda seperti

supermarket, department store, toko asesori rumah, toko fashion, dapat berkumpul di suatu area perdagangan ritel seperti mal atau pusat bisnis.

Ma’ruf (2005:135) mengatakan bahwa merchandise adalah salah satu unsur dari bauran pemasaran ritel (retail mix), di mana perusahaan melakukan kegiatan pengadaan produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya dan sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk disediakan dalam jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel. Para pelanggan selalu berharap untuk memenuhi apa yang dibutuhkan dan diinginkannya disetiap toko, kebutuhan dan keinginan pelanggan sangat beragam dan toko diharapkan dapat memenuhinya.

Penetapan harga adalah yang paling krusial dan sulit diantara unsur-unsur retail mix (lokasi, merchandise, pricing,promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service). Harga adalah satu-satunya unsur dalam berbagai unsur retail mix yang akan mendatangkan laba bagi peritel (Ma’ruf, 2005:154). Sebuah toko dapat menjadi terkenal karena harga jual yang ditetapkan cukup murah atau harga jual yang ditetapkan merupakan harga pasti. Berdasarkan hal itu pengecer harus dapat menetapkan harga yang tepat untuk barang-barang yang akan dijualnya, sehingga kelancaran penjualan barang akan lebih terjamin.

Menurut Ma’ruf (2005:179) bisnis ritel berkaitan dengan pemasaran barang atau jasa yang dibutuhkan oleh konsumen. Berbicara mengenai konsumen berarti berbicara mengenai orang banyak dengan pikiran dan emosi mereka yang berbeda-beda. Maka dari itu, kualitas perusahaan mempengaruhi konsumen secara umum.

Apabila iklan bertujuan memberitahu, menarik, memikat, atau mendorong konsumen untuk datang ke gerai dan untuk membeli barang, maka suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman mereka dalam memilih barang belanjaan dan mengingatkan mereka produk apa yang perlu dimiliki, baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Suasana yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur desain toko/gerai, perencanaan toko, komunikasi visual, dan merchandising (Ma’ruf, 2005:201).

Retail service memberikan pelayanan kepada pelanggan mereka sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan didalan strategi gerai eceran. Pelayanan yang baik bahkan merupakan hal penting di masa pertumbuhan ekonomi yang lambat, ketika banyak perusahaan masih bertahan mempertahankan pelanggan yang mereka miliki. Tenaga penjual eceran melayani fungsi penjualan yang penting anatara lain membujuk pelanggan untuk membeli (Lamb, dkk. 2001).

Pembelian tidak terencana (impulse buying) menurut Mowen and Minor (2002:10-11) didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Intinya pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda. Dengan kata lain faktor emosi merupakan ”tanda masuk” ke dalam lingkungan dari orang-orang yang memiliki gairah yang sama atas segala sesuatu barang. Menurut Semuel (2006) mengklasifikasikan suatu pembelian tidak terencana terjadi

apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk kedalam toko.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa impulse buying itu adalah suatu kegiatan yang didasarkan pada emosi seseorang yang timbul karena rasa ketertarikan pada produk tertentu. Hal ini dilakukan secara cepat tanpa berfikir panjang terlebih dahulu. Emosi ini terlibat karena adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara cepat. Dengan kata lain seorang penjual harus melakukan segala cara untuk menemukan emosi yang mempengaruhi keputusan pembelian.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vitorino (2011), menyatakan bahwa lokasi pada pusat perbelanjaan membantu konsumen untuk melakukan impulse buying terhadap produk yang mereka cari. Hasil penelitian dari Hendro, dkk. (2013) menunjukkan bahwa variabel retail mix yaitu lokasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap impulse buying pada pusat perbelanjaan.

H1 : Lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Septenawati (2007), Fachtur (2009), dan Hadjali, dkk. (2011) yang memperlihatkan bahwa kegiatan merchandising yang dilakukan peritel dapat meningkatkan impulse buying. Muruganatham dan Ravi (2013) juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang mendorong terjadinya impulse buying adalah retail merchandising. Hasil penelitian dari Sari dan Suryani (2014) menunjukan bahwa variabel merchandising berpengaruh

3431

positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying di mana semakin baik kegiatan merchandising yang dilakukan maka dapat meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan.

