Analisis Kerentanan Lanskap Pesisir di Kecamatan Kuta Selatan, Bali
on
JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP
ISSN: 2442-5508
VOL. 9, NO. 1, APRIL 2023
Analisis Kerentanan Lanskap Pesisir di Kecamatan Kuta Selatan, Bali
Devvy Alvionita Fitriana1, Andi Gunawan2*, Aris Munandar2
-
1 Prodi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB University
-
2 Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB University
* E-mail: [email protected]
Abstract
Vulnerability Analysis of Land Changes in Coastal Landscapes in Kuta Selatan District, Bali. Kuta Selatan District is a district located in the southern coastal part of Bali Province. Its existence in a coastal area makes this area rich in natural resources but also has a high level of vulnerability to damage, change, or disappearance of an ecosystem. This study aim to analyze the vulnerability of the landscape based on land cover changes in Kuta Selatan District and analyze the driving factors of landscape change. Land cover is classified into 4 (water bodies, vegetation areas, open areas, and built areas. Land cover change analysis used Landsat 7 ETM+ image data with test years 2000, 2010, and 2020. The spatial analysis method was used to analyze the land cover changes that occurred. The results showed that the rate of land cover change that occurs in Kuta Selatan District from 2000 to 2020 is 3-4% per year with dominated by increasing of open areas and built-up areas respectively. Meanwhile, the area of vegetation and water bodies has always experienced a decrease in area. This study also analyzes the driving factors of land cover change using the binary logistic regression analysis method. 7 variables are thought to affect changes in land cover that occur, namely distance to the main road (X1), distance to the river (X2), altitude/elevation (X3), slope (X4), population density (X5), distance from state universities (X6) and distance to tourist attractions (X7). The analysis results show that only the distance variable to the main road (X1) influences changes that occur in the 2000-2020 range. Supervision and policies that favor the sustainability of the existence of vegetation areas are the main focus of the recommendations.
Keywords: Spatial analysis, Coastal Landscape Vulnerability, Binary Logistic Regression, Land Cover
-
1. Pendahuluan
Wilayah pesisir adalah zona transisi antara komponen terestrial murni dan komponen laut murni di permukaan bumi yang diakui secara luas sebagai elemen penting dalam biosfer dan sebagai tempat keberadaan beragam sistem dan sumber daya alam. Wilayah pesisir terdiri dari beberapa rangkaian ekosistem unik yang disesuaikan dengan konsentrasi tinggi energi, sedimen dan nutrisi yang merangsang produktivitas biologis yang tinggi dan keragaman habitat dan spesies. (Crossland et al. 2005). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan jasa ekosistem yang sangat berharga bagi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka telah menarik sebagian besar perhatian penduduk dan kegiatan pembangunan sehingga memberikan tekanan pada lingkungan pesisir, mendorong perubahan yang luas dan cepat (Priyanto 2010). Ekosistem pesisir merupakan salah satu ekosistem yang kaya dan rentan secara alami karena berada di zona transisi, sehingga perubahan yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh perubahan global termasuk perubahan iklim tetapi juga tekanan kuat berupa aktivitas manusia di dalamnya (Monaco dan Prouzet 2014).
Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada dibawah adminitrasi Kabupaten Badung Provinsi Bali dan memiliki keunikan pada bentang alamnya. Kecamatan Kuta Selatan merupakan satu-satunya kecamatan yang memiliki karakteristik pesisir istimewa karena kecamatan ini berada di bagian paling selatan Pulau Bali dan tersambung dengan daratan utama melalui Jalan Bypass Ngurah Rai dan hutan mangrove Tahura Ngurah Rai. Jalan Bypass Ngurah Rai ini awalnya adalah area mangrove yang direklamasi. Kecamatan Kuta Selatan didominasi oleh kegiatan pemukiman, perdagangan, jasa dan kepariwisataan. Keberadaan Kecamatan Kuta Selatan di kawasan pesisir menyebabkan kecamatan ini memiliki nilai jasa ekosistem lebih tinggi. Jasa ekosistem berupa jasa budaya yaitu manfaat non material diperoleh dari ekosistem melalui pengayaan spiritual, perkembangan kognitif, refleksi, rekreasi, dan
pengalaman estetika (Sjafrie 2016)) yang utama dimiliki Kecamatan Kuta Selatan. Akan tetapi, di sisi lain juga memiliki kerentanan terhadap kerusakan ekosistem, perubahan ekosistem ataupun menghilangnya ekosistem.
