E-Jurnal Manajemen, Vol. 12, No. 5, 2023:502-521

ISSN : 2302-8912


DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2023.v12.i05.p04

MOTIVASI WOMENPRENEUR PEKERJA MIGRAN INDONESIA

DI TAIWAN

Hadi Ismanto¹

Vembri Aulia Rahmi² Abdullah Mujaddid3

ABSTRAK

Studi terhadap Pekerja Migran Indonesia di Taiwan dimaksudkan untuk mengungkapkan motivasi wirausaha pada (PMI) di Taiwan serta menggali tentang bagaimana jenis usaha yang dijalankan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sejumlah 34 persen womenpreneur PMI Taiwan menjalankan usaha di bidang pertanian, sedangkan 18 persen PMI menjalankan usaha di bidang makanan dan minuman. Sementara, womenpreneur PMI Taiwan yang memiliki usaha pada bisnis online adalah sebesar 18 persen dan sisanya sebesar 30 persen dari tiap PMI memiliki berbagai usaha diantaranya: pakaian, retail, kerajinan tangan, bengkel, warnet, reseller dan investor untuk bisnis yang dimiliki oleh pengusaha lainnya. Dalam mengelola usahanya, sebanyak 70 persen pengusaha PMI di Taiwan membangun kemitraan usaha, melalui sistem bagi hasil dengan mitra usahanya, dan sebesar 30 persen sisanya merupakan pengusaha perempuan PMI Taiwan yang menjalankan usahanya secara mandiri. Motivasi wirausaha bagi pengusaha wanita PMI Taiwan untuk membuka usaha di Indonesia terutama dipengaruhi oleh faktor dukungan ekonomi terhadap keluarga dan lingkungan. Womenpreneurs PMI Taiwan juga termotivasi dalam mengembangkan keterampilan untuk kemajuan bisnis dan alih - alih motivasi mereka memulai usaha dikarenakan keinginan untuk dekat dengan keluarga.

Kata kunci: Womenpreneur; Pekerja Migran Indonesia di Taiwan; Motivasi

ABSTRACT

The study of Indonesian Migrant Workers in Taiwan is intended to explore how the type of business is being run and reveal of entrepreneurial motivation of women of (PMI) in Taiwan. The research findings show that 34 persen of womenpreneurs PMI in Taiwan run businesses in agriculture, while 18 persen of PMI run businesses in the food and beverage sector. Meanwhile, womenpreneurs PMI in Taiwan who have businesses in online business are 18 persen and the remaining 30 persen of each PMI have various businesses including clothing, retail, handicrafts, workshops, internet cafes, resellers, and investors for businesses owned by other entrepreneurs. In managing their business, as many as 70 persen of PMI entrepreneurs in Taiwan build business partnerships, through profit sharing system with their business partners, and the remaining 30 persen are PMI in Taiwanese women entrepreneurs who run their businesses independently. Entrepreneurial motivation for PMI in Taiwan women entrepreneurs to open a business in Indonesia is mainly influenced by factors of economic support for the family and the environment. PMI in Taiwan Womenpreneurs are also motivated in developing skills for business advancement and instead their motivation for starting a business is because of the desire to be close to family. Keywords: Womenpreneurs; Indonesian of Migrant Workers in Taiwan; Motivation

PENDAHULUAN

Entrepreneur saat ini telah menjadi sebuah profesi yang patut dipertimbangkan sebagai suatu pekerjaan yang menarik, karena dengan membangun usaha tersebut secara mandiri cenderung berpotensi untuk menghasilkan pendapatan yang cukup menggiurkan. Meskipun, tidak selalu menjanjikan keuntungan teru – menerus atau dapat dikatakan kemungkinan terjadi kegagalan dan berakhir kerugian. Namun, di sisi lain wirausaha dapat menyediakan peluang untuk merekrut pekerja, sehingga mampu memberikan dampak positif terhadap masalah pengangguran. Akses terhadap dunia wirausaha semakin mudah diperoleh, mengingat dewasa ini segala bentuk informasi bisnis bergerak sangat luas dan cepat. Berwirausaha dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun, tidak terkecuali bagi wanita Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ada di Taiwan.

Tren womenpreneur bukanlah menjadi suatu istilah atau kosa kata baru dalam dunia bisnis yang menjelaskan wirausaha wanita. Sementara, perubahan zaman membuat tidak ada lagi jarak atau batasan bagi seorang wanita untuk berwirausaha. Pengusaha wanita berupaya untuk memperbaiki kapabilitas bisnis dengan cara membangun pengetahuan, meningkatkan keterampilan yang memadai, menciptakan budaya terhadap perilaku inovasi, merancang penguatan modal serta menemukan dukungan lingkungan. Istilah womenpreneur diambil dari dua asal kata yang dikenal dengan women dan entrepreneurship dan diartikan sebagai wirausaha wanita atau dikenal juga dengan istilah mompreneur

(Sakai & Fauzia, 2022). Wirausaha wanita secara umum dipahami sebagai individu atau kelompok bergender perempuan atau wanita yang melakukan bisnis dengan lingkup usaha tertentu dan mampu memberi sumbangsih terhadap peningkatan ekonomi secara menyeluruh (Sajjad dkk., 2020).

Pada era pengembangan industri saat ini, kewirausahaan lebih dipandang sebagai kendaraan yang sesuai untuk pengembangan ekonomi dan berarti berkontribusi di seluruh dunia (Gupta & Mirchandani, 2018). Makna kata “kewirausahaan” berawal dari kata “wira” mempunyai arti, pahlawan, tokoh, pelopor, tangguh. Sementara, kata “usaha” dimaknai sebagai aktivitas berkelanjutan, di mana mengubah material atau bahan baku menjadi suatu produk maupun layanan yang diperdagangkan atau diperjual belikan agar dapat memperoleh laba atau keuntungan. Oleh karena itu, pengusaha dapat dimaknai sebagai pelopor dalam bisnis (Vernia, 2018). Seorang wirausahawan adalah mereka orang - orang yang memiliki kemampuan dalam melihat dan menilai peluang - peluang bisnis, mengumpulkan sumber - sumber daya yang dibutuhkan dalam memperoleh manfaat dan mengambil tindakan yang tepat untuk meraih kesuksesan (Santoso, 2020). Wirausaha dianggap sebagai pekerjaan dengan lebih banyak menggali dan mendayagunakan ide kreatif, menciptakan inovasi, berani atas pengambilan risiko serta mengupayakan tentang bagaimana meraih sasaran atau target yang ingin dicapai.

Ketentuan kewirausahaan dipahami sebagai suatu syarat terhadap upaya untuk menggali serta menganalisis potensi, mengelola materi agar dapat diperoleh manfaat atau nilai tambah atas potensi yang dimiliki. Aktivitas wirausaha melibatkan serangkaian proses kognitif, di mana terdapat kondisi di dalam insting yang dapat menarik atau mendorong pada diri individu untuk melakukan tindakan wirausaha, melalui motivasi (Özsungur, 2019). Pelaku usaha sebagai pihak - pihak yang berupaya untuk memfokuskan pada tujuan yang akan diraih atas kemauan dirinya, senang atau tertarik untuk melakukan eksperimen atas ide karya sendiri tanpa diintimidasi atau ditekan oleh kekuatan perintah dari atasan. Minat wirausaha dapat dipengaruhi oleh faktor personal dan faktor lingkungan.

Faktor personal sebagai dorongan atau keinginan atas dirinya sendiri sedangkan faktor lingkungan menunjukkan keadaan di sekeliling tempat tinggalnya dengan atmosfer wirausaha (Jamu, 2018). Sementara, untuk unsur niat berwirausaha dapat didukung dari peran sisi dalam dan sisi luar pada individu perorangan.

Selama ini terdapat beberapa permasalahan usaha pada womenpreneur di Indonesia, seperti: kurang memahami mengenai keunikan produk (Maharani dkk., 2021); lemahnya manajemen hubungan hubungan pelanggan (Hendrayati & Syahidah, 2018); kekurangan akses keuangan (Isaga, 2019). Namun, keberhasilan bisnis pada womenpreneur juga dimungkinkan karena perilaku inovatif (Agustina, 2020). Inovasi menurut pandangan perempuan atau wanita dapat mendorong orientasi kewirausahaan terhadap mereka (Nabillah dkk., 2021). Wanita dalam hal ini sebagai pengusaha di lingkup sosial akan berperan menjadi agen perubahan (Rosca dkk., 2020). Pengusaha wanita untuk bidang sosial dibangun sebagai mesin baru untuk pertumbuhan serta peningkatan pada ekonomi berkembang untuk membawa kepada kesejahteraan dan kemakmuran (Sajjad dkk., 2020). Kebanyakan pendapat secara umum seringkali mengira bahwasanya dominasi keberhasilan bisnis wanita dikarenakan tingkat pertumbuhan bisnis yang dibangun oleh gender wanita adalah bisnis dengan skala atau ukuran lebih kecil dan jumlah perolehan hasil usaha yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang didirikan oleh gender laki – laki (Diana Sari dkk., 2022).

