731

PENGARUH KEADILAN PROSEDURAL DAN KEADILAN INTERAKSIONAL TERHADAP PERILAKU RETALIASI KARYAWAN

Yulia Kusumawati1 Made Surya Putra2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: yulia.kusuma14@yahoo.com / telp: +62 81 99 91 24 933

ABSTRAK

Retaliasi adalah tindakan negatif yang dilakukan karyawan akibat dari persepsi ketidakadilan yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan kebijakan tertentu. Perilaku retaliasi karyawan dapat diminimalisir dengan menekan faktor-faktor penyebabnya. Salah satu faktor penyebab perilaku retaliasi adalah keadilan organisasional. Penelitian dilakukan di Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali, dengan metode sampel Disproportionate Random Sampling. Hasil analisis menemukan bahwa keadilan prosedural dan keadilan interaksional berpengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi karyawan. Manajemen dapat mengurangi intensionalitas perilaku retaliasi karyawan dengan cara memberikan pelatihan moral kepada setiap karyawan.

Kata Kunci: keadilan prosedural, keadilan interaksional, retaliasi

ABSTRACT

Retaliation is a negative act committed employees resulting from the perception of injustice by the company relating to a particular policy. Employee retaliation behavior can be minimized by pressing the contributing factors. One of the factors causes retaliation behavior is organizational justice. The study was conducted at Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali, with a disproportionate random sampling method Sampling. The analysis finds that procedural justice and interactional justice has negative influence on employee retaliation behavior. Management can reduce intentionality retaliation behavior of employees by providing training to each employee morale.

Keywords: procedural justice, interactional justice, retaliation

PENDAHULUAN

Keadilan pada dasarnya merupakan memberi perlakuan kepada orang lain sesuai dengan haknya (Taufik, 2013). Keadilan menjadi kebutuhan yang absolut dalam hubungan antar manusia (Faturochman, 1999). Keadilan adalah konsep kunci dalam interaksi sosial dan dipengaruhi oleh pertimbangan intensionalitas (Guroglu et al., 2010), maka, orang-orang secara alami akan memperhatikan keadilan peristiwa dan situasi dalam kehidupan sehari-hari mereka di berbagai konteks (Tabibnia et al., 2008). Aspek keadilan memiliki arti yang sangat penting

dalam kehidupan berorganisasi, karena dampak-dampak yang dapat terjadi bila keadilan tidak dimiliki dalam kehidupan suatu organisasi (Pareke dan Suryana, 2009), oleh sebab itu, keadilan yang dirasakan oleh seseorang akan menjadi dasar dari perilaku orang tersebut.

Suatu kebijakan organisasi atau keputusan manajerial yang mengabaikan nilai-nilai keadilan dapat menyebabkan emosi karyawan muncul, seperti rasa dendam, sakit hati dan kemarahan (Greenberg, 1990; Palupi, 2013). Istilah perlakuan tidak adil dan diskriminasi mengacu pada praktik dimana orang diperlakukan berbeda atas dasar alasan yang tidak pantas (Svensson dan Genugten, 2013). Tjahjono (2009) menyatakan bahwa karyawan yang mempersepsikan kebijakan manajerial adalah tidak adil, maka akan timbul emosi negatif seperti sakit hati, kemarahan dan sangat berpotensi mendorong pada perilaku melawan atau membalas ketidakadilan tersebut.

Perlakuan tidak adil dapat menimbulkan retribusi, dan mereka yang merasa diperlakukan tidak adil mungkin akan melakukan retaliasi dan menghukum mereka yang dipandang bertanggung jawab terhadap ketidakadilan tersebut (Skarlicki et al., 1999). Miles et al. (2010), mengungkapkan bahwa dampak dari retaliasi tidak hanya pada biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, tetapi juga berdampak negatif terhadap reputasi perusahaan dan semangat kerja karyawan. Retaliasi sangat penting karena dapat menyebabkan kerugian, dan alasan tidak masuk akal akan muncul sebagai bentuk pembelaan diri dari kerusakan akibat tindakan retaliasi (Fon dan Parisi, 2005). Pentingnya reaksi

terhadap persepsi perlakuan tidak adil di tempat kerja tidak dapat dianggap remeh (Cruceru dan Macarescu, 2009).