Kecamatan Kuta Selatan memiliki lebih dari 10 daya tarik wisata pantai dan berdasarkan Perda Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 menetapkan keenam desa yang ada di Kecamatan Kuta Selatan sebagai kawasan pariwisata. Besarnya minat wisatawan yang berkunjung mengakibatkan perlunya pembangunan akomodasi wisata (jalan, area parkir, food court area, area penjualan souvenir dan lain-lain). Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung (2021) mencatat, bahwa terjadi pertumbuhan jumlah akomodasi (penginapan yang terdiri dari hotel, hostel, motel, kondontel) yang sangat tinggi di Kecamatan Kuta Selatan antara tahun 2000 ke tahun 2020, yaitu 84 penginapan menjadi 805 penginapan atau meningkat 858% dalam kurun waktu 20 tahun. Akomodasi wisata ini memiliki laju pertumbuhan 43% per tahun dalam kurun waktu 20 tahun. Keterbatasan terhadap lahan tidak serta merta menghentikan pembangunan akomodasi bahkan mengakibatkan semakin tingginya tingkat alih fungsi lahan (Dipayana dan Sunarta 2015). Pembukaan lahan pada hutan pantai dan menggempur tebing kapur menjadi salah salah satu bentuk alih fungsi lahan yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerentanan lanskap berdasarkan perubahan tutupan lahan di Kecamatan Kuta Selatan serta menganalisis faktor pendorong perubahan lanskap. Urgensi dari penelitian ini adalah untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh perubahan lanskap yang diduga akan terus berlangsung beberapa tahun ke depan seiring dengan perkembangan pariwisata di Kecamatan Kuta Selatan.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Kuta Selatan yang secara geografis terletak pada 8º46’58.7”LS dan 115º05’00”-115º10’41.3” BT. Luas wilayah penelitian adalah 101,13 km2, yang terdiri dari 6 (enam) desa yaitu Desa Pecatu, Desa Ungasan, Desa Kutuh, Desa Jimbaran, Desa Benoa, dan Desa Tanjung Benoa. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Agustus 2021 sampai dengan Agustus 2022 (Gambar 1).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera (untuk mengambil gambar dari objek yang diinginkan), Global Positioning System/GPS (untuk mengambil titik koordinat di lapangan), laptop (untuk mengolah semua data) dengan perangkat lunak (software) berupa Microsoft Office, Esri ArcGIS 10. 3, ERDAS 2014, QGIS 2.18.15 dan IBM SPSS statistics 26. Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2000, 2010 2020, Peta Jaringan Jalan (tahun 2010 dan tahun 2020), Peta Jaringan Sungai, Peta Elevasi, Peta Kemiringan Lereng, Peta Kepadatan Penduduk, dan Peta Jarak Perguruan Tinggi dan Daya Tarik Wisata (sebagai bahan untuk dianalisis).
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data Peta Tutupan Lahan yang bersumber dari hasil klasifikasi Citra Landsat 7 ETM+ (tahun 2000, 2010 dan 2020) yang bersumber dafri USGS, Peta Elevasi dan Peta Kemiringan Lereng yang berasal dari hasil pengkelasan data Digital Elevation Model (DEM) berdasakan PETA DEMNAS, Peta Titik Sebaran Perguruan Tinggi Negeri dan Daya Tarik Wisata dari hasil pengambilan titik koordinat di lapangan menggunakan Global Positioning System (GPS), Peta Jaringan Sungai yang bersumber dari Peta RBI BIG, Peta Jaringan Jalan yang bersumber dari Peta RBI BIG dan Open Street Map dan Peta Kepadatan Penduduk yang diperoleh dari hasil pengolahan data penduduk Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung.
Peta jarak yang bersumber dari hasil pengukuran jarak pada peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, peta titik sebaran perguruan tinggi dan daya tarik wisata menggunakan tool Euclidean Distance pada ArcGIS. Euclidean Distance berfungsi untuk mengukur jarak dua titik dalam Euclidean space yang memiliki hubungan antara sudut dan jarak (Suparmi dan Soeheri 2020). Tujuan dari pembuatan peta jarak untuk membuat pengkelasan jarak (dekat-jauh). Pengecekan lapang dilakukan untuk mengambil data titik koordinat (sampel), validasi hasil analisis dan dokumentasi. Validasi di lapangan (ground truth) penting dilakukan untuk mengecek kebenaran hasil analisis, dan pengamatan jenis tutupan lahan/penggunaan lahan dan penyebarannya (Jihan 2014).
Penelitian ini secara garis besar memiliki 6 tahapan penelitian yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, pengecekan lapang, analisis data dan penyusunan hasil. Tahap persiapan yaitu menentukan topik, tujuan, latar belakang, permasalahan, metode analisis data dan lokasi penelitian. Tahap pengumpulan data dilakukan dari beberapa sumber dan instansi yang berkaitan. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, dilakukan pengolahan data yang dilanjutkan dengan pengecekan lapang atau survey lapang untuk melihat kondisi tutupan lahan yang sesungguhnya dan pengambilan titik sampel. Tahap analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu analisis perubahan tutupan lahan dan analisis faktor pendorong perubahan tutupan lahan. Langkah akhir dari penelitian ini yaitu menyusun hasil dan pembahasan serta membuat kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian.
Analisis perubahan tutupan lahan dapat dianalisis melalui data penggunaan lahan dan tutupan lahan. Penggunaan lahan menggambarkan bagimana manusia memanfaatkan, mengolah dan memodifikasi tanah menjadi lingkungan binaan. Tutupan lahan mengacu pada kenampakan fisik secara visual objek-objek alami maupun buatan yang terdapat di permukaan bumi. Analisis perubahan tutupan lahan pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis spasial dengan fokus pada tutupan lahan yang diklasifikasi menjadi 4 (empat) yaitu badan air, area vegetasi, area terbuka dan area terbangun (tabel 1). Klasifikasi dilakukan pada citra tahun 2000, 2010 dan 2020 adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) menggunakan software ArcGIS 10.3 untuk membuat sampel polygon atau training area pada kelas-kelas tutupan lahan dan ERDAS Imagine 2014 untuk membantu dalam menguji tingkat akurasi pada klasifikasi citra.