H2 : Merchandise berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

Hasil penelitian Hendro, dkk. (2013) menunjukkan bahwa salah satu variabel retail mix yaitu pricing mempunyai pengaruh yang positif terhadap impulse buying pada pusat perbelanjaan. Dari hasil penelitian Kenanga,dkk. (2013) mengungkapkan bahwa variabel harga berpengaruh positif terhadap perilaku impulse buying konsumen Robinson Department Store Semarang. Wiguna dan Nurcaya (2014) juga menyimpulkan bahwa kewajaran harga berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap impulse buying pada merk Nevada. Semakin meningkatnya kewajaran harga maka akan meningkatkan pula keputusan impulse buying pada produk merk Nevada. H3 : Pricing berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

Arifianti (2009) juga menyebutkan bahwa promosi penjualan mempunyai pengaruh positif terhadap impulse buying. Khoirun (2010) yang menunjukan bahwa kegiatan promosi yang dilakukan oleh peritel dapat meningkatkan impulse buying serta penelitian juga dilakukan oleh Hadjali,dkk (2012), Denny dan Yohanes (2012). Hasil penelitian Hendro, dkk. (2013) menunjukkan bahwa variabel retail mix yaitu promosi mempunyai pengaruh yang positif terhadap impulse buying pada pusat perbelanjaan. Menurut penelitian Sari dan Suryani (2014) variabel pzromosi

berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying di mana semakin baik kegiatan promosi yang dilakukan maka semakin meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan.

H4 : Promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

Temuan penelitian yang dilakukan oleh Mattila and Wirtz (2008) menunjukkan bahwa atmosfer dalam gerai berpengaruh positif terhadap impulse buying di mana efek interaktif atau kerumunan orang berbelanja yang dirasakan dan keramahan karyawan menunjukkan bahwa dua faktor ini perlu dipertimbangkan bersama-sama dalam desain toko. Penelitian yang dilakukan oleh Soars (2009) juga menemukan bahwa adanya pengaruh positif atmosfer dalam gerai tehadap impulse buying. Xu (2010) juga melakukan penelitian dan mengatakan bahwa lingkungan toko yang terdiri dari ambience, design, employee, crowding berpengaruh positif dan signifikan terhadap emosi konsumen yang akhirnya berpengaruh terhadap impulse buying. Variabel atmosfer dalam gerai berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying dimana semakin baik penciptaan suasana atmosfer dalam gerai yang dilakukan Tiara Dewata Supermarket Denpasar, maka akan dapat meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan, penelitian ini dilakukan oleh (Sari dan Suryani, 2014).

H5 : Atmosfer dalam gerai berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

Salah satu variabel Retail Mix yaitu retail service mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap impulse buying pada pusat perbelanjaan. Temuan ini ditemukan

oleh Hendro,dkk (2013). Menurut penelitian Diah Kenanga,dkk. (2013) dapat diketahui bahwa ada pengaruh positif antara pelayanan toko terhadap perilaku impulse buying konsumen Robinson Department Store Semarang dengan hasil perhitungan uji t dimana t hitung 15,551 > t tabel 1,660. Positif artinya apabila pelayanan toko yang ada di Robinson Department Store Semarang semakin baik maka aktivitas perilaku impulse buying konsumen juga akan semakin meningkat. Menurut penelitian Fam et al (2011) juga menemukan bahwa pelayanan yang disediakan oleh peritel dapat mempengaruhi terjadinya impulse buying.

H6 : Retail service berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini adalah asosiatif yang menggunakan 6 (enam) variabel bebas dan 1 (satu) variabel terikat. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel terikat (dependent) yaitu impulse buying dan variabel bebas (independent) yaitu lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 224 (dua ratus dua puluh empat) responden. Sampel yang diambil berdasarkan teknik purposive sampling, yakni teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan yang akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi yang diteliti (Sugiyono 2007: 392), yaitu pendidikan minimal SMA, usia minimal 17 tahun dengan pertimbangan mampu memahami pertanyaan atau memberikan pendapat terhadap pertanyaan kuesioner dan

sudah lebih dari dua kali berkunjung untuk berbelanja selama enam bulan terakhir, karena sudah dianggap mengenal lingkungan hypermarket dan pernah membeli produk-produknya. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model regresi linier berganda. Teknik ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variable -variabel retail mix berpengaruh pada impulse buying di hypermarket Kabupaten Badung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.

