Teks Naratif dari Mitos Keris Ki Baru Gajah dalam Tradisi Ngrebeg
on
LINGUISTIKA, MARET 2018
p-ISSN: 0854-9613
Vol. 48. No. 25
Teks Naratif dari Mitos Keris Ki Baru Gajah dalam Tradisi Ngrebeg
Anak Agung Ayu Meitridwiastiti [email protected] STIKOM Bali
Jl. Raya Puputan No 86 Renon, Denpasar
Abstract—Myth of Kris Ki New Elephant: Textual Sources in Ngrebeg Tradition in the District Kediri, Tabanan is the research conducted to analyzing textual structure of the myth in the District of Kediri, Tabanan. The purpose of this study were: (a) to examine and describe the narrative structure of myth dagger Ki New Elephant in the Pura Luhur Pakendungan Purana, Theory used in this study is the theory of functions and semiotics. Data collection methods used are literature studies, interviews and recording. Methods of data analysis used is hermeneutics and desciptive analitic. Presentation of the results of data analysis method used is informal methods. Analysis of narrative structure associated with narrative elements that build a new myth of Kris Ki New Elephant in the Purana Pura Luhur Pakendungan the specifically related to the myth Kris Ki New Elephant and literary convention that includes genealogis,mythological then conventions of language in this case the use of the language used in the Pura Luhur Pakendungan Purana.
Key words: myth, narrative,structure
Abstrak—Mitos Keris Ki Baru Gajah: Sumber Tekstual dalam Tradisi Ngrebeg di Kecamatan Kediri, Tabanan ini adalah penelitian yang dilakukan untuk menganalisis struktur mitos yang bersifat tekstual, yang ada dan berkembang di masyarakat Kecamatan Kediri, Tabanan. Tujuan penelitian ini adalah (a) untuk meneliti dan mendeskripsikan struktur naratif mitos Keris Ki Baru Gajah dalam Purana Pura Luhur Pakendungan. Analisis struktur naratif berkaitan dengan unsur-unsur naratif yang membangun mitos Keris Ki Baru Gajah dalam Purana Pura Luhur Pakendungan, yaitu konvensi sastra yang meliputi genealogis dan mitologis selanjutnya konvensi bahasa dalam hal ini penggunaan bahasa dalam Purana Pura Luhur Pakendungan khususnya terkait dengan mitos Keris Ki Baru Gajah.
Kata kunci : mitos, struktur, naratif
PENDAHULUAN
Sastra lisan merupakan salah satu aspek kebudayaan yang terdapat pada masyarakat tradisional dan modern. Ragamnya pun sangat banyak dan tiap-tiap ragam memiliki variasi yang banyak pula. Isinya mengenai berbagai peristiwa yang terjadi atau kebudayaan masyarakat pemilikinya.1 Salah satu kekayaan karya sastra di Bali adalah sastra lisan. Sastra lisan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sastra
tulis. Sebelum munculnya sastra tulis, sastra lisan telah berperan membentuk apresiasi sastra masyarakat. Di pihak lain, dengan adanya sastra tulis, sastra lisan terus hidup berdampingan. Hal itu disebabkan oleh adanya hubungan studi satra lisan dengan sastra tulis sebagaimana adanya kelangsungan yang tidak terputus antara sastra lisan dan sastra tulis 2
Sastra lisan merupakan bagian dari folklor. Salah satu bentuk sastra lisan adalah mitos. Mitos biasa dianggap sebagai cerita yang
-
2Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan ( Edisi Terjemahan oleh Melani Budianta). Jakarta : PT Gramedia, Hal 47
sering kali sulit dipahami maknanya atau diterima kebenarannya karena kisah di dalamnya tidak masuk akal atau tidak sesuai dengan apa yang ditemukan sehari-hari. Namun, mitos juga kerap kali dipakai sumber kebenaran, pegangan masyarakat karena nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya dianggap sakral, warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan dan diaktualisasikan atau dicari relevansinya dengan kehidupan masa kini.3