Kombinasi band yang digunakan dalam pengklasifikasian beragam karena diperlukan kekontrasan warna yang tinggi sehingga memudahkan membedakan warna untuk setiap tutupan lahan. Kombinasi band ini juga perlu disesuaikan dengan aplikasi penggunaan dari produk Citra Landsat sehingga akan memudahkan dalam menganalisa objek atau kenampakan pada Citra Landsat. Warna yang biasa digunakan untuk mendapatkan informasi data Citra Landsat adalah natural dan false color. Kombinasi band natural color yang digunakan pada citra Landsat 7 ETM+ adalah 321 (RGB) untuk tahun 2000 dan 2010 sementara kombinasi band false color yang digunakan 543 (RGB) untuk citra Landsat 7 ETM+ tahun 2020.
Perhitungan akurasi perlu dilakukan untuk menentukan apakah hasil klasifikasi citra sesuai dengan kondisi di lapangan atau tidak. Metode yang digunakan pada klasifikasi terbimbing ini adalah metode maximum likelihood dimana estimasi parameter berdasarkan pendekatan kemiripan maksimum dengan pemilihan sampel yang secara sengaja telah dipilih (Apriyanti et al. 2017). Metode ini memperhitungkan berbagai faktor termasuk kemungkinan suatu piksel diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu. Hal ini sering disebut sebagai
kemunginan sebelumnya (prior probability), yang dinilai dengan menghitung persentase tutupan lahan pada citra yang akan diklasifikasikan (Hesty et al. 2019). Tabel 1. Klasifikasi Tutupan Lahan di Kecamatan Kuta Selatan | |
Tutupan Lahan |
Deskripsi |
Badan Air |
Lahan yang keseluruhan areanya ditutupi oleh air, berupa waduk dan permukaan air laut |
Area Vegetasi |
Lahan yang keseluruhan permukaan area ditutupi oleh vegetasi baik secara alami maupun ditanam oleh manusia, berupa hutan mangrove, hutan jati, hutan pantai, dan kebun campuran |
Area Terbuka |
Lahan terbuka tanpa naungan, meliputi seluruh daratan yang berada di atas tanah dan daerah tandus akibat kegiatan manusia, berupa tanah kosong/bare areas, garis pantai |
Area Terbangun |
Lahan yang digunakan sebagai lingkungan hidup atau lingkungan tempat tinggal dan kegiatan yang mendukung kehidupan, termasuk rumah, fasilitas umum, pelabuhan, akomodasi wisata dan infastruktur. |
Hasil perubahan tutupan lahan diperoleh setelah mengubah data raster ke polygon, kemudian dilakukan overlay pada setiap peta menggunakan tool intersect. Perubahan tutupan lahan diketehui menggunakan metode IF pada setiap tabel atribut hasil overlay. Apabila kode pada tabel atribut menunjukkan perbedaan, maka diasumsikan terjadi perubahan tutupan lahan dan sebaliknya, jika kode pada tabel atribut tidak menunjukkan perbedaan berarti tidak terjadi perubahan tutupan lahan. Perhitungan perubahan tutupan lahan pada setiap tutupan lahan menggunakan Microsoft Excel dengan meng-copy data data tabel atribut di ArcGis 10.3. Untuk memepermudah dalam mengetahui lahan tersebut terkonversi menjadi lahan lainnya, dibuatkan matriks perubahan menggunakan pivot table.
-
2.5.2 Analisis Faktor Pendorong Perubahan Lanskap Pesisir
Faktor pendorongan perubahan lanskap dianalisis menggunakan metode analisis Regresi Logistik Biner dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 26. Regresi Logistik Biner dipilih karena mampu menjelaskan pola hubungan secara matematis antar satu variabel respon (Y) yang merupakan variabel dikotomis (variabel mempunyai dua nilai kategori yang saling berlawanan) dengan satu atau lebih variabel prediktor (x) (Hosmer dan Lemeshow 2000). Variabel (Y) menghasilkan 2 kategori yakni 0 (tidak berubah) dan 1 (berubah). Diduga terdapat 7 (tujuh) variabel yang mendorong perubahan tutupan lahan terjadi di Kecamatan Kuta Selatan, yaitu jarak dengan jalan utama (X1), jarak dengan sungai (X2), ketinggian tempat/elevasi (X3), kemiringan lereng (X4), kepadatan penduduk (X5), jarak dengan perguruan tinggi negeri (X6) dan jarak dengan daya tarik wisata (X7). Variabel jarak dengan perguruan tinggi negeri pilih karena aktivitas perguruan tinggi menjadi salah satu yang mempengaruhi perubahan lahan seperti memicu banyaknya timbul pertokoan dan meningkatnya keberadaan mix-use fungsi bangunan perumahan (Ramadhoni dan Rudiarto 2014; Ningsih 2017; Luthfiatin dan Ridlo 2020; Sutrisno dan Saraswati 2020).
Persamaan regregi logistik biner yang digunakan sebagai berikut:
Logit (√l-) = βo + β1X1,i + β2X2,i + .... + βnXn,∣ (i)
∖ 1-7Γ∕
Dimana, Log: Logit Perubahan, β0: Konstanta, β1-n: nilai koefisien variabel bebas ke -1 sampai ke-n, X1-n,I : variabel bebas ke – 1 sampai ke-n (pada variabel tidak bebas i), dan n: jumlah variabel
Nilai bersifat positif pada variabel mengartikan bahwa semakin tinggi nilai yang dihasilkan, maka perubahan tutupan lahan yang terjadi pada variabel tersebut semakin sering terjadi. Namun sebaliknya jika nilai bersifat negatif berarti semakin tinggi nilai yang dihasilkan, maka perubahan yang terjadi pada varibel tersebut semakin jarang atau tidak terjadi (Kaswanto et al. 2021).