Karakteristik Responden

No

Karakteristik Responden

Keterangan

Jumlah

Persentase

1

Jenis Kelamin

Laki-laki

98

43,75

Perempuan

126

56,25

Jumlah

224

100

2

Umur

17-24 tahun

70

31,25

25-34 tahun

63

28,125

35-44 tahun

56

25

45-54 tahun

35

15,625

Jumlah

224

100

3

Pendidikan

SMA

63

28,125

S1

77

34,375

S2

49

21,875

S3

35

15,625

Jumlah

224

100

4

Pekerjaan

PNS

28

12,5

Mahasiswa/pelajar

91

40,625

Pegawai Swasta

56

25

Wiraswasta

49

21,875

Jumlah

224

100

Sumber: Data diolah, 2016

Tabel 1 menunjukan bahwa berdasarkan dari jenis kelamin jumlah responden laki-laki sebanyak 98 orang atau 43,75 persen dan perempuan sebanyak 126 orang atau 56,25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pengunjung lebih didominasi oleh pihak perempuan. Berdasarkan umur, jumlah pengunjung terbanyak yaitu yang

berumur 17-24 tahun sebanyak 70 orang atau 31,25 persen sedangkan jumlah pengunjung yang paling sedikit yakni pengunjung yang berumur 45-54 tahun yaitu sebanyak 35 orang atau 15,625 persen. Hal ini disebabkan pada usia 17-24 tahun merupakan masa muda dimana kegiatan yang dapat dilakukan masih banyak dibandingkan dengan usia 45-54 tahun. Berdasarkan pendidikan, jumlah pengunjung lebih banyak berpendidikan S1 yaitu sebanyak 77 orang atau 34,375 persen dan paling sedikit adalah S3 sebanyak 35 orang atau 15,625 persen. Berdasarkan pekerjaan, dapat diketahui sebagian besar berprofesi sebagai pelajar yaitu sebanyak 91 orang atau 40,625 persen.

Tabel 2 menunjukan bahwa semua instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian (lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, retail service, serta impulse buying) memiliki nilai koefisien korelasi diatas 0,30 sehingga keseluruhan indikator yang digunakan dinyatakan valid. Tabel 3 menunjukan bahwa seluruh instrumen penelitian dikatakan reliabel dimana keseluruhan instrument memiliki nilai keseluruhan cronbach’salpha > 0,6.

Tabel 2.

Uji Validitas

No

Variabel

Indikator

Koefisien Korelasi

Keterangan

X1.1

0,346

Valid

1.

Lokasi

X1.2

0,661

Valid

X1.3

0,870

Valid

X1.4

0,836

Valid

X2.1

0,747

Valid

2.

Merchandise

X2.2

0,728

Valid

X2.3

0,770

Valid

X2.4

0,647

Valid

X3.1

0,736

Valid

3.

Pricing

X3.2

0,831

Valid

X3.3

0,659

Valid

X3.4

0,807

Valid

X4.1

0,888

Valid

4.

Promosi

X4.2

0,924

Valid

X4.3

0,888

Valid

X4.4

0,924

Valid

X5.1

0,823

Valid

5.

Atmosfer dalam

X5.2

0,794

Valid

gerai

X5.3

0,800

Valid

X5.4

0,735

Valid

X6.1

0,671

Valid

6.

Retail Service

X6.2

0,768

Valid

X6.3

0,648

Valid

X6.4

0,740

Valid

Y1

0,886

Valid

7.

Impulse Buying

Y2

0,896

Valid

Y3

0,886

Valid

Y4

0,896

Valid

Sumber: Data diolah, 2016

Tabel 3.

Uji Reliabilitasc

Variabel

Cronbach’s Alpha

Keterangan

Lokasi

0,646

Reliabel

Merchandise

0,677

Reliabel

Pricing

0,757

Reliabel

Promosi

0,926

Reliabel

Atmosfer dalam gerai

0,793

Reliabel

Retail Service

0,618

Reliabel

Impulse Buying

0,913

Reliabel

Sumber: Data diolah, 2016

Tabel 4.

