PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI AIR MINUM DALAM KEMASAN DENGAN METODE SIX SIGMA DI UD. TARBATIN
on
E-Jurnal Manajemen, Vol. 13, No. 1, 2024:1-20 ISSN : 2302-8912
DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2024.v13.i01.p01
PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI AIR MINUM DALAM KEMASAN DENGAN METODE SIX SIGMA DI UD. TARBATIN
Ni Kadek Ema Kristiani1 Putu Yudi Setiawan2
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, Bali, Indonesia Email: kristianiema12@gmail.com
ABSTRAK
Pengendalian kualitas merupakan upaya menjaga kualitas produk yang dihasilkan dengan meminimalisir jumlah produk cacat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem pengendalian kualitas dengan menggunakan metode Six Sigma pada produksi air minum dalam kemasan gelas ukuran 220ml. Metode yang digunakan adalah metode Six Sigma dengan model DMAIC. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki total jumlah kecacatan sebesar 413 pcs yang terdiri dari cacat label miring (30persen), gelas penyok (16persen) dan penutup tidak rapat/bocor (54persen). Nilai DPMO untuk produksi air minum kemasan 220 ml adalah 6.417 pcs dengan kemampuan Sigma 3,98 α, yang berarti dalam satu juta kesempatan terdapat 6.417 pcs produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan keinginan pelanggan. Berdasarkan nilai Sigma perusahaan berada pada tingkatan rata-rata Industri Indonesia namun perlu melakukan perbaikan untuk meminimalisir produk yang mengalami reject serta meningkatkan kapabilitas Sigma. Berdasarkan hasil analisis, faktor penyebab kerusakan yaitu manusia, metode, mesin dan material. Untuk meminimalkan pemborosan produk, perusahaan harus melakukan perbaikan pada setiap faktor kerusakan serta memberikan pelatihan dan pengawasan kerja karyawan.
Kata kunci: Six Sigma; DMAIC; Pengendalian Kualitas
ABSTRACT
Quality control is an effort to maintain the quality of the products produced by minimizing the number of defective products. The purpose of this study is to determine the quality control system using the Six Sigma method in the production of drinking water in 220ml glass packaging. The method used is the Six Sigma method with the DMAIC model. The results of this study showed that the company had a total number of defects of 376 pcs consisting of tilted label defects (30percent), dented glass (16 percent) and non-tight/leaking covers (54percent). The DPMO value for the production of 220 ml bottled water is 6,417 pcs with a Sigma capability of 3.98 α, which means that in one million occasions there are 6,417 pcs of products that do not match customer specifications and wishes. Based on Sigma value, the company is at the average level of the Indonesian Industry but needs to make improvements to minimize rejected products and improve Sigma capabilities. Based on the results of the analysis, the factors causing damage are people, methods, machines and materials. To minimize product waste, companies must make repairs to every damage factor and provide training and supervision of employee work.
Keywords: Six Sigma; DMAIC; Quality Control
PENDAHULUAN
Air minum merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Dalam perkembangan saat ini telah banyak ditemukan air minum yang dikemas secara efektif dan efisien. Potensi bisnis air minum dalam kemasan dinilai masih besar terutama di Bali, hal ini terlihat dari data Statistik Potensi Desa Provinsi Bali tahun 2019 dimana jumlah pabrik air minum dalam kemasan yang ada di Bali yang telah terdaftar adalah sekitar 51 perusahaan (BPS Provinsi Bali, 2019). Hal ini tentu membuat pengusaha komoditi sejenis saling bersaing untuk menguasai pasar. Adanya persaingan ini menuntut perusahaan untuk dapat menjaga citra dengan tetap menjaga kualitas produknya (Lestari & Purwatmini, 2021).
Menurut Feigenbaum dalam Nasution (2015;41) kualitas produk merupakan hal yang harus dipenuhi dalam setiap perusahaan manufaktur untuk bersaing dengan perusahaan lain. Suatu produk bisa disebut berkualitas jika dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen dengan memenuhi harapan konsumen terhadap produk tersebut. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, maka perusahaan harus meningkatkan kualitas dan melakukan pengendalian proses produksi (Widodo & Soediantono, 2022). peningkatan kualitas proses produksi harus dilakukan secara optimal untuk menghasilkan produk yang berkualitas (Adinegoro, 2019). Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas adalah dengan meminimalkan produk cacat.
Produk cacat memiliki pengaruh langsung terhadap perusahaan dan konsumen. Banyaknya produk yang tidak memenuhi standar kualitas akan menurunkan citra perusahaan. Konsumen menilai sebuah perusahaan yang baik jika dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan memastikan kepuasan konsumen, apabila perusahaan memberikan produk yang kurang sesuai standar hal itu akan berdampak pada kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan nya (Usman & Nanang, 2021).
UD. Tarbatin merupakan salah satu produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Karangasem. UD. Tarbatin hanya fokus pada produksi air kemasan gelas 220ml. Pada setiap kali produksi air minum masih terdapat produk yang rusak/cacat.
Tabel 1.
Produksi AMDK Tahun 2022
No. |
Bulan |
Jumlah Produksi |
Jumlah Produk Rusak |
Persentase Rusak (persen) |
1 |
Januari |
9.734 |
313 |
3 |
2 |
Februari |
12.392 |
323 |
3 |
3 |
Maret |
6.818 |
119 |
2 |
4 |
April |
8.298 |
204 |
2 |
5 |
Mei |
10.981 |
206 |
2 |
6 |
Juni |
9.410 |
168 |
2 |
7 |
Juli |
10.110 |
173 |
2 |
8 |
Agustus |
7.541 |
121 |
2 |
9 |
September |
13.350 |
265 |
2 |
10 |
Oktober |
10.917 |
182 |
2 |
Lanjutan Tabel 1...