-
3. Hasil dan Pembahasan
Kecamatan Kuta Selatan secara geografis berada di wilayah pesisir bagian selatan Bali, sebagian besar wilayahnya berada di daerah bukit kapur (karst), berbatasan dengan Kecamata Kuta dibagian utara, dan Samudera Hindia dibagian timur, selatan dan barat dengan sektor pendapatan utama pada bidang jasa yakni
pariwisata (BPS Kab. Badung 2021). Penggunaan lahan utama berada pada area terbangun, area terbuka dan area vegetasi. Karakteristik lanskap berupa bukit karst di pesisir menjadikan Kecamatan Kuta Selatan memiliki 3 jenis tipe pantai yakni pantai berpasir, pantai bertebing dan hutan mangrove. Tutupan lahan lanskap pesisir di Kecamatan Kuta Selatan diklasifikasi menjadi 4 (empat) kelas yaitu badan air, area vegetasi, area terbuka, dan area terbangun. Peta tutupan lahan tahun 2000, 2010, dan 2020 di Kecamatan Kuta Selatan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.
Tutupan Lahan di Kecamatan Kuta Selatan tahun 2000 (a), tahun 2010 (b),
dan tahun 2020 (c)
Klasifikasi citra tahun 2000, 2010 dan 2020 menunjukan hasil yang beragam untuk setiap tutupan lahan di Kecamatan Kuta Selatan. Pada tahun 2000 dan tahun 2010 diperoleh hasil terbesar pada tutupan lahan area vegetasi yaitu tahun 2000 dengan luas sebesar 7.729,59 ha (76,19%) dan tahun 2010 dengan luas sebesar 4.346,46 ha (42,84%). Sementara pada tahun 2020, hasil terbesar dimiliki oleh area terbuka dengan luas sebesar 4.199,14 ha (41,39%). Penambahan luas pada tahun 2000, 2010 dan 2020 terjadi pada tutupan lahan area terbangun dan area terbuka, sementara untuk area vegetasi dan badan air selalu mengalami pengurangan luas (Tabel 2).
Tabel 2. Luas Tutupan Lahan di Kecamatan Kuta Selatan
Tutupan Lahan |
2000 Luas (%) |
2010 |
2020 | |||
Luas (Ha) |
Luas (Ha) |
Luas (%) |
Luas (Ha) |
Luas (%) | ||
Area Terbangun |
1.167,35 |
11,51 |
1.720,58 |
16,96 |
2.737,35 |
26,98 |
Area Terbuka |
1.151,50 |
11,35 |
4.048,21 |
39,90 |
4.199,14 |
41,39 |
Area Vegetasi |
7.729,59 |
76,19 |
4.346,46 |
42,84 |
3.188,85 |
31,43 |
Badan Air |
97,05 |
0,96 |
30,24 |
0,30 |
20,16 |
0,20 |
Jumlah |
10.145,50 |
100,00 |
10.145,50 |
100,00 |
10.145,50 |
100,00 |
Perubahan lanskap pesisir dianalisis dalam rentang waktu 10 tahun dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2020. Hal ini dilakukan untuk melihat pola perubahan yang terjadi. Perubahan lanskap pesisir di Kecamatan Kuta Selatan secara spasial hampir mengalami perubahan di seluruh wilayahnya, yakni 38,76%
mengalami perubahan dan 61,24% tetap (tidak berubah) di rentang tahun 2000-2010. Sementara pada tahun 2010-2020 terjadi perubahan sebesar 33,90% dan 66,10% tetap. Perubahan lanskap pesisir secara keseluruhan dari tahun 2000 sampai dengan 2020 terjadi dengan laju perubahan 3-4% per tahun. Peta perubahan lahan di Kecamatan Kuta Selatan dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 3. Perubahan lahan tahun 2000-2010 di Kecamatan Kuta Selatan
Gambar 4. Perubahan lahan tahun 2010-2020 di Kecamatan Kuta Selatan
Tabel 3. Perubahan Luas Tutupan Lahan Kecamatan Kuta Selatan tahun 2000-2020
Tutupan Lahan |
2000-2010 |
2010-2020 | ||
Luas (Ha) |
Luas (%) |
Luas (Ha) |
Luas (%) | |
Area Terbangun |
+553,23 |
+5,45 |
+1.016,77 |
+10,02 |
Area Terbuka |
+2.896,71 |
+28,55 |
+150,92 |
+1,49 |
Area Vegetasi |
-3.383,13 |
-33,35 |
-1.157,61 |
-11,41 |
Badan Air |
-66,81 |
-0,66 |
-10,08 |
-0,10 |
Perubahan lanskap pesisir di Kecamatan Kuta Selatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 terjadi di seluruh tutupan lahan. Terjadi penambahan luas dan pengurangan luas pada tutupan lahan (Tabel 3). Perubahan tutupan lahan yang signifikan bertambah terjadi pada dua area yaitu area terbuka di tahun 2010 dan area terbangun di tahun 2020. Area terbuka bertambah sebesar 2.896,71 ha pada tahun 2000 sampai dengan 2010 sedangkan dari tahun 2010 sampai dengan 2020 naik hanya sebesar 150,92 ha atau sekitar 1,49%. Hal ini dapat terjadi akibat hasil pemekaran daerah. Kecamatan Kuta Selatan terbentuk dari pemekaran wilayah Kecamatan Kuta yang tertuang dalam Permendagri Nomor 138/2134/PUOD tanggal 22 Juli 1999 yang kemudian ditindaklanjuti dengan SK Gubernur Bali Nomor 350 Tahun 1999 tanggal 31 Juli 1999. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, tujuan dari pemekaran suatu daerah adalah untuk meningkatan pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan fasilitas dan infrastruktur yang mendukung. Dalam realisasinya memerlukan pembukaan lahan untuk di konversi menjadi area terbangun (Setiawan et al. 2020). Peningkatan luas area terbuka yang disignifikan terjadi akibat pembukaan lahan yang dilakukan untuk persiapan pembangunan, baik itu untuk area pemukiman ataupun akomodasi pariwisata.