Terbentuknya kata “motivasi” itu sendiri didasarkan atas makna yang berarti bergerak. Salah satu kekuatan utama yang mampu menghidupkan atau memberi energi atas perilaku manusia adalah motivasi (Neta & Haas, 2019). Kecenderungan seseorang yang memiliki motif yang kuat ini dan kadangkala juga timbul motif menjadi menurun. Motif yang meningkat diakibatkan oleh kepuasan terhadap hasil yang diinginkan telah tercapai. Begitupun motif sebaliknya, yaitu terjadi kondisi di mana motivasi mengalami penurunan ketika seseorang mengalami kegagalan, sehingga berujung terhadap motif yang menjadi lemah (Amin dkk., 2020). Selain itu, makna motivasi dipahami dengan suatu kondisi pada diri seseorang, di mana dia melakukan tindakan dengan langkah – langkah apapun yang ditempuh agar mampu memenuhi sasaran atau targetnya (Shi & Wang, 2021). Dengan demikian, maka motivasi dipahami dengan suatu dasar untuk melakukan suatu tindakan guna mencapai tujuan.

Motivasi berwirausaha (Entrepreneurial Motivation) adalah suatu kekuatan penggerak pada diri seorang pengusaha yang mampu meyakinkan keberlangsungan kegiatan wirausaha. Dorongan atas motivasi dapat memberi arahan dalam beraktivitas kewirausahaan. Oleh karena itu, keberhasilan prioritas sasaran diharapkan menjadi terwujud (Nengseh & Kurniawan, 2021). Seseorang yang termotivasi untuk menjalankan wirausaha akan melakukan tindakan wirausaha sejalan dengan sasaran yang dituju (Winarti dkk., 2022). Entrepreneurial Motivation atau semangat wirausaha menjelaskan tentang semangat untuk mewujudkan apa yang diinginkan oleh seseorang, meliputi: tekad untuk memperoleh kesempatan usaha (Maryati & Masriani, 2019). Kemandirian pada diri individu mampu membentuk motivasi wirausaha (Hadiyati & Fatkhurahman, 2021).

Faktor terpenting (pendorong) dalam memulai bisnis adalah kebutuhan untuk bertahan hidup sedangkan faktor penarik, meliputi: keinginan mandiri, penentu model peran dan hasrat pengakuan. Setiap manusia mungkin memiliki keinginan pada dirinya agar dapat hidup secara mandiri dan tidak bergantung dari bantuan orang lain. Peluang tercapainya suatu kemandirian dapat dijangkau apabila pada bisnis telah mencapai keberhasilan. Individu tertarik dalam berwirausaha untuk menunjukkan bahwa dirinya

sebagai tokoh peran. Begitu juga profesi untuk menjadi pengusaha yang sukses diharapkan agar mampu memperoleh pengakuan di hadapan masyarakat umum. Selain itu juga, pandangan wanita dalam memulai bisnis dengan alasan dasar pada penciptaan pekerjaan bagi diri wanita itu sendiri (Isaga, 2019).

Kehidupan bisnis pada pengusaha wanita selanjutnya dijelaskan dalam konsep “tarikan” dan “dorongan”. Konsep “dorongan” dari motivasi berwirausaha diartikan bahwa pengusaha digerakkan atau “didorong” oleh unsur eksternal sedangkan konsep “tarikan” dari motivasi berwirausaha dimaksudkan dengan apa yang “menarik” pada bisnis dalam unsur internal. Selain itu, terdapat faktor keseimbangan, seperti dijelaskan mengenai laki bahwa “bertahan terhadap kehidupan diri sendiri” dan juga mendukung terhadap kewirausahaan wanita. Adanya korelasi atau keterkaitan positif dari unsur dorongan, tarikan dan juga keseimbangan terhadap faktor emosional pada kewirausahaan wanita (Özsungur, 2019).

Istilah “semangat” atau “motivasi” atau “kekuatan pendorong” berwirausaha merupakan bagian dari sisi dalam jiwa seseorang sedangkan lingkungan luar adalah sebagai faktor eksternal yang memperkuat munculnya niat berwirausaha (Nuryanto dkk., 2020). (Jadmiko dkk., 2022) meninjau tentang bagaimana dorongan wirausaha dapat terbentuk, melalui unsur: keinginan mandiri, hasrat perwujudan diri dan kekuatan pendorong. Semangat wirausaha pada diri seseorang dapat dicapai dengan rasa percaya diri. Seseorang dengan memiliki keyakinan tinggi untuk mencapai keberhasilan bisnis akan memiliki kekuatan dari dalam pada dirinya untuk berjuang atas usaha yang akan dibangunnya (Hadiyati & Fatkhurahman, 2021).

Dimensi dari semangat wirausaha dapat ditinjau menurut tiga sub dimensi yang meliputi: pertama, tekad untuk menjadi tangguh atau kuat (Wartiovaara dkk., 2019); kedua, perwujudan diri (Martela & Pessi, 2018); ketiga, faktor pendorong (Isaga, 2019). Sub dimensi “tangguh atau kuat” adalah sikap pengusaha yang menunjukkan bagaimana kompetensi yang pada akhirnya membentuk perilaku, seperti: kebebasan beraktivitas, mempunyai bisnis pribadi, mendapatkan penghormatan dan mengubah hobi sebagai bisnis yang menguntungkan. Motivasi yang kuat cenderung untuk mewujudkan hasil ide baru. Sub dimensi “ perwujudan diri” dimaknai dengan kekuasaan, keaslian dan ekspresi diri pada suatu pekerjaan, seperti: pandangan mengenai derajat seseorang yang lebih tinggi dihadapan publik, menikmati tantangan, mendorong atau mengarahkan pihak dan meneruskan warisan budaya. Selanjutnya subdimensi “faktor pendorong” dipahami bahwa pengusaha wanita mengalami permasalahan seperti: kekurangan sumber daya, relasi gender serta komitmen sosial dan budaya. Faktor yang mendorong motivasi wirausaha, diantaranya berupa harapan agar memiliki penghasilan tinggi, di mana kepuasan manusia atas pekerjaan sejatinya adalah tidak terbatas atau seseorang cenderung tidak pernah puas.

Pra penelitian, melalui survei terhadap wanita pekerja migran di Taiwan menunjukkan bahwa terdapat sekitar sepuluh persen (10 persen) dari mereka sudah mempunyai bisnis. Beberapa dari wanita pekerja migran Indonesia tersebut menjalankan wirausaha sembari mereka melakukan aktivitas pekerjaannya sebagai pekerja migran dari Indonesia. Peran wanita pekerja migran bagi suatu negara secara global adalah sebagai penyumbang terhadap keseluruhan perekonomian (Aisyah & Rahman, 2022). Sementara, mereka juga mendapatkan penghasilan dari bekerja di luar negeri selama masa kerjanya.

Pekerja migran di Indonesia atau dulunya dikenal dengan istilah TKW atau Tenaga Kerja Wanita dan saat ini lebih umum dengan sebutan PMI (Pekerja Migran Indonesia). Banyak diantara mereka sebagai PMI mengharapkan untuk memiliki (Ambarwati dkk.,

2020) pekerjaan sampingan selain pekerjaan utamanya sebagai pekerja di luar negeri. PMI, terutama dalam hal ini adalah gender wanita bercita – cita dapat memiliki usaha pribadi setelah mereka kembali ke negeri asal. Namun, beberapa dari pekerja migran wanita mempunyai keraguan atas niat untuk membuka usaha baru dan beberapa dari mereka telah membuka usaha baru secara online, tetapi ada pula usaha yang dirintis oleh pekerja migran wanita yang belum berkembang atau belum menunjukkan peningkatan hasil usaha.Adanya temuan penelitian yang menjelaskan bahwa keberhasilan UKM yang dimiliki oleh wanita dipengaruhi oleh faktor pribadi, lingkungan dan pemerintah.

Wanita menempatkan dirinya dalam dunia wirausaha disebabkan pandangannya yang menganggap bahwa wirausaha telah memberikan banyak kontribusi terutama untuk meningkatkan pendapatan tambahan bagi keluarga. Uang dan keuntungan usaha pada umumnya dianggap sebagai cara terbaik dalam mengukur keberhasilan bisnis (Gupta & Mirchandani, 2018). Profesi ganda yang dikerjakan oleh wanita dalam hal ini tidak hanya menjadi seorang ibu rumah tangga tetapi juga merangkap bekerja untuk orang lain. Bahkan wanita juga telah meluangkan waktunya untuk menjalankan wirausaha, yaitu seperti mereka yang menjadi pekerja migran. Proposisi yang dibangun pada penelitian ini mengacu pada penjelasan dari latar belakang yang diuraikan tersebut di atas, antara lain: proposisi pertama, motivasi wirausaha wanita lebih utama dipengaruhi oleh faktor dorongan; proposisi kedua, keberhasilan wirausaha wanita dapat didukung oleh faktor kekuatan pribadi, pengaruh lingkungan dan dukungan pemerintah.