No. |
Bulan |
Jumlah Produksi |
Jumlah Produk Rusak |
Persentase Rusak (persen) |
11 |
November |
10.873 |
187 |
2 |
12 |
Desember |
7.616 |
158 |
2 |
Total |
118.040 |
2.419 |
2 |
Sumber : UD. Tarbatin, 2023
Cacat ini dapat disebabkan oleh kerusakan pada produk akhir atau penyimpangan dari spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya seperti kebocoran pada kemasan cup, kerusakan pada penutup (lid), bentuk tidak sesuai (penyok), adanya benda asing pada produk (Refangga et al., 2018). Setiap perusahaan memiliki batas toleransi terhadap kualitas produk yang dihasilkannya, dalam hal ini perusahaan menginginkan produk yang diproduksi bisa terbebas dari produk cacat (zero defect) atau dapat mencapai batas toleransi terhadap produk cacat sebesar 0,5 persen.
Dalam proses produksi diperlukan suatu metode untuk menjaga kestabilan kualitas, salah satu yang dapat digunakan untuk mengendalikan kualitas produk adalah metode Six Sigma dengan menggunakan model DMAIC (define, measure, analyze, improve, control). Model DMAIC berfokus pada proses produksi dan bertujuan untuk meningkatkan proses sekarang yang sudah ada dan mencari cara untuk memperbaikinya (Bakhtiar et al., 2020).
Tabel 2.
Tingkatan Pencapaian Level Sigma
Level Sigma |
DPMO |
Presentasi yang Memenuhi Spesifikasi (persen) |
Keterangan |
6 |
3,4 |
99,99966 |
Industri kelas dunia |
5 |
233 |
99,9797 |
Rata-rata industri USA |
4 |
6.210 |
99,379 | |
3 |
66.807 |
93,3193 |
Rata-rata Industri |
2 |
308.538 |
69,1462 |
Indonesia |
1 |
691.462 |
30,8538 |
Sangat tidak kompetitif |
Sumber: Sutiyarno & Criswahyudi, 2019
Terdapat beberapa penelitian yang menerapkan Six Sigma untuk meminimalkan defect produk yang terjadi serta meningkatkan kualitas produk seperti penelitan Widodo & Soediantono (2022), Sandu & Sharma (2020), Kholil et al. (2021), dan Ghaleb & Abdulahad (2022). Pada penelitian Anastasya & Yuamita (2022), penelitian ini menggunakan lembar pemeriksaan (Check Sheet), histogram, diagram tulang ikan (fishbone) dan FMEA. Hasil penelitian menunjukan bahwa cacat yang terjadi adalah kerusakan botol, tutup botol rusak, cacat segel kusut dan cacat label miring. Faktor penyebab cacat produk antara lain manusia, bahan baku, proses, mesin, dan lingkungan. Solusi yang disarankan untuk mengurangi kegagalan produk adalah dengan mengendalikan semua faktor penyebab kegagalan produk terutama faktor penyebab human error yang mempunyai RPN ( Risk Priority Number) tertinggi yaitu sebesar 512.
Dalam penelitian Usman & Nanang (2021), Six Sigma digunakan untuk mengidentifikasi cacat utama dalam produksi plastic moulding, khususnya
kemasan plastik 4 liter. Empat jenis cacat yang ditemukan yaitu label overlapping, terlipat, ganda dan cacat yang paling sering terjadi adalah label miring (44persen). Penelitian tersebut mengungkapkan masalah terkait tingkat kecacatan dan perusahaan mengharapkan peningkatan kualitas operasinya meningkat agar perusahaan berhasil karena perusahaan selalu fokus pada kepuasan pelanggan.
Pada penelitian Izzah & Rozi (2019) untuk menemukan penyebab cacat produk metode yang digunakan adalah Six Sigma DMAIC. Penelitian ini dilakukan di UKM Alfiyah Rebana Gresik. Dari hasil penelitian ini, diketahui total produksi rebana sebesar 1.045 dan jumlah produk cacat yang terjadi pada produksi 146 rebana dan kerusakan sebesar 144.835 rebana dalam satu juta produksi.
Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa melakukan penilaian berkala sangat penting bagi perusahaan untuk memastikan tahapan pelaksanaan perbaikan di industri berjalan dengan baik dan sesuai dengan proses yang telah direncanakan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian terapan dengan data kuantitatif. Penelitian terapan adalah penelitian yang bertujuan untuk menerapkan, meneliti dan mengevaluasi penerapan teori untuk memecahkan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari (Didiharyono et al., 2018). Dalam proses penelitian ini akan dimulai dari survei perusahaan untuk mengetahui gambaran umum perusahaan, alur proses produksi, pengumpulan data produksi dan mengetahui data kecacatan produksi air minum.
Penelitian ini akan dilakukan di UD. Tarbatin yang terletak di Jalan Kayu Putih, Bebandem, Karangasem. UD. Tarbatin merupakan salah satu perusahaan air minum dalam kemasan yang ada di daerah Karangasem. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu Data kualitatif merupakan data umum yang berkaitan dengan perusahaan, seperti gambaran umum perusahaan dan alur proses produksi dan Data kuantitatif yaitu data yang berisikan mengenai produk cacat yang dihasilkan berdasarkan pemeriksaan, jumlah produksi, jumlah berapa banyak jenis kecacatan produk yang terjadi pada saat proses produksi.
Variabel yang akan dianalisis pada penelitian ini yaitu jumlah produksi, produk cacat, dan jenis kecacatan. Produk cacat dapat diartikan sebagai jumlah produk yang dihasilkan dari proses produksi dimana produk tersebut tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan perusahaan. Karakteristik standar kualitas produk yang ditetapkan UD. Tarbatin yaitu untuk cup dapat dilihat dari keadaan kemasan cup yang tidak sobek, tidak terdapat lubang ataupun penyok, larakteristik lid yaitu desain gambar atau label simetris dengan bibir cup, atau cetakan tidak miring dan tepat pada cup, dan karakteristik air yaitu keadaan air yang tidak terdapat kotoran pada air minum dalam cup, air tidak berwarna (bening), tidak ada rasa ataupun bau.
Jenis kecacatan dapat dikenali dari adanya beberapa kerusakan atau penyimpangan dari spesifikasi yang ditentukan seperti kerusakan penutup (penutup tidak rapat/bocor ), cacat label miring, adanya benda asing pada produk dan bentuk tidak sesuai (penyok). Untuk sumber data yang digunakan yaitu data primer dan
sekunder, untuk data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara kepada narasumber.
