JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP

ISSN: 2442-5508

VOL. 8, NO. 1, APRIL 2022

Desain Bahu Jalan Letjen S. Parman, Kelurahan Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan, Kawasan Niti Mandala Renon Denpasar - Bali

Neil Haezer Natanael1, Anak Agung Gede Sugianthara1*, Naniek Kohdrata1

  • 1.    Program Studi Arsitekur Lanskap, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Indonesia 80232

Abstract

Letjen S. Parman Roadside design, Sumerta Kelod, County District East Denpasar. Denpasar is one out of nine districts/cities and it is the most populated in Bali Province. Rapid population growth leads to an increase in its population density that affects traffic growth in Denpasar City. Letjen S. Parman is one of the business district roads in the Renon Field area located in the heart of Denpasar City that is often used for public with or without vehicles, which makes this area dense and requires a balance of infrastructure and supporting traffic signs and signals to ensure safety and enhance convenience. Roadsides of Letjen S. Parman Road is still often converted by the public into a parking space and a marketplace. The purpose of this study was to research traffic rules along Letjen S. Parman road and users’ opinions on it. Methodology employed to conduct the study was direct survey and collecting the data by direct field observations, interviews, and questionnaires. The research revealed that, according to traffic laws, Letjen S. Parman roadsides were not supposed to be misused by road users. Pedestrians who use Letjen S. Parman roadsides also feel disturbed by road users who inappropriately turned them into parking spots or a marketplace. The result of the study is related to design recommendations to solve traffic problems along Letjen S. Parman Road as well as a point of reference for relevant agencies and government officials.

Keywords: people’s opinions, roadside, signs, traffic signals

  • 1.     Pendahuluan

Denpasar merupakan salah satu kota terpadat di Provinsi Bali. Kepadatannya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan berpengaruh terhadap pertumbuhan lalu lintas di Kota Denpasar. Jalan Letjen Siswondo Parman merupakan salah satu jalan perkantoran di Kawasan Lapangan Renon yang berada di tengah Kota Denpasar, sebagai Jalan yang berada di tengah Kota Denpasar, jalan ini menjadi salah satu jalan yang sering digunakan oleh masyarakat (relatif padat) dengan kendaraan maupun tanpa kendaraan. Jalan Letjen S. Parman juga berada di dekat lapangan dan area taman kota, yang menjadikan kawasan ini padat dan perlu adanya keseimbangan prasarana dan perlengkapan jalan pendukung guna menciptakan keamanan dan kenyamanan. Bahu Jalan Letjen S. Parman masih sering dialihfungsikan oleh masyarakat untuk menjadi tempat parkir dan tempat berjualan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aturan yang ada pada Jalan Letjen S. Parman dan pendapat masyarakat yang menggunakan Jalan Letjen S. Parman, informasi yang didapat akan digunakan untuk menciptakan desain yang ideal untuk bahu Jalan Letjen S. Parman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik pengumpulan data melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara, dan penyebaran kuisioner.

  • 2.    Metode

    • 2.2    Lokasi Penelitian

Pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan di Jalan Letjen S. Parman, Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Penelitian (Google earth, 2019)

  • 2.3    Alat dan Bahan

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kertas menggambar , meteran, kamera, lembar wawancara, dan laptop dengan perangkat lunak Google Earth, AutoCAD 2016, Google SketchUp 2017, dan Adobe Photoshop CS5.

  • 2.4    Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survei, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara, penyebaran kuisionaer, dan studi pustaka. Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang berarti menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis didukung dengan studi kepustakan berdasarkan pada pendalaman kajian pustaka, berupa data sehingga dapat dipahami dengan baik (Moleong, 2008). Laporan penelitian ini disertai gambar-gambar desain yang mendukung deskripsi tulisan dan ide desain dari penulis. Penelitian dimulai dengan inventarisasi data yaitu mengumpulkan data yang diperlukan pada tapak yang akan didesain. Tahap berikutnya adalah analisis data yaitu mengaitkan data yang telah didapat sehingga dapat diketahui potensi, kendala, dan bahaya yang terdapat pada lokasi penelitian. Tahap selanjutnya merupakan sintesis penyelesaian masalah dengan memanfaatkan potensi, mengatasi kendala, dan menghindari bahaya untuk memperoleh konsep desain dalam pembuatan desain bahu Jalan Letjen S. Parman, Denpasar.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Administrasi

Lokasi penelitian berada di Jalan Letjen S. Parman, Kelurahan Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan. Menurut klasifikasi jalan, Jalan Letjen S. Parman merupakan jalan kolektor primer dan jalan milik Provinsi Bali (Udiana, wawancara 5 September 2019). Jalan Letjen S. Parman tergolong sebagai jalan utama di Kawasan Niti Mandala Renon menurut Peraturan Daerah Kota Denpasar nomor 27 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar tahun 2011-2031.