Motivasi wirausaha pada wanita PMI di Taiwan adalah harapan untuk mendapatkan pekerjaan sampingan dan berarti bahwa mereka masih menginginkan tambahan penghasilan di luar dari pendapatan utama sebagai pekerja migran. Sementara, mereka juga memiliki keinginan dan maksud kedepannya untuk mempersiapkan tambahan sumber penerimaan ketika mereka kembali ke tanah air. Sikap pribadi oleh pengusaha sangat penting agar termotivasi untuk membangun bisnis yang ulet, sehingga akan mampu mencapai keberhasilan bisnis (Brixiová dkk., 2020). Pengusaha semestinya harus tetap teguh melewati berbagai tantangan bisnis (Rudhumbu dkk., 2020) termasuk apabila terjadi kemungkinan adanya kerugian modal akibat rendahnya penjualan dan apapun kejadian yang memungkinkan apabila terjadi situasi yang menyebabkan penipuan dan mengakibatkan kebangkrutan bisnis. Dukungan lingkungan bisnis yang kondusif akan menguatkan perkembangan bisnis wanita (Bullough dkk., 2014). Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menjembatani kelemahan usaha wanita, baik berupa permodalan maupun berbagi pengetahuan dan keterampilan (Neumeyer dkk., 2019).

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana membuka pandangan atau membangkitkan motivasi wirausaha wanita sebagai womenpreneur (PMI) di Taiwan dan mengungkapkan pengalaman wirausaha serta bidang usaha yang dijalankan. Beberapa penelitian yang pernah ada belum banyak riset yang menguraikan bagaimana membangun keberhasilan bisnis wanita secara berkelanjutan (Özsungur, 2019). Studi tentang pengusaha yang ada selama ini lebih banyak untuk mengungkapkan kewirausahaan pada pengusaha bergender laki – laki daripada pengusaha dengan gender wanita (Gupta & Mirchandani, 2018). Sementara, penelitian di beberapa tahun terakhir ini lebih sering menghubungkan pada peran pemanfaatan teknologi yang digunakan oleh womenpreneur dan dampaknya pada kinerja bisnis. Penelitian ini menarik karena dimaksudkan juga untuk mengeksplorasi tentang pandangan wanita (PMI) di Taiwan dalam membangkitkan motivasi wirausaha di antara kesibukan mereka dari pekerjaan utamanya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini didasarkan atas metode penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk menemukan gambaran mengenai womenpreneur PMI di Taiwan. Penggunaan deskriptif desain kualitatif ini diterapkan untuk memperoleh informasi mendalam tentang keadaan sebenarnya secara detail. Pendekatan kualitatif diterapkan dengan memperhatikan fenomena yang terjadi pada womenpreneurs dan selanjutnya kumpulan data diuraikan secara deskriptif untuk mempermudah pemahaman atas permasalahan. Dasar data pada studi ini, mencakup: pertama, data utama yang bersumber dari dialog dengan informan, ringkasan isian jawaban angket dan gambar atau suara terdokumentasi; kedua, data tambahan yang dipakai sebagai pendukung sumber informasi utama yang dapat berupa kutipan berita dari internet, literatur atau informasi terkini.

Teknik sampel yang digunakan pada studi ini adalah teknik purposive, di mana penentuan sampel dengan mempertimbangkan ketentuan tertentu, yaitu: PMI Taiwan yang mengikuti pelatihan kewirausahaan. Informan yang dilibatkan adalah peserta bimbingan kewirausahaan PMI di Taiwan. Sementara, tahapan pengumpulan data yang meliputi: pertama, mendapatkan data utama dari dialog dengan informan dan juga mengumpulkan perolehan jawaban survei atau merupakan data primer; kedua, pengumpulan bahan rujukan dari literatur, referensi buku yang dinilai sesuai dengan persoalan studi yang sedang diamati. Pengambilan data yang bersumber dari wawancara atau dialog dilakukan dengan mengatur ketentuan waktu dan sudah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak, yaitu: peneliti dan informan.

Wawancara dilakukan secara bergantian dengan informan, di mana secara teknis peneliti menyusun draft wawancara yang memuat serangkaian panduan kumpulan pertanyaan yang nantinya akan diajukan. Draft tulisan untuk wawancara dibuat dengan bahasa ringan, sehingga informan dapat memahami makna setiap pertanyaan dari peneliti. Beberapa informan terpilih dan sesuai kriteria informan yang dibutuhkan untuk data pada penelitian ini diberikan jadwal waktu untuk persiapan wawancara. Mengingat bahwa wawancara diadakan melalui online, maka peneliti terlebih dahulu mengatur sistem media pertemuan online dengan pengaturan pada perangkat dengan pilihan pada menu simpan.

Sementara, peneliti juga menyiapkan lembar catatan beserta alat tulis agar memudahkan untuk memahami dari setiap jawaban yang nantinya dilontarkan oleh informan kepada peneliti saat dilakukan wawancara. Ketika peneliti melakukan dialog dengan informan, maka sangat dimungkinkan jika nantinya akan muncul pertanyaan kepada informan yang sebelumnya tidak tercantum pada draft wawancara. Agar menghindari kekakuan pada saat dialog bersama dengan wanita PMI di Taiwan, maka peneliti berupaya membangun suasana wawancara menjadi semi formal dan fleksibel. Dengan demikian, data dari wawancara diharapkan mendapatkan hasil yang valid.

Tahap analisis data penelitian sebagai bagian yang menjelaskan bagaimana permasalahan ditinjau dengan penajaman kajian teori (Korstjens & Moser, 2017). Analisis data deskriptif kualitatif, di mana struktur penyajian analisis data dipaparkan secara khusus dengan dominasi pemakaian kata daripada angka. Berdasarkan hasil analisis data selanjutnya akan diketahui solusi atas masalah dan menguraikan tujuan penelitian. Triangulasi data digunakan untuk memperoleh kebenaran data dengan cara menyesuaikan hasil wawancara dengan dokumen angket. Selain itu, untuk mendapatkan akurasi dan kredibilitas atas data yang dikumpulkan, maka triangulasi data dapat diterapkan. Gambar 1. berikut ini menunjukkan tahap analisis data.

Sumber: (Miles & Huberman, 1994)

Tujuan penggunaan kata – kata adalah untuk menggambarkan kondisi sebenarnya yang terjadi (hasil riset). Pemakaian bahasa yang dapat diterima oleh publik sebagai pembaca, sehingga pemaknaan dari masalah penelitian akan lebih baik ditangkap oleh akal pikiran. Analisis data dilakukan secara bertahap ketika keseluruhan sumber informasi telah diperoleh secara lengkap. Kumpulan dokumen dari dialog yang dilakukan dengan informan serta intisari catatan disajikan dalam uraian penjelasan tertulis. Penjelasan atas alur proses penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data.

Peserta pelatihan kewirausahaan dalam suatu forum online dilakukan sesi dialog untuk menggali informasi dari womenpreneur PMI di Taiwan. Beberapa dari mereka diberikan pertanyaan seputar pemahaman mereka tentang wirausaha dan juga pengalaman mereka melakukan bisnis. Harapan tentang wirausaha juga menjadi bagian dari dialog. Informasi dikumpulkan dari hasil dialog dengan perwakilan peserta pelatihan. Setelah itu, tahap berikutnya pada bagian data yang dianggap penting akan dirangkum untuk menentukan bagaimana polanya.

Selanjutnya dipilih salah satu perwakilan womenpreneur PMI di Taiwan yang dinilai memiliki pemahaman dan pengalaman bisnis yang lebih baik dibandingkan dengan lainnya untuk dilakukan wawancara secara mendalam dengan beberapa acuan pertanyaan penelitian. Selain itu, penyebaran angket kepada peserta pelatihan kewirausahaan untuk mengetahui respon mengenai kewirausahaan dan memahami pengalaman wirausaha wanita PMI di Taiwan. Reduksi data dilakukan setelah memilih data yang diperoleh untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Tampilan data menunjukkan bagaimana penyajian atas data yang sudah dikumpulkan. Tahap akhir adalah melakukan penyimpulan untuk mengetahui semua informasi yang dibutuhkan pada penelitian ini dan bersumber dari peserta pelatihan, yaitu wanita PMI di Taiwan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan data kepada peserta pelatihan kewirausahaan sejumlah 240 PMI (Pekerja Migran Indonesia) di Taiwan, yaitu terwakili sebanyak enam orang informan, di mana survei dilakukan dalam dua sesi yang didominasi oleh gender perempuan. Sesi pertama dilakukan dialog dan wawancara dengan empat orang yang dinilai responsif dalam suatu aktivitas diskusi pendahuluan kepada peserta pelatihan. Dua orang informan dipilih

sebagai informan untuk sesi kedua pada pelatihan kewirausahan. Pengambilan suara untuk mengetahui pendapat peserta pelatihan terkait pengetahuan kewirausahaan dan juga pemahaman atas materi pelatihan kewirausahaan dilakukan secara spontan dengan melayangkan pertanyaan kepada informan, melalui online pada media aplikasi rapat tatap muka di akhir kegiatan pelatihan.