Tabel 4. Matriks Perubahan tutupan lahan tahun 2000-2010 di Kecamatan Kuta Selatan
Tutupan Lahan tahun 2000 |
Tutupan Lahan tahun 2010 | |||
Area Terbangun (Ha) |
Area Terbuka (Ha) |
Area Vegetasi (Ha) |
Badan Air (Ha) | |
Area Terbangun |
1.167,35 |
0 |
0 |
0 |
Area Terbuka |
109,94 |
878,49 |
163,07 |
0 |
Area Vegetasi |
435,85 |
3.150,24 |
4.140,39 |
3,12 |
Badan Air |
7,45 |
19,49 |
43,00 |
27,12 |
Tabel 5. Matriks Perubahan tutupan lahan tahun 2010-2020 di Kecamatan Kuta Selatan | ||||
Tutupan Lahan tahun 2010 |
Tutupan Lahan tahun 2020 | |||
Area Terbangun |
Area Terbuka |
Area Vegetasi |
Badan Air | |
(Ha) |
(Ha) |
(Ha) |
(Ha) | |
Area Terbangun |
1.720,58 |
0 |
0 |
0 |
Area Terbuka |
645,86 |
2.605,47 |
793,99 |
2,90 |
Area Vegetasi |
369,62 |
1.593,20 |
2.382,61 |
1,03 |
Badan Air |
1,29 |
0,47 |
12,26 |
16,22 |
Area terbangun juga mengalami pertambahan luas dimana pada tahun 2000-2010 bertambah sebesar 553,23 ha dan pada tahun 2010-2020 bertambah sebesar 1.016,77 ha. Area terbangun merupakan tutupan lahan yang tidak mengalami pengurangan luas namun selalu mengalami pertambahan luas di setiap rentang tahun perubahan (Tabel 4 dan Tabel 5). Pertambahan luas area terbangun selain sebagai imbas dari hasil pemekaran daerah juga akibat dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 tahun 2009, tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Bali dimana keseluruhan wilayah di Kecamatan Kuta Selatan ditetapkan sebagai kawasan pariwisata. Berdasarkan data BPS Kabupaten Badung terjadi kenaikan jumlah akomodasi wisata (berupa penginapan baik hotel berbintang maupun hotel melati) dari 80 penginapan di tahun 2005 bertambah menjadi 183 penginapan di tahun 2010 dan meningkat lebih dari 500% menjadi 805 penginapan di tahun 2020 (BPS Kabupaten Badung 2008; BPS Kabupaten Badung 2011; BPS Kabupaten Badung 2021). Perubahan lanskap pada area terbangun yang terjadi di rentang tahun 2010 sampai dengan tahun 2020 lebih didominasi pada pembangunan akomodasi wisata.
Pengurangan luas lahan terjadi pada area vegetasi dan badan air. Area vegetasi mengalami pengurangan luas paling signifikan yaitu pada tahun 2000-2010 mengalami pengurangan luas sebesar 3.383,13 ha atau sebesar 33,35% dan di tahun 2010-2020 berkurang sebesar 1.157,61 ha. Hal ini terjadi karena tutupan lahan di Kecamatan Kuta Selatan awalnya didominasi area vegetasi (Gambar 2). Area vegetasi paling besar mengalami konversi lahan menjadi area terbuka, baik pada perubahan lanskap di rentang waktu tahun 2000-2010 maupun tahun 2010-2020. Hasil analisis perubahan area vegetasi berbanding lurus dengan data BPS Kabupaten Badung mengenai sumber mata pencaharian penduduk di bidang pertanian dan perkebunan yang selalu mengalami penurunan. Tahun 2005 mayoritas penduduk di Kecamatan Kuta Selatan bekerja pada bidang pertanian dan perkebunan sebesar 73,5% dari total jumlah penduduk yakni 64.127 orang. Kemudian mengalami penurunan sangat signifikan di tahun 2020 dimana hanya sebesar 2,5% dari total penduduk yaitu 131.139 orang yang masih bekerja di bidang pertanian dan perkebunan (BPS Kabupaten Badung 2008; BPS Kabupaten Badung 2011; BPS Kabupaten Badung 2021).