  • 3.2    Iklim

Jalan Letjen S. Parman di Kota Denpasar termasuk wilayah beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau April-Oktober dan musim hujan November-Maret. Berdasarkan pendekatan data hasil pengamatan selama 10 tahun periode 2006-2015 dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Klas I Denpasar, suhu udara di lokasi penelitian dan sekitarnya berkisar antara 24,5oC -30,4oC dengan suhu udara rata-rata yaitu 26,9oC dan tingkat kelembaban mencapai 81%.

  • 3.3    Tanaman

Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat beberapa jenis tanaman di lokasi penelitian. Penulis juga mendapat informasi bahwa pemilihan jenis vegetasi pada kawasan tersebut dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Denpasar (Udiana, wawancara 5 September 2019). Adapun tanaman yang terdapat di bahu Jalan Letjen S. Parman adalah khaya (Khaya senegalensis), kelengkeng (Dimocarpus

longan), mahoni (Swietenia mahagoni), bungur (Lagerstroemia loudonii), Jambu biji (Psidium guajava), mangga (Mangifera indica), trengguli (Cassia fistula).

  • 3.4    Drainase

Jalan Letjen S. Parman memiliki saluran air yang berada pada bagian utara dan selatan jalan yang memiliki lebar 1.5m. Air pada saluran bergerak ke arah barat. Selama ini saluran air belum pernah meluap karena saluran air cukup besar dan terjaga kebersihannya (Martana, wawancara 5 September 2019).

  • 3.5    Penerangan

Penerangan pada Jalan Letjen S. Parman hanya dilengkapi dengan lampu jalan yang hanya ada pada bagian utara. Hal tersebut menyebabkan jalan menjadi kurang pencahayaan pada beberapa bagian di malam hari. Solusi yang diciptakan pada desain ini penambahan pencahayaan pada jalur pejalan kaki dengan fungsi keamanan sekaligus estetis dengan jumlah 6 pada bagian utara dan 6 pada bagian selatan dan pada bagian utara bahu jalan yang bersinggungan dengan jalur kendaraan ditempatkan juga 8 lampu (4 existing dan 4 tambahan) agar menerangi seluruh jalan Letjen S. Parman.

  • 3.6    Rambu

Rambu yang ada pada Jalan Letjen S. Parman hanya rambu dilarang masuk pada portal yang berfungsi jika portal ditutup. Selain itu ada juga marka jalan yang memisahkan antara kedua arah, jalur sepeda, dan batas bagian terluar jalan kendaraan. Sebuah jalan harus memiliki rambu, rambu di sebuah jalan dapat digantikan dengan marka (I Nengah Jana, DISHUB, wawancara 10 September 2019).

  • 3.7    Dimensi dan Klasifikasi Jalan

Kondisi Jalan Letjen S. Parman pada awal Tahun 2019 dalam keadaan baik, memiliki panjang 216m dan lebar 6m. Bahu Jalan Letjen S. Parman memiliki lebar 4m, bahu jalan tersebut sudah dibeton 2m dengan tujuan untuk memperkuat Jalan Letjen S. Parman. Pada bagian utara dan selatan ada saluran air yang memiliki lebar 1,5m pada masing-masing sisinya. Menurut klasifikasi jalan, Jalan Letjen S. Parman merupakan jalan kolektor primer dan jalan milik provinsi Bali (I Nengah Jana, DISHUB, wawancara 19 September 2019).

  • 1.    Kecepatan paling rendah 40km/jam

  • 2.    Lebar badan jalan kolektor primer paling rendah 9m.

  • 3.    Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien.

  • 4.    Jalan Kolektor primer harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengaturan lalu lintas, dan lampu penerangan jalan.