Karyawan menilai keadilan organisasi ke dalam tiga dimensi keadilan organisasional (Czopanzano et al., 2002; Inoue et al., 2010; Cruceru dan Macarescu, 2009). Dimensi pertama keadilan organisasional adalah keadilan distributif yang menggambarkan pembagian pendapatan dan kesempatan, seperti upah (Harvey dan Haines III, 2005; Lewis, 2013). Flint dan Haley (2013), menyatakan bahwa keadilan distributif melibatkan persepsi kewajaran terhadap hasil organisasi dan berasal dari teori ekuitas Adam.

Dimensi kedua keadilan organisasional adalah keadilan prosedural yang berkaitan dengan penilaian keadilan melalui kebijakan dan tata cara yang diambil dalam pembuatan keputusan (Greenberg, 1990: Hauenstein et al., 2001). Persepsi keadilan prosedural lebih kuat menjelaskan outcomes organisasional berupa sikap individu terhadap organisasi (Tjahjono, 2008). Budiarto dan Wardani (2005) menyatakan bahwa keadilan prosedural adalah tanggapan kewajaran terhadap prosedur yang diberlakukan dalam membuat keputusan yang menyebabkan seluruh anggota organisasi merasa tercakup di dalamnya. Keadilan prosedural adalah bentuk dari asas-asas normatif yang dirasakan seperti konsistensi prosedur terhadap penawaran upah, konsisten terhadap peraturan, menghindari kepentingan pribadi pada proses distribusi, ketepatan waktu, perbaikan aturan, keterwakilan aturan, dan etika (Badawi, 2012).

Teori dan penelitian telah menetapkan bahwa prosedur dinilai adil jika mereka diimplementasikan secara konsisten, tidak mempedulikan kepentingan

pribadi, berdasarkan informasi yang akurat, kepentingan semua pihak diwakili, dan mengikuti moral dan etika standar (Kadaruddin,dkk., 2012: Cruceru dan Macarescu, 2009). Tornblom dan Vermunt (2007), menemukan bahwa seseorang yang merasakan ketidakadilan prosedural akan lebih memilih mencuri peralatan dari pada merusak peralatan karena hal tersebut akan menghasilkan kemenangan bagi korban ketidakadilan dan kerugian bagi sumber ketidakadilan, tindakan tersebut menunjukkan bahwa korban ketidakadilan akan melakukan tindakan pembalasan atau retaliasi kepada sumber ketidakadilan. Skarlicki dan Folger (1997), menemukan bahwa hubungan keadilan prosedural dan perilaku retaliasi adalah signifikan, ketika keadilan prosedural cukup tinggi maka kecenderungan retaliasi individu adalah sedang. Susanto (2013), juga menemukan bahwa apabila faktor-faktor keadilan prosedural tidak dipenuhi dengan baik, maka akan mengakibatkan perilaku retaliasi meningkat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesisnya menjadi:

H1 : Keadilan Prosedural berpengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi.

Dimensi terakhir dari keadilan organisasional adalah keadilan interaksional yaitu keadilan yang menjelaskan tentang bagaimana para pemimpin memperlakukan orang-orang yang tunduk pada otoritas, keputusan dan tindakan mereka (Cruceru dan Macarescu, 2009). Keadilan interaksional melibatkan persepsi kewajaran komunikasi yang terlibat dalam keadilan organisasional (Hubbel dan Chory-Assad, 2005). Keadilan interaksional menekankan pada

keadilan dari proses interaksi, bukan efektivitas atau hasil komunikasi maupun berbagi informasi (Luo, 2006).

