Sistem Nominalisasi Bahasa Gayo: Kajian Struktur dan Semantik
on
LINGUISTIKA, SEPTEMBER 2016
ISSN: 0854-9613
Vol. 23. No. 45
Sistem Nominalisasi Bahasa Gayo: Kajian Struktur dan Semantik
Zainuddin
z[email protected] Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan
Abstrak—Artikel ini berkenaan dengan sistem nominalisai bahasa Gayo yang bertujuan untuk mengetahui proses afiksasi berdasarkan bentuk dasar adjektiva dan verba, dan untuk memperoleh makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses afiksasi secara semantis dalam bahasa Gayo. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif dan deskriptif (Seliger and Elana, 1989) dan (Muhadjir, 1989). Objek kajian penelitian ini adalah nominalisasi yang sumber datanya diperoleh dari buku teks bahasa Gayo dan beberapa informan penutur asli bahasa Gayo. Hasil analisis data menunjukkan bahwa sistem nominalisasi bahasa Gayo diperoleh melalui proses afiksasi berdasarkan bentuk dasar adjektiva dan verba. Berdasarkan bentuk dasar adjektiva diketahui bahwa jenis afiks yang paling tinggi frekuensinya adalah afiks {ke-en} (34,36%). Dengan kata lain jenis afiks ini yang paling produktif, sedangkan afiks yang paling rendah frekuensinya adalah jenis infiks {-in-} (0,25%). Kemudian pada bentuk dasar verba afiks yang paling tinggi frekuensinya adalah {-pen-en}(13,68%), sedangkan afiks yang terendah frekuensinya adalah afiks {we- } (0,23%). Maka makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses afiksasi dalam bahasa Gayo dalam penominalisaian bahasa Gayo cenderung bervariasi, yaitu temuan menunjukkan bahwa terdapat delapan jenis afiks dan tujuh belas jenis makna gramatikal berdasarkan bentuk dasar adjectiva. Pada bentuk dasar verba terdapat tujuh jenis afiks dan dua belas jenis makna gramatikal. Secara semantis terdapat sebelas jenis makna gramatikal.
Kata kunci—sistem, nominalisasi bahasa Gayo
Abstract— This article deals with the system of nominalization in Gayo language. It is aimed at investigating the procces of morphology in terms of affixation based on the two different stems: adjective and verb in Gayo language. Semantically this is to find out the grammatical meaning carried out by the procces of affixation. The method of reaserch applied qualitative and descriptive by natural approach developed by (Seliger and Elana: 1989) and (Muhadjir:1989). The object of the reaserch is nominalization in Gayo language. The sources of the data used the text books which written in Gayo language as well as using informants of Gayo native speakers. Based on the analysis of the data, the findings showing that the procces of affixation in the system of nominalization in Gayo language based on the stems adjective and Verb. Based on the adjective stem the highest frequency is an affix {ke-en} (34.30%). In other words, it is the most productive one, and infix {-in-} the lowest one (0.25%). Based on the verb stem the highest frequency is an affix {pen-en} (13.68%). While the lowest one is the one affix {we-} (0.23%). Therefore the grammatical meanings resuling from the procces of the affixation for nominalization in Gayo language tend to be varities. There are, 8 types of affixes and 17 types of grammatical meanings which based on the adjective stem. While in verb stem there are 7 types of affixes and 12 types of grammatical meanings. And semantically, there are 11 types of grammatical meanings.
Key words— System, Nominalization Gayo language.
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia terdiri berbagai suku dan terkenal dengan negara kepulauan. Setiap suku mempunyai bahasa daerah masing-masing dan kekhasannya. Siregar dkk. (1998:1) mengemukakan "Indonesia disebut-sebut memiliki khazanah linguistik yang luar biasa". Selain bahasa persatuan, bahasa Indonesia, negeri ini memiliki ratusan bahasa daerah yang memiliki kekhasan masing-masing yang masih tetap digunakan sebagai alat perhubungan di antara para pendukungnya, baik di wilayah geografis tersebut maupun di luarya".
