https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/

DOI: https://doi.org/10.24843/ling.2020.v27.i01.p03

LINGUISTIKA, MARET 2020

p-ISSN: 0854-9613 e-ISSN: 2656-6419

Vol. 27 No.1

Struktur Semantis Verba “melaksanakan” dalam Bahasa Jawa Kuno

Putu Eka Sura Adnyana, Denpasar, Indonesia

Email: ekasuraadnyana@gmail.com

Ni Ketut Ratna Erawati

Udayana University, Denpasar Indonesia

Email: ratnaerawati65@yahoo.com

Abstrak

Artikel penelitian ini berfokus pada analisis struktur semantis verba "melaksanakan" dalam karya sastra bahasa Jawa kuno. Data dikumpulkan dari karya sastra bahasa Jawa Kuno, seperti Adiparwa dan lontar Bhuana Kosa menggunakan metode simak disertai teknik catat. Data dianalisis menggunakan metode agih. Metode agih dipakai dalam menganalisis struktur semantis dengan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) berdasarkan Goddard dan Wierzbicka (2014). Berdasarkan hasil analisis, verba ‘melaksanakan’ bahasa Jawa Kuno terdiri atas verba magawe, makirtya, nangun, makardi, makerti, dan mayasa. Setiap verba memiliki ciri–ciri yang berbeda satu verba dengan verba lainnya.

Katakunci: Struktur Semantis, Kata Kerja, Makna Asali

Abstract

This research article focuses in analyzing the semantic structure of the verb "doing" in literature work of old javanese languange. The data was collected from Old Javanese Languange literary works such as Adiparwa and lontar Bhuana kosa using the observation method and note-taking techniques. The data were analyzed using distribution method. Distribution method was used to analyze semantic structure by using Natural Semantic Metalanguange (NSM) theory developed by Goddard and Wierzbicka (2014). The results shows that “doing” verb in Old Javanese Languange consists of verbs magawe, makirtya, nangun, makardi, makerti, and mayasa. Each verb had distinctive features that differentiate one verb to the others.

Keywords: Semantic Structure, Verb, the nature of Meaning

Vol. 27 No.1

  • 1.    Pendahuluan

Bahasa Jawa Kuno termasuk rumpun bahasa Nusantara, yaitu subbagian dari bahasa-bahasa Austronesia. Istilah bahasa Jawa Kuno digunakan untuk menyebut Bahasa Jawa yang paling kuno atau tua. Zoetmulder (2011:35) mengatakan bahwa bahasa Jawa Kuno merupakan bahasa umum selama periode Hindu Jawa sampai runtuhnya Majapahit. Berdasarkan perkiraan para ahli setelah runtuhnya Majapahit, orang-orang Majapahit yang tidak mau menganut agama Islam menyingkir ke daerah pedalaman dan ke arah Timur, dan ada sampai di Bali. Mereka pergi dengan membawa serta naskah-naskah keagamaan, sastra, dan lain-lain. Dengan demikian, penutur asli bahasa Jawa Kuno tidak lagi ditemukan dan dikategorikan sebagai bahasa mati. Meskipun dikategorikan sebagai bahasa mati, bahasa tersebut memiliki tradisi sastra yang cukup lama seperti yang ditemukan dalam bentuk prasasti atau teks-teks karya sastra. Hasil dokumen ini adalah warisan budaya yang tak ternilai (Zoetmulder dan Robson, 2011:ix). Saussure dalam Erawati (2017) menyatakan jika bahasa yang mati masih memiliki/mewariskan bahasanya, bahasa tersebut cocok untuk bahan studi linguistik. Terlepas dari itu, bahasa Jawa Kuno memiliki banyak verba yang yang dapat diulas dari sudut pandang metabahasa semantik alami. Jika dilihat dari struktur linguistiknya, terutama dalam pembentukan kata, leksikon kata kerja bahasa Jawa Kuno sangat bervariasi dan memiliki sejumlah pergantian morfem/ kata dalam merujuk pada konsep linguistik dengan sejumlah fitur yang membedakan. Ciri pembeda digunakan sebagai dasar pembahasan struktur semantik leksikon kata kerja. Dalam artikel ini dirumuskan dua masalah sebagai berikut: Pertama, bagaimana struktur semantik dari kata kerja ‘melaksanakan’ dalam bahasa Jawa Kuno?, Kedua, bagaimana makna asali dari kata kerja ‘melaksanakan’ dalam bahasa Jawa Kuno. Kedua masalah dianalisis dengan teori dan konsep yang relevan di bawah ini.