Persepsi keadilan interaksional penting dari waktu ke waktu (Ladebo et al., 2008). Arries (2009), menemukan bahwa dalam suatu interaksi yang tidak memenuhi standar keadilan interaksional, maka interaksi tersebut dianggap tidak adil secara interaksional, dan ketidakadilan tersebut menimbulkan hubungan interpersonal negatif antara bawahan dengan atasan, hal ini akan mengurangi kepercayaan dan rasa hormat bawahan terhadap atasannya. Studi yang dilakukan oleh Burton et al. (2005), dengan menggunakan dua sampel yang berbeda, menemukan bahwa pelanggaran keadilan interaksional dapat menyebabkan peningkatan niat untuk terlibat dalam perilaku retaliasi. Cruceru dan Macarescu (2009), mengemukakan bahwa apabila bawahan menemukan adanya ketidakadilan interaksional, maka bawahan akan merasa benci terhadap salah satu atasannya maupun terhadap lembaga, dan ketidakadilan tersebut akan direspon dengan tindakan retaliasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesisnya menjadi:

H2 :Keadilan Interaksional berpengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi.

Penelitian dilakukan di perusahaan retail Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali. Observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan pendistribusian hasil secara adil kepada para karyawan, yang ditunjukkan oleh perusahaan dengan memberikan gaji pokok sesuai standar UMP (Upah Minimum Provinsi) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selain gaji

pokok, perusahaan juga telah memberikan bonus/incentive yang sesuai dengan kinerja dari masing-masing karyawan, oleh sebab itu keadilan distribusional tidak akan dibahas. Inoue, et al., (2010) menyatakan bahwa keadilan prosedural dan keadilan interaksional merupakan karakteristik utama dari keadilan organisasi dalam tempat kerja atau organisasi.

Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali dipilih sebagai lokasi penelitian karena ditemukan beberapa fenomena retaliasi, seperti melakukan pencurian kecil di tempat kerja. Asisten Store Manager, dalam wawancara mendalam yang dilakukan di Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali, Oktober 2014, menyatakan, “Pencurian sudah biasa terjadi, apalagi perusahaan kami bergerak di bidang retail, seperti menggunakan produk perusahaan tanpa izin, hal tersebut sudah dapat dikatakan sebagai tindakan pencurian”. Wawancara mendalam juga dilakukan pada seorang SPG Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali, Oktober 2014, yang menyatakan, “Pernah ada SPB yang dipecat karena ketahuan mencuri. Dia melakukan kerja sama dengan temannya”. Perilaku retaliasi ini dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Fenomena retaliasi lainnya yang terjadi selain pencurian adalah merusak peralatan kantor, menyanggah kata-kata atasan dan mengerjakan hal pribadi ketika jam kerja.

Tujuan

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh keadilan prosedural terhadap perilaku retaliasi karyawan dan untuk menganalisis bagaimana pengaruh keadilan interaksional terhadap perilaku retaliasi karyawan.

METODE PENELITIAN

Populasi, sampel dan teknik sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan perusahaan retail dari setiap departemen di Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali, yang berjumlah 594 orang. Sampel yang diambil dari keseluruhan jumlah populasi berdasarkan rumus Slovin dengan batas kesalahan yang diinginkan lima persen adalah sebanyak 239 orang, dengan beberapa karakteristik antara lain: memiliki jenjang pendidikan minimal SMA, memiliki masa kerja minimal tiga bulan dan merupakan karyawan garis depan atau karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan atau konsumen. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah Disproportionate Random Sampling.

Definisi Operasional

Perilaku retaliasi diukur dengan menggunakan empat indikator Skarlicki dan Folger (1997) antara lain: (a) dengan sengaja merusak peralatan atau proses kerja, (b) membawa pulang perlengkapan tanpa izin, (c) membalas kata-kata atasan, dan (d) mengerjakan masalah pribadi ketika jam kerja. Keadilan prosedural diukur dengan tiga indikator antara lain: (a) atasan yang mau mendengarkan permasalahan karyawan sebelum membuat keputusan kerja, (b) keakuratan dan kelengkapan informasi yang dijadikan dasar pembuatan keputusan kerja, (c) konsistensi penerapan keputusan kerja (Suhartini dan Hakim, 2010). Keadilan interaksional diukur dengan indikator Arries (2009) adalah: (a) respect atau menghormati, adalah dimensi yang menjelaskan mengenai bagaimana para pemimpin memperlakukan pengikutnya secara hormat dan bermartabat, (b)