Bahasa daerah sebagai salah satu unsur kebudayaan Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Halim (1979:2) "bahasa-bahasa daerah itu pun, merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, yang mengacu pada Bab XV, pasal 36”. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007, bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan interaksi antar anggota masyarakat dari suku-suku atau kelompok-kelompok etnis di daerah-daerah dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia di samping itu, pelestarian bahasa daerah tersebut adalah upaya untuk memelihara sistem kebahasaan yang digunakan oleh komunitas.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa bahasa-bahasa daerah mempunyal fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalarn masyarakat Indonesia. Dikatakan sangat penting karena bahasa daerah dapat memberikan kontribusi terhadap khazanah-khazanah linguistik Indonesia, selain untuk- kepentingan daerahnya masing-masing.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa daerah, berbagai usaha telah dilakukan. Salah satu di antaranya ialah penelitian bahasa daerah. Pada kesempatan ini yang diteliti adalah bahasa Gayo. Menurut Baihaqi (1981:1), "bahasa Gayo terdapat di tiga kabupaten di daerah Istimewa Aceh, yaitu Kabupaten Aceh Tengah (Takengon), Kabupaten Aceh Tenggara (Gayo Lues), dan Kabupaten Aceh Timur (Gayo Lukup Serbejadi)". Menurut salah
satu situs yang memuat kabar tentang Kabupaten Bener Meriah, di mana kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah telah menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk kabupaten tersebut memakai bahasa Gayo sebagai bahasa saat ini.
Dilihat dari segi penuturnya, bahasa Gayo ini berfungsi aktif sebagai alat perhubungan dalam masyarakatnya. Bahasa Gayo ini cukup berperan terutama dalam konteks sosial budaya, yakni sebagai pengungkap perasaan individual dan juga sebagai sarana penalaran, seperti dalam acara-acara adat sinte murip, "perkawinan", dan sinte mate "kematian". Menurut Moeliono (1985:75), "setiap bahasa dapat dianggap memadai syarat sebagai alat perhubungan masyarakatnya, sebagai pengungkap perasaan seseorang, dan sebagai sarana penalaran di dalam wadah sosial budaya".
Dari hasil studi pustaka yang dilakukan, diketahui bahwa sampai setakat ini belum ada penelitian tentang sistem nominalisasi bahasa Gayo. Dasar pemikiran penulis memilih judul ini yang menjadi fokus kajian dalam artikel ini karena dua hal pertama, sistem nominalisasi ini merupakan salah satu subsistem tata bahasa untuk mengungkapkan acuan dalam suatu tuturan. Kedua, hasil kajian ini akan memberikan gambaran tentang proses penominalisasian bahasa Gayo.
Tulisan ini merupakan suatu kajian tentang sub-sistem morfologi, khususnya proses pembentukan nomina. Proses pembentukan nomina dalam bahasa Gayo ini mengacu pada proses morfologis, yaitu proses pembentukan nomina dari kelas kata ajektiva dan verba dengan menggunakan afiks tertentu. Dengan kata lain, sistem nominalisasi sebagai fokus tulisan ini merupakan salah satu proses morfologis, yaitu proses afiksasi berdasarkan bentuk dasar adjektiva dan verba.
Dalam tulisan ini dibahas beberapa hal yang berkenaan dengan proses nominalisasi, yaitu, (1) afiks pembentuk nomina dalam bahasa Gayo; (2) proses pembentukan nomina dalam bahasa Gayo; (3) afiks yang paling sering muncul dalam proses pembentukan nomina
bahasa Gayo; dan (4) makna gramatika yang terbentuk akibat proses pembentukan nomina dalam bahasa Gayo.
Kerangka Teori
Dalam artikel ini digunakan kerangka teori berdasarkan linguistik struktural, yakni gramatikal formal seperti teori morfologi dari Kridalaksana (1996 : 25) dan Matthews (1972:41,160).
-
1. Word and Paradigm Model (WPM)
-
2. Item and Arrangement Model (IAM)
-
3. Item and Process Model (IPM)
Penelitian yang dilakukan tidak menggunakan model 1 (WPM), akan tetapi hanya menggunakan model 2 (IAM), dan model 3 (IPM). Untuk bentuk dasar adjektiva atau verba digunakan istilah operand. Operand (O) adalah istilah yang diperkenalkan oleh Matthews, (1972) dari Bauer (1987).
Istilah operand ini dapat diartikan sebagai bentuk dasar dari kata (primary stem), yaitu bentuk dasar yang dapat diperluas dengan melekatkan afiks tertentu pada operand tersebut, seperti bentuk dasar verba (+O(V)+), dan bentuk dasar adjektiva (+O(A)+).
Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan kedua model di atas dalam proses nominalisasi dapat diuraikan seperti berikut:
Dalam model penataan atau model tata nama (Ing. Item and Arrangement Model), disajikan unsur-unsur gramatikal, dalam hal ini morfem, dan diperlihatkan bagaimana hubungan di antara unsur-unsur itu", Kata pesuruh terjadi dari morfem afiks pe- dan morfem suruh (Kridalaksana, 1996:25) dan dalam model (Ing. Item and process model), menurut Kridalaksana diakui ada dua komponen, yaitu dasar dan proses. Dasar kata pesuruh ialah suruh prosesnya ialah prefiksasi dengan pe-. Dalam proses nominalisasi (NOM) terdapat fungsi deklinasi. Pengertiannya menurut KBBI ialah sistem fleksi mengenai benuk-bentuk (nomina, adjektiva, dsb) untuk menyatakan perbedaan kategori (genus). Menurut Hartmann dan Stork, (1972:58), pengertian deklinasi ialah “The list of all possible inflected forms of a noun, pronoun, or adjectiva, etc”. Dari kedua model di atas, dapat
diuraikan dalam proses atau sistem penominalisasian (pen NOM) dengan bentuk perubahan sistem deklinasi (declinsion) seperti contoh berikut: dasar kata pesuruh ialah suruh dalam proses dan sistem sajian berikut ini:
peN- + O(V) (N)
, > peN- + suruh ÷ penyuruh (makna-
gramatikal ( MG)
O(V) (N)
deklinasi noun
Dalam sajian tersebut terjadi proses deklinasi Verb Noun
penominalisasian (penNOM)
Dalam bahasa Gayo diberikan contoh preliminari data sbb.
pe - + O(V) + - en (N)
-
a. mangan pemanganen
O(V) (N)
'makan' 'makanan' (MG)
deklinasi Noun
Dalam sajian tersebut terjadi proses deklinasi Verb Noun
penominalisasian (penNOM)
pe- + O(A) + -en (N)
-
b. ringen peringenen
O(A) (N)
'ringan' 'peringanan' (MG)
deklinasi Noun
Dalam sajian tersebut terjadi proses
deklinasi Adj Noun
penominalisasian (penNOM)
Dalam model proses (Ing. Item-and-process model) diakui dua komponen, yaitu dasar dan proses. Dasar kata pesuruh ialah suruh dan prosesnya ialah prefiksasi dengan pe-.
Pada contoh (a) terdapat proses deklinasi O(V) menjadi N dan (b) terdapat proses deklinasi O(A) menjadi N) kata pemanganen dan peringenen terjadi dan proses afiksasi, yakni penambahan afiks pe- dan -en pada bentuk dasar verba O(V) mangan dan bentuk dasar adjektiva O(A) ringen. Selanjutnya Kridalaksana (1996) menyatakan "dalam model proses (Ing. Item and Process Model) diakui dua komponen, yaitu dasar dan proses. "Dalam hal ini dasar kata pemanganen ialah mangan dan dasar kata peringenen ialah ringen dan prosesnya ialah konfiksasi pe-en.
Kerangka Teori Semantik
Teori semantik mengacu pada makna gramatikal yang dihasilkan olch proses afiksasi dalam pembentukan nomina bahasa Gayo.
Teori semantik yang digunakan dalam penganalisisan makna gramatikal SNBG ialah "teori makna dalam pembentukan kata" (Kridalaksana, 1996:23) dan "klasifikasi semantik kata dan pembentukan kata" (Parera, 1994:107). Menurut Vendler (1968:31), "llatar belakang gramatikal mengacu pada perbedaan konsep makna berdasarkan beberapa objek, seperti fakta, peristiwa, proses, perbuatan, dan lain-lain.
Kridalaksana (1996) selanjutnya menyatakan "...dalam pembentukan kata leksem atau gabungan leksem diperoleh makna gramatikal, misalnya prefiksasi." Dengan contoh (a) dan (b) di atas konfiksasi pe-en atas leksem mangan menghasilkan kata pemanganen dan artinya adalah “makanan”, dengan konsep makna mengacu pada benda, yaitu sesuatu yang dapat dimakan. Leksem ringen menghasilkan kata peringenen yang artinya adalah "peringanan", dengan konsep makna mengacu pada proses, cara, perbuatan meringankan. Parera (1994:107) menyatakan "makna morfem terikat –kan, -i, meN-kan, meN-i, di-kan, dan ke-en adalah makna
gramatikal."
METODE PENELTIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan deskriptif. Menurut Muhadjir (1998:143), “dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan naturalistik peneliti langsung terjun ke lapangan dan penliti tidak membawa desain dan instrumen, seperti angket, kuesioner, dll.” Menurut Seliger dan Elena (1989:116), “penelitian kualitatif memberikan deskripsi tentang fenomena yang ada secara alamiah tanpa intervensi dari suatu eksperimen atau suatu perlakuan tertentu (Both qualitative and descriptive researh are concerned with providing descriptions of phenomena that occur naturally, without intervention of an experiment).” Dari sudut pandang metode deskriptif dalam hal ini mengacu pada penggambaran atau pendeskripsian satuan lingual nominalisasi bahasa Gayo berdasarkan bentuk analisis deklinasi (declination). Nida (1962:2) mengemukakan bahwa “(a) analisis deskriptif harus berdasarkan kepada apa yang dikatakan oleh penutur bahasa itu; (b) bentuk adalah yang utama dan penggunaannya adalah hal yang kedua.”