  • 2.    Teori dan Konsep

Terkait dengan masalah tersebut, teori yang relevan untuk menilai masalah tersebut adalah teori MSA (Metabahasa Semantik Alami) atau Natural Semantic Metalanguage (NSM). Teori ini dirancang untuk mengeksplikasi semua makna, baik makna leksikal, makna ilokusi, maupun makna gramatikal. Teori ini tentunya dapat pula digunakan untuk mengeksplikasi makna verba bahasa Jawa Kuna, salah satu diantaranya adalah verba “melaksanakan”. Dalam teori ini eksplikasi makna dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah. Eksplikasi tersebut dengan sendirinya dapat dipahami oleh semua penutur asli bahasa yang bersangkutan (Wierzbicka 1996; Mulyadi 2012; Sudipa, 2012:50). NSM memiliki keunggulan, yaitu (1) teori NSM dirancang untuk menjelaskan semua makna, baik makna leksikal, makna gramatikal, maupun makna ilokusi; (2) mendukung teori NSM percaya pada prinsip bahwa kondisi alami suatu bahasa adalah mempertahankan bentuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk; (3) dalam teori NSM, penjelasan makna dibingkai dalam bahasa logam yang bersumber dari bahasa alami (Wierzbicka, 1996: 23). Asumsi dasar teori MSA berkaitan dengan prinsip semiotika, sebagaimana dinyatakan dalam kutipan "tanda tidak dapat direduksi menjadi atau dianalisis menjadi kombinasi hal-hal yang bukan merupakan tanda-tanda itu sendiri; akibatnya, tidak mungkin untuk mengurangi makna menjadi kombinasi apa pun. Hal-hal yang bukan makna sendiri. "Prinsip ini menyatakan bahwa analisis makna akan diskrit dan lengkap, artinya serumit apa pun dapat dijelaskan tanpa menjadi bias dan tidak ada residu dalam kombinasi makna diskrit lainnya (Goddard, 1996: 24 ; Wierzbicka, 1996: 10; Mulyadi, 1998: 35; Sudipa, 2005).

Teori NSM mengandung beberapa konsep teoretis penting, yaitu semantic prime, polysemy, aloleksi, valence pilihan, dan sintaksis NSM. Dari konsep tersebut, konsep yang paling relevan dalam menganalisis struktur semantik kata kerja melaksanakan dalam bahasa Jawa Kuno adalah semantic prime, polysemy, dan sintaksis MSA. Semantic prime adalah sekumpulan makna yang

Vol. 27 No.1

tidak dapat diubah karena diwarisi sejak kelahiran manusia. Makna ini merupakan cerminan dasar pikiran manusia (Goddard, 1996: 2). Makna utama semantik telah diselidiki termasuk bidang bahasa, baik tipologis dan genetik. Perkembangan yang sangat penting yang dicatat pada tahun 2002 Goddard dan Wierzbicka dalam Sudipa (2007) telah mencatat 65 item makna asli dalam bahasa Inggris.