truthfulness atau kebenaran, adalah dimensi yang menerangkan mengenai bagaimana pemimpin mengambil keputusan, apakah pemimpin telah bertindak secara jujur dan peka terhadap apa yang dibutuhkan oleh para pengikutnya. (c) justification atau pembenaran, adalah dimensi yang menerangkan mengenai bagaimana para pemimpin memberikan penjelasan kepada masing-masing pengikutnya tentang hasil keputusan yang telah mereka buat dan cara pengambilan keputusan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Validitas

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa seluruh indikator pernyataan dalam variabel keadilan prosedural, keadilan interaksional dan perilaku retaliasi memiliki korelasi item total (pearson correlation) lebih dari 0,30 sehingga telah memenuhi syarat validitas data.

Tabel 1.1 Hasil UjiValiditas

Xo.

Variabel

Item Pernyataan

Korelasi Item Total

Keterangan

1

Keadilan Prosedural

(Xl)

X] j

Xj1

Xj =

Xl+

0,732

0,786 0,751

0.693

Valid

Valid

Valid

Valid

2

Keadilan Interaksional (X1)

X1J

X11

X1 =

X1+

X11

X15

X1 ^

0,700 0,710

0.848 0,886 0.748 0,727 0.831

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

3.

Perilaku Retaliasi CO

Yjj Yj1 Yjs Yj.+ Ylj

0,722 0.884

0,736 0.793 0,772

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Sumber : Dataprimer diola

12014

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas yang disajikan dalam Tabel 1.2 menunjukkan bahwa ketiga instrumen penelitian yaitu keadilan prosedural, keadilan interaksional dan perilaku retaliasi reliabel untuk digunakan dalam penelitian. Ketiga instrumen memiliki nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,70.

Tabel 1.2 Hasil UjiReliabilitas

Variabel

Cronbach’s Alpha

Keterangan

Keadilan Prosedural (Xi)

0,793

Reliabel

Keadilan Interaksional (Xi)

0,790

Reliabel

Perilaku Retaliasi (Y)

0,801

Reliabel

Sumber : Data primer diolah 2014

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Tabel 1.3 menunjukkan nilai Kolmogorov Smirnov 0,815, dan Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,520 melebihi alpha 0,05, sehingga model regresi yang dibuat dapat dikatakan berdistribusi normal.

Tabel 1.3 Hasil UjiNornialitas

Unstandardized Residual

N

138

Kolmogorov-Smimov Z

0,815

Asymp. Sig. (2-tailed)

0,520

Sumber: Dataprimer diolah 2014

Uji Heteroskedastisitas

Model regresi tidak akan mengandung gejala heteroskedastisitas apabila semua variabel independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai absolute residual atau memiliki nilai signifikansi di atas 0,05.

Tabel 1.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model

Lnstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T

Sig-

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

Ke a dilan Pro se dural

Keadilan Interaksional

1312

-0,003

0,017

0,5S3

0,037

0,020

-0,008

0,074

2,250

-0,089

0,857

0,026

0,929

0393

Sumber: Dataprimer dio

.ah 2014

Tabel 1.4 menunjukkan bahwa nilai Sig. dari variabel keadilan prosedural dan keadilan interaksional sebesar 0,929 dan 0,393 ( >0,05) sehingga tidak terjadi pengaruh antara variabel independen terhadap absolute residual. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model regresi bebas dari gejala heteroskedastisitas.

Uji Multikoleniaritas

Model regresi tidak mengandung gejala multikolinearitas apabila tolerance di atas 0,1 atau VIF di bawah 10.