Dalam penelitian ini ada dua sumber data yang dianggap sebagai kriteria validitas data, yakni data lisan dan data tertulis. Data lisan dilakukan melalui beberapa informan penutur asli bahasa Gayo, sedangkan data tertulis dilakukan melalui buku-buku bahasa Gayo.
Dalam penentuan kriteria informan, peneliti mengikuti apa yang disarankan Djajasudarma (1993:20) tentang tipe-tipe informan. Tipe-tipe tersebut adalah sebagai berikut:
-
1. Tipe I : Informan yang memiliki sedikit
pendidikan formal, dapat membaca sedikit, dan memiliki keterbatasan kontak formal
-
2. Tipe II : Informan memiliki beberapa
pendidikan formal, biasanya pendidikan SLTA, memiliki kontak sosial lebih banyak.
Dalam penelitian ini yang dipilih adalah tipe I. Tipe I ini merupakan informan yang memiliki ciri menetap (asli) (non-mobile informant). informan yang nonmobil dipertimbangkan akan menjamin karakteristik keaslian (ujaran bahasa) yang diteliti, karena sepanjang hidupnya tinggal di daerah yang bersangkutan sehingga tidak ada pengaruh luar (intervensi). Secara tradisional tipe I merupakan informan yang bercirikan NORM, yaitu non mobile order rural males. "Kriteria lain ialah informan dapat ditentukan dari segi jumlah karena informan bahasa merupakan makrokosmos dan masyarakat bahasanya" (Djajasudarma, 1993:20). Dalam penelitian ini jumlah informan yang digunakan adalah sebanyak lima orang. "Setiap informan dipilih secara acak dari percontoh (secara total) dengan persepsi bahwa setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dalam pemilihan sebagai informan yang representative. Rekaman dapat dilaksanakan untuk dijadikan pemercontoh (sampel)" (Djajasudarma, 1993 : 21).
Kriteria sumber data tertulis dalam penelitian ini digunakan buku-buku teks bahasa Gayo, yaitu Buku Daur Hidup Gayo (Hakim, 1998) dan Buku Kebudayaan Gayo (Melalatoa, 1982). Sebagai data pebdukung juga dirujuk dari kamus, yaitu kamus Gayo- Indonesia (Melalatoa, dkk:1985) dan kamus Bahasa Indonesia- Bahasa Gayo (Thantawy dkk., 1994).
Buku Daur Hidup Gayo menggambarkan adat budaya masyarakat Gayo dengan bahasa yang bercirikan sastra dan budaya. Buku Kebudayaan Gayo, menggambarkan sistem kebudayaan masyarakat Gayo dengan penggunaan bahasa, sastra, dan budaya.
Ada tiga teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu (1) dilakukan melalui lapangan (informan), (2) dilakukan melalui perpustakaan dan (3) dengan sistem elisitasi.
Hasil dan Pembahasan
-
A. Hasil
-
a. Proses Pembentukan Nomina dalam Bahasa
Gayo
Proses pembentukan nomina dalam bahasa Gayo dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 yang terlampir dalam artikel ini.
Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis afiks yang paling banyak terdapat dalam proses pembentukan nomina bahasa Gayo adalah afiks ke-en (34,36%). Hal ini berarti bahwa afiks ke-en lebih produktif kemunculannya dibandingkan dengan afiks yang lain. Sebaliknya, afiks yang paling tidak produktif adalah jenis afiks -en-(0,25%).
Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis afiks yang paling menonjol dalam proses pembentukan nomina bahasa Gayo adalah konfiks peN-en dengan alomorf pen-en (13,68%). Hal ini berarti bahwa alomorf pen-en adalah yang paling produktif kemunculannya dibandingkan dengan afiks yang lain. Sebaliknya yang paling rendah tingkat frekuensinya adalah jenis afiks (-né, -nen, -pem-nen 0,23%).
Berdasarkan analisis data, tabel 3 dan 4 (terlampir) menunjukkan adanya jenis makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses morfologis dalam bahasa Gayo berdasarkan bentuk dasar adjektiva dan verba.
Tabel 3 menunjukkan terdapat tujuh belas jenis makna gramatikal, yaitu (1) sifat, (2) alat, (3) orang, (4) kausatif, (5) memiliki, (6) kualitas, (7) situasi, (8) hasil, (9) mengalami, (10) keadaan, (11) kuantitas, (12) proses, (13) peristiwa, (14) tempat, (15) hal, (16) terlalu, (17) tentang.