Menurut Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu (1) mite (myth), (2) legenda (legend), dan (3) dongeng (folktale). Menurutnya mite adalah cerita prosa rakyat yang benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite, legenda ditokohi manusia walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Sebaliknya, dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat, baik oleh waktu maupun tempat.4
Pada penelitian ini diangkat sebuah mitos yang terdapat dalam teks Purana Pura Luhur Pakendungan, yaitu mitos Keris Ki Baru Gajah. Hal ini berkaitan dengan perjalanan Dang Hyang Dwijendra ke Bali saat mengunjungi Pura Luhur Pakendungan. Parhyangan Luhur Pakendungan adalah sebagai sthana Hyang Lohana bergelar Hyang Sadhana Tra, yang menjaga kelangsungan hidup jagat raya. Selanjutnya dalam purana Pura Luhur Pakendungan terdapat perjalanan Dang Hyang Dwijendra saat beliau menuju daerah Tabanan. Beliau bertemu I Bendesa Braban yang akhirnya oleh Dang Hyang Dwijendra diberikan sebuah keris sakti bernama Ki Baru Gajah untuk
sarana mengusir berbagai macam hama penyakit. Keris tersebut dinamakan Ki Baru Gajah karena digunakan sebagai senjata untuk membinasakan Ki Bhuta Babahung yang berkepala gajah. Kemudian setelah daerah-daerah pesisir pantai selatan dikuasai oleh Prabu Singhasana (Tabanan), keris tersebut di-sthana-kan di keraton Singhasana. Semenjak dibangunnya Puri Kediri, salah satu keturunan Sang Natha yang bernama I Gusti Ngurah Celuk yang ditugaskan menguasai wilayah selatan, yaitu daerah-daerah yang berada di sebelah barat Tukad Yeh Penet dan di sebelah timur Yeh Panahan. Beliau ditugasi sebagai panganceng Pura Luhur Pakendungan dan Pura Luhur Tanah Lot, maka sejak saat itu pula keris Ki Baru Gajah di-sthana-kan di Puri Kediri. Selanjutnya setiap hari Saniscara Kliwon wuku Kuningan, keris tersebut diusung oleh krama Desa Pakraman Kediri dari Puri Kediri ke Pura Luhur Pakendungan untuk diupacarai sesuai dengan bhisama Ida Dang Hyang Dwijendra atau Ida Pedande Sakti Wawu Rawuh.5
Mitos Keris Ki Baru Gajah yang terdapat dalam purana Pura Luhur Pakendungan masih berkembang saat ini. Purana Pura Luhur Pakendungan terdapat dalam lontar Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul yang akhirnya oleh para tokoh adat Kecamatan Kediri dibuatkan sebuah purana yang telah mengalami proses alih aksara menjadi sebuah Purana Pura Luhur Pakendungan. Cerita ini akhirnya menjadi sebuah mitos yang sangat dipercaya di masyarakat Kecamatan Kediri, Tabanan. Mitos Keris Ki Baru Gajah memiliki nilai sakral yang begitu tinggi. Dang Hyang Dwijendra berpesan agar keris Ki Baru Gajah tersebut di-sungsung dan dihaturi sesaji di Pura Luhur Pakendungan. Akhirnya sampai saat ini mitos keris Ki Baru Gajah dipercaya oleh masyarakat sebagai bagian penting dilakukannya tradisi Ngrebeg. Suatu
-
5Tim Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan. 2008. Purana Pura Luhur Pakendungan Alih Aksara dan Terjemahan. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Hal:43-48
proses, yaitu Keris Ki Baru Gajah diusung ribuan masyarakat Desa Pakraman Kediri berjalan kaki sepanjang 11 km menuju Pura Luhur Pakendungan dan begitu pula saat kembali ke Puri Kediri. Tradisi ini memiliki kaitan erat dengan mitos keris Ki Baru Gajah. Tradisi ini dipercaya oleh masyarakat mampu membasmi hama penyakit agar tidak menganggu kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat meyakini bahwa Keris Ki Baru Gajah sebagai Ida Bhatara yang dapat melindungi masyarakat di Kecamatan Kediri, Tabanan. Kaitan mitos keris Ki Baru Gajah dalam Purana Pura Luhur Pakendungan dengan tradisi tersebut menjadi hal menarik bagi peneliti untuk melihat sejauh mana teks naratif yang terungkap dari mitos keris Ki Baru Gajah. Penelitian ini ditekankan pada mitos Keris Ki Baru Gajah sebagai sumber tekstual Tradisi Ngrebeg yang dilaksanakan oleh masyarakat Kecamatan Kediri, Tabanan.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana struktur naratif mitos keris Ki Baru Gajah ?