(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004)

Dari pernyataan tersebut jika dibandingkan dengan kondisi Jalan Letjen S. Parman, Jalan Letjen S. Parman masih kurang memiliki lampu penerangan jalan. Struktur Jalan Letjen S. Parman dalam kondisi yang layak untuk dilalui kendaraan dengan bahu jalan yang diperkeras dengan beton. Jalan Letjen S. Parman sebagai jalan kolektor primer sudah memiliki dimensi yang sesuai dengan kriteria Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah yaitu memiliki lebar 17m.

  • 3.8    Sosial

    • 3.8.1    Pendapat Pengguna Jalan terhadap Kondisi Lokasi

Petugas parkir, pedagang, dan masyarakat yang parkir tidak merasa mengganggu ataupun terganggu dengan adanya masyarakat yang parkir dan berjualan di bahu Jalan Letjen S. Parman. Berbanding terbalik dengan satpam dan pejalan kaki, mereka merasa bahwa masyarakat yang parkir dan berjualan mengganggu jalur pejalan kaki. Hal tersebut berarti para pejalan kaki merasa fasilitasnya di salah gunakan oleh masyarakat yang mengambil keuntungan dari melanggar aturan, solusi yang diberikan pada desain ini merupakan menciptakan jalur pejalan kaki yang layak bagi masyarakat.

  • 3.8.2    Perilaku Pemanfaat Jalan

Bahu Jalan Letjen S. Parman difungsikan masyarakat untuk beberapa aktivitas seperti berjalan kaki, beristirahat, berjualan, dan memarkir kendaraan. Pada pagi hari bahu Jalan Letjen S. Parman lebih banyak digunakan untuk parkir kendaraan roda empat, kebanyakan dari mereka adalah supir taksi online yang menunggu pekerjaan. Menjelang siang hari banyak pedagang yang menggunakan bahu Jalan Letjen S. Parman menjadi tempat berjualan makanan berupa nasi bungkus ataupun buah-buahan. Pada siang hari banyak masyarakat yang berjalan kaki melewati bahu Jalan Letjen S. Parman, banyak juga masyarakat yang memarkir kendaraan dan beristirahat untuk makan siang pada bahu Jalan Letjen S. Parman. Pada sore hari

bahu Jalan Letjen S. Parman banyak digunakan oleh masyarakat untuk berjalan kaki menuju ke Lapangan Puputan Renon untuk berolahraga, banyak juga masyarakat yang memarkir kendaraan terutama kendaraan roda dua, kendaraan roda dua tersebut banyak diparkir pada bagian timur jalan, motor-motor tersebut merupakan motor masyarakat yang mengunjungi Taman Puputan Margarana Renon untuk beraktivitas. Jalan Letjen S. Parman pada malam hari tergolong sepi, hanya ada beberapa waria yang berdiri pada bahu jalan terutama pada bagian barat jalan. Analisa tersebut memiliki kesimpulan bahwa banyak masyarakat yang menggunakan bahu Jalan Letjen S. Parman untuk beraktivitas dan kurangnya pencahayaan pada malam hari, maka solusi yang diciptakan adalah menciptakan sebuah desain yang layak bagi masyarakat yang menggunakan bahu Jalan Letjen S. Parman dengan mengikuti aturan dan penambahan pencahayaan.

  • 3.8.3    Dampak Perilaku Pengguna

Masyarakat yang memarkir kendaraan membuat pejalan kaki terhalang dan cukup membahayakan lalu lintas terutama yang memarkir motor pada persimpangan jalan di bagian timur jalan yang dimana tukang parkir berada. Pedagang yang berjualan juga berdampak buruk pada arus lalu lintas karena pembeli berhenti dan memarkir kendaraan pada bahu Jalan Letjen S. Parman. Dari pemaparan hasil pengamatan tersebut solusi yang ditawarkan dari desain ini adalah menciptakan sebuah desain bahu jalan yang memaksa kendaraan tidak memarkir pada bahu Jalan Letjen S. Parman, pada beberapa titik desain bahu jalan juga ditempatkan bollards untuk menghalangi kendaraan memarkir pada bahu jalan.