Tabel 4 menunjukkan terdapat dua belas jenis makna gramatikal yaitu: (1) sifat, (2) orang, (3) alat, (4) sisi, (5) tempat, (6) benda (7) kepunyaan, (8) perbuatan, (9) benda, (10) hasil, (11) pernyataan, dan (12) proses.
Tabel 3 dan 4 adalah presentasi makna gramatikal yang dihasilkan proses pembentukan nomina dalam babasa Gayo. Tabel 3 menunjukkan jenis makna gramatikal berdasarkan bentuk dasar adjektiva (O(A) dan Tabel 4 menunjukkan jenis makna gramatikal berdasarkan bentuk dasar verba
(O(V).
Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa variabel makna yang dihasilkan oleh proses pembentukan nominan dalam bahasa Gayo bergantung pada korelasi antara unsur afiksasi dan komponen dasar adjektiva dan verba. Dalam pembentukan kata, leksem atau gabungan leksem memperoleh makna gramatikal misalnya prefiksasi. Kridalaksana (1996:23) dan Parera (1994:107) menyatakan "makna morfem terikat adalah makna gramatikal".
Menurut Kridalaksana (1996:6), "dalam bahasa Indonesia, proses itu antara lain melibatkan 89 bentuk afiks dan sekitar 274 kemungkinan makna atau petanda yang bisa diungkapkan".
Tabel 3 dan 4 menunjukkan perbandingan pemerolehan variabel makna dari tiap-tiap unsur dan komponen dasar yang berbeda. Tabel 3 terdapat delapan jenis afiks dan delapan belas jenis makna gramatikal. Tabel 4 terdapat tujuh jenis afiks dan dua belas jenis makna. gramatikal.
PEMBAHASAN
Dari hasil analisis diketahui bahwa temuan-temuan yang terdapat dalam penelitian ini merupakan ciri khas bahasa Gayo, khususnya pembentukan nomina secara morfologis.
Adapun temuan-temuan yang dianggap penting ialah, (1) proses pembentukan nomina dalam bahasa Gayo dan (2) adalah makna gramatikal.
Dari data diketahui bahwa dalam proses pembentukan nomina terdapat proses morfologis, yaitu secara spesifik adalah proses afiksasi berdasarkan bentuk dasar adjektiva dan verba. Proses afiksasi tersebut meliputi prefiksasi, infiksasi, sufiksasi, dan konfiksasi.
Proses pembentukan nomina dalam bahasa Gayo dari bentuk dasar adjektiva meliputi delapan jenis afiks, yaitu (1) prefiksasi peN- dengan alomorf {pen-, pem-, pen-, peny-, dan peng-}, (2) prefiksasi peR-, (3) infiksasi -en-, (4) sufiksasi (-en, -é, -wé, -né), (5) konfiksasi peN-
en (-nen) dengan alomorf (pe-en, pe-nen, pem-en, pen-en, peny-en, pen-gen), (6) konfiksasi ke-en (-nen), (7) Konfiksasi mu-nen, dan (8) konfiksasi peR-en)
Dari kedelapan jenis afiks di atas terdapat dua jenis afiks yang beralomorf. Pertama, prefiksasi peN-, mempunyai lima alomorf, pada poin (1) di atas. Kedua, konfiksasi peN-en (-nen), mempunyai enam alomorf, pada poin (5) di atas. Di samping itu, pada poin empat di atas terdapat empat jenis sufiksasi.
Proses pembentukan nomina dalam bahasa Gayo dari bentuk dasar verba meliputi 7 jenis afiks yaitu: (1) prefiksasi peN- dengan alomorf (pe-, pem-, pen-, peny-, peng-,), (2) prefiksasi peR, (3) inifiksasi -en, (4) sufiksasi (-e, -ne, -en, - nen), (5) konfiksasi peN-en (-en) dengan almorf (pe-en, pe-nen, pem-en, pen-nen, peny-en, peny-nen, peng-en, peng-nen), (6) konfiksasi te-nen, (7) konfiksasi peR-en.
Dari ketujuh jenis afiks diatas terdapat dua jenis afiks yang beralomorf. Pertama, prefiksasi peN-, mempunyai lima alomorf, pada poin (1) di atas, Kedua, konfiksasi penN-en (-nen), mempunyai 10 alomorf, pada poin (5) di atas. Di samping itu, pada poin (4) diatas terdapat 4 jenis sufiksasi.