TUJUAN PENELTIAN
Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
Untuk meneliti dan mendeskripsikan struktur naratif mitos keris Ki Baru Gajah.
MANFAAT PENELTIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat informasi pendidikan secara umum dan motivasi kepada peneliti lain untuk mengkaji warisan budaya khususnya sastra lisan. Selain itu diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu-ilmu humaniora khususnya kajian sastra lisan di samping penggalian dan pelestarian budaya (sumber sejarah, struktur masyarakat, dan kerohanian).
METODE PENELITIAN
Setiap kegiatan penelitian dalam upaya untuk menemukan data yang valid serta dalam usaha mengadakan analisis secara logis rasional dan ilmiah memerlukan langkah-langkah pengkajian dengan menggunakan metode penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, kepustakaan, dan analisis interpretasi (hermeneutik). Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan sejumlah variabel yang berhubungan dengan Mitos Keris Ki Baru Gajah sebagai sumber tekstual tradisi Ngrebeg di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.
Skema Rancangan Peneltian
C. PEMBAHASAN
Teks Mitos Keris Ki Baru Gajah dalam purana Pura Luhur Pakendungan termasuk dalam genre sastra sejarah, yang memiliki nilai dan sifat sastra dan sejarah. Hal ini mengandung pola satuan naratif berupa tema, tokoh, dan aneka kisah mitologi yang dihubungkan dengan
kehadiran dewa, pendeta, dan tokoh-tokoh sakti lainnya. Unsur keindahan tidak akan bisa dilepaskan jika itu sebuah karya sastra. Namun, penelitian karya sastra-sejarah harus dipenuhi sebagaimana konvensi sastra yang berlaku, hanya adanya unsur sejarah yang menjadi pembeda dengan jenis karya sastra lainnya.
Unsur-unsur sastra yang dibahas pada struktur naratif mitos Keris Ki Baru Gajah, adalah genealogis dan mitologis. Hal ini karena yang menjadi sumber data adalah purana Pura Luhur Pakendungan, yang merupakan sebuah karya sastra sejarah. Dengan demikian analisis strukutur naratif di sini memaparkan unsur naratif yang mengandung unsur sejarahnya.
Genealogis
Suatu karya sastra sejarah seperti babad, purana, bancangah bisa dikatakan sebuah prosa bebas. Babad pada umumnya tergolong jenis sastra prosa. Sehubungan dengan itu, pada sebuah babad akan didapatkan unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut yang di dalam pengertian modern dikenal sebagai unsur cipta sastra prosa, seperti tema, insiden, alur, penokohan dan perwatakan, latar, motif, tendens, amanat, teknik cerita, dan gaya.6 Untuk konvensi sastra karya sastra sejarah yang lebih spesifik termasuk di dalamnya adanya unsur historis dan genealogis serta aspek fiktif. Unsur-unsur historis dan genealogis mencirikan bahwa karya sastra tersebut adalah karya sastra sejarah. Dalam pembahasan ini, yaitu mitos Keris Ki Baru Gajah dalam purana Pura Luhur Pakendungan, purana ini merupakan sebuah karya sastra-sejarah. Hal ini dapat dilihat dari struktur isinya yang sebagian besar merupakan gambaran tokoh-tokoh penting saat berdirinya Pura Luhur Pakendungan yang di antaranya adalah Dang Hyang Dwijendra yang membawa Keris Ki Baru Gajah.
Mitos Keris Ki Baru Gajah sangat diyakini oleh masyarakat Kecamatan Kediri, Tabanan. Mereka percaya bahwa Keris Ki Baru Gajah yang merupakan pemberian Dang Hyang Dwijendra mampu mengusir hama penyakit pada tanaman pertanian milik warga. Saat ini Keris Ki Baru Gajah disimpan dalam Gedong Simpan di Merajan Agung Puri Kediri, Tabanan. Semenjak dibangunnya Puri Kediri, Tabanan maka salah seorang keturunan beliau Sang Natha yang bergelar I Gusti Ngurah Celuk ditunjuk untuk menguasai wilayah selatan daerah-daerah yang berada di sebelah barat Tukad Yeh Penet dan di sebelah timur Yeh Panahan. Beliau pun ditugasi sebagai penganceng Pura Luhur Pakendungan dan Pura Tanah Lot. Oleh karena itu, hingga saat ini keturunan beliau menjaga dengan baik Keris Ki Baru Gajah di Gedong Simpan Merajan Agung, Puri Kediri Tabanan.