  • 3.9    Tata Guna Menurut Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali

Bahu jalan sesungguhnya merupakan bagian yang berfungsi untuk keadaan darurat, contohnya disaat kendaraan mogok, menghindar dari kecelakaan, dll. Bahu jalan sesungguhnya tidak boleh dijadikan tempat parkir ataupun berjualan. Bahu Jalan Letjen S. Parman di beton pada kedua sisinya berfungsi untuk memperkuat jalan dan berfungsi untuk menjadi lokasi pengembangan tergantung pada kondisi tapak (Udiana, wawancara 5 September 2019).

Solusi yang ditawarkan dalam desain ini agar memenuhi aturan adalah pengembangan jalur pejalan kaki, Jalan Letjen S. Parman dianggap perlu ada jalur pedestrian karena merupakan kawasan perkantoran dan adanya banyak pengunjung Taman Puputan Margarana Renon yang datang dengan berjalan kaki melalui Jalan Letjen S. Parman. Lebar minimum yang disyaratkan merupakan 0,5 m pada kedua sisi menurut Permen PU no. 19 tahun 2011.

  • 3.10    Peraturan Menurut Dinas Perhubungan Provinsi Bali

Menurut wawancara penulis dengan I Nengah Jana dari DISHUB, Jalan Letjen S. Parman merupakan jalan kolektor primer dan jalan milik provinsi Bali. Sebuah jalan harus memiliki rambu, rambu di sebuah jalan dapat digantikan dengan marka, kemudian pada sebuah jalan harus memiliki penerangan yang cukup (I Nengah Jana, DISHUB, wawancara 10 September 2019). Tertulis pada Perda Nomor 13 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Denpasar pasal 136 nomor 1 bahwa fasilitas parkir di tepi jalan umum dapat diselenggarakan di tempat tertentu atau jalan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas, dan/atau marka jalan.

  • 3.11    Pemberlakuan CFD

CFD (car free day) merupakan upaya pemerintah Kota Denpasar dalam memberikan kesempatan untuk masyarakat berolahraga dan berkumpul menikmati fasilitas kota yaitu kawasan Renon tanpa terganggu asap kendaraan. CFD diadakan setiap hari Minggu pukul 6-10 pagi. Dalam kegiatan CFD masyarakat juga diberikan kesempatan untuk berjualan. Jalan Letjen S. Parman merupakan salah satu jalan yang digunakan untuk kegiatan CFD di Kota Denpasar, Bali. Desain yang diciptakan pada desain ini juga menciptakan situasi CFD yang lebih nyaman bagi masyarakat pada Jalan Letjen S. Parman.

  • 3.12    Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan

Pada PP no. 34 tahun 2006 tentang Jalan pada pasal 38 tertulis bahwa yang dimaksud dengan “terganggunya fungsi jalan” adalah berkurangnya kapasitas jalan dan kecepatan lalu lintas antara lain menumpuk barang/benda/material di bahu jalan, berjualan di badan jalan, parkir, dan berhenti untuk keperluan lain selain kendaraan dalam keadaan darurat. Hal yang dimaksud dengan terganggunya fungsi jalan terjadi pada Jalan Letjen S. Parman maka diciptakan desain yang memaksa agar kendaraan tidak memarkir pada bahu jalan dan diciptakan jalur tanaman yang berperan sebagai barrier yang memisahkan jalur kendaraan dan pejalan kaki agar aman bagi masyarakat pejalan kaki.

  • 3.13    Permen PU nomor 19 tahun 2011

Pada pasal 16 ayat 3 tertulis bahwa di kedua sisi jalur lalu lintas harus disediakan trotoar sebagai fasilitas bagi pejalan kaki dan petugas pemelihara dengan lebar paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter. Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada sebuah jalan harus disediakan fasilitas bagi pejalan kaki berupa trotoar. Jalan Letjen S. Parman perlu disediakan sebuah trotoar dengan minimal lebar 0,5m karena lebar 0,5m merupakan lebar ideal satu orang berjalan terutama untuk pejalan kaki dan berfungsi agar bahu jalan tidak dialihfungsikan oleh masyarakat. Sesuai dengan acuan dari Permen PU nomor 19 tahun 2011 maka pada desain ini diciptakan jalur pejalan kaki selebar 3m agar tercipta jalur pejalan kaki yang nyaman bagi masyarakat. 3.14 Konsep Desain

Konsep desain bahu Jalan Letjen S. Parman merupakan konsep berdasarkan kebutuhan ruang yang layak untuk masyarakat berjalan kaki pada lokasi perkotaan, dan desain ini dapat menjadi sebuah acuan untuk penciptaan ruang berjalan kaki pada lokasi perkotaan lain.