Tabel 1.5 Hasil Uji Multikoliiiearitas

Variabel

Tolerance

VIF

Keadilan Prosedural (Xi)

0,993

1,007

Keadilan Interaksional (Xj)

0,993

1,007

Sumber: Dataprimer diolah. 2014

Tabel 1.5 memperlihatkan bahwa model regresi bebas dari gejala multikolinearitas, hal ini ditunjukkan dengan nilai tolerance untuk setiap variabel adalah lebih besar dari 10% dan VIF kurang dari 10.

Regresi Linear Berganda

Berdasarkan Tabel 1.6, dapat dirumuskan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Ý     = 1,773 - 0,117 X1 - 0,670 X2

thitung  =        -2,080    -22,785

Sig.   =        0,039     0,000

R2    =       0,794

Keterangan:

Y     = Perilaku Retaliasi

X1    = Keadilan Prosedural

X2    = Keadilan Interaksional

Nilai Constant sebesar 1,773 berarti bahwa perilaku retaliasi karyawan Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali, akan menunjukan nilai rata-rata sebesar 1,773 bila keadilan prosedural (X1 = 0) dan keadilan interaksional (X2 = 0). Hal ini menunjukkan apabila keadilan prosedural dan keadilan interaksional tidak diterapkan di perusahaan, maka perilaku retaliasi karyawan akan meningkat sebesar 1,773. Nilai X1 sebesar -0,117 berarti bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi karyawan Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali. Hal ini berarti apabila keadilan prosedural menurun, maka perilaku retaliasi karyawan akan mengalami peningkatan, dan sebaliknya.

Nilai X2 sebesar -0,670 berarti bahwa keadilan interaksional memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi karyawan Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali. Hal ini berarti apabila keadilan interaksional mengalami penurunan, maka perilaku retaliasi karyawan akan meningkat, dan sebaliknya. Nilai R2 sebesar 0,794 berarti bahwa sebesar 79,4 persen keadilan prosedural dan keadilan interaksional mempengaruhi perilaku retaliasi karyawan Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali, sisanya sebesar 20,6 persen dipengaruhi oleh faktor lain selain model.

Berdasarkan tabel 1.6 nilai signifikansi t untuk keadilan prosedural sebesar 0,039<0,05 dengan nilai beta -0,082, sehingga dinyatakan bahwa keadilan prosedural berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku retaliasi. Keadilan interaksional sebesar 0,000<0,05 dengan nilai beta -0,894, sehingga dinyatakan bahwa keadilan interaksional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku retaliasi.

Tabel 1.6 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

Keadilan Prosedural

Keadilan Interaksional

1,773

-0,117

-0,670

0,877

0,056

0,029

-0,082

-0,894

2.021

-2,080

-22,785

0,045

0,039

0,000

RSquare = 0,794

Sumber : Dataprimer diolah 2014

Pembahasan Hasil Penelitian

Pengaruh keadilan prosedural terhadap perilaku retaliasi

Hasil penelitian membuktikan bahwa keadilan prosedural berpengaruh

negatif terhadap perilaku retaliasi. Hasil ini sejalan dengan hipotesis satu (H1)

yang berbunyi bahwa keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi. Pengaruh negatif dari keadilan prosedural terhadap perilaku retaliasi berarti apabila manajemen Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali menurunkan tingkat keadilan prosedural maka perilaku retaliasi karyawan akan meningkat, dan sebaliknya, apabila manajemen Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali menaikkan tingkat keadilan prosedural maka perilaku retaliasi karyawan akan menurun. Hasil yang didapatkan membuktikan teori keadilan prosedural yang menyebutkan bahwa individu akan menilai keadilan ini melalui kebijakan dan tata cara yang diberlakukan dalam mengambil keputusan yang akan berpengaruh terhadap kinerja dan perilaku retaliasi karyawan.