Fenomena transformasi kawasan pinggiran menuju pengkotaan terindentifikasi pada Kecamatan Kuta Selatan. Bukti identifikasi perluasan kawasan pengkotaan terlihat dari adanya perubahan lahan, perkembangan area terbangun, peningkatan jumlah penduduk dan terjadinya transformasi mata pencaharian (Muller 1997; Xiao et al. 2006; Surya et al. 2018). Fenomena ini memberikan dampak positif berupa kemajuan pada sektor sosial ekonomi tetapi juga berdampak negatif pada sektor lingkungan mengingat kecamatan ini berada di kawasan pesisir. Penurunan luas area vegetasi dan bertambahnya area terbuka serta area terbangun secara terus menerus dapat memicu terjadinya panas pulau perkotaan (urban heat island) dan
penurunan kualitas lingkungan (Zhang et al. 2010; Bokaie et al. 2016; Liong 2021). Keberadaan hutan mangrove dan hutan pantai di Kecamatan Kuta Selatan sangat penting untuk menjaga kestabilan iklim.
-
3. 4 Analisis Faktor Pendorong Perubahan Lahan
Kerentanan perubahan lanskap pesisir terjadi di Kecamatan Kuta Selatan. Perubahan terjadi akibat adanya faktor yang mendorong perubahan tersebut. Faktor pendorong perubahan penting untuk dianalisis karena dengan mengetahui faktor pendorong dapat mengungkap mekanisme perubahan yang terjadi (Liu et al. 2020; Zheng et al. 2021). Diduga ada tujuh variabel yang mempengaruhi perubahan lanskap pesisir di Kecamatan Kuta Selatan, yaitu Jarak Jalan (X1), Jarak Sungai (X2), Elevasi (X3), Kemiringan Lereng (X4), Kepadatan Penduduk (X5), Jarak dari Perguruan Tinggi Negeri (X6), dan Jarak dari Daya Tarik Wisata (X7) (Gambar 5).
Gambar 5. Variabel Faktor Pendorong Perubahan tutupan lahan
Model persamaan untuk faktor pendorong perubahan tutupan lahan yang dihasilkan melalui analisis Regresi
Logistic Biner sebagai berikut:
Perubahan tutupan lahan tahun 2000-2010
Logit Q⅛) = 2.418 + 0,484X1 + 0,008X2 — 0,229X3 — 0,308X4 + 0,127X5 - 0,393X6 - 0,373X7
Perubahan tutupan lahan tahun 2010-2020
Logit Q^) = 0,198 + 0,496X1 - 0,226X2 + 0,097X3 - 0,368X4 + 0,014X5 - 0,001X6 - 0,121X7
-
a. Faktor Jarak Jalan (X1)
Variabel jarak jalan memberikan pengaruh terhadap perubahan lanskap. Pada perubahan tutupan lahan tahun 2000-2010 dan tahun 2010-2020, faktor jarak jalan menjadi faktor pendorong perubahan meskipun hasil yang didapat tidak signifikan. Pada jarak dekat maupun jauh teridentifikasi mengalami perubahan. Keberadaan jalan memberikan kemudahan dalam mobilisasi penduduk dalam menunjang kegiatan ekonomi atau kegiatan urban lainnya. Namun dilain sisi, keberadaan jalan juga memicu konversi lahan non terbangun menjadi lahan terbangun. Perubahan lanskap di kawasan pariwisata cenderung tumbuh beriringan dengan adanya jaringan jalan (Kurniawan et al. 2016). Sementara, aspek ekologi melihat jalan sebagai salah satu indikator peningkat fragmentasi pada elemen lanskap (patch), hilangnya keanekaragaman hayati, dan kerusakan ekologis (Spellerberg 2002; Farina 2006) b. Faktor Jarak Sungai (X2)
Variabel jarak sungai tidak berpengaruh terhadap perubahan tutupan lahan karena jenis sungai di Kecamatan Kuta Selatan yakni sungai ephemeral dimana air sungai hanya ada pada musim hujan (Syarifuddin et al 2000). Masyarakat yang tinggal juga tidak memanfaatkan sungai yang ada sebagai tempat beraktifitas.
-
c. Faktor Elevasi (X3)
Variabel elevasi pada perubahan tutupan lahan tahun 2000-2010 tidak berpengaruh terhadap perubahan tetapi pada perubahan tutupan lahan tahun 2010-2020 memiliki pengaruh. Hal ini terjadi karena pada tahun 2000-2010 pembangunan yang terjadi di Kecamatan Kuta Selatan masih berfokus pada area pemukiman. Sementara tahun 2010-2020 pembangunan sudah mulai mengarah pada pengembangan pariwisata dimana terjadi peningkatan jumlah akomodasi wisata (hotel, vila, guest house, hostel, restoran, café dan lain sebagainya) di Kecamatan Kuta Selatan. Kawasan pada dataran tinggi dengan visual lanskap memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar properti perumahan maupun sektor pariwisata. Tiga eksternalitas estetika yaitu keberadaan pemandangan air, penampilan akan kemajuan terkini, dan kualitas lanskap di lingkungan penting dalam pasar properti meskipun nilai sumber daya estetika sebagian besar tergantung pada kearifan lokal yang tersedia (Farina 2006).