Proses pembentukkan nomina dalam bahasa Gayo berdasarkan kedua bentuk dasar, yaitu adjektiva dan verba terdapat perbedaan. Pertama, perbedaan jenis afiks. Kedua, perbedaan distribusi alomorf. Proses pembentukan nomina berdasarkan bentuk dasar adjektiva terdapat delapan jenis afiks dan sebelas alomorf. Sedangkan proses pembentukkan nomina berdasarkan bentuk dasar verba terdapat tujuh jenis afiks dan terdapat lima belas alomorf
Selanjutnya hasil analisis menunjukkan bahwa khusus untuk jenis afiks -nen, pada umumnya kedua bentuk dasar (O(A)), dan (O(V)) harus berakhiran dengan vokal. Hal ini termasuk jenis konfiksasi (pen-nen, ke-nen, mu-nen, dan te-nen). Berdasarkan data analisis berikut ini diperlihatkan beberapa contoh:
pe- + O(A) + -nen -----> N
mice pemicenen
O(A) ------► (N)
‘kotor’ ‘pengotoran'
(MG)
deklinasi Noun
Dalam sajian tersebut terjadi proses deklinasi Adj ---► Noun
penominalisasian (penNOM)
ke- + O(A) + -nen -----► N
bengi ------» kebenginen
O(A) (N)
‘dingin’ 'kedinginan’
(MG)
deklinasi Noun
Dalam sajian tersebut terjadi proses deklinasi Adj —► Noun penominalisasian (penNOM)
ke- + O(A) + -nen nyanya kenyanyanen O(A) ‘susah'
♦ N
(N) ‘kesusahan' (MG)
deklinasi Noun
Dalam sajian tersebut terjadi proses deklinasi Adj ---► Noun
penominalisasian (penNOM)
te- + O(V) + -nen -----► N
tona
O(V) ‘papah’
♦ tetonanen (N) ‘pemapahan'
(MG)
deklinasi Noun
Dalam sajian tersebut terjadi proses deklinasi Verb ---► Noun
penominalisasian (penNOM)
pe- + O(V) + -nen _____►N
gugu -----► pegugnen
O(V) (N)
‘kunyah' ‘penguyahan'
(MG)
deklinasi Noun
Dalam sajian tersebut terjadi proses deklinasi Verb ---► Noun
penominalisasian (penNOM)
Dari contoh data yang ditunjukkan di atas terdapat bentuk dasar yang berakhiran dengan bunyi vokal (e, i, a, u,).
Pembahasan berikut ini melihat frekuensi afiks yang paling dominan dalam proses pembentukan nomina bahasa Gayo. Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa afiks yang paling menonjol frekuensinya ialah jenis afiks ke-en, adalah yang paling produktif penggunaannya dibandingkan dengan jenis afiks yang lainnya. Sebaliknya, afiks yang paling rendah frekuensinya adalah jenis afiks -ne,-nen, dan pem-nen (0,2%).
Secara kebahasaan mengindikasikan bahwa penutur asli bahasa Gayo paling banyak menggunakan jenis afiks ke-en (34,36%), dalam berbahasa. Dipihak lain secara morfologis bahwa proses pembentukan nomina bahasa Gayo lebih banyak berperan dengan penggunaan jenis afiks keen.
Makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses morfologis dalam bahasa Gayo cenderung bervariasi. Artinya, hampir setiap afiks memiliki lebih dari satu makna bila terjadi proses afiksasi. Tabel 3 dan 4 menunjukkan adanya jenis makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses afiksasi dalam bahasa Gayo.
Tabel 3 adalah presentasi jenis makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses afiksasi berdasarkan bentuk dasar adjektiva. Terdapat 17 variabel makna yang mengacu pada: (1) sifat, (2) alat, (3) orang, (4) kausatif, (5) memiliki, (6) kualitas, (7) situasi, (8) hasil, (9) mengalami, (10) keadaan, (11) kuantitas, (12) proses, (13) peristiwa, (14) tempat, (15) hal, (16) terlalu, dan (17) tentang.
Tabel 3 adalah presentasi jenis makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses afiksasi berdasarkan bentuk dasar verba. Terdapat dua belas jenis makna gramatikal yang mengacu pada (1) sifat, (2) orang, (3) alat, (4) sisi, (5) tempat,(6) benda, (7) kepunyaan, (8) perbuatan, (9) benda, (10) hasil, (11) pernyataan, dan (12) proses.
Presentasi jenis makna gramatikal di atas menunjukkan bahwa proses afiksasi secara morfologis dalam bahasa Gayo menghasilkan makna yang bervariasi. Hal ini dapat diartikan bahwa penutur asli bahasa Gayo mempunyai kemampuan berbahasa secara semantis, yaitu bisa mengungkapkan makna bahasanya lebih dari satu makna, khususnya dari sudut pembentukan kata nomina secara morfologis.