Pengaruh keadilan interaksional terhadap perilaku retaliasi

Hasil penelitian membuktikan bahwa keadilan interaksional memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi, dan mendukung hipotesis dua (H2) yang menyatakan bahwa keadilan interaksional berpengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi. Pengaruh negatif ini berarti apabila manajemen Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali menurunkan tingkat keadilan interaksional maka perilaku retaliasi karyawan akan meningkat, dan sebaliknya, apabila manajemen Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali meningkatkan keadilan interaksional maka perilaku retaliasi karyawan akan menurun. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori keadilan interaksional yang menyebutkan bahwa individu akan menilai proses interaksi mereka dengan atasan melalui penilaian keadilan dan kualitas perlakuan interpersonal yang mereka terima dibandingkan dengan

orang lain.

Implikasi Hasil Penelitian

Jawaban responden tentang keadilan prosedural menunjukkan bahwa karyawan merasa atasan belum konsisten dalam menerapkan keputusan kerja kepada semua karyawan. Jawaban responden mengenai keadilan interaksional menunjukkan bahwa karyawan merasa atasan mereka belum adil dalam memperlakukan satu karyawan dengan karyawan lainnya. Hal tersebut dapat menimbulkan kecemburuan sosial antarkaryawan. Jawaban responden tentang perilaku retaliasi menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan telah melakukan tindakan retaliasi dengan cara mencuri barang-barang milik perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung teori yang digunakan sebagai dasar dalam pembangunan hipotesis, bahwa keadilan prosedural dan keadilan interaksional secara parsial mempengaruhi perilaku retaliasi karyawan. Dalam penelitian ini, karyawan yang merasakan ketidakadilan organisasional akan membalas ketidakadilan tersebut dengan melakukan retaliasi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian memperkuat teori yang digunakan.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan generalisasi. Terdapat banyak industri bisnis di Bali, namun lokasi penelitian ini hanya berada pada lingkup industri retail pada perusahaan retail di Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali. Peneliti memiliki keterbatasan waktu dan tenaga sehingga tidak dapat meneliti pada industri lainnya.

Penelitian ini hanya memiliki variabel terikat perilaku retaliasi dan variabel

bebas keadilan organisasional (keadilan prosedural dan keadilan interaksional),

namun masih banyak variabel terikat dan variabel bebas yang mungkin dapat dipergunakan. Keterbatasan terakhir dari penelitian ini adalah kuesioner penelitian yang disebarkan oleh pihak perusahaan sehingga tidak dapat memenuhi kriteria sampel berdasarkan jumlah populasi di setiap departemen Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali. Peneliti tidak memperoleh izin dari perusahaan untuk menyebarkan kuesioner secara langsung kepada karyawan karena pihak manajemen Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali tidak ingin memecah konsentrasi karyawan saat sedang bekerja.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dari hasil penelitian yaitu keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi karyawan perusahaan retail di Centro Lifestyle Departmen Store, Kuta-Bali dan sesuai dengan hipotesis satu (H1) yang menyatakan bahwa keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi. Keadilan interaksional berpengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi karyawan perusahaan retail di Centro Lifestyle Departmen Store, Kuta-Bali dan sesuai dengan hipotesis dua (H2) yang menyatakan bahwa keadilan interaksional berpengaruh negatif terhadap perilaku retaliasi.

Atasan sebaiknya mempertimbangkan persepsi keadilan prosedural oleh karyawan dan meningkatkan konsistensi dalam menerapkan keputusan kerja kepada seluruh karyawan Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali. Atasan sebaiknya memperbaiki persepsi ketidakadilan interaksional yang dirasakan oleh karyawan untuk menurunkan tingkat retaliasi yang dilakukan karyawan di tempat kerja. Atasan diharapkan mampu menyeimbangkan perlakuan yang diberikan

kepada masing-masing karyawan Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali untuk mengatasi persepsi ketidakadilan interaksional oleh karyawan. Atasan dapat mengurangi intensionalitas perilaku retaliasi karyawan dengan cara memberikan pelatihan moral kepada setiap karyawan Centro Lifestyle Department Store, Kuta-Bali. Atasan dapat mencegah tindakan pencurian oleh karyawan dengan cara mengetatkan security check sehingga karyawan tidak dapat membawa pulang barang-barang perusahaan.