-
d. Faktor Kemiringan Lereng (X4)
Variabel kemiringan lereng tidak memiliki pengaruh pada perubahan tutupan lahan di Kecamatan Kuta Selatan karena pembangunan yang terjadi menggunakan rekayasa lahan (cut and fill) dimana dilakukan pendataran pada lahan.
-
e. Faktor Kepadatan Penduduk (X5)
Variabel kepadatan penduduk pada perubahan tahun 2000-2010 memiliki pengaruh terhadap perubahan tetapi tidak memiliki pengaruh pada perubahan tahun 2010-2020. Hal ini terjadi seperti penjelasan di atas bahwa pada tahun 2000-2010 pembangun masih berfokus pada area pemukiman sehingga pada wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi memerlukan insfrastruktur dan fasilitas umum sebagai penunjang kebutuhan penduduk. Sehingga pada area yang memiliki kepadatan penduduk tinggi memiliki infrastruktur dan fasilitas umum lebih banyak dibandingkan dengan wilayah yang memiliki kepadatan penduduk rendah.
-
f. Faktor Jarak Perguruan Tinggi Negeri (X6) dan Daya Tarik Wisata (X7)
Variabel jarak perguruan tinggi negeri dan daya tarik wisata tidak memiliki pengaruh pada perubahan lanskap.
Dari keseluruhan faktor pendorong yang diuji, hanya variabel jarak jalan yang memiliki pengaruh terhadap perubahan lanskap yang terjadi di Kecamatan Kuta Selatan. Faktor pendorong mungkin saja memiliki pengaruh jika skala pengukurun yang digunakan adalah perdesa karena desa di Kecamatan Kuta Selatan dibagi menjadi 2 jenis yaitu desa dinas dan desa adat. Hal ini menyebabkan regulasi (peraturan) setiap desa berbeda dan regulasi desa adat akan penggunaan lahan sangat kuat (Mahardika 2021).
Lanskap pesisir Kecamatan Kuta Selatan rentan akan perubahan. Kerentanan perubahan lanskap di Kecamatan Kuta Selatan terjadi pada area vegetasi. Dilihat dari penurunan luas area vegetasi yaitu dari 7.729,59 ha di tahun 2000 menjadi 3.188,85 ha di tahun 2020. Perubahan area vegetasi disebabkan oleh kebutuhan akan area terbuka dan area terbangun yang semakin meningkat. Laju perubahan lanskap di Kecamatan Kuta Selatan 3-4% per tahun untuk keseluruhan tutupan lahan. Faktor yang mendorong perubahan ini adalah faktor jarak dengan jalan karena adanya aksesibilitas mempermudah pergerakan manusia. Pergerakan manusia tersebut mendorong meningkatnya kebutuhan sehingga konversi area vegetasi tidak dapat dihindarkan.
Penelitian ini menguji 7 (tujuh) variabel yang dianggap memiliki pengaruh dalam perubahan lanskap di Kecamatan Kuta Selatan. Namun hanya faktor jarak jalan yang memiliki pengaruh pada perubahan lahan. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya ada yang menggunakan faktor kebijakan untuk diuji karena besar kemungkinan perubahan lanskap di Kecamatan Kuta Selatan sangat berpengaruh pada kebijakkan yang ada.
-
5. Daftar Pustaka
Apriyanti D, Faqih R, Purnawan B. 2017. Pembuatan Peta Penutup Lahan Menggunakan Klasifikasi
Terbimbing Metode Maximum Likelilhood Pada Citra Landsat 8 ( Studi Kasus : Kabupaten Indramayu , Provinsi Jawa Barat ) Making Land Cover Map Using Supervised Classification Maximum Likelihood
Method in. Semin Nasioanal Penginderaan Jauh. 8:225–235.
Bokaie M, Zarkesh MK, Arasteh PD, Hosseini A. 2016. Assessment of Urban Heat Island based on the relationship between land surface temperature and Land Use/ Land Cover in Tehran. Sustain Cities Soc. 23:94–104. doi:10.1016/j.scs.2016.03.009.
BPS Kabupaten Badung. 2008. Kecamatan Kuta Selatan Dalam Angka 2008. Kabupaten Badung.
BPS Kabupaten Badung. 2011. Kecamatan Kuta Selatan Dalam Angka 2011. Kabupaten Badung.
BPS Kabupaten Badung. 2021. Kecamatan Kuta Selatan Dalam Angka 2021. Kabupaten Badung.
Crossland CJ, Baird D, Ducrotoy J-P, Lindeboom H, Buddemeier RW, Dennison WC, Maxwell BA, Smith S V.,
Swaney DP. 2005. The Coastal Zone — a Domain of Global Interactions. Di dalam: Coastal Fluxes in the Anthropocene. hlm 1–37.
Dipayana A, Sunarta IN. 2015. Dampak Pariwisata terhadap Alih Fungsi Lahan di Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung (Studi Sosial-Budaya). J Destin Pariwisata. 3(2):58–66.
Farina A. 2006. PRINCIPLES AND METHODS IN LANDSCAPE ECOLOGY Toward a Science of Landscape. Springer.
Hesty S, Gunawan A, Prasetyo LB, Munandar A. 2019. A spatial model of sustainable green open space planning in Bandar Lampung City , Lampung Province. AES Bioflux. 11(26):216–226.
Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Introduction to the Logistic Regression Model. 2nd ed. Wiley.