Data primer dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan sumber informasi utama, di mana pada penelitian ini sumber primer diharapkan dapat mengungkapkan tentang bagaimana hasil kegiatan pelatihan kewirausahaan, motivasi wirausaha dan bidang usaha yang pernah dikelola oleh wanita PMI di Taiwan. Pengumpulan data primer ini mulai dilaksanakan setelah mereka mengikuti serangkaian program kegiatan pelatihan kewirausahan. Sebelum dilakukan survei kepada PMI, maka diawali dengan dialog atau wawancara secara bergantian dengan beberapa PMI di Taiwan setelah program pelatihan kewirausahaan selesai dilaksanakan. Hasil wawancara secara mendalam kepada mereka akhirnya dapat dipahami bahwa terdapat sikap tertarik dari wanita PMI di Taiwan untuk mengenal dan memahami pengetahuan kewirausahaan. Sementara, dari dialog dengan mereka juga diketahui motivasi yang cukup besar pada wanita PMI di Taiwan untuk berwirausaha. Namun demikian, sebelum menggali lebih jauh mengenai bagaimana mengetahui faktor apa saja yang mendorong motivasi wirausaha pada wanita PMI di Taiwan, maka terlebih dahulu peneliti akan meninjau tentang pandangan mereka ketika diberikan pengetahuan tentang konsep dan pengetahuan kewirausahan.

Beberapa peserta pelatihan kewirausahaan, baik dari kedua sesi yang akan dinilai memenuhi kriteria menjadi informan adalah mereka yang menunjukkan sikap antusiasme dan proaktif dalam menangkap pemaparan dari pakar kewirausahaan dan penjelasan dari pendamping kewirausahan. Empat orang peserta kegiatan pelatihan pada sesi awal yang terpilih untuk diwawancarai, yaitu diantaranya mereka adalah dengan inisial nama “An”; “Su”; “Mar”, “Wat”. Mereka dalam hal ini berperan sebagai informan memiliki pandangan masing – masing, baik mengenai persepsi atas pelatihan kewirausahaan maupun motivasi wirausaha wanita yang dituangkan pada pernyataan atau pendapat dari pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti . Peserta pertama yang diwawancara, yaitu inisial atas nama “An” yang memberikan pendapatnya mengenai pandangan dirinya setelah mengikuti pelatihan kewirausahaan dan termasuk manfaat yang diterima dari paparan pakar kewirausahaan bersama dengan pendamping kewirausahaan:

“Saya baru ikut pelatihan kewirausahaan seperti ini pertama kali. Materi yang diajarkan bagi saya mudah dipahami, bapak yang ngasih penjelasan juga disampaikan dengan luwes. Saya jadi tertarik… ya gi mana caranya usaha saya bisa maju. Selama ini saya taunya hanya kerja ikut orang sama usaha kecil – kecil sambil coba coba, ya lumayan ada sedikit – sedikit tambahan. Selama ini, kalau ada pelatihan, ya hanya terkait sama pekerjaan dan keterampilan. Pelajaran tentang motivasi, kreatif sama inovasi belum dikenalkan. Arahan dari pengajarnya bikin saya tambah paham kalau usaha mau berkembang, kita nya juga harus terus kreatif dan banyak belajar. Penjelasan yang disampaikan tentang persiapan bisnis, saya jadi mikir kalau usaha tidak hanya soal modal tapi juga bagaimana ide usaha kita ”.

Sejauh ini menurut pendapat inisial dengan nama “An” yang merupakan perwakilan dari peserta pelatihan yang menyampaikan pandangannya mengenai pelatihan kewirausahaan

menunjukkan bahwa pelatihan kewirausahan baginya adalah menarik karena telah membentuk pola pikir dan mengarahkan mereka pada sikap positif terhadap pengetahuan bisnis bagi wanita PMI di Taiwan. Alih – alih mereka mengikuti pelatihan untuk mendapatkan tambahan informasi tentang bagaimana bisnis dan kewirausahaan, tetapi juga pengetahuan kewirausahaan telah memotivasi mereka untuk mengembangkan ide atau gagasan yang terkait dengan dunia bisnis dan wirausaha.

Peserta pelatihan diinterogasi untuk mengetahui respon dan pemahaman mereka terkait wirausaha. Hasil wawancara singkat dengan salah satu PMI Taiwan yang mewakili peserta pelatihan kewirausahaan menjelaskan bagaimana pemahaman mereka tentang wirausaha. Mereka selama ini beranggapan jika membuka usaha, maka modal bukan satu satunya penunjang keberhasilan usaha. Namun, mereka menyadari keteguhan hati atau mental perlu digali. Begitu juga pemahaman kewirausahaan juga perlu dimengerti. PMI Taiwan menyadari pentingnya wirausaha. Bahkan mereka semakin termotivasi untuk berwirausaha ketika kontrak kerja mereka akan selesai.

Pernyataan lain datang dari inisial atas nama depan panggilan “Su”, yaitu peserta pelatihan kewirausahan yang sudah lebih dahulu memiliki pengalaman untuk berwirausaha di desa tempat tinggalnya, di mana dirinya memberi sokongan modal dari hasil pendapatan menjadi PMI di Taiwan. Keterlibatannya dalam bisnis dengan sumbangsih modal adalah bagian dari upaya mendukung kewirausahaan, menurut inisial atas nama “Su” dalam wawancara dengannya:

“Saya bekerja sebagai PMI di Taiwan, selama ini besar harapan saya untuk mendapatkan modal barangkali kalau nanti saya punya keinginan untuk kembali ke desa saya. Modal dari gaji jadi TKW bisa saya pakai untuk membuka usaha, karena bekerja ikut orang, apalagi bukan di negara sendiri sifatnya hanya sementara. Kalau kontrak kerja saya habis waktu tempo harus mikir lagi mau lanjut atau balik kampung. Lumayanlah bagi saya kalau wirausaha bisa bantu - bantu untuk tambahan uang buat keluarga. Jika bisa usaha, saya pinginnya sih bisa untuk nambah nambah uang buat kebutuhan di desa. Lebih lebih jika usaha dikelola keluarga, jadi bisa mbantu buat kebutuhan di desa. Keluarga di desa ya pas pasan, jadi buruh tani dan gak punya lahan, apalagi sawah. Buka usaha toko kecil kecilan bisa buat ngisi simpenan. Meskipun gak banyak, uang saya kumpulin biar bisa wujud untuk keperluan mendadak”.

Pernyataan dari inisial atas nama “Su” menjelaskan bahwa dirinya mendatangi usaha “toko”yang dibangun ketika mendapatkan kesempatan untuk pulang ke tanah air. Dalam hal ini, inisial nama panggilan depan “Su” menyebutkan bahwa kalau dirinya biasanya juga mengkomunikasikan usaha yang saat ini telah dikelola keluarganya dari jarak jauh pada saat sedang berada di Taiwan. Kemudahan arus informasi yang diimbangin dengan ketersediaan teknologi membuat “Su” dapat memantau bisnisnya kapanpun saat dirinya memiliki kelonggaran waktu untuk berkomunikasi. Perangkat “Handphone” sangat memudahkan “Su” untuk berkomunikasi jarak jauh. Inisial dengan nama “Su” adalah seorang janda yang menitipkan anaknya bersama orang tuanya yang berkegiatan sebagai buruh tani di desa, sehingga kebutuhan keluarganya kemungkinan besar didukung oleh usaha yang dibangun tersebut.

Di sisi lain pendapat dari inisial dengan nama “Mar” sebagai salah wanita PMI di Taiwan yang sedang merintis usaha menceritakan tentang bagaimana pengalaman dirinya mengawali untuk membuka usaha:

Selama ini saya memang punya keinginan mau buka usaha tapi saya mikir usaha apa yang kira kira cocok sama saya. Modal saya tidak banyak, begitupun saya juga tidak punya keterampilan khusus, seperti: buat produk. Semangat saya untuk bisnis itu ada, walaupun kemampuan saya terbatas. Saya pikir pikir, akhir saya nekad untuk coba jualan online saja dengan ambil barang dari orang. Alhamdulillah untung sedikit sedikit buat sampingan. Kadang saya juga promosi sama teman teman saya lewat wa. Saya iseng buat pajang status barang yang saya jua, kalau ada yang tertarik mereka hubungi saya. Kedepannya saya bisa ngumpulin modal buat besarkan usaha toko online saya. Saya juga masih pingin belajar tentang pemasaran digital untuk menambah kemampuan usaha online saya”….

Berdasarkan pendapat inisial dengan panggilan nama depan “Mar” menunjukkan pandangan yang dapat dipahami bahwa apabila dalam keadaan tertentu, di mana keterbatasan pemahaman produksi atau ketidakmampuan pengusaha untuk membuat produk tertentu atau barang jadi yang nantinya akan ditawarkan kepada konsumen, maka tidak menutup kemungkinan mereka yang tidak memiliki kapabilitas tersebut akan tetap berpeluang untuk membuka usaha. Meskipun demikian, kiranya tetap dibutuhkan kebenaran informasi yang dapat mendukung kemajuan usaha secara online. Demikian bahwa meskipun terdapat kondisi yang tidak memungkinkan memproduksi barang atau dengan keterbatasan kapabilitas produksi oleh seseorang, maka tidak menghalanginya untuk tetap menjalankan bisnis asalkan memiliki tekad dan semangat kewirausahaan.