Peneliti berikutnya dapat meneliti industri lain selain industri retail untuk memperluas lingkup generalisasi. Penelitian berikutnya dapat menambahkan pengaruh keadilan organisasional terhadap variabel lainnya seperti loyalitas, kinerja, organizational citizenship behavior/OCB, dan sebagainya. Peneliti berikutnya dapat menambahkan variabel bebas lain selain keadilan organisasional agar dapat memperluas lingkup penelitian.

DAFTAR RUJUKAN

Arries, Ebin J. 2009. Interactional Justice in Student–Staff Nurse Encounters.

Nursing Ethics, Vol 16 (2): pp. 147-160

Badawi. 2012. Peran Emosi Memediasi Keadilan Distributif, Prosedural dan Interaksional Terhadap Kepuasan Pemulihan Layanan. Jurnal Manajemen dan Akuntansi, Vol 1 (1): Hal. 13-26

Budiarto, Yohanes dan Rani Puspita Wardani. 2005. Peran Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural dan Keadilan Interaksional Perusahaan Terhadap Komitmen Karyawan Pada Perusahaan (Studi Pada Perusahaan X). Jurnal Psikologi, Vol 3 (2): Hal. 109-126

Burton, James P., Terence R. Mitchell and Thomas W. Lee. 2005. The Role of Self-Esteem and Social Influences in Aggressive Reactions to Interactional Injustice. Journal of Business and Psychology, Vol 20 (1): pp. 131-170

Cropanzano, Russell, Cynthia A. Prehar and Peter Y. Chen. 2002. Using Social Exchange Theory to Distinguish Procedural From Interactional Justice. Group & Organizational Management, Vol 27 (3): pp. 324-351

Cruceru, Raluca and Cristina Macarescu. 2009. Interactional Justice: The Link Between Employee Retention and Employment Lawsuits. Romanian Economic and Business Review, Vol 4 (4): pp. 95-102

Faturochman. 1999. Keadilan Sosial: Suatu Tinjauan Psikologi. Buletin Psikologi, Vol 1: Hal. 13-27

Flint, Douglas H. and Lynn M. Haley. 2013. Distributive Justice in Human Resource Management: A Multisystem Approach. Journal of American Business Review, Vol 2 (1): pp. 50-57

Fon, Vincy and Francesco Parisi. 2005. The Behavioral Foundations of Retaliatory Justice. Journal of Bioeconomics, Vol 7: pp. 45–72.

Greenberg, J. 1990. Organizational justice: yesterday, today and tomorrow. Journal of Management, Vol 16 (2): pp. 399-432

Guroglu, Berna, Wouter van den Bos, Serge A. R. B. Rombouts and Eveline A. Crone. 2010. Unfair? It Depends: Neural Correlates of Fairness in Social Context. SCAN, Vol 5: pp. 414-423

Harvey, Steve and Victor Y. Haines III. 2005. Employer Treatment of Empleyees During A Community Crisis: The Role of Procedural and Distributive Justice. Journal of Business and Psychology, Vol 20 (1): pp. 53-68

Hauenstein, Neil M.A., Tim McGonigle and Sharon W. Flinder. 2001. A MetaAnalysis of the Relationship Between Procedural Justice and Distributive Justice: Implications for Justice Research. Employee Responsibilities and Rights Journal, Vol 13 (1): pp. 39-56

Hubbel, Anne P. and Rebecca M. Chory-Assad. 2005. Motivating Factors: Perception of Justice and Their Relationship with Managerial and Organizational Trust. Communication Studies, Vol 56 (1): pp. 47-70

Inoue, Akiomi, Norito Kawakami, Masao Ishizaki, Akihito Shimazu, Masao Tsuchiya, Masaji Tabata, Miki Akiyama, Akiko Kitazume and Mitsuyo Kuroda. 2010. Organizational Justice, Psychological Distress, and Work Engagement in Japanese Workers. Int Arch Occup Environ Health, Vol 83: pp. 29-38