Terkait dengan konsep, penjelasan makna dianalisis dengan parafrase. Menurut Wierzbicka (1996:23; Sutjiati, 2000:248; Sudipa, 2004:147) Teknik analisis MSA menggunakan parafrasa mengikuti aturan, sebagai berikut: Pertama, parafrasa harus menggunakan kombinasi sejumlah makna asli yang telah diajukan oleh Wierzbicka. Kombinasi dari sejumlah makna yang terkait dengan klaim asli yang diperlukan dari teori NSM, suatu bentuk tidak dapat diuraikan hanya dengan menggunakan satu makna asli. Kedua, parafrasa juga dapat dilakukan dengan menggunakan elemen-elemen yang membentuk kekhasan suatu bahasa. Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan elemen-elemen yang membentuk keunikan bahasa itu sendiri untuk menguraikan artinya. Ketiga, kalimat yang diparafrasekan harus mengikuti aturan sintaks yang digunakan untuk parafrase. Keempat, parafrase selalu menggunakan bahasa yang sederhana. Kelima, Kalimat parafrasa terkadang membutuhkan indentasi khusus dan spasi. Terkait dengan teori dan konsep yang dirujuk dalam menilai struktur semantik dan makna asali kata kerja ‘melaksanakan’ dalam bahasa Jawa Kuna. maka penerapan teori tersebut sangat memadai karena dapat menjelaskan hal tersebut.

  • 3.    Metode

Penelitian ini menggunakan sumber data dari Adiparwa dan lontar Bhuana Kosa. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak yang dikombinasikan dengan teknik dasar catat. Metode simak ini dipilih karena objek yang diteliti berupa bahasa yang bersifat teks (Sudaryanto, 2015:205--206).

Metode agih digunakan untuk analisis data. Metode ini disertai dengan teknik ubah wujud

parafrasa, yaitu mengubah wujud salah satu atau beberapa unsur satuan lingual yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015:45). Teknik ini digunakan untuk menganalisis struktur semantik verba magawe, makirtya, nangun, makardi, makerti, mayasa dengan menggunakan teori MSA

Selanjutnya setelah data dianalisis, dilanjutkan dengan penyajian hasil analisis dengan menggunakan metode informal. Metode informal adalah metode yang menguraikan hasil analisis dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 2015:241).

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

Verba dalam Bahasa Jawa Kuna dibagi menjadi tiga tipe, yaitu (a) verba keadaan, (b) verba proses, dan (c) verba tindakan. Verba “melaksanakan” dalam bahasa Jawa Kuno termasuk salah satu representasi dari makna asali dengan kategori atau prototipe ‘action’, ‘events’, dan ‘movements’ dengan makna asali “DO, HAPPEN, MOVE, PUT, dan GO”. Berdasarkan makna asali tersebut verba “melaksanakan” dalam bahasa Jawa Kuno merupakan prototipe dari ‘DO’ karena verba tersebut menitikberatkan sebuah verba tindakan dan verba proses yang dilakukan oleh seseorang sebagai agen (X) terhadap sesuatu sebagai pasien (Y).

Dikatakan sebagai verba tindakan karena verba tersebut dapat berupa kalimat perintah, sedangkan sebagai verba proses karena dengan melakukan perbuatan tersebut suatu perubahan terjadi pada entitasnya. Adapun penjelasannya sebagai berikut.

(4-1) Verba Magawe

Mahāraja Janamejaya sira magawe yajña ring kuruksetra, kinon ira ta wwang sānak nira irikang yajña “Maharaja Janamejaya melaksanakan korban suci di tempat peperangan, disuruhnyalah sanak saudaranya menghadiri”

Data (4-1) tersebut dapat dijelaskan bahwa Maharaja Janamejaya dan Arjuna melakukan kedua aktivitas tersebut hanya dengan korban suci sebagai entitas pokok yang termasuk ke dalam entitas non-animate, Setelah beberapa saat lamanya, entitas tersebut akan berubah

Vol. 27 No.1

menjadi kesejahteraan, kejayaan sehingga dapat dikatakan berhasil dalam melaksanakan korban suci (yajna). Tindakan tersebut terjadi dibantu dengan sarana daun, bunga, air, buah, dan api berbentuk dupa (dipha) sebagai alat yang utama. Pada umumnya seseorang yang melakukan kegiatan ini dengan sengaja dan sadar dengan pemetaan komponen “X” menginginkan ini”, dan seseorang sangat mengharapkan hasil yang baik (keberhasilan). Akibat dari kegiatan ini “sesuatu yang baik terjadi pada Y”. Pada akhir kegiatan ini ditandai dengan terjadinya perubahan pada entitas ‘Y’ sehingga ‘X’ menginginkan ini.