Teknik analisis yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah metode Six Sigma. Dalam implementasinya Six Sigma memiliki dua sub model yaitu, model DMAIC dan model DMADV. Pada penelitian ini digunakan model DMAIC yang merupakan suatu model dengan tujuan untuk meningkatkan proses sekarang yang sudah ada dan mencari jalan untuk melakukan peningkatan. Dalam penerapannya terdapat beberapa tahapan yaitu tahap pertama define yaitu mengidentifikasi tahapan untuk menentukan masalah utama, tujuan penelitian, dan ruang lingkup proses dengan menggunakan lembar pemeriksaan (check sheet) dan diagram SIPOC (Adinegoro, 2019).
Pada penerapan analisis diagram SIPOC terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu Suppliers merupakan penyedia sumber daya sebagai input atau masukan untuk suatu proses, Inputs yaitu material, service, dan informasi yang akan digunakan oleh suatu proses untuk menghasilkan output dan diberikan oleh supplier, Process yaitu urutan dari suatu aktivitas atau proses yang ada, biasanya dilakukan dengan menambahkan value pada input, Outputs merupakan hasil dari proses berupa produk, service, atau informasi yang bernilai guna bagi customer dan terakhir yaitu Customer merupakan semua atau beberapa orang yang menggunakan output dari suatu proses.
Tahap kedua measure yaitu mengukur masalah, menentukan DPMO dan Level Sigma (Soemohadiwidjojo, 2017). Konversi nilai Sigma DPMO ke nilai Sigma dihitung menggunakan Microsoft Excel (2019).
Menurut Soemohadiwidjojo (2017) dan Peter S. et al., (2003:237) menyatakan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam perhitungan DPMO adalah sebagai berikut:
Defect Per Unit (DPU) merupakan nilai proporsi cacat yang didapat dari hasil bagi jumlah cacat dari total sampel dengan total sampel. Perhitungan nilai DPU dapat dilihat di bawah ini, yaitu:
DPU = D
U
Total Opportunities (TOP) merupakan banyaknya kesempatan terjadinya jenis cacat yang termasuk dalam karakteristik bagi kualitas (CTQ) dari seluruh produk yang dihasilkan. Perhitungan nilai TOP dapat dilihat di bawah ini, yaitu:
TOP = U × OP
Defect Per Opportunities (DPO) adalah peluang terjadinya cacat produk terhadap karakteristik kritis bagi kualitas. Perhitungan nilai DPO dapat dilihat di bawah ini:
DPO = D
TOP
Defect Per Million Opportunities (DPMO) yaitu peluang terjadinya cacat produk
terhadap karakteristik bagi kualitas (CTQ) dalam 1 juta kesempatan. Perhitungan nilai DPMO dapat dilihat di bawah ini:
DPMO = DPO × 1.000.000
Rumus perhitungan konversi Defect Per Million Opportunities (DPMO) sebagai berikut:
Level Six Sigma (Maulana et al., 2018)
= NORMSINV((1000000-DPMO)/1000000)+1,5
Keterangan :
U : jumlah produk.
D : jumlah produk cacat yang terjadi.
OP : karakteristik yang berpotensi cacat.
Pada tahap ketiga yaitu analyze, beberapa hal dilakukan pada tahap ini diantaranya menentukan prioritas perbaikan, mengidentifikasi penyebab serta akar penyebab kegagalan proses (Nastiti et al., 2022). Adapun alat analisis yang digunakan yaitu diagram Pareto yang dapat merepresentasikan sumber kerusakan yang paling sering ditemui dan jenis kerusakan yang paling sering muncul dan diagram Fishbone digunakan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari suatu efek atau masalah dan menganalisis masalah tersebut.
Tahap keempat improve ialah rencana tindakan untuk melaksanakan langkah perbaikan serta peningkatan kualitas produk setelah penyebap kerusakan diketahui (Palkhe & Nalawade, 2020). Tahap terakhir yaitu control pada tahap ini hasil peningkatan kualitas dicatat dan digunakan sebagai pedoman standar baru (Kholil et al., 2021)
HASIL DAN PEMBAHASAN
UD. Tarbatin merupakan salah satu usaha produksi AMDK yang ada di Kabupaten Karangasem dan berlokasi tepat di Jalan Kayu Putih, Bebandem, Karangasem. usaha ini mulai beroperasi pada tahun 2002 namun pada tahun 2007 UD. Tarbatin sempat berhenti beroperasi untuk mengurus surat izin BPOM sebagai salah satu syarat untuk dapat memasarkan produk ke pasaran. Pada tahun 2012 UD. Tarbatin kembali beroperasi dan telah mendapatkan izin BPOM dengan seri BPOM RI MD 265222003077.
UD. Tarbatin memanfaatkan sumber mata air yaitu sumur yang diolah secara khusus sehingga dapat diminum. Usaha ini hanya fokus memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) berukuran gelas 220 ml. Usaha UD. Tarbatin memiliki beberapa tenaga kerja dalam melakukan proses produksi AMDK 220 ml.
Tabel 3.
Rincian Tenaga Kerja
No. Bagian Tenaga Kerja Jumlah Tenaga Kerja (orang)
-
1 Manajer/Pemilik 1
-
2 Kurir 2
Lanjutan Tabel 4...
No. Bagian Tenaga Kerja |
Jumlah Tenaga Kerja (orang) |
|
2 2 2 |
Sumber: UD. Tarbatin ,2023
Manajer berfungsi sebagai pengambil keputusan dalam menjalankan usaha, meninjau pesanan dan administrasi, mengecek stok barang dan bahan baku yang masih tersedia di gudang serta memantau kerja seluruh anggota produksi. Bagian kurir terdapat dua orang yang bertugas untuk mengantar AMDK kepada pelanggan setiap harinya, proses pengantaran AMDK dimulai pada pukul 09.00 WITA hingga pukul 11.30 WITA, pada proses pengantaran dilakukan menggunakan kendaraan mobil pick up.