Uji Normalitas

Unstandardized Residual

N

224

Normal Parametersa,b Mean

0,0987864

Std. Deviation

2,16848726

Most Extreme Absolute

0,072

Differences Positive

0,043

Negative

-0,072

Kolmogorov-Smirnov Z

1,081

Asymp. Sig. (2-tailed)

0,193

Sumber: Data diolah, 2016

Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam residual dari model

regresi yang dibuat berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi residual yang normal atau mendekati normal. Uji yang dapat digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Data dikatakan berdistribusi normal jika taraf signifikansi diatas 0,05. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4 diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,193 > α = 0,05 maka dapat disimpulkan

bahwa data terdistribusi secara normal.

Tabel 5.

Uji Multikolinearitas

No

Variabel

Nilai Tolerance

Nilai VIF

1.

Lokasi

0,305

3,283

2.

Merchandise

0,307

3,257

3.

Pricing

0,215

4,641

4.

Promosi

0,264

3,786

5.

Atmosfer dalam gerai

0,249

4,021

6.

Retail Service

0,546

1,831

Sumber: Data diolah, 2016

Hasil uji multikolinearitas pada tabel 5 menunjukan bahwa nilai tolerance variabel bebas > 0,1 dan nilai VIF variabel bebas < 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa data penelitian terbebas dari multikolinearitas.

Tabel 6.

Uji Heterokedastisitas

No

Variabel

Sig.

Keterangan

1.

Lokasi

0,059

Bebas heteroskedastisitas.

2.

Merchandise

0,743

Bebas heteroskedastisitas.

3.

Pricing

0,589

Bebas heteroskedastisitas.

4.

Promosi

0,070

Bebas heteroskedastisitas.

5.

Atmosfer dalam gerai

0,790

Bebas heteroskedastisitas.

6.

Retail Service

0,764

Bebas heteroskedastisitas.

Sumber: Data diolah, 2016

Tabel 6 menunjukan bahwa tingkat signifikansi tiap variabel bebas > 0,05 sehingga

dapat disimpulkan model regresi terbebas dari heteroskedastisitas.

Tabel 7.

Uji Regresi Linier Berganda

Nama Variabel

Koefisien      Std. coeff.

Regresi          Beta          thitung        Sig.

Lokasi

Merchandise

Pricing

Promosi

Atmosfer dalam gerai Retail Service

Konstanta

Adjusted R square

FHitung

F Sig

Regresi Linear Berganda

0,187          0,162         2,403       0,017

0,140          0,167         2,483       0,014

0,178          0,181          2,252      0,025

0,131          0,146         2,018      0,045

0,158          0,153         2,047      0,042

0,144          0,173          3,438      0,001

1,481

0,691

84,061

0,000

Y = 1,481 + 0,187 (X1) + 0,140 (X2) + 0,178 (X3) +

0,131 (X4) + 0,158 (X5) + 0,144 (X6) + ε

Sumber: Data diolah, 2016

Tabel 7 menunjukkan bahwa besarnya nilai Adjusted R square adalah sebesar

0,691 ini berarti pengaruh variabel lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service terhadap impulse buying sebesar 69,1% dan sisanya 30,9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model penelitian. Pada Tabel 7 menunjukkan nilai koefisien regresi dari variabel bebas (lokasi, merchandise, pricing,promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service) dan nilai konstanta variabel

terikat (impulse buying), maka diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y = 1,481 + 0,187 (X1) + 0,140 (X2) + 0,178 (X3) + 0,131 (X4) + 0,158 (X5) + 0,144 (X6) + ε ……………………(1)

Berdasarkan persamaan tersebut, maka pengaruh variabel lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service terhadap impulse buying dapat diartikan sebagai berikut:

Diketahui konstanta besarnya 1,481 mengandung arti jika variabel lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service dianggap konstan pada angka 0, maka nilai terhadap impulse buying (Y) sebesar 1,481.

β1 = 0,187; berarti apabila variabel Lokasi (X1) meningkat, maka akan mengakibatkan peningkatan pada impulse buying (Y), dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan.