Peserta dengan inisial “Wat” memberikan jawaban atas pendapatnya mengenai kelemahan yang dialami pada usahanya:

“Saya membangun bisnis tidak mudah dan banyak kendala. Awalnya saya usaha modal saya dapat dari pinjam uang ke saudara yang jumlahnya pada saat itu kurang lebih lima jutaan. Bisnis yang saya buka adalah jenis usaha waralaba untuk produk minuman. Kebutuhan perlengkapan dan bahan untuk jualan, seperti: meja dan produk telah disediakan. Modal saya waktu itu terbatas dan saya tidak ingin repot untuk produksi, ya jadinya saya milih untuk usaha franchise. Meskipun awalnya produk saya laris karena belum banyak yang jualan, tetapi lama kelamaan juga banyak pesaing produk yang hampir sama. Kelemahan produk yang saya jual tidak ada inovasi, akhirnya ya kalah dengan produk yang sekarang ini. Syukur syukur jualan saya laku sedikit, paling tidak ya pernah balik modal karena kalau enggak ya bisa rugi. Kalau begitu, saya bayar modal pinjam pakai apa lagi.

Pernyataan yang disampaikan oleh inisial atas nama “Wat” menjelaskan bahwa banyak rintangan yang dihadapi pengusaha di setiap situasi dan kondisi bisnis. Saat usaha pertama kali dibuka, maka pengusaha akan cenderung mengalami kelemahan modal. Sementara lain, apabila usaha yang didirikan sudah mulai tumbuh, berkembang dan mulai maju, maka bermunculan tantangan dari para pesaing yang dapat menjadi problematika bisnis yang harus dihadapi kedepannya. Bahkan, jika usaha yang sedang dijalankan belum mampu untuk mengimbangi dan mengantisipasi kehadiran para pesaing. Demikian, sangat

dimungkinkan terdapat kerugian dan kemerosotan bisnis padahal bisnis dirintis sejak awal dan dibangun dari bantuan pinjaman modal. Penting untuk diperhatikan oleh pemilik usaha untuk mengembangkan inovasi bisnis sebagai wujud upaya untuk bertahan dan berjuang dalam keberlangsungan usaha mendatang.

Wawancara selanjutnya akan diberikan kepada dua orang yang mewakili dari wanita PMI di Taiwan dan merupakan peserta pelatihan untuk sesi kedua pada kegiatan pelatihan kewirausahaan, yaitu insial dengan nama “En” dan “Rum”. Dialog wawancara pertama diberikan untuk inisial dengan nama “En” sedangkan di waktu yang berbeda wawancara diadakan dengan informan atas nama panggilan depan “Rum”. Pendapat tentang harapan atau keinginan pekerjaan di masa depan dari mereka sebagai PMI di luar negeri ketika nantinya akan kembali ke daerah asal tempat tinggalnya, disampaikan ketika dalam suatu kesempatan berdialog bersama dengan inisial atas nama “En” dalam pernyataannya:

Kerja di luar negeri karena keadaan, terkadang terpikir apakah hidup harus terus jauh dari keluarga, tapi harus bagaimana lagi hidup di desa pendapatan pas pasan padahal anak butuh sekolah dan sehari hari butuh biaya. Saya kerja jadi TKW sudah 18 tahun, lima tahun lagi kalau kontrak kerja habis pinginnya balik ke desa, masa tua saya pingin sama keluarga di desa. Sebenarnya saya ada angan angan nanti kalau pulang pingin buka usaha, rencananya kalau gak buka jasa giling padi atau mungkin mau buat usaha keripik blinjo jagung. Di desa saya banyak panen jagung sama padi. Nanti rencananya, modal dari tabungan saya selama jadi TKW. Umur saya juga sudah hampir mau 50 tahun. Buat usaha kecil – kecilan di desa sekalian ngajak anak sama adek saya, tapi kalau nanti anak saya pingin kerja sendiri ikut orang juga tidak apa apa biarkan dia mau cari pengalaman. Saya usaha nanti biar dibantu dua adik saya yang saat ini jadi buruh tani. ”

Mengacu terhadap perkataan dari peserta dengan inisial atas nama “En” yang memiliki harapan dan rencana di masa tuanya. Dirinya mempunyai keinginan besar ketika nantinya ingin mengakhiri pekerjaannya sebagai wanita PMI di Taiwan dan memiliki maksud untuk membuka usaha bersama anak dan saudaranya. Tekad kuat dari “En” karena merasa yakin telah memiliki tabungan yang cukup untuk berbisnis. Masa kerja yang cukup lama sebagai PMI di Taiwan membuatnya ingin kembali ke daerah asalnya.

Berbeda dengan pendapat inisial dengan nama depan “En”, di mana dirinya telah lama bekerja sebagai migran di luar negeri. Berikut ini adalah beberapa pandangan inisial atas nama “Rum” yang justru berbeda dari pemikiran inisial atas nam “En” mengenai prinsip bekerja, yaitu masih menginginkan untuk tetap bekerja menjadi wanita PMI di Taiwan. Dalam wawancaranya dengan inisial atas nama panggilan depan “Rum” menyampaikan bahwa:

Saya jadi TKW di Taiwan ini baru tiga tahun. Kalau dulu saya kerja di Indonesian jadi penjaga toko orang. Kalau gajinya sih cukup buat makan dan uang bayar kos untuk saya menginap. Alhamdulillah kerja di luar negeri bisa ngasih orang tua. Kalau untuk usaha, saya mampunya masih join dengan kakak perempuan saya di Bandung buat jualan online tas dan dompet. Selain jual online, kakak perempuan saya juga buat etalase toko di samping rumahnya. Barang yang dijual ambil dari produsen langsung jadi bisa ambil untung lebih besar. Beberapa kali saya transfer uang sama kakak saya untuk tambah tambah modal.Usaha dijalankan kakak saya

dan suaminya. Kalau ada untung dari penjualan banyak. Uang diputar lagi untuk modal. Sekali waktu kalau saya pas pulang, saya juga bantu usaha kakak saya. Dalam waktu beberapa tahun ini, saya masih kerasan kerja di Taiwan dan belum ingin pulang ke daerahnya. Pendapatan bekerja di Taiwan lebih besar daripada saya bekerja di toko dulu. Meskipun, saya masih punya keinginan wirausaha entah kapan atau mungkin kalau nanti saya sudah menikah pingin buka usaha warung nasi karena nenek saya dulunya pernah jualan nasi keliling. Sekarang usaha saya masih bergabung sama kakak saya, meskipun hanya tambahan modal usaha.”

Asumsi dasar terhadap peserta pelatihan dengan inisial atas nama “En” yang merupakan gadis perempuan yang belum menikah dan masih bertahan untuk bertempat tinggal di luar negeri serta tetap bekerja sebagai PMI Taiwan. Profesi inisial atas nama “En” telah bekerja dalam kisaran waktu yang kurang lebih tiga tahun, sehingga keputusan untuk bekerja di luar negeri adalah suatu prioritas. Pemikiran dirinya untuk tetap bekerja di negara lain adalah disebabkan oleh faktor pendapatan yang dinilai menarik untuk tetap bertahan tinggal di Taiwan. Pernyataan inisial atas nama “En” dalam wawancara juga menunjukkan bahwa terdapat keinginan pada dirinya kelak di masa depan untuk dapat membuka usaha jika kembali ke daerahnya, tetapi sejauh ini untuk orientasi berwirausaha hanyalah sebatas bekerjasama dengan pihak lain dalam bentuk berupa modal. Dengan demikian, inisial atas nama “En” belum siap untuk mendirikan usaha sendiri. Mengingat, jika pengalaman dalam keterlibatan wirausaha pada dirinya belum pernah terjadi, maka melalui usaha join bersama pihak lain yang lebih berpengalaman dan lebih memiliki tingkat kekerabatan yang dekat akan menjadi alternatif pembelajaran untuk berwirausaha di masa mendatang.

Berdasarkan telaah dari hasil wawancara pendahuluan diketahui bahwa latar belakang pendidikan wanita PMI di Taiwan sebagian besar mereka secara umum adalah memiliki pendidikan di tingkat menengah ke atas. Bahkan beberapa diantaranya juga memiliki pendidikan di tingkat menengah ke bawah. Sementara, pengambilan keputusan pada saat mencari pekerjaan juga dipengaruhi dari faktor pendidikan. Di samping itu, terdapat faktor lain yang mempengaruhi para wanita menjadi PMI di Taiwan. Namun, garis besarnya profesi menjadi seorang PMI terutama lebih terdorong oleh faktor ekonomi dan jumlah pendapatan yang diterima sebagai pekerja atau buruh.