Pada proses produksi terdapat beberapa bagian pertama operator mesin yang dilakukan oleh dua orang, tugas yang dilakukan adalah mengecek kesiapan mesin yang akan digunakan untuk memproduksi AMDK. Bagian packing cup dilakukan oleh dua orang bertugas dalam menyortir cup yang reject dan yang layak untuk di jual, bagian pengepakan dus dilakukan oleh dua orang, pengepakan yang digunakan untuk membungkus adalah kertas kardus. Pada proses pengemasan masih tergolong sederhana, karena dilakukan secara manual.
Dalam hal memenuhi permintaan konsumen, UD. Tarbatin perlu menjaga kualitas produknya dengan baik, salah satunya dengan meminimalisir produk cacat. Adanya produk cacat pada setiap proses produksi tentunya dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap produk AMDK. Penelitian dilakukan di area kerja sebagai bagian dari proses produksi dengan melibatkan pemilik dari UD. Tarbatin karena memahami sistem kerja dan proses produksi.
Berdasarkan hasil observasi didapatkan data jumlah produksi dan jumlah produk cacat sesuai jenis kerusakan pada produksi air minum dalam kemasan 220ml pada bulan Maret-April 2023 yang dicatat menggunakan lembar pemeriksaan (check sheet).
Tabel 4.
Check Sheet AMDK 220 ml, Maret-April 2023
No. |
Tgl. |
Jumlah |
Jenis Kerusakan (pcs) |
Jumlah | |
Produksi (pcs) |
A |
B C D |
Rusak (pcs) | ||
1 |
08/03/2023 |
883 |
6 |
8 - 5 |
19 |
2 |
09/03/2023 |
823 |
5 |
2 - - |
7 |
3 |
10/03/2023 |
783 |
5 |
3 - 2 |
10 |
4 |
11/03/2023 |
779 |
4 |
3 - 2 |
9 |
5 |
13/03/2023 |
731 |
6 |
3 - 1 |
10 |
6 |
14/03/2023 |
923 |
6 |
3 - 2 |
11 |
7 |
15/03/2023 |
780 |
7 |
3 - 2 |
12 |
8 |
16/03/2023 |
632 |
4 |
3 - - |
7 |
9 |
24/03/2023 |
976 |
10 |
2 - 2 |
14 |
Lanjutan Tabel 4...
No. |
Tgl. |
Jumlah Produksi (pcs) |
Jenis Kerusakan (pcs) |
Jumlah Rusak (pcs) | |||
A |
B |
C |
D | ||||
10 |
25/03/2023 |
1.081 |
16 |
5 |
- |
4 |
25 |
11 |
27/03/2023 |
975 |
9 |
4 |
- |
2 |
15 |
12 |
28/03/2023 |
1.041 |
18 |
9 |
- |
6 |
33 |
13 |
29/03/2023 |
1.081 |
13 |
8 |
- |
4 |
25 |
14 |
30/03/2023 |
936 |
9 |
7 |
- |
5 |
21 |
15 |
31/03/2023 |
982 |
12 |
6 |
- |
4 |
22 |
16 |
06/04/2023 |
920 |
3 |
5 |
- |
- |
8 |
17 |
07/04/2023 |
1.030 |
9 |
8 |
- |
4 |
21 |
18 |
08/04/2023 |
1.085 |
15 |
6 |
- |
5 |
26 |
19 |
10/04/2023 |
975 |
9 |
2 |
- |
1 |
12 |
20 |
11/04/2023 |
1.030 |
10 |
8 |
- |
4 |
22 |
21 |
12/04/2023 |
1.082 |
17 |
7 |
- |
2 |
26 |
22 |
13/04/2023 |
1.029 |
14 |
8 |
- |
5 |
27 |
23 |
14/04/2023 |
896 |
17 |
9 |
- |
5 |
31 |
Total |
21.453 |
224 |
122 |
- |
67 |
413 |
Sumber: data primer diolah, 2023
Keterangan:
Penutup tidak rapat/bocor (A)
Cacat abel miring (B)
Benda asing pada produk (C)
Gelas penyok (D)
Terdapat tiga jenis cacat utama yang menyebabkan produk reject pada AMDK kemasan 220 ml yaitu cacat penutup tidak rapat, cacat label miring dan gelas penyok. Untuk jumlah reject jenis ketiga yaitu benda asing pada produk tidak ada karena perusahaan telah mampu mengatasi masalah tersebut dengan mengganti tandon yang digunakan serta melakukan pembersihan atau perawatan secara berkala pada tandon yang digunakan.
Persentase kerusakan yang terjadi selama satu bulan yaitu sebanyak 2 persen. Hal ini berarti produksi UD. Tarbatin perlu melakukan pengendalian untuk mencapai batas standar produk cacat. Perusahaan menginginkan produk yang diproduksi bisa terbebas dari produk cacat (zero defect) atau dapat mencapai batas toleransi terhadap produk cacat sebesar 0,5 persen.
Bardasarkan data yang telah didapatkan selanjunya akan dilakukan penerapan pengendalian kualitas dengan metode Six Sigma model DMAIC pada air minum dalam kemasan 220ml yang dalam penerapannya terdapat beberapa tahapan, tahap pertama yang akan dilakukan yaitu define. Proses pendefinisian dilakukan dengan mendeskripsikan proses produksi dan membuat diagram SIPOC.
Terdapat beberapa input yang diperlukan dalam proses produksi air minum dalam kemasan 220ml diantaranya air sebagai bahan baku utama yang diperoleh dari sumur, carton/box yang diperoleh dari supplier PT. Universal Jasa Kemas,
Jawa Timur, cup yang diperoleh dari supplier Indah Jaya, Jawa Timur, dan bahan baku lid seal yang diperoleh dari supplier PT. Pro Plastic Prima Extruder, Jawa Barat.
Pada proses produksi dilakukan dengan beberapa tahapan pertama bahan baku air yang digunakan terlebih dahulu diambil dari sumur lalu ditampung dalam tandon setelah itu masuk ke proses water treatment dengan melalui beberapa tahapan. pengolahan air ini menggunakan pengolahan air dengan ozonisasi. Tahapan pertama air masuk ke proses filter (1) untuk dilakukan penyaringan, menghilangkan rasa, aroma dan warna yang tidak diinginkan. Dalam proses pertama ini terdapat filter pasir silika, dan pasir karbon 2 bagian, selanjutnya yaitu penyaringan mikro (2) menggunakan filter cartridge berukuran 5 micron, selanjutnya penyaringan filter cartridge 3 micron dan dilanjutkan dengan filter cartridge 1 micron (final filter), setelah itu masuk ke proses sinar Ultraviolet (3), kemudian dilanjutkan dengan injeksi ozon (4) sebelum masuk ke tangki reaksi untuk memastikan air bebas dari kontaminasi. Setelah masuk ke tangki reaksi dan terjadi proses ozonisasi. Setelah semua selesai di cek lalu masuk ke mesin pengemasan dan siap di distribusikan. Untuk kapasitas sekitar 3 kubik atau setara 3.000 liter/jam.
Gambar 1. Diagram SIPOC Proses Produksi AMDK
Sumber : data primer diolah, 2023
Berdasarkan hasil wawancara kepada produsen didapatkan empat karakteristik kualitas kunci ( CTQ) yaitu :
Penutup tidak rapat (bocor) (A), merupakan kondisi plastik cup sobek, terdapat lubang yang memungkinkan air dapat merembes keluar dan masuknya bakteri, sehingga produk tidak layak untuk dijual. Kerusakan ini diakibatkan karena pada bahan baku yang kurang kuat dan conveyor yang tajam di beberapa tempat.
Cacat label miring (B) dapat dilihat dari keadaan lid yang dicetak kurang simetris dengan tepi cup, atau pencetakan yang kurang sejajar pada cup. Kerusakan tersebut diakibatkan karena kesalahan setting pada mesin pada saat proses produksi yang sedang terjadi.
Benda asing pada produk (C), air kotor adalah terdapat kotoran-kotoran pada air minum dalam cup yang diakibatkan karena mesin yang kotor saat proses produksi maupun pada proses pengepakan cup 220 ml.
Gelas penyok (D) dapat dilihat dari kondisi cup tidak simetris yaitu bentuk produk tidak rapi dan kurang layak dipasarkan. Kerusakan ini dipengaruhi dari kualitas bahan baku yang diperoleh dari supplier maupun pada saat proses produksi.
(A) (B) (D)
Gambar 2. Produk Cacat
Sumber: Hasil observasi lapangan, 2023
Tahap kedua dalam metode Six Sigma yaitu measure dalam tahap ini akan ditentukan nilai defect per unit, total opportunity, defect per opportunity, defect per million opportunities, dan penentuan Level Sigma dari produksi UD. Tarbatin.
Pada lembar check sheet dapat dilihat jumlah produksi selama satu bulan yaitu sebanyak 21.453 pcs dan jenis kerusakan yang sering terjadi yaitu penutup tidak rapat, cacat label miring dan gelas penyok dengan total jumlah cacat sebanyak 413 pcs.
Defect Per Unit (DPU)
DPU = D
U
= 413/21.453 = 0,019251387
Total Opportunity (TOP)
TOP = U x OP
= 21.453 x 3 = 64.359
Defect Per Opportunity (DPO)
DPO = D
TOP
= 413/64.359 = 0,006417129
Defect Per Million Opportunities (DPMO)
DPMO = DPO x 1.000.000
= 0,006417129 x 1.000.000
= 6.417
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dari satu juta produk yang diproduksi oleh UD. Tarbatin terdapat resiko kegagalan sebesar 6.417 pcs.
Setelah didapatkan nilai DPMO selanjutnya yaitu menentukan Level Sigma, untuk menentukan tingkat sigma digunakan alat berupa tabel konversi Sigma atau Microsoft Excel (2019) dengan mengetikan rumus :
= normsinv ((1000000-DPMO)/1000000) + 1,5
= 3,988
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, Nilai Sigma sebelum dilakukan usulan perbaikan adalah 3,98 α. nilai ini dapat digunakan sebagai kinerja dasar.
Tahap ketiga dari metode Six Sigma yaitu analyze. Tahap ini dilakukan untuk memperjelas jenis defect yang paling penting dari beberapa jenis yang ada, jenis yang paling besar nantinya akan tampak menonjol untuk menentukan hal ini dapat menggunakan alat analisis diagram Pareto.
Data yang didapatkan akan diproses menggunakan rumus untuk mengetahui persentase produk yang rusak.
persen Defect = jumlah Defect jenis i
Jumlah seluruh Defect
Tabel 4.
Jenis Defect Produk AMDK 220 ml
Jenis Defect |
Persentase Defect Kumulatif Defect Jum a e ect (persen) (persen) |
Penutup tidak rapat Cacat label miring Benda asing pada produk Gelas penyok |
224 54 54 122 30 84 - 0 84 67 16 100 |
Total |
413 100 |
Sumber: data diolah, 2023

penutup tidak rapat
gelas penyok
cacat label benda asing miring pada produk
120%
100%
80%
60%
jumlah rusak
40% —•—komulatif
20%
0%
Gambar 3. Diagram Pareto
Sumber: data diolah, 2023
CTQ pada proses produksi air minum dalam kemasan ditampilkan pada diagram pareto berdasarkan diagram tersebut diperoleh hasil bahwa penutup tidak rapat/bocor merupakan permasalahan yang paling dominan dalam produksi air minum dalam kemasan.
Selanjutnya untuk mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari suatu efek atau masalah, mencari akar masalah dan menganalisis masalah akan digunakan alat analisis yaitu diagram fishbone.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kepada manajer (pemilik) serta karyawan, diperoleh beberapa faktor yang mempengaruhi produk dan menyebabkan kerusakan produk yang digambarkan melalui diagram fishbone.