SIMPULAN
Sistem nominalisasi bahasa Gayo (SNBG) diperoleh melalui proses morfologis, yakni proses afiksasi berdasarkan bentuk dasar adjektiva dan verba. Proses afiksasi meliputi prefiksasi, infiksasi, sufiksasi, dan konfiksasi. Dari keempat jenis afiksasi tersebut terdapat jenis konfiksasi yang paling berperan dalam proses pembentukan nomina bahasa Gayo, yaitu bentuk
afiks ke-en (34,36%). Hal ini berarti secara kebahasaan penutur asli bahasa Gayo cenderung lebih banyak menuturkan bentuk afiks ke-en dalam berbahasa, khususnya kalau dilihat dari kajian morfologi. Dilihat dari segi pembentukan secara produktivitas berarti afiks keen jauh lebih produktif dibandingkan dengan jenis afiks yang lainnya.
Dipihak lain afiks yang paling rendah tingkat frekuensinya dalam proses pembentukan nomina bahasa Gayo adalah jenis afiks (-ne, -nen, dan pem-nen), masing-masing memperoleh sama (0,23%). Makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses afiksasi dalam pembentukan nomina bahasa Gayo cenderung bervariasi. Dengan kata lain setiap unsur pembentuk nomina memiliki lebih dari satu arti setelah mengalami proses pengimbuhan dari bentuk dasar adjektiva dan verba. Adapun variabel makna (jenis makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses pembentukan nomina dalam bahasa Gayo terdapat delapan jenis afiks dan tujuh belas jenis makna gramatikal, berdasarkan bentuk dasar adjektiva, dan terdapat tujuh jenis afiks dan dua belas jenis makna gramatikal, berdasarkan bentuk dasar verba. Jenis makna gramatikal yang terdapat di antaranya ialah sifat, alat, proses, perbuatan, kualitas, peristiwa, terlalu, hasil, kausatif.
Saran
Bahasa daerah sebagai aset nasional perlu dipelihara kelangsungan hidupnya. Untuk melihat apakah suatu bahasa itu masih berfungsi aktif atau tidak, perlu diadakan penelitian.
Penelitian bahasa daerah bermanfaat untuk melihat lebih jauh tentang fungsi, dan kedudukannya di daerah dan ciri-ciri kebahasaannya secara morfologis atau sintaksis. Bahasa Gayo sebagai bahasa daerah di wilayah nusantara ini masih sedikit yang mengadakan penelitian. Penelitian sistem nominalisasi bahasa Gayo ini merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti. Mudah-mudahan peneliti lain bisa meneruskanya lebih mendalam lagi.
REFERENSI
Baihaqi, AK. dkk. 1981. Bahasa Gayo.
Jakarta : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Bauer, L. 1987. English Word-Formation.
Cambridge: Cambridge University Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007
Djajasudarma, T.F. 1993. Metode Linguistik : Rancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung. Eresco.
Halim, A. 1979. Pembinaan Bahasa Nasional. Jakarta : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Hakim, AR. 1998. Daur Hidup Gayo. Aceh Tengah : Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia
(ICMI).
Hartman, R.R.K. dan F.C. Stork,. 1972. Dictionary of Language and Linguistics. London : Applied Science Publishers LTD
Kridalaksana, H. 1996. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta Gramedia Pustaka Utama.
Matthews, P.H. 1972. Inflectional Morphology: A Theoritical Study Based on Aspets of Latin Verb Conjugation : Cambridge University Press.
Melalatoa, M.J. 1982. Kebudayaan Gayo. Jakarta : PN. Balai Pustaka.
Melalatoa, M.J. et.al, 1985. Kamus Gayo -Indonesia. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Moeliono, A. M. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa : Rancanean Alternatif di Dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Muhadjir, N. 1992 Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rake Sarasin.
Nida, Eugene A. 1962. Morphology: The Descriptive
Analysis of Words (Second Edition). America : The University Michigan Press
Parera, J. D. 1994. Morfologi Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Seliger, Herbert W. dan Elana Shohamy. 1989. Second Language Research Methods : Oxford University Press.
Siregar. B.U. dkk. 1998. Pemertahanan
Bahasa dan Sikap Bahasa. Kasus Masyarakat Bilingual di Medan.
Jakarta : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Thantawy, R, dkk. 1994. Kamus Bahasa Indonesia - Bahasa Gayo. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Vendler, Z. 1968. Adjectives and Nominalizations. The Hague : Mouton.