Eksplikasi

Pada saat itu, X melakukan sesuatu pada Y Karena ini pada waktu bersamaan, sesuatu terjadi pada Y

X melakukan ini dengan sesuatu (sarana: air, buah, bunga, daun)

Sesuatu (keberhasilan) terjadi pada Y

X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

(4-2) Verba Makirtya

Sang Ramadewa makirtya ning Dasaratha “Rama melaksanakan pelayanan pada Dasaratha”

Data (4-2) dapat dijelaskan bahwa Rama melakukan kedua aktivitas tersebut hanya dengan pelayanan sebagai entitas pokok yang termasuk ke dalam entitas non-animate. Setelah beberapa saat lamanya entitas tersebut akan berubah menjadi bhakti sehingga dapat dikatakan berhasil dalam guru bhakti. Tindakan tersebut terjadi dibantu dengan mengikuti dan melaksanakan segala bentuk perintah Dasaratha sebagai hal yang utama. Pada umumnya seseorang yang melakukan kegiatan ini dengan sengaja dan sadar dengan pemetaan komponen “X” menginginkan ini” dan seseorang sangat mengharapkan hasil yang baik (guru bhakti). Akibat dari kegiatan ini “sesuatu yang baik terjadi pada Y”. Pada akhir kegiatan ini ditandai

dengan terjadinya perubahan pada entitas ‘Y’ sehingga ‘X’ menginginkan ini.

Eksplikasi

Pada saat itu, X melakukan sesuatu pada Y Karena ini pada waktu bersamaan, sesuatu terjadi pada Y

X melakukan ini dengan sesuatu (pengabdian)

Sesuatu (guru bhakti “hormat pada guru”) terjadi pada Y

X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini magawe, makarya, makirtya, nangun, makardi

(4-3) Verba Nangun

Sang Arjuna nangun tapeng wana, prasidha ta mangguha panah pasupati “Arjuna melaksanakan pertapaan di hutan agar mendapatkan panah pasupati”.

Data (4-3) dapat dijelaskan bahwa Arjuna melakukan aktivitas tersebut hanya dengan tapa sebagai entitas pokok yang termasuk ke dalam entitas non-animate. Setelah beberapa saat lamanya entitas tersebut akan berubah menjadi pengendalian diri sehingga dapat dikatakan berhasil dalam bertingkah laku dan mendapatkan senjata panah pasupati. Tindakan tersebut terjadi dibantu keheningan pada tempat pertapaan, dan konsentrasi sebagai alat utama dalam pertapaan. Pada umumnya seseorang yang melakukan kegiatan ini dengan sengaja dan sadar dengan pemetaan komponen “X” menginginkan ini” dan seseorang sangat mengharapkan hasil yang baik (panah pasupati). Akibat kegiatan ini “sesuatu yang baik terjadi pada Y”. Pada akhir dari kegiatan ini ditandai dengan terjadinya perubahan pada entitas ‘Y’ sehingga ‘X’ menginginkan ini.

Eksplikasi

Pada saat itu, X melakukan sesuatu pada Y Karena ini pada waktu bersamaan, sesuatu terjadi pada Y

X melakukan ini dengan sesuatu (ketaatan dan bhakti)

Vol. 27 No.1

Sesuatu (panah pasupati) terjadi pada Y X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

(4-4) Verba Makardi

Manusya yogya makardi subha karma ring sarwa prani, mangda sukha nikang rat “manusia wajib melaksanakan perbuatan baik kepada seluruh makhluk, agar menjadi senang seluruh dunia”

Data (4-4) dapat dijelaskan bahwa manusia seyogianya dalam melakukan aktivitas tersebut melalui perbuatan yang baik sebagai entitas pokok yang termasuk ke dalam entitas non-animate. Setelah beberapa saat lamanya entitas tersebut akan berubah menjadi tri kaya parisuda (tiga tingkah laku yang suci) sehingga dapat dikatakan berhasil apabila bisa menerapkannya pada seluruh makhluk hidup. Tindakan tersebut terjadi dibantu dengan pengetahuan ajaran keagamaan Hindu dan alat utamanya adalah kesadaran kosmik akan kehidupan sosio-teo. Pada umumnya seseorang yang melakukan kegiatan ini dengan sengaja dan sadar dengan pemetaan komponen “X” menginginkan ini” dan seseorang sangat mengharapkan hasil yang baik (persaudaraan antarsesama makhluk hidup). Akibat dari kegiatan ini “sesuatu yang baik terjadi pada Y”. Pada akhir kegiatan ini ditandai dengan terjadinya perubahan pada entitas ‘Y’ sehingga ‘X’ menginginkan ini.

Eksplikasi

Pada saat itu, X melakukan sesuatu pada Y Karena ini pada waktu bersamaan, sesuatu terjadi pada Y

X melakukan ini dengan sesuatu (perbuatan)

Sesuatu (senang) terjadi pada Y

X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

(4-5) Verba Makerti

Maharsi byasa makerti homa ringpatapan mangda ahayu nikang nagara “seluruh pendeta

melaksanakan pemujaan kepada Dewa Api di tempat pertapaan supaya mendapatkan kesejahteraan pada kerajaan”

Data (4-5) dapat dijelaskan bahwa seluruh pendeta melakukan aktivitas tersebut melalui melaksanakaan permujaan dengan api sebagai entitas pokok yang termasuk ke dalam entitas non-animate. Setelah beberapa saat lamanya entitas tersebut akan berubah menjadi pemujaan kepada Dewa Agni sehingga dapat dikatakan berhasil jika bisa menciptakan kesejahteraan pada kerajaannya. Tindakan tersebut terjadi dibantu dengan sarana upacara dan alat utamanya adalah kesadaran kosmik akan kehidupan sosio-teo. Pada umumnya seseorang yang melakukan kegiatan ini dengan sengaja dan sadar dengan pemetaan komponen “X” menginginkan ini” dan seseorang sangat mengharapkan hasil yang baik (kebahagiaan yang tercipta dari homa untuk kerajaan). Akibat dari kegiatan ini “sesuatu yang baik terjadi pada Y”. Pada akhir kegiatan ini ditandai dengan terjadinya perubahan pada entitas ‘Y’ sehingga ‘X’ menginginkan ini.

Eksplikasi

Pada saat itu X melakukan sesuatu pada Y, Karena ini pada waktu bersamaan, sesuatu terjadi pada Y

X melakukan ini dengan sesuatu (melaksanakan upacara homa)

Y menjadi (sejahtera dan bahagia)

X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

(4-6) Verba Mayasa

Dharmaning agama, Sang Sadhu mayasa ing madhyaning wana, katon ta de ning maharaja sukhaning ika “kewajiban melaksanakan ajaran agama, seorang pendeta harus melakukan perenungan diri di tengah hutan, dilihatlah oleh raja agung membuat senang”.

Vol. 27 No.1

Data (4-6) dapat dijelaskan bahwa seorang pendeta melakukan aktivitas tersebut melalui perenungan diri sebagai entitas pokok yang termasuk ke dalam entitas non-animate. Setelah beberapa saat lamanya entitas tersebut akan berubah menjadi pengasingan diri sehingga dapat dikatakan berhasil jika bisa melepaskan segala keterikatan diri akan dunia matrialistis. Tindakan tersebut terjadi dibantu dengan kesadaran kosmik akan kehidupan teologis untuk melepaskan keterikatan pada dunia. Pada umumnya seseorang yang melakukan kegiatan ini dengan sengaja dan sadar dengan pemetaan komponen “X” menginginkan ini” dan seseorang sangat mengharapkan hasil yang baik (kelepasan diri dari segala bentuk dunia material). Akibat dari kegiatan ini “sesuatu yang baik terjadi pada Y”. Pada akhir dari kegiatan ini ditandai dengan terjadinya perubahan pada entitas ‘Y’ sehingga ‘X’ menginginkan ini. Eksplikasi

Pada saat itu X melakukan sesuatu pada Y, Karena ini pada waktu bersamaan, sesuatu terjadi pada Y

X melakukan ini dengan sesuatu (perenungan diri)

Y menjadi (senang)

X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

  • 5.    Simpulan

Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik analisis parafrasa/eksplikasi, pemetakan dengan bahasa alamiah dalam bentuk kalimat kanonis, data pendukung verba bahasa Jawa Kuno terhadap verba “melaksanakan” dengan menggunakan teori MSA ini memberikan peluang untuk mendapatkan konfigurasi makna yang jelas, tanpa residu sehingga terpola satu makna satu bentuk dan sebaliknya. Kajian ini telah memberikan gambaran cukup jelas mengenai teknik eksplikasi yang menyatakan satu bentuk atau leksikon untuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk atau leksikon. Struktur semantik

verba “melaksanakan” bahasa Jawa Kuno dapat diekspresikan dalam beberapa leksikon, yaitu magawe, makirtya, nangun, makardi, makerti, dan mayasa. Dengan cara ini tidak akan ada lagi kesalahan memilih leksikon yang tepat untuk mengungkapkan.

Daftar Pustaka

Dwikarmawan Sudipa, Made Henra, I Ketut Darma Laksana, I Made Rajeg. “Struktur Semantis Verba ‘Naik’ dalam Bahasa Jepang”. Linguistika:   Buletin Ilmiah Program

Magister Linguistik Universitas Udayana, [S.l.], v. 25, n. 2, p. 156--163, sep. 2019. ISSN     0854-9613.     Available     at:

<https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/a rticle/view/50651>. Date accessed: 09 oct. 2019.

Erawati, Ni Ketut Ratna & I Ketut Ngurah Sulibra. 2017. Speech Act Verb in Old Javanese: Natural Semantics Metalanguage Analysis. International Journal of Language and Linguistics, Vol. 4, No. 2, June 2017. USA: Center for Promoting Ideas, USA

Goddard C. Cliff. 1996. Semantic Analysis: A`Practical Introduction. Australia:  The

University of New England Armidale. NSW

Kridalaksana, H. 1993. Kamus Linguistik: Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mulyadi, 2012. “Verba Emosi Bahasa Indoensia dan Bahasa Melayu Asahan: Kajian Semantk Lintas Bahasa. Disertasi Prodi Linguistik, Universitas Udayana.

Pidada, Ida Bagus Pramana, I Nengah Sudipa, Ni Made Suryati. “Peran Khusus Verba “Memasak” dalam Bahasa Bali: Kajian Semantik Alami (MSA)”. Linguistika: Buletin Ilmiah Program Magister Linguistik Universitas Udayana [S.l.], v. 25, n. 2, p. 124--130,  sep. 2019. ISSN 0854-9613.

Available                                 at:

Vol. 27 No.1

<https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/a rticle/view/50640>. Date accessed: 09 oct. 2019.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:  Duta

Wacana University Press.

Sudipa, I N. 2012. “Makna ‘Mengikat’ Bahasa Bali:  Pendekatan Metabahasa Semantik

Alami”. Jurnal Kajian Bali, Volume 02, Nomor 02. Denpasar: Universitas Udayana.

Sudipa, I Nengah dan I Gusti Agung Sri Rwa Jayantini. 2010. The English Mental Predicate ”KNOW” An NSM Approach. Majalah Pustaka: Jurnal Ilmu-ilmu Budaya, No. 2, Vol.X.

Sudipa, I Nengah. 2007. Verba Emosi Bahasa Bali Suatu Tinjauan Metabahasa Semantik Alami (MSA). Untuk Seminar Internasional Austronesia IV

Weirzbicka, Anna. 1996. Semantics: Primes and Universal. Oxford: Oxford University Press.

Zoetmulder, P.J. dan S.O. Robson. 2011. Kamus Bahasa Jawa Kuno-Indonesia. Cet. VI (Diterjemahkan oleh  Danusuprapta dan

Sumarti Suprayitna).  Jakarta:  Gramedia

Pustaka Utama

29