Gambar 4. Diagram Fishbone Cup 220 ml Jenis Cacat Bocor (A)
Sumber: Hasil observasi lapangan, 2023
Cacat bocor pada AMDK 220ml disebabkan oleh faktor manusia, metode, mesin dan bahan baku. Faktor manusia yaitu pekerja yang kurang konsentrasi dalam bekerja. Pada faktor metode kerusakan bisa terjadi karena tekanan gas serta kecepatan mesin yang kurang stabil sehingga menekan cup dan menyebabkan cup bocor. Faktor mesin yaitu pengaturan suhu pemanas yang berubah dengan sendirinya (error) dikarenakan komponen pengatur suhu pada cup filling machine yang tidak stabil atau terlalu tinggi. Bahan baku yang bermasalah adalah cup yang sudah mengalami kebocoran dari supplier. Cup yang bermasalah ini biasanya lolos dari proses penyortiran karena terletak pada tengah slope sehingga masuk ke proses produksi dan menyebapkan kerusakan cup pada saat proses produksi sedang berlangsung.
Gambar 5. Diagram Fishbone Cup 220 ml Jenis Cacat Label Miring (B)
Sumber: Hasil observasi lapangan, 2023
Lid yang tercetak miring pada produk AMDK 220ml dapat dilihat dari keadaan lid yang salah cetak, baik dari pola gambar yang tidak asimetris dengan tepi cup, atau cetakan miring tidak tepat pada cup. Kerusakan tersebut disebapkan oleh beberapa hal, antara lain dari faktor manusia, metode, dan mesin.
Operator yang kurang konsentrasi dan terburu-buru dalam setelan pengaturan penyesuaian perangkat lid (sensor correction, roll lid, dan belt rem) merupakan penyebab kerusakan dari faktor manusia, pada faktor mesin terjadi saat pengepresan lid ke cup mengalami ketidaksesuaian yang disebabkan oleh setingan mesin yang kurang otomatis dan pemasangan cetakan label yang miring. Penyebab dari faktor metode yaitu kurangnya pelatihan pemasangan lid yang baik pada karyawan.
Gambar 6. Diagram Fishbone Cup 220 ml Jenis Cacat Cup Penyok (D)
Sumber: Hasil observasi lapangan, 2023
Cup penyok pada kemasan AMDK 220ml disebabkan oleh faktor manusia, metode, mesin, dan material. Kerusakan tersebut dapat terjadi baik sebelum proses pengisian air berlangsung atau sesudahnya. Kerusakan sebelum proses produksi disebapkan dari faktor manusia dan bahan baku. Pada faktor manusia yaitu operator yang kurang berhati-hati dalam pemindahan bahan baku dari gudang menuju ruang operator serta teledor ketika proses menaruh slope cup pada stocker sedangkan cup penyok yang berasal dari supplier merupakan penyebab kerusakan kemasan penyok pada faktor bahan baku.
Kerusakan yang terjadi sesudah proses pengisian air disebabkan dari faktor mesin yaitu ketika produk mendapatkan tekanan gas yang terlalu berlebih saat pemasangan lid serta penumpukan saat pengepakan yang dapat menekan cup. Produk yang berdesakan secara berlebih akan membuat produk.
Tahap keempat dalam pengendalian kualitas air minum dalam kemasan 220ml dengan metode Sig Sigma adalah improve. Setelah faktor penyebab setiap jenis kerusakan diketahui selanjutakan pada tahap ini peningkatan kualitas produksi AMDK 220 ml dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan pada setiap jenis kerusakan yang didapatkan dan melakukan beberapa perbaikan pada setiap faktor penyebabnya.
Tabel 5.
Usulan Tindakan Perbaikan
Unsur |
Faktor Penyebab |
Usulan Perbaikan |
Manusia |
1. Kurang teliti dalam pengontrolan proses produksi |
Memerlukan adanya tim pengawas untuk mengarahkan pekerjaan sesuai dengan standar yang diberikan dalam pekerjaan. |
Bersambung...
Lanjutan tabel 5...
Unsur |
Faktor Penyebab |
Usulan Perbaikan | |
2. 3. |
Kurangnya konsentrasi pekerja Terburu-buru |
Pekerja yang terlibat langsung dalam proses produksi harus bekerja dengan konsentrasi dan disiplin. | |
4. 5. |
Pemasangan label yang kurang tepat kurang berhati-hati dalam bahan baku |
Melakukan pengecekan sebelum menjalankan mesin. Bahan baku dipindahkan lebih hati-hati dan perlu adanya peningkatan pemantauan kinerja serta pelatihan rutin untuk pekerja produksi dan operator untuk memastikan mereka melakukan pekerjaannya dengan baik dan benar. | |
Metode |
1. 2. |
Penumpukan saat pengepakan box melebihi maksimal Tekanan gas kurang stabil |
Menumpuk tidak lebih dari 6 box Perlu dilakukan pengecekan pada mesin secara berkala/setiap akan mulai beroperasi dan melakukan perawatan mesin setiap 2 x seminggu. |
3. |
Kurangnya pelatihan pemasangan lid yang baik pada karyawan |
Perlu dilakukannya pelatihan dan bimbingan dalam penanganan bahan baku dan sistem operasi. | |
Mesin |
1. |
Suhu pemanas terlalu tinggi |
Selalu melakukan pemeriksaan secara rutin dengan menyeting mesin secara manual. |
2. 3. |
Setingan mesin belum otomatis Pemasangan cetakan label miring |
Periksa atau bersihkan mesin secara berkala setelah proses produksi berakhir dan perbaikan bagian-bagian mesin yang mengalami gangguan. | |
Material |
1 |
. Kualitas bahan baku kurang bagus |
Melakukan pengecekan bahan baku, pemeriksaan dilakukan dua kali yaitu pada saat penerimaan dan sebelum proses produksi. Hal ini dilakukan sebagai salah satu tindakan pencegahan untuk meminimalkan jumlah cup bocor yang masuk ke dalam proses produksi. |
2 |
. Cup terlalu lama disimpan di gudang |
Menggunakan metode FIFO pada bahan baku untuk mencegah barang mengalami kerusakan karena terlalu lama berada di gudang. |
Source: Hasil observasi lapangan, 2023