Diketahui bahwasanya angka nominal dari jumlah pendapatan di luar negeri adalah jauh lebih besar nilainya jika dibandingkan dengan angka jumlah pendapatan di Indonesia dengan jenis profesi yang rata – rata kemungkinan merupakan pekerjaan yang sama. Bahkan, tidak jarang wanita memutuskan untuk meninggalkan keluarga dan menjadi pekerja migran di luar negeri. Profesi wanita menjadi migran dikarenakan oleh tingginya biaya kebutuhan hidup, sementara peluang pekerjaan di dalam negeri juga lebih susah dan pendapatan juga lebih sedikit. Meskipun adanya kemungkinan faktor lain yang juga mengarahkan untuk menjadi pekerja migran, tetapi besarnya alasan untuk bekerja di luar negeri jika tanpa disertai dengan keterampilan kerja tertentu, maka sebab utamanya adalah pengaruh faktor keuangan pada diri seseorang.

Setelah mengadakan wawancara dan pengumpulan data berikutnya akan dilanjutkan dengan survei kepada wanita PMI di Taiwan. Hasil data yang diperoleh dari pernyataan beberapa informan, di mana temuan penelitian menunjukkan bahwa bilamana mereka mempunyai semangat, kemauan dan kemampuan untuk menjalankan usaha di tempat tinggalnya Indonesia. Semangat dan kemauan mereka perlu untuk dimotivasi agar niat wirausaha dapat terealisasi secara konsisten. Begitupun kapabilitas bisnis wanita penting

untuk difasilitasi, seperti: pelatihan kewirausahaan dan keterampilan bisnis lainnya yang mampu mendukung keberhasilan bisnis wanita PMI di Taiwan. Keinginan untuk bekerja tidak jauh dari keluarga adalah harapan bagi wanita sebagai PMI. Meskipun banyak desakkan pada kebutuhan hidup mereka mendorong agar tetap bertahan untuk tinggal dan bekerja di luar negeri. Minat mereka untuk belajar dan memahami kewirausahaan cukup tinggi dan menjadi bekal jika nantinya mereka akan kembali ke negara asal daerahnya.

PMI di Taiwan memiliki syarat dan ketentuan kerja secara ketat, misalnya seperti: jam kerja mereka yang cukup padat dengan jumlah jam kerja tertentu. Pekerja migran cenderung akan menjadi lebih sibuk ketika bekerja di luar negeri daripada bekerja di luar negeri dikarenakan pola budaya kerja yang berbeda di setiap negara. Namun demikian, di tengah kesibukan mereka di luar negeri, seperti sebagai PMI di Taiwan, tetapi mereka tetap menyempatkan diri pada berbagai aktivitas kegiatan pelatihan lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan diri menghadapi perubahan dan tantangan dunia global. Salah satunya, mereka menyampaikan adanya keterlibatan untuk mengikuti pendidikan kesetaraan dan termasuk juga berbagai macam pelatihan yang akan mendukung keterampilan. Mereka mengikuti serangkaian kegiatan pelatihan dimaksudkan agar dapat menstimulasi kreativitas dan inovasi.

Selain itu, diketahui pula jika diantara wanita PMI di Taiwan berusaha atau mencoba untuk menjalankan bisnis secara digital. Mereka sementara waktu berwirausaha hanya sebatas online shop. Penjualan online yang dilakukan adalah memanfaatkan perangkat, informasi dan teknologi. Kegiatan pelatihan dan wirausaha dilakukan selama tidak mengganggu jam kerja mereka. Apalagi marak pelatihan diterapkan secara online di masa pandemi. Dengan demikian, segala bentuk kegiatan mereka tidak mengganggu aktivitas profesi pekerjaan utama mereka sebagai PMI di Taiwan.

Wawancara selanjutnya kepada wanita PMI di Taiwan adalah menggali tentang jenis bidang usaha yang dijalankan mereka dan menjelaskan dasar alasan memilih usaha yang pernah dikerjakan tersebut agar dapat dikembangkan. Beberapa usaha yang dijalankan mereka, antara lain bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha: pertanian, kuliner, toko online dan jenis usaha lainnya. Survei terhadap seluruh peserta pelatihan wanita PMI di Taiwan menunjukkan bahwa usaha pertanian dari beberapa usaha yang dijalankan mereka, diketahui bahwa proporsi usaha di bidang pertanian adalah sebesar 34 persen. Sementara, proporsi bisnis selebihnya bergerak di sektor usaha lainnya. Bisnis pada sektor pertanian merupakan jenis bisnis yang dapat dikembangkan terutama untuk beberapa bidang, seperti: perkebunan, perhutanan serta peternakan.

Usaha yang dikembangkan pada bidang usaha pertanian adalah salah satu bentuk bisnis yang cukup potensial untuk dikembangkan. Indonesia dengan kekayaan alamnya, sehingga dikenal dengan sebutan sebagai negara agraris maupun negara maritim yang memiliki tanah subur atau biasa diistilahkan dalam ungkapan “Gemah Ripah”. Dengan demikian, kondisi alam ini dapat mendukung banyak potensi sumber daya alam di berbagai daerah dan tersebar di berbagai penjuru wilayah Indonesia. Selain itu juga didukung oleh iklim dan suhu tropis semakin menguatkan dalam menjalankan bisnis pertanian di Indonesia. Tanah yang subur dengan cuaca cerah menghasilkan panen produk pertanian melimpah dan memiliki nilai jual tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara dan survei menunjukkan bahwa proporsi dari wanita PMI di Taiwan bergerak di bidang bisnis online sebanyak 18 persen dari. Di masa peristiwa pandemi Covid-19, usaha online mengalami peningkatan begitu besar. Kondisi ini terjadi akibat interaksi dengan publik yang terbatas jarak dan ruang. Bisnis online merupakan

usaha yang dijalankan dengan memanfaatkan arus informasi dan teknologi, melalui jaringan internet. Aktivitas bisnis, seperti misalnya pada kegiatan jual beli, kontrak perdagangan, jalinan hubungan pelanggan, program promosi maupun aktivitas lainnya yang dapat mendukung bisnis dilakukan menggunakan media secara online, baik dalam bentuk platform sosial ataupun platform komersial.

Bisnis online dinilai cukup memberikan manfaat di masa depan. Mengingat bahwa sistem bisnis online tidak terdapat batasan dalam menemukan konsumen. Kemudahaan penggunaan transaksi online serta kebutuhan modal lebih efisien, seperti layaknya bisnis konvensional pada umumnya, sehingga memungkinkan keterbukaan peluang bagi siapa saja untuk berwirausaha. Seseorang pendatang baru dalam bisnis yang ingin berjualan atau berdagang dapat menawarkan produk dan layanannya lebih mudah dengan metode online. Demikian juga yang dilakukan oleh wanita PMI di Taiwan ketika toko bisnis online. Meskipun sistem penjualan tradisional selama ini masih beroperasi di pasaran seperti biasa, yaitu: dijalankan dengan cara mendatangi lokasi usaha. Namun, bisnis online juga menawarkan cara alternatif efektif untuk berbisnis dengan metode yang lebih mudah.

Selain membuka bisnis di bidang usaha pertanian, kuliner dan toko online, mengacu pada data primer menunjukkan bahwa beberapa wanita PMI di Taiwan tertarik membuka bisnis di bidang usaha lainnya seperti: fashion, retail, kerajinan tangan, bengkel, warnet, reseller dan investor di usaha orang lain. Kebanyak dari usaha lain tersebut menyajikan jenis bisnis berbasis jasa bagi konsumen yang mengharapkan kebutuhan terhadap layanan. Oleh karena itu, proporsi jumlah pelaku usaha dari variasi beberapa bisnis lainnya adalah sebesar 30 persen yang mewakili rata – rata usaha lain tersebut.

Keseluruhan dari jumlah proporsi bidang usaha yang dijalankan oleh wanita PMI di Taiwan dan merupakan temuan pada penelitian ini seperti sebagaimana yang telah ditunjukkan pada Gambar 2. tersebut di bawah., di mana mengindikasikan bahwa terdapat beberapa macam spesifikasi jenis bidang usaha yang tengah dijalankan oleh PMI di Taiwan. Menurut Gambar 2. juga dapat dimengerti, apabila bidang usaha dengan jumlah yang paling banyak digeluti oleh womenpreneur PMI di Taiwan adalah usaha pertanian, yaitu dengan proporsi sejumlah 34 persen. Selanjutnya proporsi atas bidang usaha yang cukup besar lainnya, yaitu sebesar 30 persen adalah jenis bidang usaha lainnya yang menekankan pada produk layanan. Bisnis selain usaha pertanian, kuliner dan toko online menampilkan kecenderungan usaha saat ini. Gambar 2. di bawah, berikut ini menunjukkan banyaknya proporsi beberapa jenis bidang usaha yang pernah dan sedang dijalankan oleh wanita PMI di Taiwan.