Kadaruddin, Abd. Rahman Kadir, dan Ria Mardiana Y. 2012. Pengaruh Keadilan

Distributif, Keadilan Prosedural dan Keadilan Interaksional Terhadap

Kepuasan Pegawai Pajak di Kota Makassar. Laporan Penelitian Universitas Hasanuddin

Ladebo, Olugbenga J., Joseph M. Awotunde and Petra AbdulSalaam-Saghir. 2008. Coworkers' and Supervisor Interactional Justice: Correlates of Extension Personnel's Job Satisfaction, Distress, and Aggressive Behavior. Journal of Behavioral and Applied Management, Vol 9 (2): pp. 206-225

Lewis, R. Philipus. 2013. Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interaksional Kompensasi dan Komitmen Karyawan. Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis, Vol 8 (1): Hal. 1-13

Luo, Yadong. 2006. Toward The Micro and Macro Level Consequenses of Interactional Justice in Cross-cultural Joit Ventures. Human Relations, Vol 59 (8): pp. 1019-1047

Miles, Angela, Marka Fleming and Arlise P. McKinney. 2010. Retaliation: Legal Ramifications and Practical Implications of Discriminatory Acts in The Workplace. Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal, Vol 29 (7): pp. 694-710

Palupi, Majang. 2013. Pengaruh Keadilan Kompensasi, Kebijakan Rotasi Karyawan dan      Komitmen Afektif pada Perilaku Retaliasi PNS

Kantor “X” di Yogyakarta. Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis, Vol 8 (1): Hal. 15-24

Pareke, J.S. dan Popo Suryana. 2009. Hubungan Kausalitas antara Keadilan Organisasional,      Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional.

Trikonomika, Vol 8 (2): Hal. 96-102

Skarlicki, Daniel P. and Robert Folger. 1997. Retaliation in The Workplace: The Roles of Distributive, Procedural, and Interactional Justice. Journal of Applied Psychology, Vol 82 (3): pp. 434-443

Skarlicki, Daniel P., Robert Folger and Paul Tesluk. 1999. Personality As A Moderator In The Relationship Between Fairness and Retaliation. Academy of Management Journal, Vol 42 (1): pp. 100-108

Suhartini dan Maulana Ikwanul Hakim. 2010. Pengaruh Keadilan Organisasional Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Jurnal Solusi, Vol 5 (2): Hal. 75-91

Susanto, Tri. 2013. Faktor Faktor Keadilan Prosedural Mempengaruhi Perilaku Retaliasi. Laporan Penelitian Dosen Manajemen Universitas Bakrie.

Svensson, Jorgen and Marieke van Genugten. 2013. Retaliation Against Reporters Of Unequal Treatment: Failing Employee Protection In The Netherlands.

Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal, Vol 32 (2): pp. 129-143

Tabibnia, Golnaz, Ajay B. Satpute and Matthew D. Lieberman. 2008. The sunny side of fairness: Preference fairness activates reward circuitry (and disregarding unfairness activates self-control circuitry). Psychological Science, Vol 19 (4): pp. 339-347

Taufik, Muhammad. 2013. Filsafat John Rawls Tentang Teori Keadilan. Mukaddimah, Vol 19 (1): Hal. 41-62

Tjahjono, Heru Kurnianto. 2008. Studi Literatur Pengaruh Keadilan Distributif dan Keadilan Prosedural Pada Konsekuensinya Dengan Teknik Meta Analisis. Jurnal Psikologi, Vol 35 (1): Hal. 21-40

Tjahjono, Heru Kurnianto. 2009. Pengaruh Keadilan Organisasional Pada Perilaku Retaliasi (Balas    Dendam) Di Tempat Kerja. Jurnal

Manajemen, Ekonomi dan EP, Vol 6 (1): Hal 1-80

Tornblom, Kjell Y. and Riel Vermunt. 2007. Towards an Integration of Distributive Justice, Procedural Justice and Social Resource Theories. Soc Just Res, 20, pp: 312-335.