Jihan JC. 2014. Pemanfaatan Global Navigation Satellite System (Gnss) Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan di Kecamatan Sukolilo Surabaya Timur. Prosiding Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi. hlm 154–160. https://journal.itny.ac.id/index.php/ReTII.
Kaswanto RL, Aurora RM, Yusri D, Sjaf S. 2021. Analisis Faktor Pendorong Perubahan Tutupan Lahan selama Satu Dekade di Kabupaten Labuhanbatu Utara. J Ilmu Lingkung. 19(1):107–116.
doi:10.14710/jil.19.1.107-116.
Kurniawan F, Adrianto L, Bengen DG, Prasetyo LB. 2016. Patterns of Landscape Change on Small Islands: A Case of Gili Matra Islands, Marine Tourism Park, Indonesia. Procedia - Soc Behav Sci. 227:553–559. doi:10.1016/j.sbspro.2016.06.114.
Liong AS. 2021. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Untuk Mengurangi Fenomena Urban Heat Island di Kota Makasar. IPB University.
Liu C, Li W, Zhu G, Zhou H, Yan H, Xue P. 2020. Land use/land cover changes and their driving factors in the northeastern tibetan plateau based on geographical detectors and google earth engine: A case study in gannan prefecture. Remote Sens. 12(19). doi:10.3390/RS12193139.
Luthfiatin S, Ridlo MA. 2020. Studi Literatur: Pengaruh Kawasan Pendidikan Perguruan Tinggi Terhadap Perubahan Guna Lahan. Pondasi. 25(1):19. doi:10.30659/pondasi.v25i1.13033.
Mahardika GAB. 2021. Strategi Pengendalian Tanah Adat Untuk Kesejahteraan Masyarakat Adat Di Desa Penglipuran Kabupaten Bangli. Sekolah Tinggu Pertanahan Nasional Yogyakarta. http://repository.stpn.ac.id/563/1/GEDE ARTA BUDI MAHARDIKA.pdf.
Monaco A, Prouzet P. 2014. Vulnerability of Coastal Ecosystems and Adaptation. ISTE Ltd and John Wiley & Sons, Inc.
Muller PO. 1997. The Suburban Transformation of Globalizing American City. Ann AAPSS. 551(1):44–58.
Ningsih TR. 2017. Pengaruh Keberadaan Kampus Terhadap Perubahan Fisik Kawasan Di Sekitarnya (Studi Kasus: Kawasan Babarsari, Kecamatan Depok, Yogyakarta). J Pengemb Kota. 5(2):159.
doi:10.14710/jpk.5.2.159-165.
Priyanto AT. 2010. The Impact of Human Activities on Coastal Zones and Strategies Towards Sustainable Development: A Case Study in Pekalongan, Indonesia.
Ramadhoni K, Rudiarto I. 2014. Pengaruh Eksistensi Kawasan Pendidikan UNNES terhadap Perkembangan Guna Dan Harga Lahan di Sekaran, Kota Semarang. J Tek PWK. 3(4):585–595.
Setiawan H, Rudiarto I, Hidayat JW. 2020. Analisis Spasial Kesesuaian Lahan untuk Perencanaan Perluasan Lahan Terbangun pada Calon Kabupaten Seputih Timur. Prosiding Seminar Nasional, Semarang 2 Desember 2020 “Pembangunan Hijau dan Perizinan: Diplomasi, kesiapan perangkat dan pola standarisasi.” hlm 185–194. mil.pasca.undip.ac.id.
Sjafrie NDM. 2016. Jasa Ekosistem Pesisir. Oseana. 41(4):25–40.
Spellerberg IF. 2002. Ecological Effects of Roads. London, New York: Taylor & Francis Group.
Suparmi S, Soeheri S. 2020. Sistem Informasi Geografis Pemetaan Tempat Kost Berbasis Web Menggunakan Metode Euclidean Distance. Infosys (Information Syst J. 5(1):105. doi:10.22303/infosys.5.1.2020.105-113.
Surya B, Saleh H, Ariyanto. 2018. Transformation of metropolitan suburban area (a study on new town development in Moncongloe-Pattalassang Metropolitan Maminasata). IOP Conf Ser Earth Environ Sci. 202(1). doi:10.1088/1755-1315/202/1/012027.
Sutrisno AA, Saraswati. 2020. Perguruan Tinggi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Wilayah Sekitar. Di dalam: Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota. Volume Vol.6. hlm 329–334.
http://dx.doi.org/10.29313/pwk.v6i2.23485.
Xiao J, Shen Y, Ge J, Tateishi R, Tang C, Liang Y, Huang Z. 2006. Evaluating urban expansion and land use change in Shijiazhuang, China, by using GIS and remote sensing. Landsc Urban Plan. 75(1–2):69–80. doi:10.1016/j.landurbplan.2004.12.005.
Zhang XX, Wu PF, Chen B. 2010. Relationship between vegetation greenness and urban heat island effect in Beijing City of China. Procedia Environ Sci. 2:1438–1450. doi:10.1016/j.proenv.2010.10.157.
Zheng QH, Chen W, Li SL, Yu L, Zhang X, Liu LF, Singh RP, Liu CQ. 2021. Accuracy comparison and driving factor analysis of LULC changes using multi-source time-series remote sensing data in a coastal area. Ecol Inform. 66 April. doi:10.1016/j.ecoinf.2021.101457.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap
JAL | 121
Discussion and feedback