β2 = 0,140; berarti apabila variabel merchandise (X2) meningkat, maka akan mengakibatkan peningkatan pada impulse buying (Y), dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan.

β3 = 0,178; berarti apabila variabel pricing (X3) meningkat, maka akan mengakibatkan peningkatan pada impulse buying (Y), dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan.

β4 = 0,131; berarti apabila variabel promosi (X4) meningkat, maka akan mengakibatkan peningkatan pada impulse buying (Y), dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan.

3440

Β5 = 0,158; berarti apabila variabel atmosfer dalam gerai (X5) meningkat, maka akan mengakibatkan peningkatan pada impulse buying (Y), dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan.

Β6 = 0,144; berarti apabila variabel retail service (X6) meningkat, maka akan mengakibatkan peningkatan pada impulse buying (Y), dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel lokasi berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying yang berarti semakin baik lokasi pada hypermarket di Kabupaten Badung maka dapat meningkatkan impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung. Lokasi yang tepat pada sebuah gerai akan lebih sukses dibanding gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampilnya, dan sama-sama punya setting atau ambience yang bagus (Ma’ruf, 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vitorino (2011), menyatakan bahwa lokasi pada pusat perbelanjaan membantu konsumen untuk melakukan impulse buying terhadap produk yang mereka cari.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel merchandise berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying yang berarti semakin baik merchandise pada hypermarket di Kabupaten Badung maka dapat meningkatkan impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Septenawati (2007), Fachtur (2009), dan Hadjali, dkk. (2011) yang memperlihatkan bahwa kegiatan merchandise yang dilakukan peritel dapat

meningkatkan impulse buying. Muruganatham dan Ravi (2013) juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang mendorong terjadinya impulse buying adalah merchandise. Hasil penelitian dari Sari dan Suryani (2014) menunjukan bahwa variabel merchandise berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying dimana semakin baik kegiatan merchandise yang dilakukan maka dapat meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel pricing berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying yang berarti semakin baik pricing pada hypermarket di Kabupaten Badung maka dapat meningkatkan impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung. Hasil penelitian Hendro, dkk. (2013) menunjukkan bahwa salah satu variabel retail mix yaitu pricing mempunyai pengaruh yang simultan terhadap impulse buying pada pusat perbelanjaan. Dari hasil penelitian Kenanga,dkk. (2013) dapat diketahui bahwa variabel harga berpengaruh positif terhadap perilaku impulse buying konsumen Robinson Department Store Semarang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel promosi berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying yang berarti semakin baik promosi pada hypermarket di Kabupaten Badung maka dapat meningkatkan impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung. Hypermarket di Kabupaten Badung telah menyediakan katalog untuk mengiklankan produk baru dan produk yang akan didiskonkan agar memberikan ketertarikan kepada konsumen untuk membelinya. Penelitian oleh Arifianti (2009), menyebutkan bahwa promosi penjualan mempunyai pengaruh positif terhadap impulse buying.

Penelitian ini juga dilakukan oleh Khoirun (2010), Hadjali,dkk (2012), serta Denny dan Yohanes (2012), yang menunjukan bahwa kegiatan promosi yang dilakukan oleh peritel dapat meningkatkan impulse buying. Hasil penelitian Hendro, dkk. (2013), menunjukkan bahwa variabel retail mix yang terdiri dari promosi mempunyai pengaruh yang positif terhadap impulse buying pada pusat perbelanjaan. Menurut penelitian Sari dan Suryani (2014), variabel promosi berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying di mana semakin baik kegiatan promosi yang dilakukan maka akan dapat meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel atmosfer dalam gerai berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying yang berarti semakin baik atmosfer dalam gerai pada hypermarket di Kabupaten Badung maka dapat meningkatkan impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung. Temuan penelitian yang dilakukan oleh Mattila and Jorchen (2008) menunjukkan bahwa atmosfer dalam gerai berpengaruh positif terhadap impulse buying di mana efek interaktif atau kerumunan orang berbelanja yang dirasakan dan keramahan karyawan menunjukkan bahwa dua faktor ini perlu dipertimbangkan bersama-sama dalam desain toko. Sari dan Suryani (2014) menyatakan variabel atmosfer dalam gerai berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying dimana semakin baik penciptaan suasana atmosfer dalam gerai yang dilakukan Tiara Dewata Supermarket Denpasar maka akan dapat meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel retail service berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying yang berarti semakin baik retail service pada hypermarket di Kabupaten Badung maka dapat meningkatkan impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung. Hendro,dkk (2013) menyatakan salah satu variabel retail mix yaitu retail service mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap impulse buying pada pusat perbelanjaan. Menurut penelitian Diah Kenanga,dkk. (2013) dapat diketahui bahwa ada pengaruh positif antara pelayanan toko terhadap perilaku impulse buying konsumen Robinson Department Store Semarang yang berarti apabila pelayanan toko yang ada di Robinson Department Store Semarang semakin baik maka aktivitas perilaku impulse buying konsumen juga akan semakin meningkat.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis penelitian dan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut: Lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying, hal ini berarti lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service pada hypermarket di Kabupaten Badung mendorong perilaku impulse buying konsumen hypermarket di Kabupaten Badung.