Kepercayaan masyarakat lama terhadap genealogi tokoh-tokoh yang dihormatinya sangat mempengaruhi sehingga menjadi unsur genealogis dari mitos Keris Ki Baru Gajah dalam purana Pura Luhur Pakendungan. Demikianlah unsur genealogis mitos Keris Ki Baru Gajah yang menandakan bahwa Keris Ki Baru Gajah disimpan dari Raja Puri Kediri pertama hingga saat ini. Mitos Keris Ki Baru Gajah sangat dipercayai oleh masyarakat Kecamatan Kediri, Tabanan untuk mengusir hama penyakit sehingga diharapkan dapat memberikan kesejahteraan.
Mitologis
Jalinan genealogi itu biasanya dihubung-hubungkan dengan unsur-unsur mitologis. Pada umumnya jalinan genealogis seorang tokoh terhormat sering dihubung-hubungkan dengan dewa-dewa, raja-raja besar, atau para tokoh lainnya .7 Mitos Keris Ki Baru Gajah dalam purana Pura Luhur Pakendungan hingga saat ini diyakini oleh keluarga Puri Kediri, dan masyarakat Kecamatan Kediri. Jika diperhatikan sebuah keris pemberian Dang Hyang Dwijendra
yang merupakan seorang pendeta mahaagung, saat ini sudah menjadi sebuah benda yang memiliki kekuatan gaib sehingga masyarakat menamakan “Ida Bhatara” pada Keris Ki Baru Gajah.
Purana Pura Luhur Pakendungan dalam hal ini kaitannya dengan Mitos Keris Ki Baru Gajah menghubungkan peninggalan keris sakti ini kepada seorang peranda yang begitu mahaagung dan sakti, yaitu Ida Dang Hyang Dwijendra. Di samping dipercaya karena kesaktian keris Ki Baru Gajah, masyarakat juga percaya dan mengikuti bhisama Ida Dang Hyang Dwijendra, yaitu agar keris ini dijaga dan diberikan upacara sehingga kelak akan memberikan kesejahteraan. Jika mrana (hama) menyerang kawasan pertanian di Tabanan, subak biasanya menggelar serangkaian upacara di Pura Luhur Pakendungan guna memohon agar pertanian mampu diselamatkan. Air (tirta) dari pembersihan Keris Ki Baru Gajah ini diyakini mampu menanggulangi keberadaan hama dan penyakit. Keris Ki Baru Gajah ini merupakan pemberian Dang Hyang Dwijendra kepada Ki Bendesa Braban yang tiba di Bali pada tahun Isaka 1411.
Penggunaan Bahasa
Menurut Lotman, bahasa merupakan sistem pembentukan model yang primer, yang mengikat, baik penulis maupun pembaca, tidak hanya dalam arti bahwa kedua-duanya mengetahui bahasa yang dipakai dalam karya sastra, tetapi juga dalam arti bahwa keistimewaan dalam struktur bahasa itu secara luas membatasi dan sekaligus menciptakan potensi karya sastra dalam bahasa tersebut . 8 Bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan beratikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk
melahirkan perasaan dan pikiran.9 Definisi bahasa adalah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat kepada orang lain. 10
Penggunaan bahasa yang dibahas adalah penggunaan bahasa yang terdapat dalam purana Pura Luhur Pakendungan yang menjelaskan keberadaan Keris Ki Baru Gajah. Menurut purana Pura Luhur Pakendungan, cerita Keris Ki Baru Gajah tidak bisa lepas dari perjalanan Ida Dang Hyang Dwijendra. Jika diperhatikan dalam purana Pura Luhur Pakendungan, perjalanan Dang Hyang Dwijendra ke Bali merupakan bagian dari cerita berdirinya Pura Luhur Pakendungan. Pura Luhur Pakendungan berdiri Isaka 1330 (tahun 1408 Masehi), sedangkan Dang Hyang Dwijendra tiba di Bali Isaka 1411 (tahun Masehi 1489
SIMPULAN
Mitos Keris Ki Baru Gajah yang merupakan pemberian Ida Dang Hyang Dwijendra kepada Ki Bendesa Braban sangat kuat dipercayai oleh masyarakat Kecamatan Kediri, Tabanan. Keberadaan Keris Ki Baru Gajah hingga saat ini dijaga baik oleh keluarga Puri Kediri, Tabanan. Keris Ki Baru Gajah selalu diyakini memiliki kekuatan religius yang tinggi serta dapat memberikan kesuburan di dalam bidang pertanian. Keris Ki Baru Gajah yang memiliki panjang sekitar 45 cm merupakan
simbol (Ida Bhatara) yang dipercayai dapat mengusir hama penyakit pada tanaman dan memberikan kesejahteraan. Sesuai dengan bhisama Ida Dang Hyang Dwijendra, Keris Ki Baru Gajah harus dijaga dan diupacarai oleh masyarakat sekitar.
Mitos Keris Ki Baru Gajah yang terdapat dalam purana Pura Luhur Pakendungan merupakan salah satu karya sastra sejarah sehingga tidak bisa lepas dari konvensi bahasa, konvensi sastra, dan sejarah. Aspek sejarah di sini menjadi pembeda dengan karya sastra jenis lainnya. Di samping tidak lepas dari unsur-unsur sastra, sejarah yang mengikutinya juga harus diperhatikan dan menjadi salah satu analisis struktur naratif dalam Mitos Keris Ki Baru Gajah. Bahasa Mitos Keris Ki Baru Gajah dalam purana Luhur Pakendungan menggunakan bahasa Kawi-Bali. Hal ini bisa dilihat dari penggunaan bahasa dalam purana saat berdirinya Pura Luhur Pakendungan dan datangnya Dang Hyang Dwijendra ke Bali. Penggunaan bahasa saat itu adalah bahasa Kawi-Bali. Pada konvensi sastra itu sendiri terdapat unsur-unsur genealogis dan mitologis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam usaha menyusun penelitian ini ditemukan berbagai macam kesulitan. Akan tetapi, berkat bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan. Sebagai rasa terima kasih atas selesainya penelitian ini, maka dalam kesempatan ini ucapan terima kasih ditujukan kepada:
-
1. STIMIK STIKOM BALI yang telah mendanai penelitian Teks Naratif Dari Mitos Keris Ki Baru Gajah Dalam Tradisi Ngrebeg ini ;
-
2. Seluruh staf Kantor Camat Kediri, Tabanan, Kantor Desa Kediri, dan Kantor Desa Beraban yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi dalam penyelesaian penelitian Teks Naratif Dari Mitos Keris Ki Baru Gajah Dalam Tradisi Ngrebeg ini ;
-
3. Keluarga Besar Puri Kediri, Tabanan, Keluarga Besar Jro Pandak Gede, Tabanan, dan Masyarakat Kecamatan Kediri, Tabanan yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi dalam penyelesaian penelitian Teks Naratif Dari Mitos Keris Ki Baru Gajah Dalam Tradisi Ngrebeg ini ;
-
4. Seluruh keluarga infroman yang telah membantu memberikan informasi guna mendukung penyelesaian tesis Teks Naratif Dari Mitos Keris Ki Baru Gajah Dalam Tradisi Ngrebeg ini
DAFTAR PUSTAKA
Barthes, Roland. 2006. Mitologi (Terjemahan dari Judul Asli Mythologies). Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Danandjaja, James. 1991. Folklor Indonesia : Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: MedPress.
Larasati, Maria Mariftta Bali Larasati. 2009. “Mitos Ine Pare dalam Dinamika Budaya Agraris Komunitas Etnik Lio”. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Suarka, I Nyoman. 1989. “Karya Sastra- Sejarah Bali : Babad”. Denpasar : Fakultas Sastra, Universitas Udayana.
Tim Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan. 2008. Purana Pura Luhur Pakendungan Alih Aksara dan Terjemahan. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
Tuloli, Nani. 1991. Tanggomo Salah Satu Ragam Sastra Lisan Gorontalo. Jakarta: Intermasa.
Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: Ikip Muhammadiyah Jakarta Press.
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia.
6
Discussion and feedback