  • a.    Penataan ruang

Memiliki konsep pemanfaatan ruang bahu Jalan Letjen S. Parman dengan mendesain ruang-ruang yang merupakan penjabaran dari fungsi yang didesain pada tapak.

  • b.    Sirkulasi

Konsep sirkulasi pada desain ini merupakan memisahkan sirkulasi manusia dan sirkulasi kendaraan.

  • c.    Penanaman

Konsep penanaman memanfaatkan jalur tanaman sebagai barrier

  • d.    Perkerasan

Memiliki ketahanan terhadap berbagai situasi.

  • e.    Pencahayaan

Pencahayaan yang fungsional yaitu dapat memenuhi fungsi keselamatan, keamanaan, dan keindahan.

  • 3.15    Hasil Desain

Desain yang diciptakan bertujuan untuk menciptakan ketertiban pada Jalan Letjen S. Parman dan area pejalan kaki yang nyaman di perkotaan untuk masyarakat. Hasil desain secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Desain Bahu Jalan Letjen S. Parman

  • 3.14 .1 Paving

Pada jalur pedestrian material yang digunakan adalah paving blok 20 x 20. Pengaplikasian paving blok pada tapak lebih praktis dan mudah dibandingkan dengan paving lainnya. Kelebihan lain dari paving blok yaitu terletak pada aspek keamanan, yang mana memiliki tekstur kasar sehingga tidak licin. Ditengah jalur pedestrian juga terdapat paving pengarah difabel berukuran 20x20 berwarna kuning. Gambar yang menjelaskan bentuk paving dan ilustrasi paving dalam desain dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Paving yang digunakan pada Desain

  • 3.14 .2 Bangku

Material yang digunakan untuk tempat beristirahat yang merupakan bangku adalah beton (campuran semen dan pasir). Material tersebut dipilih memiliki tujuan tahan terhadap berbagai kondisi cuaca, tahan lama, dan biaya pembuatan yang murah. Material beton/semen juga dapat dibentuk sesuai keinginan. Bangku yang dibuat memiliki pegangan tangan yang berguna untuk mempermudah pengguna terutama untuk lansia dan disabilitas. Berikut pada Gambar 4 yang menjelaskan bentuk bangku yang dibuat dan ilustrasi bangku. Lokasi penempatan bangku diletekana minimal setiap 20 meter berdasarkan Panduan Desain Fasilitas Pejalan Kaki: DKI Jakarta 2017-2022.

Gambar 4. Dimensi dan Perspektif Bangku

  • 3.14 .3 Bollards (Besi Pengaman)

Lokasi jalur pejalan kaki yang bersinggungan langsung dengan jalur kendaraan dilengkapi dengan bollards sejumlah 26 dengan material besi dan tinggi 1m yang berguna untuk menjaga keamanan pejalan kaki dari kecelakaan kendaraan. Berikut merupakan Gambar 6 yang menggambarkan bollards pada desain.

Gambar 6. Perspektif Bollards pada Tapak

  • 3.14 .4 Pencahayaan

Lampu pedestrian berbahan batu bata dan memiliki atap yang berbahan semen, material tersebut dipilih karena material tersebut tahan terhadap berbagai cuaca dan tidak cepat rusak. Lampu pedestrian diletakan sebanyak 11 pada bagian utara dan 11 pada bagian selatan dengan asumsi jarak iluminasi 10m, maka akan rata menerangi jalur pejalan kaki. Lampu jalan sebanyak 4 pada bagian utara juga ditambahkan, guna menerangi lokasi terutama untuk kendaraan yang melintas. Berikut merupakan Gambar 7 yang menjelaskan bentuk desain lampu.

Gambar 7. Desain dan Dimensi Lampu

  • 3.14 .5 Vegetasi

Vegetasi pada desain terbagi menjadi 2 area, yang pertama merupakan vegetasi dengan strata penutup tanah dengan tinggi 0,1-0,3m, area tersebut berperan menjadi pembatas antara jalur kendaraan dan jalur pejalan kaki. Area yang kedua merupakan vegetasi dengan strata semak dengan tinggi 0,5-1m, area tersebut berperan menjadi pembatas antara jalur pejalan kaki dan saluran air.