Tahap terakhir dari penerapan pengendalian kualitas dengan metode Six Sigma adalah control. Tahap ini berfokus pada pendokumentasian dan komunikasi tindakan yang dilakukan selanjutnya, pada produksi air minum dalam kemasan 220ml terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu perlu melakukan perawatan, perbaikan, serta penyetelan mesin pabrik secara berkala atau berkelanjutan, melakukan pengawasan bahan baku dan karyawan bagian produksi
agar barang yang dihasilkan mencapai kualitas yang lebih baik, dan melakukan pencatatan setiap produk cacat setiap hari yang dilakukan oleh karyawan dalam proses produksi.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan metode Six Sigma, Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki total jumlah kecacatan sebesar 413 pcs yang terdiri dari cacat label miring (30persen), gelas penyok (16persen) dan penutup tidak rapat/bocor (54persen). Nilai DPMO untuk produksi AMDK 220 ml adalah 6.417 pcs dengan kemampuan sigma 3,98 α, yang berarti dalam satu juta kesempatan terdapat 6.417 pcs produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan keinginan pelanggan. Berdasarkan Nilai Sigma tersebut UD. Tarbatin telah berada pada tingkatan rata-rata Industri Indonesia namun masih perlu melakukan perbaikan untuk meminimalisir produk yang mengalami reject serta meningkatkan kapabilitas Sigma dengan cara melakukan perbaikan terhadap faktor yang menjadi penyebab kerusakan produk. Faktor penyebab kerusakan produk AMDK yaitu pada kerusakan berupa kemasan bocor dan kemasan penyok disebabkan oleh faktor manusia, metode, mesin dan bahan baku sedangkan untuk kerusakan cacat label miring dipengaruhi oleh faktor manusia, mesin, dan metode. Alternatif usulan perbaikan yang dilakukan untuk meminimalisir tingkat kecacatan produk AMDK 220 ml pada UD. Tarbatin berdasarkan analisis menggunakan metode Six Sigmadengan mengendalikan semua faktor penyebab cacat produk yaitu pada faktor manusia, diperlukannya adanya tim pengawas untuk mengontrol proses produksi. Faktor bahan baku yaitu dengan melakukan pembersihan gudang dan selalu melakukan pengecekan bahan baku yang dipesan apakah sudah sesuai dengan spesifikasinya. Pada faktor mesin yaitu selalu melakukan pemeriksaan secara rutin dengan menyeting mesin secara manual dan melakukan perbaikan terhadap komponen mesin yang terganggu. Faktor metode dengan memberikan pelatihan dan pengawasan pada pekerja saat proses produksi.
Berdasarkan hasil analisis, peneliti memberikan masukan dan saran sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan yaitu dengan melakukan pengawasan pada proses operasi agar karyawan bekerja dengan hati-hati dan maksimal, perusahaan perlu melakukan tindakan perbaikan yang telah diberikan dalam penelitian ini secara berkesinambungan (continuous improvement) untuk meminimalisir produk rusak yang terjadi pada UD. Tarbatin serta perlu memperhatikan kebersihan tempat produksi agar lebih higienis sehingga karyawan nyaman saat bekerja.
REFERENSI
Adinegoro, D. F. (2019). Application of Six Sigma Dmaic and Kaizen Methods In Efforts to Improve The Quality of T-Shirt Isles Banana Seven Products in Textile Industry. EduMa: Mathematics Education Learning And Teaching, 8(2), 26–35.
Aditama, R., & Imaroh, T. S. (2020). Strategy for Quality Control of “Ayam Kampung'' Production Using Six Sigma-DMAIC Method (Case Study in CV. Pinang Makmur Food). International Journal of Innovative Science and Research Technology, 5(1), 538–553.
Agustiandi, D., Madelan, S., & Saluy, A. B. (2021). Quality Control Analysis Using Six Sigma Method to Reduce Post Pin Isolator Riject in Natural Drying Pt Xyz. International Journal of Innovative Science and Research Technology, 6(1), 1417–1426.
Anastasya, A., & Yuamita, F. (2022). Pengendalian Kualitas Pada Produksi Air Minum Dalam Kemasan Botol 330 Ml Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis ( FMEA ) Di PDAM Tirta Sembada. Jurnal Teknologi Dan Manajemen Industri Terapan, 1(I), 15–21.
Anggraeni, A., & Sugiarto. (2017). Quality Control Analysis of T-Shirt Production Process to Increase Company Productivity by using Six Sigma-DMAIC Method Case Study of Gareng T-Shirt Convection Yogyakarta. Proceedings of 1st Ahmad Dahlan International Conference, October, 13–14.
Annisa, Y. N., Widowati, I., & Sutardjo. (2021). Penerapan Metode DMAIC Untuk Meminimalisasi Ketidaksesuaian Stock Opname Antara Sistem Inventory Dengan Aktual Barang Di Dept. Warehouse Finish Good. Jurnal Teknologika (Jurnal Teknik-Logika-Matematika), 11(2), 1–12.
Aswir, & Misbah, H. (2018). Analisis Pengendalian Kualitas Produk Kemasan Botol Air Minum 600 ml Dalam Rangka Meminimumkan Jumlah Produk Cacat pada PT Tirta Investama. Photosynthetica, 2(1), 1–13.
Bakhtiar, A., Dzakwan, B. R., Elfrida, M., Sipayung, B., & Pradhana, C. A. (2020). Penerapan Metode Six Sigma di PT Triangle Motorindo. Jurnal Opsi, 13(2), 113–119.
BPS, P. B. (2019). Air Kemasan Bermerek. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. https://bali.bps.go.id/statictable/2018/08/15/147/banyaknya-desa-kelurahan-menurut-sumber-air-minum-sebagian-besar-keluarga-berdasarkan-hasil-statistik-potensi-desa-provinsi-bali-2018.html#
Caballero-Morales, S.-O., & Bonilla-Enriquez, G. (2022). Six-Sigma Guidelines to Improve Inventory Management in a Bottling Company. International Journal
of Entrepreneurial KnowLidge, 10(1), 20–33.
Didiharyono, Marsal, & Bakhtiar. (2018). Quality Control Analysis of Production with Six-Sigma Method in Drinking Water Industry PT. Asera Tirta Posidonia. Jurnal Sainsmat, VII(2), 163–176.