Spesifikasi Bidang Usaha

  • Pertanian Makanan Minuman Toko Online Usaha Lain

Gambar 2. Spesifikasi Bidang Usaha “Womenpreneur PMI Taiwan” Sumber: Data Primer, 2022

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan, maka diketahui bila proporsi womenpreneur PMI di Taiwan adalah sebesar 93 persen. Womenpreneur dalam hal ini adalah wanita pengusaha Indonesia yang berprofesi sebagai migran di Taiwan. Bisnis yang dijalankan mereka berada di kondisi yang berbeda, baik berkembang atau justru mengalami kerugian dan akan berupaya untuk merintis usaha baru. Motivasi wirausaha yang besar dimiliki oleh mereka pada saat baru mulai mendirikan bisnis. Wanita PMI di Taiwan mempunyai keinginan besar untuk mampu meningkatkan ekonomi keluarga dan termasuk dorongan dalam dirinya untuk dapat menghasilkan output di lingkungan sekitarnya.

Harapan mereka adalah supaya dapat memperbaiki hidup menjadi lebih baik dan usaha yang dirintis akan mampu bertumbuh dengan bagus. Proporsi sebesar tujuh (7) persen atau merupakan sisanya adalah mereka para wanita PMI di Taiwan yang menyebutkan bahwa motivasi wirausaha bagi mereka, yaitu: ketika menciptakan usaha yang didasarkan oleh adanya pasar produk yang diinginkan bagi konsumen tertentu. Dalam mengelola usaha yang baru dirintisnya, proporsi sebesar 64 persen merupakan mereka sebagai womenpreneur PMI di Taiwan, di mana mereka telah mempunyai bisnis dan pernah melakukan kerjasama dengan pengusaha lain. Kerjasama bisnis ditujukan untuk mendistribusikan produk. Penyaluran dalam bentuk kerjasama bisnis dilakukan, melalui sistem bagi hasil bersama patner usahanya.

Pendapat dari beberapa womenpreneur PMI di Taiwan mengatakan jika sebagian personal rekan bisnis dalam kerjasama usaha, sejauh ini adalah sebagai pihak yang dianggap mengenal dekat bagi womenpreneur PMI. Berdasarkan proporsi sebesar 36 persen atau sisanya merupakan womenpreneur PMI di Taiwan, di mana selama ini mereka sudah memiliki bisnis atau menjalankan usahanya secara mandiri. Sementara, temuan di lapangan justru menunjukkan jika terdapat proporsi sebanyak 64 persen womenpreneur PMI di Taiwan saat ini tengah mengalami kendala pada bisnisnya yang perlu diselesaikan.

Hambatan bisnis womenpreneur PMI di Taiwan selama ini, diantaranya berasal dari faktor internal, seperti: kurangnya pengetahuan (Lahamid, 2018), keuangan terbatas (Surya, 2021), pengiriman lingkup tertentu (Maesaroh, 2020). Beberapa permasalahan bisnis lainnya yang menjadi tantangan bagi mereka, antara lain seperti: sumber daya manusia yang terbatas. Latar belakang pendidikan mereka masih dalam kategori sekolah menengah bawah dan ditambah keterbatasan keterampilan bisnis menyebabkan kurangnya pengetahuan bagi mereka untuk memajukan bisnis. Demikian, kelemahan pengetahuan dan keterampilan pada mereka mengakibatkan sumber daya manusia yang terbatas. Begitu juga, apabila womenpreneur ingin menyewa tenaga ahli yang terjadi adalah keterbatasan sumber keuangan pada bisnis yang dibangun. Mereka masih mengumpulkan tabungan dari hasil kerja sebagai PMI di Taiwan. Hasil tabungan akan digunakan untuk modal usaha kelak nantinya. Diketahui bahwa dalam berwirausaha, keuangan mereka masih terbatas dan mempengaruhi terhadap usahanya yang masih bersifat mikro.

Distribusi penjualan produk PMI hanya menjangkau jaringan wilayah terbatas, sehingga lingkup pengiriman juga pada daerah tertentu. Cakupan wilayah penjualan yang sempit dikarenakan usaha yang dikelola mereka terutama adalah jenis usaha berskala usaha mikro atau kecil. Mengacu pada hasil survei terhadap womenpreneur PMI di Taiwan yang mengalami kesulitan usaha dari tinjauan faktor eksternal (Del Rosa dkk., 2021)menunjukkan proporsi sebanyak 36 persen. Sisi eksternal yang mempengaruhi bisnis merupakan hambatan yang berasal dari lingkungan eksternal dan cenderung kurang mendukung keberadaan bisnis, misalnya: situasi politik, kondisi ekonomi dan nilai sosial. Situasi politik mempengaruhi kenyamanan di lingkungan negara. Iklim bisnis bertumbuh pada situasi politik yang kondusif. Kondisi ekonomi terkait dengan nilai uang, inflasi dan kebijakan pemerintah. Apabila nilai inflasi rendah yang diikuti juga dengan suku bunga pinjaman yang rendah serta nilai uang yang stabil, maka iklim usaha akan baik dan mendorong pengusaha lebih tertarik mengembangkan bisnis (Supriyatin, 2019). Bisnis dibangun dengan mempertimbangkan nilai sosial yang terkait dengan etika dan moral, seperti: menjual produk halal dan mensyaratkan periinan sesuai aturan yang berlaku.

SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian mengenai motivasi wirausaha yang dilakukan kepada peserta pelatihan kewirausahaan dan juga merupakan wanita Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan, di mana mereka juga berperan sebagai womenpreneur. Tujuan studi ini pula ingin mengetahui bidang usaha yang pernah dan sedang dikerjakan oleh wanita PMI di Taiwan. Temuan studi menunjukkan bahwa hampir semua womenpreneur PMI tersebut memiliki dasar motivasi kuat dalam membangun usaha. Berdasarkan hasil wawancara diketahui jika kebanyakan womenpreneur PMI di Taiwan mengungkapkan apabila motif utama berbisnis dikarenakan oleh keinginan dan harapan untuk meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga serta menghasilkan output bagi lingkungan sekitar.

Womenpreneur PMI di Taiwan menganggap bahwa wirausaha mengharapkan dirinya mampu menciptakan peluang keberhasilan bisnis untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga. Selain itu, bukti menunjukkan bahwa sebagian besar womenpreneur PMI di Taiwan melakukan kegiatan bisnis pada usaha yang dijalankan di Indonesia untuk mendukung peningkatan pendapatan usaha, seperti diantaranya membuka peluang kerjasama bisnis dengan pelaku usaha lain. Sistem bagi hasil usaha diterapkan oleh womenpreneur PMI untuk menarik minat kerjasama bisnis bagi pengusaha lain.

Beberapa womenpreneur PMI di Taiwan menghadapi beberapa tantangan bisnis berupa kelemahan faktor internal usahanya yang dapat menghambat kesuksesan usaha mereka, meliputi: kurangnya pengetahuan bisnis, sumber keuangan terbatas, pengiriman pada lingkup tertentu.

Begitupun kelemahan sumber daya manusia yang menghambat kemajuan usaha. Oleh karena itu, untuk menyikapi kendala bisnis womenpreneur PMI di Taiwan dibutuhkan perna pihak eksternal untuk memberi dukungan atas keterbatasan mereka dalam bisnis. Bentuk partisipasi pihak eksternal, seperti: pemerintah memfasilitasi kebutuhan modal maupun perijinan; pihak lain seperti lembaga pendidikan dapat memberi pelatihan bisnis untuk mengembangkan pengetahuan usaha kepada para womenpreneur Pekerja Migran Indonesia di Taiwan. Keilmuan bisnis yang didapatkan womenpreneur PMI di Taiwan dapat menjadi modal usaha ketika nantinya mereka pulang ke kampung

REFERENSI

Agustina, T. S. (2020). Pengaruh Perilaku Inovatif pada Keberhasilan Womenpreneur

Etnis Madura sebagai Pedagang Pakaian Jadi. INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia. https://doi.org/10.31842/jurnalinobis.v3i2.127

Aisyah, S., & Rahman, A. (2022). Karakteristik Sosial Ekonomi dan Demografi yang Mempengaruhi Remitan Pekerja Migran. KINERJA, 19(1), 1–14.

Ambarwati, E., DJ, E. W., & Lestarini, N. (2020). Pemberdayaan Purna Tenaga Kerja Indonesia oleh Pemerintah Desa. Jurnal Administrasi Pemerintahan Desa, 1(1), 12–32.