Beberapa jenis tanaman penutup tanah disajikan pada Tabel 2 dan jenis tanaman semak pada Tabel 3 sebagai berikut.

  • a. Tanaman penutup tanah

Tabel 2. Groundcover yang digunakan

No.

Nama Latin

Nama Indonesia

Tinggi

Jumlah

1.

Arachis pintoi

Kacang-kacangan

0,05m

500

2.

Epipremnum aureum

Sirih gading

0,2m

4180

3.

Calathea multicolor

Meranti bali

0,3m

2055

4.

Chlorophytum bichetii

Es lilin hijau

0,1m

9610

5.

Adiantum peruvianum

Suplir

0,2m

386

Sumber: Permen PU/5/2012 tentang Pedoman Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan

b. Tanaman semak

Tabel 3. Tanaman Semak yang digunakan

No.

Nama Latin

Nama Indonesia

Tinggi

Jumlah

1.

Heliconia

Pisang bali

1m

50

2.

Sansevieria trifasciata

Lidah mertua

0,4m

1145

3.

Gardenia jasminoides

Kacapiring

1m

491

4.

Codiaeum variegatum

Puring

1m

388

5.

Hibiscus rosa sinensis red

Bunga sepatu

0,6m

436

Sumber: Permen PU/5/2012 tentang Pedoman Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan

  • 3.14 .6 Tempat Sampah

Disediakan 11 tempat sampah organik yang mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negri nomor 33 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah yang memberikan arahan bahwa tempat sampah pada ruang publik harus membagi tempat sampah menjadi tiga bagian yaitu sampah organik, sampah anorganik, dan sampah beracun. Setiap golongan juga minimal memiliki kapasitas 300 liter. Bahan dari tempat sampah juga harus menggunakan material yang tahan terhadap cuaca (beton, metal, batu bata, dll.). Maka tercipta desain seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Model dan Dimensi Tempat Sampah


  • 4.    Simpulan dan Saran

    • 4.1    Simpulan

Pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat di bahu jalan Letjen S. Parman adalah memarkir kendaraan pada bahu jalan dan berjualan pada bahu jalan Letjen S. Parman, hal tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran karena tindakan tersebut tidak diperbolehkan oleh aturan yang berlaku. Dampak buruk dari pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat adalah terganggunya pejalan kaki yang melintas dan membahayakan arus kendaraan pada jalan Letjen S. Parman.Konsep perkerasan memberikan fasilitas untuk pejalan kaki contohnya adalah paving sebagai jalur yang aman dan nyaman. Konsep dasar desain bahu Jalan Letjen S. Parman merupakan konsep berdasarkan kebutuhan ruang yang layak untuk masyarakat berjalan kaki pada lokasi perkotaan, dan desain ini dapat menjadi sebuah acuan untuk penciptaan ruang berjalan kaki pada lokasi perkotaan lain. Konsep dasar yang dirumuskan kemudian dillanjutkan dengan konsep desain yang mencakup konsep penataan ruang, sirkulasi, penanaman, perkerasan, dan pencahayaan.

  • 4.2    Saran

Hasil dari desain bahu Jalan Letjen S. Parman di kawasan Renon ini dapat menjadi referensi alternatif bagi kawasan perkotaan yang memiliki masalah yang serupa dan dapat menjadi masukan bagi pemerintah kota dalam masalah desain bahu jalan khususnya pada Jalan Letjen S. Parman, Kelurahan Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan.

  • 5.    Daftar Pustaka

Peraturan Daerah Kota Denpasar. (2011).Peraturan Daerah Kota Denpasar nomor 27 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar tahun 2011. Pemerintah Daerah Kota Denpasar. Denpasar

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. (2015). Pelayanan Jasa Informasi Klimatologi. Staisun Meteorologi Klas I. Denpasar

Departemen Pekerjaan Umum. (2011). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan. Departemen Pekerjaan Umum RI. Jakarta.

Dinas Perhubungan Kota Denpasar. (2016). Peraturan Daerah nomor 13 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Denpasar. Dinas Perhubungan Kota Denpasar. Denpasar.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2006). Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 tahun 2006 Tentang Jalan. Departemen Dalam Negeri. Jakarta

Peraturan Menteri Dalam Negeri. (2010). Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. Kementerian Dalam Negeri. Jakarta.

JAL | 80

http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap