https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/

DOI: https://doi.org/10.24843/ling.2020.v27.i01.p01

LINGUISTIKA, MARET 2020

p-ISSN: 0854-9613 e-ISSN: 2656-6419

Vol. 27 No.1

Pengaruh Bahasa Pertama Terhadap Tindak Tutur Berbahasa Indonesia Siswa SMA Negeri 4 Denpasar

1Sri Indriani

Malang, Indonesia

Email: sri.indriani108@gmail.com

2

  • 2I Nyoman Suparwa

Udayana University, Indonesia

Email: nym_suparwa@unud.ac.id

3

3Anak Agung Putu Putra

Udayana University, Indonesia Email: putu_putra@unud.ac.id

Abstrak

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bahasa pertama yang digunakan oleh siswa SMA Negeri 4 Denpasar, mengetahui dan mendeskripsikan tindak tutur berbahasa Indonesia yang diujarkan oleh siswa SMA Negeri 4 Denpasar, dan mengetahui pengaruh bahasa pertama terhadap tindak tutur berbahasa Indonesia siswa SMA Negeri 4 Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode observasi dan wawancara dalam pengumpulan data. Temuan penelitian dan hasil analisis menunjukkan bahwa bahasa pertama yang digunakan oleh siswa SMA Negeri 4 Denpasar adalah bahasa Bali, bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya pengaruh bahasa pertama dalam tindak tutur berbahasa Indonesia siswa SMA Negeri 4 Denpasar baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

Kata kunci: bahasa pertama, tindak tutur, bahasa Indonesia

Abstract

This research was conducted with the aim of knowing the first language used by students of SMA Negeri 4 Denpasar, knowing and describing Indonesian-speaking speech acts that were taught by SMA Negeri 4 Denpasar students, and knowing the effect of the first language on Indonesian-language acts of students of SMA Negeri 4 Denpasar. This research is a qualitative research using observation and interview methods in data collection. Research findings and analysis results show that the first languages used by SMA Negeri 4 Denpasar students are Balinese, Indonesian and Javanese. In addition, this study also found the influence of the first language in Indonesian language speech acts of SMA Negeri 4 Denpasar students both within the school environment and outside the school environment.

Keywords: first language, speech act, Indonesian language

Vol. 27 No.1

  • 1.    Latar Belakang

Bahasa adalah sistem komunikasi manusia yang dinyatakan melalui susunan suara atau ungkapan tulis yang terstruktur untuk membentuk satuan yang lebih besar, seperti morfem, kata, dan kalimat (Richards, Platt & Weber, 1985: 153). Meskipun kegiatan berkomunikasi dapat dilakukan dengan alat lain selain bahasa, pada prinsipnya, manusia berkomunikasi dengan menggunakan bahasa. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi.

Tarigan (1985:2) menyatakan bahwa kemampuan berkomunikasi yang ditekankan dalam pengajaran bahasa meliputi empat aspek, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Komunikasi yang baik sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, untuk berkomunikasi dan saling bertukar informasi, diperlukan tuturan yang baik karena informasi-informasi tersebut kadang memiliki makna lain dibalik tuturan yang disampaikan. Menurut Austin (1962) secara analitis tindak tutur dapat dibagi menjadi tiga macam bentuk, yaitu (1) tindak lokusi (locutionary act) yaitu tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini sering disebut sebagai the act of saying something, (2) tindak ilokusi (illocutionary act) disebut juga sebagai the act of doing something. Tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan daya tuturan, (3) tindak perlokusi (perlocutionary act), yaitu efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu maka pada pendengar melakukan tindakan sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Semua penutur perlu memahami bahasa yang digunakan untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Penutur perlu memiliki keterampilan memilih dan mengolah kata untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman yang dapat membuat kawan bicara merasa tersinggung atau memberikan penilaian buruk terhadap pribadi penutur. Peserta tutur harus memandang, menjaga, bahkan menjunjung citra diri masing-masing, yang direfleksikan melalui upaya pemuliaan muka. Untuk mencapai hal itu, ada seperangkat prinsip yang harus dipatuhi oleh peserta tutur yang

dirumuskan dalam cooperative principle (Grice:1975).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada tingkat SMA (sekolah menengah atas) pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Di Indonesia pada umumnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua, yang secara politis juga berstatus sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan. Menurut Chaer dan Agustina (2010: 215), dalam masyarakat multilingual tentu akan ada pengajaran bahasa kedua (dan mungkin ketiga). Bahkan, bahasa kedua ini bisa bahasa nasional, bahasa resmi negara, bahasa resmi kedaerahan, atau juga bahasa asing (bukan bahasa asli penduduk asli pribumi). Menurut Ellis (dalam Chaer, 2009: 256), para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar. Bahasa pertama adalah bahasa yang pertama-tama diperoleh seorang anak (bahasa ibu). Bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh sesudah bahasa pertama (Dharmowijono, W.W. & Suparwa, I.N). Hal ini karena didasarkan oleh sikap pembelajar yang secara sadar maupun tidak, telah melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika menggunakan bahasa kedua. Akibatnya, sering terjadi interferensi, alih kode, atau campur kode.

Dalam penelitian ini tindak tutur berbahasa Indonesia siswa SMA Negeri 4 Denpasar merupakan bagian dari perilaku berbahasa yang diamati dalam proses belajar mengajar di dalam kelas dan di luar kegiatan belajar mengajar di luar kelas. Alasan pertama yang mendasari SMA Negeri 4 Denpasar dijadikan sebagai tempat untuk penelitian adalah penggunaan bahasa daerah yaitu bahasa Bali sebagai bahasa pertama yang digunakan oleh sebagian besar siswa SMA Negeri 4 Denpasar hal ini mempengaruhi penggunaan bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari baik dalam suasana formal maupun non formal. Penggunaan alih kode

Vol. 27 No.1

dan campur kode banyak terjadi di tingkat SMA dikarenakan masa ini adalah masa transisi remaja, masa ketika mereka mulai memperluas pergaulan yang menuntut menggunakan Bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan dan sosialisasi. Namun pada masa ini masih belum bisa melepas keterbiasaan menggunakan bahasa daerah yang dominan digunakan dalam pergaulan sebelumnya, selain itu penggunaan bahasa asing dan bahasa Indonesia gaul juga menjadi bagian dari gaya hidup remaja saat ini.

Alasan kedua adalah dari beberapa penelitian sebelumnya, Penelitian tentang tindak tutur, alih kode dan campur kode pada siswa SMA dan juga pengaruh bahasa pertama banyak dilakukan dibeberapa SMA yang ada di Denpasar, tetapi objek penelitian adalah tindak tutur guru dalam kegiatan belajar mengajar, belum ada penelitian yang mengkaji penggunaan bahasa pertama dan pengaruhnya terhadap tindak tutur berbahasa Indonesia oleh siswa SMA Negeri 4 Denpasar. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan fokus pada objek kajian tindak tutur siswa dan pengaruh bahasa pertama dalam tindak tutur berbahasa Indonesia siswa SMA Negeri 4 Denpasar.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan dua metode pengumpulan data yang digunakan sebagai alat untuk mendapatkan sumber data yaitu metode observasi dan wawancara. Observasi merupakan cara untuk mendapatkan informasi dengan cara mengamati objek secara cermat dan terencana. Objek yang dimaksud dapat berwujud orang misalnya peserta didik, kegiatan, keadaan dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2010:93).

Observasi digunakan untuk memperoleh data berkaitan dengan masalah pertama dan kedua penelitian ini. Dalam penerapan metode observasi, diperlukan beberapa teknik, yaitu pencatatan/teknik catat dan rekaman/teknik rekam yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • 1)    Pencatatan/teknik catat

Selain mengamati objek yang diteliti, untuk memperoleh data yang akurat maka perlu dilakukan pencatatan, yakni mencatat tindak tutur siswa sehingga diperoleh bukti secara tertulis dari interaksi belajar

mengajar di SMA Negeri 4 Denpasar ke dalam kartu data. Pada tahap ini semua data yang telah dikumpulkan diklasifikasikan ke dalam korpus data yang telah dipersiapkan. Setelah itu dianalisis sesuai dengan teori yang digunakan.

  • 2)    Rekaman/teknik rekam

Teknik ini bersifat melengkapi kegiatan penyediaan data dengan teknik catat. Maksudnya, apa yang dicatat itu dapat dicek kembali dengan rekaman yang dihasilkan menggunakan handycam, camcoder, dan kamera. Dengan melakukan teknik rekam ini data bahasa yang dicatat pada saat kegiatan belajar mengajar di kelas X SMA Negeri 4 Denpasar dapat dibuktikan kebenarannya dalam rekaman tersebut.

Dalam observasi ini peneliti tidak ikut sebagai objek yang diteliti. Peneliti hanya berperan sebagai pengamat objek. Pengamatan dilaksanakan kepada siswa kelas X SMA Negeri 4 Denpasar. Dalam penelitian ini pengamatan secara langsung pada saat kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia dan di luar kegiatan belajar mengajar di kelas.

Selain metode observasi, metode wawancara juga digunakan dalam penelitian ini. Wawancara adalah suatu percakapan dengan tujuan untuk memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya; rekonstruksi keadaan tersebut berdasarkan pengalaman masa lalu; proyeksi keadaan tersebut yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang; dan verifikasi, pengecekan pengembangan informasi (konstruksi, rekonstruksi dan proyeksi) yang telah didapat sebelumnya (Syamsudin dan Vismiaia, 2009:94). Sedangkan menurut Sugiyono (2010:194) wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti akan melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Pada bagian ini dijelaskan hasil temuan penelitian berupa bahasa pertama yang digunakan oleh siswa, jenis tindak tutur berdasarkan fungsi tuturannya dan pengaruh bahasa pertama terhadap tindak tutur berbahasa Indonesia siswa dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas dan di luar kelas.

  • 3.1    Bahasa Pertama Yang Digunakan Oleh Siswa SMA Negeri 4 Denpasar

Vol. 27 No.1

Berdasarkan analisis temuan-temuan pada penelitian ini ditemukan jumlah keseluruhan siswa adalah 67 orang. Jumlah siswa yang menggunakan bahasa pertama Bahasa Bali sebanyak 29 orang, bahasa pertama Bahasa Indonesia sebanyak 37 orang dan bahasa pertama Bahasa Jawa sebanyak 1 orang. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dipersentasekan penggunaan bahasa pertama sebagai berikut.

  • 1)    Bahasa pertama bahasa Indonesia

× 100% = 55 %

  • 2)    Bah

29

— × 100% =

  • 3)    Bah 7

Diagram 4.1 Presentase penggunaan bahasa pertama oleh siswa SMA Negeri 4 Denpasar

Dari hasil analisis terhadap jawaban anak pada angket dan wawancara tentang perilaku bahasa anak, didapat gambaran bahwa pilihan bahasa pertama anak oleh para orang tua dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan orangtua serta lingkungan tempat tinggal. Perilaku berbahasa anak di rumah berbeda dengan perlaku mereka di lingkungan tetangga, sekolah dan umum. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing penemuan tersebut.

  • 3.2    Penggunaan Bahasa di Ranah Keluarga/Rumah

Anak-anak yang bahasa pertamanya Bahasa

Bali menggunakan Bahasa Bali sebagai bahasa sehari-hari dengan orang tua mereka, kakak, adik serta anggota keluarga lainnya seperti nenek, kakek, Om dan tante. Anak-anak yang bahasa pertamanya Bahasa Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia dengan orangtua mereka, kakak/adik, Om dan Tante, tetapi menggunakan Bahasa Bali dengan nenek atau kakek yang tidak bisa berbicara dalam Bahasa Indonesia.

  • 3.3    Penggunaan Bahasa Di Lingkungan Tempat Tinggal

Anak-anak yang bahasa pertama mereka adalah Bahasa Bali menggunakan bahasa berdasarkan pada siapa lawan bicara. Mereka menggunakan Bahasa Bali dengan anak-anak yang menggunakan Bahasa Bali sehari-hari di rumah, dan menggunakan Bahasa Indonesia dengan anak-anak yang menggunakan Bahasa Indonesia di rumahnya.

Perilaku berbahasa anak-anak di lingkungan tempat tinggal juga berbeda. Siswa dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia dengan teman-teman laki-laki maupun teman-teman perempuan, orang dewasa dan orang tua yang mereka kenal. Siswa dengan bahasa pertama Bahasa Bali menggunakan Bahasa Bali dengan semua orang dewasa di lingkungannnya, dan teman-teman yang berbahasa Bahasa Bali sehari-harinya, tetapi menggunakan Bahasa Indonesia dengan siswa dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia.

  • 3.4    Penggunaaan Bahasa Di Sekolah

Penggunaan bahasa oleh siswa laki-laki maupun perempuan di sekolah tergantung pada konteks, yaitu lawan bicara, topik, waktu dan tempat. Anak yang bahasa pertamanya bahasa Bali, menggunakan bahasa Indonesia dengan teman-teman yang belum dikenal atau yang belum akrab, mereka cenderung memakai bahasa Indonesia untuk menunjukkan kesopanan, respek, dan untuk menjalin kedekatan tetapi mereka cenderung menggunakan Bahasa Bali dengan teman-teman yang sudah sangat akrab. Siswa laki-laki dan perempuan yang bahasa pertamanya bahasa Indonesia menggunakan bahasa Indonesia dengan semua teman belum kenal maupun sudah kenal dan akrab. Kadang

Vol. 27 No.1

Siswa 4 : Bace ne bace.

Siswa 5 : Dalam hati aja.

Siswa 6 : Cerita guru tentang Isac Newton.

Seorang dokter disalah satu rumah sakit jiwa di Jakarta memanggil tiga pasien. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah mereka sudah sembuh. Nama dari pasien itu adalah I made (mengganti dengan nama teman disebelahnya).

mereka beralih ke bahasa Bali kalau sedang bercanda atau marah.

  • 3.5    Analisis Tindak Tutur Siswa

Suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. S (setting and scene), P (Participant), E (ends: purpose and goal), A (act of sequences), K (Key: tone or spirit of act), I (instrumentalities), N (Norms of interaction and interpretation), G (genres). Berikut akan diuraikan analisis tindak tutur berdasarkan fungsi tuturannya.

  • 3.6    Tindak Tutur Deklaratif

Tindak tutur deklaratif adalah jenis tindak tutur untuk menciptakan hal-hal seperti status, keadaan dan hal lain yang baru. Jenis tuturan ini mencakup tuturan melarang, menggolongkan, mengabulkan,      mengampuni,      mengesankan,

memutuskan, membatalkan, mengizinkan, mengangkat, dan memaafkan. Berdasarkan data yang didapatkan ditemukan tindak tutur deklaratif yang tergolong tindak tutur deklaratif memutuskan, mengizinkan, mengampuni dan melarang. Berikut akan diuraikan hasil temuan tersebut.

  • 3.7    Tindak Tutur Deklaratif ‘Memutuskan’ Peristiwa Tutur 1

Konteks Tuturan:

TD/TT2/RES 1-3

Tuturan “dalam hati aja” merupakan tindak tutur deklaratif dalam bentuk memutuskan. Tuturan ini dimulai ketika mitra tutur menyuruh penutur untuk membaca teks anekdot di dalam buku LKS Bahasa Indonesia, kemudian penutur memutuskan untuk membaca teks tersebut di

dalam hati saja. Walaupun maksud dari mitra tutur adalah menyuruh untuk membaca secara keras tetapi penutur membuat keputusannya sendiri. Jadi tindak tutur ini termasuk dalam tuturan deklaratif dalam bentuk memutuskan.

  • 3.8    Tindak Tutur Deklaratif ‘Mengizinkan’

Peristiwa Tutur 1

Konteks Tuturan

1.

Setting      :

and scene

Setting: tuturan terjadi di dalam kantin sekolah ketika jam istirahat.

Scene: dalam keadaan santai.

2.

Pertcipant :

Penutur adalah siswa dan mitra tutur adalah siswa.

3.

Ends       :

Memberikan izin untuk meminjam sepeda motor.

4.

Act     of :

sequence

Pertuturan terjadi pada saat makan di kantin sekolah.

5.

Key        :

Penutur bertutur dengan akrab.

6.

Instrument : alities

Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan.

7.

Norms of : interactio n    and

interpretat ion

Penutur bertutur dengan nada yang datar.

8.

Genre      :

Jenis   tuturan   berupa

mengizinkan.

Siswa 5  : Aku pinjam motor Ci bentar.

Aku mau keluar beli sesuatu.

Siswa 6  : Cieh sesuatu. Kuncinya di

kantong tas ku, Ke ambil aja. Jaga baik-baik motorku, belum lunas Ci.

Hahahha

Aku pinjam sebentar ya.

Iya, santai aja.

Siswa 5

Siswa 6

Siswa 5


TD/TT29/RES 5-6

Vol. 27 No.1

Tuturan ‘Cieh sesuatu. Kuncinya di kantong tas ku, Ke ambil aja. Jaga baik-baik motorku, belum lunas Ci.’ Tergolong tindak tutur deklaratif yang tergolong mengizinkan. Tuturan ini terjadi ketika penutur sedang makan dikantin mitra tutur dating dan meminjam sepeda motor, kemudian penutur memberikan izin kepada mitra tutur untuk meminjamnya.

  • 3.9    Tindak Tutur Deklaratif ‘Mengampuni’

Berikut akan dipaparkan tindak tutur deklaratif yang tergolong mengampuni.

Peristiwa tutur 1

Konteks tuturan

1.

Setting     :

Setting: tuturan terjadi di

and scene

dalam kelas pelajaran bahasa Indonesia akan dimulai.

Scene: dalam keadaan serius.

2.

Partcipa   :

nt

Penutur adalah siswa dan mitra tutur adalah siswa.

3.

Ends       :

Mengampuni atau memaafkan ketika penutur menanyakan buku yang dipinjam oleh mitra tutur.

4.

Act    of :

sequence

Pertuturan terjadi pada saat pelajaran belum dimulai.

5.

Key        :

Penutur bertutur dengan serius.

6.

Instrume   :

ntalities

Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan.

7.

Norms of : interactio n    and

interpret ation

Penutur bertutur dengan nada yang penuh ketegasan.

8.

Genre     :

Jenis tuturan berupa mengampuni atau memaafkan.

Siswa 15     : Dit Ke bawa buku sejarahku gak

sekarang?

Siswa 16

: Anjir, mampus. Aku lupa bawain

Siswa 15

hari ini. Aduh, sorry, sorry banget ya.

: Hmmm. Untung gak ada tugas

Siswa 16

nok.

: Iya sorry, sorry ya.

Siswa 15

: Iya. Besok kau bawa ya.

Siswa 16

: Aku pasti bawa besok.

Siswa 15

: Oke.

TD/TT25/RES 15-16

Tuturan “Iya sorry, sorry ya. Iya. Besok kau bawa ya.” diawali ketika pergantian jam pelajaran, penutur menanyakan buku yang dipinjam oleh mitra tutur. Buku tersebut lupa dibawa dan mitra tutur memohon maaf atas kejadia tersebut dan penutur memaafkan. Jadi tuturan ini merupakan tindak tutur deklaratif yang tergolong mengampuni atau memaafkan.

  • 3.10    Tindak Tutur Deklaratif ‘Melarang’

Berikut akan dipaparkan tindak tutur deklaratif yang tergolong melarang.

Peristiwa tutur 1

Konteks tuturan

1.

Setting   and :

scene

Setting: tuturan terjadi di kantin sekolah.

Scene: dalam keadaan serius.

2.

Pertcipant      :

Penutur adalah siswa dan mitra tutur adalah siswa.

3.

Ends           :

Melarang mitra tutur untuk membeli es.

4.

Act         of :

sequence

Pertuturan terjadi pada saat makan siang bersama di kantin sekolah.

5.

Key            :

Penutur bertutur dengan serius tetapi santai.

6.

Instrumentalit : ies

Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan.

Vol. 27 No.1

7.

Norms     of :

interaction and interpretation

Penutur bertutur dengan nada yang penuh keakraban namun tegas.

8.

Genre          :

Jenis tuturan larangan.

berupa

Siswa 11

Siswa 13

Siswa 14


Siswa 13

Siswa14

Siswa 13


Siswa 11   : Kalian mau pesan apa?

Siswa 12   : Aku nasi ayam geprek aja.

Siswa 13   : Gua kagak pesan, masih

kenyang.

Eh Ci minum apa?

Aku es teh aja.

Ke jangan minum es, udah pilek gitu minum es.

Apa men aku pesen ya?

Minuman biasa aja Ci.

Hmmm, aku pesen air putih aja.

TD/TT24/RES 11-14

Tuturan ‘Ke jangan minum es, udah pilek gitu minum es.’ Termasuk tindak tutur deklaraif yang tergolong tindak tutur melarang. Tuturan ini diawali ketika sedang makan siang bersama di kantin sekolah penutur bertanya kepada mitra tutur tentang makanan dan minuman apa yang akan dipesan. Dikarenakan mitra tutur sedang sakit flu, maka penutur melarang mitra tutur untuk membeli es teh.

  • 3.11    Tindak Tutur Representatif

Tindak tutur ini merupakan tindak tutur yang menjelaskan pernyatan suatu kebenaran. Tindak tutur ini meliputi memberikan kesaksian, menuntut, melaporkan, mengakui, tuturan menyatakan, menunjukkan, menyebutkan, dan berspekulasi. Berdasarkan data yang dianalisis ditemukan:

  • 1)    Tindak tutur deklaratif menyatakan, fungsi ‘menyatakan’ merupakan tindak tutur yang hanya menyampaikan suatu informasi dan memberikan pernyataan tentang sesuatu.

  • 2)    Tindak Tutur Representatif ‘Menunjukkan’. Menunjukkan merupakan tindak tutur yang

dituturkan untuk memperlihatkan atau memberikan gambaran tentang sesuatu.

  • 3)    Tindak Tutur Representatif ‘Spekulasi’

Spekulai merupakan tindakan mengira-ngira dan kebenarannya belum tentu sesuai dengan fakta yang ada.

  • 4)    Tindak Tutur Representatif ‘Menyebutkan’

  • 3.12    Tindak Tutur Ekspresif

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang bertujuan agar tuturan si penutur diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu. Jenis tindak tutur ini mencakup mengeluh, ucapan terima kasih, mengucapkan selamat, memuji, menyindir, menyalahkan, dan mengkritik. Dalam penelitian ini ditemukan tindak tutur ekspresif menyalahkan, mengeluh, dan menyindir.

  • 1)    Tindak Tutur Ekspresif ‘Menyalahkan’

‘Menyalahkan’     merupakan     tindakan

mengucapkan kata-kata tidak sejalan dengan apa yang dilakukan oleh lawan tutur. Tindakan menyalahkan dilakukan biasanya ketika penutur tidak sependapat dan merasa apa yang dikatakan atau dilakukan oleh lawan tutur adalah salah.

  • 2)    Tindak Tutur Ekspresif ‘Mengeluh’

  • 3)    Tindak Tutur Ekspresif ‘Menyindir’

  • 3.13    Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang berfungsi agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai dengan apa yang dituturkan oleh penuturnya. Tindak tutur direktif terdiri atas tuturan menagih, menyuruh, memerintah, meminta, mengajak, memaksa, memberikan aba-aba, menyarankan, mendesak, memohon, dan menantang. Berdasarkan temuan dalam penelitian, tindak tutur deklaratif yang ditemukan adalah menyuruh. Menyuruh merupakan tindak tutur yang diucapkan agar melakukan hal yang diujarkan oleh penutur. Sama halnya dengan tindak tutur memerintah, tetapi tindak tutur ini lebih sopan dan lebih halus dibandingkan dengan memerintah.

  • 3.14    Tindak Tutur Komisif

Tindak tutur komisif merupakan jenis tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melakukan segala hal yang disebutkan dalam ujaran si penutur.

Vol. 27 No.1

Tindak tutur komisif meliputi mengancam, menyatakan kesanggupan, bersumpah, berjanji dan berkaul. Berdasarkan data yang dianalisis ditemukan tindak tutur komisif bersumpah dan berjanji.

  • 3.15    Persentase Kemunculan Fungsi Tindak Tutur

Berdasarkan analisis temuan-temuan pada penelitian ini ditemukan sebanyak tiga puluh dua peristiwa tutur yang terdiri atas tindak tutur deklaratif sebanyak sebelas tuturan, representatif sebanyak Sembilan tuturan, ekspresif sebanyak enam tuturan, direktif sebanyak tiga tuturan, dan komisif sebanyak tiga tuturan. Berdasarkan data yang didapatkan, maka dapat dipersentasekan kemunculuan fungsi tindak tutur sebagai berikut.

  • 1)    Tindak Tutur Deklaratif

  • — x IOO =    %

32

  • 2.    Tindak Tutur Representatif

  • — x 100 =    %

32

  • 3.    Tindak Tutur Ekspresif

  • — x 100 =    %

32

  • 4.    Tindak Tutur Direktif

3

  • — x 100 =   %

32

  • 5.    Tindak Tutur Komisif

— x 100 =   %

32

Diagram 4.2 Prosentase kemunculan Fungsi

Tindak Tutur Berbahasa Indonesia Siswa SMA

Negeri 4 Denpasar.

Berdasarkan jumlah tuturan yang diperoleh dari temuan penelitian ini dalam peristiwa tutur

pada saat kegiatan belajar mengajar maupun diluar kegiatan belajar mengajar, jumlah fungsi tindak tutur diurut dari yang terbanyak meliputi fungsi tindak tutur deklaratif sebanyak 34.37%, fungsi tindak tutur representatif sebanyak 28,12%, tindak tutur ekspresif sebanyak 18.75%, tindak tutur direktif sebanyak 9.37% dan tindak tutur komisif sebanyak 9,37%.

  • 3.16 Pengaruh Bahasa Pertama Terhadap Tindak Tutur Berbahasa Indonesia Siswa SMA Negeri 4 Denpasar

Untuk mengetahui pengaruh bahasa pertama terhadap tindak tutur berbahasa Indonesia sisw SMA Negeri 4 Denpasar maka permasalahan ini dianalisis menggunakan teori alih kode dan campur kode dalam tindak tutur siswa. Campur kode digunakan untuk mengganti suatu unsur di dalam kalimat sedangkan alih kode adalah penggantian suatu struktur di luar batas tataran kalimat. Campur kode sering kali disisipkan dalam suatu kalimat dalam berbagai macam wujud, antara lain penyisipan berupa kata, frasa, klausa, ungkapan atau idiom, atau pun bentuk campur atau hibrida, yakni gabungan pembentukan asli dan asing. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan adanya campur kode, berikut akan dipaparkan hasil temuan tersebut.

  • 1.    Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata

Masyarakat yang beragam dan multilingual memungkinkan terjadinya campur kode. Salah satu campur kode ialah dengan menyisipkan unsur kata dari bahasa asing atau serumpun ke dalam struktur bahasa penutur. Berdasarkan data yang dianalisis ditemukan 34 penyusupan unsur-unsur yang berwujud kata. Berikut akan di uraikan beberapa contoh campur kode yang ditemukan berdasarkan data yang dianalisis.

  • 1.    Para pengurus membuat pagar lebih tinggi tiap harinya. Dia itu pagarnya ditinggiin tapi gak dikunci pintunya, goblok kali berarti selama ini.

Wacana di atas merupakan contoh campur kode berupa penyisipan kata. Dapat dilihat bahwa terdapat penyisipan kata bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yakni kata goblok. Kata goblok merupakan bahasa Jawa yang berarti bodoh.

Vol. 27 No.1

  • 2.    Para pengurus yang bodo gitu ya?

Wacana di atas merupakan contoh campur kode berupa penyisipan kata. Dapat dilihat bahwa terdapat penyisipan kata bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yakni kata bodo. Kata bodo merupakan bahasa Jawa yang berarti bodoh.

  • 2.    Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Ungkapan atau Idiom

Campur kode ungkapan adalah penyisipan ungkapan bahasa asing atau serumpun ke dalam struktur bahasa penutur.

  • 1.    Ci milu-milu tuung. Mekuah bungutne.

Wacana di atas merupakan contoh campur kode berupa ungkapan atau idiom kata mili-milu tuung yang merupakan sebuah ungkapan dalam bahasa Bali yang berarti ikut-ikutan saja.

  • 3.17 Penyisipan Unsur-Unsur Berwujud Klausa

Klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subyek dan predikat, dan memunyai potensi untuk menjadi kalimat. Berdasarkan data yang dianalisis ditemukan 6 penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Berikut akan diuraikan beberapa contoh temuan tersebut.

  • 1.    Jeneng ci. Ape gae ci to yan.

Wacana di atas merupakan contoh campur kode berupa penyisipan unsur-unsur berwujud klausa dari bahasa bali dalam percakapan bahasa Indonesia yakni Jeneng ci. Ape gae ci to yan yang berarti tampang kamu, apa yang kamu kerjakan itu.

  • 2.    Ternyata bek jan yang ngelah piala di jumah. Care mesiug. Mesiug piala. Piala mekidung.

Wacana di atas merupakan contoh campur kode berupa penyisipan unsur-unsur berwujud klausa dari bahasa bali dalam percakapan bahasa Indonesia yakni bek jan yang ngelah piala di jumah. Care mesiug. Mesiug piala. Piala mekidung yang berarti ternyata banyak sekali aku punya piala di rumah. Seperti bermandikan, bermandikan piala. Piala mekidung.

  • 4.    Prosentase kemunculan campur kode dalam tindak tutur Berbahasa Indonesia siswa SMA Negeri 4 Denpasar

    • 4.1    Prosentase Kemunculan Campur Kode Dalam Tindak Tutur Berbahasa Indonesia Siswa SMA Negeri 4 Denpasar

Berdasarkan analisis temuan-temuan pada penelitian ini ditemukan sebanyak tiga puluh dua peristiwa tutur yang terdiri atas penyisipan unusr-unsur yang berwujud kata sebanyak tiga puluh empat, penyisipan unsur-unsur berwujud ungkapan atau idiom sebanyak satu, dan penyisipan unsur-unsur berupa klausa sebanyak enam. Berdasarkan data yang didapatkan, maka dapat dipersentasekan kemunculuan campur kode sebagai berikut.

  • 1.    Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata

34

49 X 100 = 82,92 %

  • 2.    Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Ungkapan atau Idiom

W X 100 = 2,43%

  • 3.    Penyisipan Unsur-Unsur Berwujud Klausa ⅜ X 100 = 14,63%

Diagram 4.3 Prosentase Kemunculan Campur Kode Dalam Tindak Tutur Berbahasa Indonesia

Siswa SMA Negeri 4 Denpasar

Berdasarkan jumlah campur kode yang diperoleh dari temuan penelitian ini dalam peristiwa tutur pada saat kegiatan belajar mengajar maupun diluar kegiatan belajar mengajar, jumlah campur kode diurut dari yang terbanyak meliputi penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata sebanyak 82,92%, penyisipan unsur-unsur yang

Vol. 27 No.1

berwujud klausa sebanyak 14,63%, dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom sebanyak 2,43%.

  • 5.    Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal dari hasil analisis dan temuan. Pertama jawaban atas masalah pertama mengenai penggunaan bahasa pertama oleh siswa SMA Negeri 4 Denpasar. Dari total keseluruhan siswa yang menjadi sumber data utama yaitu 67 orang, jumlah siswa yang menggunakan Bahasa Bali sebagai bahasa pertama sebanyak 43%, siswa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama sebanyak 55% dan siswa yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pertama dengan bahasa Jawa sebanyak 2%.

Berdasarkan hal tersebut, bahasa pertama yang paling dominan yang digunakan oleh siswa SMA N 4 Denpasar adalah bahasa Indonesia, dari hasil analisis terhadap jawaban anak pada angket dan wawancara tentang perilaku bahasa anak, didapat gambaran bahwa pilihan bahasa pertama anak oleh para orangtua dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan orangtua serta lingkungan tempat tinggal.

Kedua, jawaban atas rumusan masalah tindak tutur berbahasa Indonesia siswa SMA Negeri 4 Denpasar ditinjau dari fungsi tuturannya. Siswa menggunakan berbagai fungsi tindak tutur dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas maupun diluar kelas. Jenis tindak tutur deklaratif yang digunakan oleh siswa sebanyak 34.37% meliputi tuturan memutuskan, mengizinkan, mengampuni, dan melarang. Tindak tutur representatif yang dituturkan oleh siswa sebanyak 28,12% yang terdiri dari tuturan menyatakan, menunjukkan, spekulasi, dan menyebutkan. Tindak tutur ekspresif yang dituturkan oleh siswa sebanyak 18,75% yang meliputi tuturan menyalahkan, mengeluh, dan menyindir. Tindak tutur direktid sebanyak 9,37% yang terdiri dari tuturan menyuruh. Dan tindak tutur komisif sebanyak 9,37% yang meliputi tuturan bersumpah dan berjanji. Berdasarkan hal tersebut, fungsi

tindak tutur yang paling dominan adalah tindak tutur deklaratif.

Ketiga, pengaruh bahasa pertama terhadap tindak tutur berbahasa indonesia siswa SMA N 4 Denpasar. Berdasarkan jumlah campur kode yang diperoleh dari temuan penelitian ini dalam peristiwa tutur pada saat kegiatan belajar mengajar maupun diluar kegiatan belajar mengajar, jumlah campur kode diurut dari yang terbanyak meliputi penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata sebanyak 82,92%, penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa sebanyak 14,63%, dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom sebanyak 2,43%. Jumlah campur kode yang paling dominan adalah penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata yaitu sebanyak 69,38%.

  • 5.2 Saran

Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disampaikan beberapa saran yang mungkin dapat dipertimbangkan, baik oleh guru, sekolah, pihak terkait, maupun siswa.

Guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 4 Denpasar diharapkan untuk lebih menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar ketika proses belajar mengajar di dalam kelas sehingga peserta didik memiliki panutan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Pihak guru juga bisa membuat kegiatan-kegiatan yang lebih menginspirasi siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia di lingkungan sekolah. Para guru mata pelajaran hendaknya lebih disiplin dalam mengajar sehingga waktu belajar mengajar lebih efektif.

Pihak sekolah diharapkan lebih disiplin kepada para pengajar terutama dalam mengatur jadwal guru-guru dalam mengajar sehingga tidak banyak jam kosong, hal ini akan berpengaruh pada kemampuan akademik siswa secara umum.

Siswa diharapkan lebih semangat dan antusias dalam proses belajar mengajar. Pada saat guru menjelaskan materi pelajaran, siswa juga diharapkan selalu memperhatikan penjelasan guru secara baik agar dapat meraih prestasi yang baik, baik di bidang akademik maupun non akademik.

Vol. 27 No.1

Siswa juga diharapkan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar pada saat proses belajar mengajar berlangsung di dalam kelas.

Daftar Pustaka:

Arifuddin. 2010. Neuropsikolinguiostik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Auistin, J.L. 1962. How to Do Things with Words. London: Oxford University Press.

Bada, Erdogan. 2001. Native Language Influence

On The Production Of English Sounds By Japanese Learners.The Reading Matrix, Vol. 1, No. 2.

Bandung: CV Alfabeta.

Chaer, Abdul dan Loenie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer,  Abdul.  2009. Psikolinguistik: kajian

teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer,  Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa.

Jakarta: Rineka Cipta.

Crosby, Christiane Fleur. 2013. “L1 Influence on L2 Intonation in Russian Speakers of English”. Dissertations and Theses. Paper 1070. Portland State University.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2016. Psikolinguistik: Pengatar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar.

Dharmowijono, Widjajanti W., dan I Nyoman Suparwa. 2009. Psikolonguistik:   Teori

Kemampuan Berbahasa dan Pemerolehan Bahasa Anak. Denpasar: Udayana University Press.

Grice, H. P. 1975. “Logic and Conversation” Syntax and Semantics, Speech Act. New York: Academic Press.

Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sociolinguistics (Second Edition). London: Pearson Education Limited.

Hudson, Richard A. 1996. Sociolinguistics. Second edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Ibrahim, A. S. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.

Ipek, Hulya. 2009. Comparing and Contrasting First and Second Language Acquisition: Implications for Language Teachers. English Language Teaching. ccse net.org.journal.html Vol. 2, No. 2.

Kridalaksana, Harimukti. 2001. Kamus linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kurniawan, Edy Setyo. 2012. “Penggunaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Ibu Pada Anak Usia 1-5 Tahun Di Desa Manggal Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali”. Surakarta: Skripsi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan Oka, MDD. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Marnita, Rina dan Suraiya, Lucy. 2008. “Pengaruh Bahasa Pertama Terhadap Kemampuan Bahasa Indonesia Lisan dan Tulis Anak-Anak Minangkabau”. Padang: Universitas Andalas. http://repository.unand.ac.id/855/

Moinzadeh, Ahmad, dkk. 2012. Theory and Practice in Language Studies. Vol. 2, No. 1, pp. 66-70, January 2012. ISSN 1799-2591. doi:10.4304/tpls.2.1.66-70.          Finland:

Academy Publisher.

Nababan, P. W. J. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Novriza, sari. 2014. “Hubungan Pemerolehan Bahasa Pertama Dengan Keterampilan Berbicara Anak Usia 4-5 Tahun”. Bengkulu: Skripsi FKIP Universitas Bengkulu.

Poedjosoedarmo, Soepomo. 1974. Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta.

Purba, Andiopenta. 2013. “Peranan Lingkungan Bahasa dalam Pemerolehan Bahasa Kedua”. Jurnal Pena. Vol. 3, no. 1, Juli 2013:13-25, ISSN 2089-3973. Jambi: Universitas Jambi.

Vol. 27 No.1

Richards, J., Platt, J. & Weber, H. (1985). Longman Dictionary of Applied Linguistics. Harlow: Longman.

Rustono. 1999. Pokok-pokok   Pragmatik.

Semarang: CV. IKIP Semarang Press.

Solehan, dkk. 2011. Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sugiyono. 2016. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Sumarsono & Partana, Paina. 2002.

Sosiolinguistik.     Yogyakarta:     Sabda

(Lembaga Studi Agama, Budaya dan Perdamaian).

Suwito. 1982. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta Henary Offset.

Tarigan, H.G. 1985. Psikolinguistik. Penerbit Angkasa: Bandung.

Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction to Sociolinguistics 5th Edition. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.

Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Ofset.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Terjemahan Nida Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab. Pragmatic. 1996. Cetakan 1. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Yule, George. 2006. The Study of Language. New York: Cambridge University Press.

Zaenudin, Budi. 2009. “Penggunaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Ibu Pada Anak Usia 1-6 Tahun Di Perumahan Puri Gentan Asri 1 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo”. Surakarta:   Skripsi FKIP

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

12