Wikipedia . Juni 2016. Kabupaten Bener Meriah. Diakses pada 9 agustus 2016 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bener _Meriah
Lampiran-Lampiran
TABEL 1
Klasifikasi Dan Frekuensi Afiks Dalam Proses Pembentukan Nomina Bahasa
Gayo Berdasarkan Bentuk Dasar Adjektiva (O(A))
No |
Jenis Afiks |
Jumlah |
% | |
1 |
peN - dengan alomorf : |
< pe-pem -pen -peny -peng- |
29 10 10 5 10 |
7,49 2,58 2,58 1,29 2,58 |
2 |
peR- |
2 |
0,51 | |
3 |
- en - |
1 |
0,25 | |
4 |
- θ, - ∏Θ, - en, - neπ : |
' - e - ne - en . - we |
93 2 27 4 |
24,03 0,51 6,97 1,03 |
5 |
peN - en (-nen) dengan alomorf |
pe-en pe- nen pem- en pen- en peny- en peng-en |
8 2 3 4 4 Il |
2,06 0,51 0,77 1,03 1,03 2,84 |
6 |
r ke - en ke - en (-nen) ke - nen |
133 22 |
34,36 5,68 | |
7 |
mu - nen |
3 |
0,77 | |
8 |
peR - en |
4 |
1,03 | |
Jumlah |
387 |
99,48 |
Tabel 1, menunjukkan bahwa jenis afiks yang paling banyak terdapat dalam proses pembentukan nomina bahasa Gayo adalah afiks keen (34,36%). Hal ini berarti bahwa afiks ke-en adalah lebih produktif kemunculannya dibandingkan denga afiks yang lain. Sedangkan afiks yang paling tidak produktif adalah jenis afiks –en- (0,25%).
TABEL 2.
Klasifikasi Dan Frekuensi Afiks Dalatu Proses
Pembentukan Nomina Bahasa
Gayo Berdasarkan Bentuk Dasar Verba (O(V))
Tabel 2, menunjukkan bahwa jenis afiks yang paling menonjol dalam proses pembentukan nomina bahasa Gayo adalah konfiks peN-en dengan alomorf pen-en (13,68%). Hal ini berarti alomorf pen-en adalah yang paling produktif kemunculannya dibandingkan dengan afiks yang lain. Sedangkan yang paling rendah tingkat frekuensinya adalah jenis afiks (-ne, -nen, -pem-nen 0,23%)
TABEL 3
Klasifikasi Afiks Dan Jenis Makna Gramatikal dalam Bahasa Gayo
Berdasarkan Bentuk Dasar Adjektiva (O(A))
Tabel 3, menunjukkan terdapat 17 jenis makna gramatikal, yaitu:
1. sifat, 2. alat, 3. orang, 4. kausatif, 5. memiliki, 6. kualitas, 7. situasi, 8. hasil, 9. mengalami, 10. keadaan, 11. kuantitas, 12. proses, 13. peristiwa, 14. tempat, 15. hal, 16. terlalu, 17. tentang
TABEL 4
Klasifikasi Afiks Dan Jenis Makna Gramatikal Dalam Bahasa Gayo
Berdasarkan Bentuk Dasar Verbs (O(V))
Tabel 4, menunjukkan terdapat 12 jenis makna gramatikal, yaitu:
1. sifat, 2. alat, 3. orang, 4. sisi, 5. tempat, 6.
benda, 7. kepunyaan, 8. perbuatan, 9.
benda, 10. hasil, 11. pernyataan, 12. proses
Daftar Informan
Informan 1 Nama |
: Ralin (Aman Syareb) |
Jenis Kelamin |
: Laki-Laki |
Umur |
: 45 Tahun |
Agama |
: Islam |
Alamat |
: Paya Pelu |
Kecamatan |
: Selih Nara |
Pekerjaan |
: Tani |
Bahasa Keseharian |
: Penutur asli bahasa Gayo |
Informan 2 Nama |
: Abdurrahman |
Jenis Kelamin |
: Laki-Laki |
Umur |
: 40 tahun |
Agama Alamat Kecamatan Pekerjaan Bahasa Keseharian |
: Islam : Kuta Lintang : Pegasing : Tani : Penutur bahasa Gayo asli |
Informan 3 Nama Jenis Kelamin Umur Agama Alamat Kecamatan Pekerjaan Bahasa Keseharian |
: Sakdiah :Permpuan : 35 tahun : Islam : Lampahan : Lampahan : Tani : Penutur bahasa Gayo asli |
Informan 4 Nama Jenis Kelamin Umur Agama Alamat Kecamatan Pekerjaan Bahasa Keseharian |
: Masa Pendi : Laki-Laki : 38 : Islam : Nosar : - : Tani : Penutur bahasa Gayo asli |
120
Discussion and feedback