Berdasarkan hasil analisis penelitian, hasil pembahasan, dan simpulan, maka saran yang dapat diberikan, yaitu : 1). Retail mix perlu dipertahankan pada hypermarket di Kabupaten Badung agar dapat mempertahankan minat pelanggan dan

mendorong pelanggan untuk melakukan perilaku impulse buying. Retail mix yang terdiri dari variabel lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service juga perlu ditingkatkan dan dilaksanakan lebih intensif pada hypermarket di Kabupaten Badung untuk meningkatkan penjualan, karena hasil pembahasan dari penelitian ini retail mix yang terdiri dari lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service berpengaruh positif dan mampu meningkatkan penjualan di hypermarket di Kabupaten Badung; 2). Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat dilengkapi dengan variabel lain yang mempengaruhi impulse buying atau menganalisis mengenai variabel kepuasan pelanggan maupun variabel loyalitas.

REFERENSI

Amir, M. Taufik. 2004. Manajemen Retail. Jakarta: PPM

Arifianti, Ria. 2009. Pengaruh promosi penjualan terhadap impulse buying di Kota Bandung. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Surabaya.

Denny Kurniawan., dan Yohanes Sondang Kunto. 2013. Pengaruh Promosi dan Store Atmosphere Terhadap Impulse Buying dengan Shoping Emotion Sebagai Variabel Intervening Studi Kasus di Matahari Departement Store Cabang Supermall Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, 1(2), pp: 1-8.

Dolen, Van, W., Lemmink, J. and de Ruyter, K. 2002. “Customer-sales employee encounters: adyadic perspective”. Journal of Retailing. 78 (4), pp: 265-281.

Fam, K. S., Merrilees, B., Richard, J. E., Jozca, L., Li, Y., and Krisjanous, J. 2011. In-store marketing: a strategic perspective. Asia Pasific Journal of Marketing and Logistic. 23(2), pp: 165-176

Fatchur Rohman. 2009. Peran Nilai Hedonik Konsumsi dan Reaksi Impulsif sebagai Mediasi Pengaruh Faktor Situasional terhadap Keputusan Pembelian Impulsif di Butik Kota Malang. Jurnal Aplikasi Manajemen, 2(2), pp: 251261.

Fitriani, Rahma. 2010. Studi tentang impulse buying pada hypermarket di Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro.

Fure, Hendra. 2013. Lokasi, keragaman produk, harga, dan kualitas pelayanan pengaruhnya terhadap minat beli pada pasar tradisional besehati Calaca. E-Jurnal, 1(3), pp: 273-283.

Gunawan, Olivia. 2013. Pengaruh visual merchandising dan sales promotion terhadap impulse buying behavior yang di mediasi impulse buying tendency pada “etude house” grand city mall Surabaya. E-Jurnal. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala.

Hadjali, Hamid Reza., Meysam Salimi., & Masomeh Sadat Ardestanis. 2012. Exploring Main Factors Affecting on Impulse Buying Behaviours. Journal of American Science, 8(1), pp: 245-251.

Hendro Yulianto Eko., Yulianto Edy., Wilopo. 2013. Pengaruh retail marketing mix terhadap keputusan pembelian tidak terencana pada pusat perbelanjaan. (Survei Pada Konsumen Matahari Department Store Cabang Matos). Jurnal Administrasi Bisnis,

Kenanga, Diah Dwirani Herukalpiko. Apriatni Endang Prihatini dan Widayanto. 2013. Pengaruh kebijakan harga, atmosfer toko dan pelayanan toko terhadap perilaku impulse buying konsumen robinson department store Semarang. Journal of Social and Politic of Science.

Khoirun Nasir. 2010. Pengaruh Promosi Penjualan dan Respon Emosi Terhadap Perilaku Pembelian Impulsif (Studi Kasus Pada Carefour Lebak Bulus Jakarta Selatan). Skripsi, Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah,

Lamb, Charlesh W. Joseph F. Hair dan Carl Mc Danield. 2001. Marketing. Jakarta: Salemba empat.

Ma’ruf, H. 2005. Pemasaran Ritel. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Mattila, Anna S. and Wirtz, J. 2008. The role of store environmental stimulation dan social factors on impulse purchasing. Journal of Service Marketing, 22 (7), pp: 562-567.

Machleit, K., Eroglu, S. and Powell-Mantel, S. 2005. “Perceived crowding and shopping satisfaction: what modifies this relationship”, Journal of Consumer Psychology, 9 (1), pp: 29-42

Muruganatham, G., and Ravi Shankar Bakat. 2013. A Review of Impulse Buying Behavior. International Journal of Marketing Studies, 5(3), pp: 149-160.

Mowen, John C. dan Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen. Edisi Kelima (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.

Munir, Misbahul, M. 2011. Analisis pengaruh retailing mix terhadap keputusan pembelian pada mini market permata di kecamatan Balapulang. Skripsi. Semarang : Program Sarjana Fakultas Ekonomi Unuversitas Diponegoro.

Sari, Dewa Ayu Taman dan Suryani, Alit 2014. Pengaruh merchandising, promosi dan atmosfer toko terhadap impulse buying. Journal Ekonomi. 3(4), pp: 851867.

Semuel, Hatane. 2006. “Dampak respon emosi terhadap kecendrungan perilaku pembelian impulsif konsumen online dengan sumber daya yang dikeluarkan dan orientasi belanja sebagai variabel mediasi” Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. 8(2), pp: 101-115.

Sandra Puspasari Anggoro. 2013. Analisis pengaruh store atmosphere terhadap impulse buying melalui emotional response di matahari department store tujungan plaza Surabaya. E-Journal, Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Shoham, Aviv. Maja Makovec Brecic. 2003. Compulsive Buying Behavior. Journal Of Consumer Marketing. Israel. Slovenia.

Septenawati, Indry Ni Putu. 2007. Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Pembelian Tidak Terencana (Impulse Buying) Pada Toko Serba Ada (Studi Kasus Ramayana Hardy’s Mall Denpasar). Tesis. Denpasar : Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Susanto, Nanang. 2013. Pengaruh harga, produk, promosi dan saluran distribusi terhadap keputusan pembelian konsumen pengguna laptop merk HP di Kota Semarang. Jurnal Bisnis dan Ekonomi.

Soars, B. 2009. Driving sales through shopper’s sense of sound, sight, smell, and touch. International Journal of Retail and Distribution Management. 37(3), pp: 286-298.

Utami, C. W. 2006. Manajemen Ritel (Strategi dan Implementasi Ritel Modern). Jakarta: Salemba Empat

Vitorino, Maria Ana. 2011. “Empirical Entry Games with Complementaries: An Application To The Shopping Center Industry”. United States : Journal of Marketing.

Wiguna, Indra, AA, Ngr. Dan Nurcaya, I Nyoman. (2014). Pengaruh Fashion Involvement, Kualitas Produk, dan Kewajaran Harga Terhadap Impulse Buying. Jurnal Ekonomi.

Xu, Yingjiao. 2010. Impact of Store Environment on Adult Generation Y Consumers’ Impulse Buying. Journal of Shopping Center Research. 14(1), pp: 35-56

Yadi Budhisetiawan. 2007. Konsumen Indonesia sangat sembrono. Marketing. Jakarta. Hal 86.

3448