Amin, P., Ulfah Arini, D., Bamang Permadi, W., & Pamulang, U. (2020). Memetakan Bakat dan Minat Siswa dengan Membangun Mental Wirausaha Guna Mendukung Program Ekonomi Kreatif Di Lingkungan Sekolah. JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri), 4(2), 308–318. https://doi.org/10.31764/JMM.V4I2.2089

Brixiová, Z., Kangoye, T., & Said, M. (2020). Training, human capital, and gender gaps in entrepreneurial performance. Economic  Modelling,   85,  367–380.

https://doi.org/10.1016/J.ECONMOD.2019.11.006

Bullough, A., Renko, M., & Abdelzaher, D. (2014). Women’s Business Ownership:

Operating Within the Context of Institutional and In-Group Collectivism. https://doi.org/10.1177/0149206314561302,         43(7),         2037–2064.

https://doi.org/10.1177/0149206314561302

Del Rosa, Y., Ekonomi dan Bisnis, F., & Dharma Andalas, U. (2021). Kajian Omzet UMKM Kota Padang Saat Pandemi Covid 19 Ditinjau Dari Faktor Internal dan Eksternal. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Dharma Andalas, 23(1), 195–207.

https://doi.org/10.47233/JEBD.V23I1.195

Diana Sari, W., Nurani, R., Islam Riau, U., & Suska Riau, U. (2022). Menempatkan Peran Wirausaha Wanita Dalam Usaha Kecil Dan Menengah Di Indonesia – Sektor Makanan & Minuman. Management Studies and Entrepreneurship Journal (MSEJ), 3(2), 388–406. https://doi.org/10.37385/MSEJ.V3I2.432

Gupta, N., & Mirchandani, A. (2018). Investigating entrepreneurial success factors of women-owned SMEs in UAE. Management Decision,  56(1), 219–232.

https://doi.org/10.1108/MD-04-2017-0411/FULL/XML

Hadiyati, H., & Fatkhurahman, F. (2021). Dampak Kepercayaan Diri Mahasiswa Berwirausaha Melalui Lingkungan Keluarga dan Kemandirian. INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen    Indonesia,    5(1),    77–84.

https://doi.org/10.31842/JURNALINOBIS.V5I1.213

Hendrayati, H., & Syahidah, R. K. (2018). Barriers and Possibilities of Implementation of Customer Relationship Management on Small and Medium Enterprises by Womenpreneurs. Jurnal Bisnis dan   Manajemen,   19(2),   72–87.

https://doi.org/10.24198/JBM.V19I2.196

Isaga, N. (2019). Start-up motives and challenges facing female entrepreneurs in Tanzania. International Journal of Gender and Entrepreneurship, 11(2), 102–119. https://doi.org/10.1108/IJGE-02-2018-0010/FULL/XML

Jadmiko, P., Utami, W., Putri, T. D., & Davizy, R. (2022). MINAT BERWIRAUSAHA SOSIAL: STUDI EMPIRIS DIKALANGAN MAHASISWA DI BERBAGAI PERGURUAN TINGGI NEGERI DAN SWASTA. Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 19(2), 165–171. https://doi.org/10.31849/JIEB.V19I2.10490

Jamu, M. E. (2018). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Berwirausaha Mahasiswa (Studi Kasus Pada Mahasiswa Manajemen Universitas Flores). INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia, 1(3), 305–317.

https://doi.org/10.31842/JURNAL-INOBIS.V1I3.38

Korstjens, I., & Moser, A. (2017). Series: Practical guidance to qualitative research. Part 2:        Context,        research        questions        and        designs.

https://doi.org/10.1080/13814788.2017.1375090,        23(1),        274–279.

https://doi.org/10.1080/13814788.2017.1375090

Lahamid, Q. (2018). Hambatan dan Upaya UMKM Kreatif Menjalankan Usaha Berbasis Syariah di Kota Pekanbaru. Sosial Budaya,    15(1),    27–36.

https://doi.org/10.24014/SB.V15I1.4992

Maesaroh, S. S. (2020). Upaya Peningkatan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kota Tasikmalaya melalui Pemanfaatan System Informasi Geografis (SIG). Jurnal Ilmu Manajemen dan  Bisnis,  11(1),  61–74.

https://doi.org/10.17509/JIMB.V11I1.21148

Maharani, I. F., Hidayat, D., & Dianita, I. A. (2021). Penerapan Digital Marketing Pada Konteks Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Womenpreneur “Maima” Indonesia. Jurnal Komunikasi Universitas Garut: Hasil Pemikiran dan Penelitian, 7(2), 699– 709.

Martela, F., & Pessi, A. B. (2018). Significant work is about self-realization and broader purpose: Defining the key dimensions of meaningful work. Frontiers in Psychology, 9(MAR), 363. https://doi.org/10.3389/FPSYG.2018.00363/BIBTEX

Maryati, W., & Masriani, I. (2019). Peluang Bisnis Di Era Digital Bagi Generasi Muda Dalam Berwirausaha: Strategi Menguatkan Perekonomian. Jurnal MEBIS (Manajemen dan Bisnis), 4(2), 125–130. https://doi.org/10.33005/MEBIS.V4I2.62

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative data analysis: An expanded

sourcebook. sage.

Nabillah, O., Dan, B., & Hidayah, N. (2021). Pengaruh Dukungan Sosial, Basis Pengetahuan Dan Orientasi Pribadi Terhadap Keberhasilan Wanita Wirausaha. Jurnal     Manajerial     Dan     Kewirausahaan,     3(2),     426–434.

https://doi.org/10.24912/JMK.V3I2.11889

Nengseh, R. R., & Kurniawan, R. Y. (2021). Efikasi Diri Sebagai Mediasi Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan dan Motivasi Berwirausaha terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa. Edunomic: Jurnal Ilmiah Pendidikan Ekonomi Fakultas Pendidikan dan Sains, 9(2), 156–167. https://doi.org/10.33603/EJPE.V9I2.5157

Neta, M., & Haas, I. J. (2019). Movere: Characterizing the role of emotion and motivation in shaping human behavior. Nebraska Symposium on Motivation, 66, 1– 9. https://doi.org/10.1007/978-3-030-27473-3_1/COVER

Neumeyer, X., Santos, S. C., Caetano, A., & Kalbfleisch, P. (2019). Entrepreneurship ecosystems and women entrepreneurs: a social capital and network approach. Small Business Economics, 53(2), 475–489. https://doi.org/10.1007/S11187-018-9996-5/METRICS

Nuryanto, U. W., Djamil, M., Sutawidjaya, A. H., Saluy, A. B., Studi, P., & Manajemen, D. (2020). Analisis Pengaruh Efikasi Diri, Motivasi, Pendidikan Wirausaha dan Lingkungan Sosial Terhadap Minat Wirausaha UMKM Di Kabupaten Serang. Dynamic        Management        Journal,        4(2),        27–39.

https://doi.org/10.31000/DMJ.V4I2.2315

Özsungur, F. (2019). A research on women’s entrepreneurship motivation: Sample of Adana Province. Women’s Studies International Forum,  74,  114–126.

https://doi.org/10.1016/J.WSIF.2019.03.006

Rosca, E., Agarwal, N., & Brem, A. (2020). Women entrepreneurs as agents of change: A comparative analysis of social entrepreneurship processes in emerging markets. Technological Forecasting and Social Change,    157,    120067.

https://doi.org/10.1016/J.TECHFORE.2020.120067

Rudhumbu, N., du Plessis, E. (Elize), & Maphosa, C. (2020). Challenges and opportunities for women entrepreneurs in Botswana: revisiting the role of entrepreneurship education. Journal of International Education in Business, 13(2), 183–201. https://doi.org/10.1108/JIEB-12-2019-0058/FULL/XML

Sajjad, M., Kaleem, N., Chani, M. I., & Ahmed, M. (2020). Worldwide role of women entrepreneurs in economic development. Asia Pacific Journal of Innovation and Entrepreneurship, 14(2), 151–160. https://doi.org/10.1108/APJIE-06-2019-0041

Sakai, M., & Fauzia, A. (2022). Women Entrepreneurs, Islam and the Middle Class. 1– 43. https://doi.org/10.1007/978-3-031-05954-4_1

Santoso, S. F. (2020). Lingkungan Keluarga Sebagai Awal Pengembangan Kewirausahaan Islam. Nuansa Akademik: Jurnal Pembangunan Masyarakat, 5(1), 13–22. https://doi.org/10.47200/JNAJPM.V5I1.418

Shi, B., & Wang, T. (2021). Analysis of Entrepreneurial Motivation on Entrepreneurial Psychology in the Context of Transition Economy. Frontiers in Psychology, 12,

2979. https://doi.org/10.3389/FPSYG.2021.680296/BIBTEX

Supriyatin, S. (2019). Studi Tentang Program “Oke Oc” dan Pengaruhnya terhadap Iklim Usaha Kecil Menengah di Jakarta Tahun 2018-2019. Jurnal Akuntansi dan Manajemen, 16(01), 147–174. https://doi.org/10.36406/JAM.V16I01.276

Surya, A. (2021). Analisis Faktor Penghambat UMKM Di Kecamatan Cileungsi. Jurnal Ekobis:    Ekonomi Bisnis & Manajemen,    11(2),    342-350.

https://doi.org/10.37932/J.E.V11I2.354

Vernia, D. M. (2018). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Berwirausaha Siswa Kelas XI SMK Mitra Bakti Husada Bekasi. Lectura: Jurnal Pendidikan, 9(2), 105114. https://doi.org/10.31849/LECTURA.V9I2.1593

Wartiovaara, M., Lahti, T., & Wincent, J. (2019). The role of inspiration in

entrepreneurship: Theory and the future research agenda. Journal of Business Research, 101, 548–554. https://doi.org/10.1016/J.JBUSRES.2018.11.035

Winarti, W., Amelia, L.,  & Wahyuningsih, Y. (2022). Membangun Jiwa

Entrepreneurship Mahasiswa melalui Bisinis Teknologi Digital. Journal on Education, 5(1), 933–941.

521