Ghaleb, G. S., & Abdulahad, A. F. (2022). The Application of DMAIC Six Sigma Methodology to Control the Quality of Internal Audit Performance: A case study. Revue Europeenne D Etudes European Journal of Military Studies (RES MILITARIS), 12(2), 5413–5428.
Izzah, N., & Rozi, M. F. (2019). Analisis Pengendalian Kualitas dengan Metode Six Sigma-Dmaic dalam Upaya Mengurangi Kecacatan Produk Rebana pada UKM Alfiya Rebana Gresik. Jurnal Ilmiah :SOULMATH, 7(1), 13-25.
Kartini, I. A. N., & Syarief, D. J. (2018). Quality Control Analysis with Six Sigma-Dmaic Method in Effort Reduce Number of Sugar Products at PT. PG. Gorontalo. SINERGI, 8(2), 1–6.
Kholil, M., Haekal, J., Suparno, A., Oktaandhini, D. S., & Widodo, T. (2021). Lean Six sigma Integration to Reduce Waste in Tablet coating Production with DMAIC and VSM Approach in Production Lines of Manufacturing Companies. International Journal Of Scientific Advances, 2(5), 719–726.
Lestari, F. A., & Purwatmini, N. (2021). Pengendalian Kualitas Produk Tekstil Menggunakan Metoda DMAIC. Jurnal Ecodemica, 5(1), 79–85.
Maulana, D., Sumartono, B., & Moektiwibowo, H. (2018). Pengendalian Kualitas Dengan Menggunakan Metode Six Sigma Pada Proses Produksi Komponen Plate Di Line 3 Pt Gs Battery. Jurnal Teknik Industri, 6(1), 12–22.
Nastiti, H., Argo, J. G., & Sembiring, R. (2022). Analysis of SS Tempe production quality control with the six sigma method at Sirajussa’adah Islamic Boarding School Limo Depok. International Journal of Business Ecosystem & Strategy (IJBES), 4(3), 73–82.
Nasution. (2015). Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Ghalia Indonesia.
Palkhe, S. V., & Nalawade, P. A. C. (2020). Six Sigma DMAIC Methodology. International Journal for Research in Applied Science & Engineering Technology (IJRASET), 8(75), 147–154.
Peter S., P., Robert P., N., & Roland, R. C. (2003). The Six Sigma Way (II).
Primahesa, I. G., & Ngatilah, Y. (2022). Quality Analysis of Bakery Products Using the Six Sigma Method and Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Case Study on Cv. Xyz. International Journal on Advanced Technology,
Engineering, and Information System (IJATEIS), 1(2), 59–72.
Purwadinata, S., & Batilmurik, R. W. (2020). Pengantar Ilmu Ekonomi (1st ed.). Literatur Nusantara.
Radwan, N. (2021). The Power of Six Sigma Tool for Defect Reduction: Real Case from the Industrial Sector in Saudi Arabia. International Journal of Innovative Technology and Interdisciplinary Sciences, 4(1), 612–622.
Ramakrishna, Y., & Alzoubi, H. (2022). Empirical Investigation of Mediating Role of Six Sigma Approach in Rationalizing the COQ in Service Organizations. Operations and Supply Chain Management: An International Journal, 15(1), 122–135.
Refangga, M. A., Gusminto, E. B., & Musmedi, D. P. (2018). Analisis
Pengendalian Kualitas Produk Air Minum Dalam Kemasan dengan Menggunakan Statistical Process Control (SPC) dan Kaizen Pada PT. Tujuh Impian Bersama Kabupaten Jember. E-Journal Ekonomi Bisnis Dan Akuntansi, 5(2), 164. https://doi.org/10.19184/ejeba.v5i2.8678
Safrizal, & Muhajir. (2016). Pengendalian Kualitas dengan Metode Six Sigma. Jurnal Manajemen Dan Keuangan, 5(2), 615–626.
Sandu, A. S., & Sharma, P. (2020). Implementation of DMAIC Methodology of Six Sigma in Vocational Education and Training for Quality Improvement. International Journal of Advance Research and Innovation, 8(4), 297–301.
Soemohadiwidjojo, A. T. (2017). Six Sigma Metode Pengukuran Kinerja Perusahaan Berbasis Statistik. Raih Asa Sukses.
Sutiyarno, D., & Criswahyudi. (2019). Analisis Pengendalian Kualitas dan Pengembangan Produk Water Osuka dengan Metode Six Sigma Konsep DMAIC dan Metode Quality Function Deployment di PT. Indosari Mandiri. Journal of Industrial Engineering and Management Systems, 12(1), 42–51.
Sofiyanurriyanti, & Ahmad, M. M. (2019). Penerapan Metode Six Sigma (DMAIC) Pada UMKM Kerudung Di Desa Sukowati Bungah Gresik. Jurnal Optimalisasi, 5, 121–127.
Supriyadi, E. (2021). Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan Statistical Process Control (SPC) (M. P. Tri Hidayati (ed.)). Pascal Books.
Untoro, O. B., & Iftadi, I. (2020). Six Sigma as a Method for Controlling and Improving the Quality of Bed Series Products. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 19(2), 131–141.
Usman, R., & Nanang, N. (2021). Kualitas Produksi Plastic Moulding Decorative Printing Metode Six Sigma Failure Mode Effect Analysis ( Fmea ) Kemasan
Cat Plastik. Jurnal Teknologi, 13(1), 25–32.
Vincent Gaspersz. (2013). Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MBMQA, dan HHCCP. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Vincent Gaspersz. (2011). Total Quality Management (untuk Praktisi Bisnis dan Industri). Jakarta: Penebar Swadaya
Widodo, A., & Soediantono, D. (2022). Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kepercayaan Terhadap Kepuasan Nasabah pada Cabang BMT Fajar Metro Pusat. Journal of Social and Management Studies (JOSMAS), 3(3), 1–12.
Yusof, N., & Lee, K. L. (2022). Improve Product Quality and Production Process with Integration of Six Sigma and Quality Management System ISO 9001: A Case Study of Bakery Shop in France. International Journal of Industrial Management (IJIM), 14(1), 557–579.
20
Discussion and feedback