Identifikasi dan pemetaan taman setra di Kota Denpasar berbasis teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG)
on
JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP
ISSN: 2442-5508
VOL. 5, NO. 1, APRIL 2019
Identifikasi dan pemetaan taman setra di Kota Denpasar berbasis teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG)
Anak Agung Gede Sugianthara1*, Anak Agung Gede Dalem Sudarsana1, Sang Made Sarwadana1
-
1. Prodi Arsitekstur Pertamanan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Indonesia 80232
*E-mail:[email protected]
Abstract
Identification and mapping of grave yard park in Denpasar City based on GIS technology. Bali as a garden island consists of several types of parks, one of which is Setra Park. In Bali there are 1,488 indigenous villages/pakraman. Each traditional village has at least one grave, and some have two to three graves. Thus in Bali it is estimated that there are more than 1500 graves, but until now there is no exact data on the number and extent of the graves in Bali, as well as those in the City of Denpasar. This study aims to identification and find out at once mapped Setra Park in the city of Denpasar, Bali as the first step to compile the data base of Taman Setra in Bali Province as one of the national assets of Unitary State of Republic of Indonesia which has architectural, functional, aesthetic, and socio-religious-magical. This study used the survey method with data retrieval technique with observation, interview, and questionnaire distribution to get primary data directly obtained in the field, as well as literature study to complete data or information not obtained in the field. As for mapping using GPS instruments (Global Positioning System) and QGIS software (Quantum Geography Information System). The collected data was followed by tabulation and then analyzed with Quickbird satellite image analysis in 2012 and QGIS 2010 to compile data base and at the same time making map of Taman Setra in Denpasar City. The result of this study shows that, all the parks in Denpasar have spatial layout based on mandala concept, namely: (1) Main mandala as head (ulu setra) in the form of Pura Prajapati building; (2) Madia mandala is a body (ragan setra) as a burial place corpse, arson, and pengabenan ceremony; (3) Nista mandala as foot (cokor/sor setra) area which functioned as garbage dump or rest of upakara. The total area varies from 0.07 to 8.90 Ha, with the land ownership status belonging to the respective village of pakraman, but only about 16.7% have been certified. The arrangement of the park is quite good and has multiple functions, as well as burial places, ceremonies, and other religious rituals also function as a park, a place to harvest rare plants, and at the same time have ecological functions as green open spaces are shady, comfortable, and interesting.
Keywords: grave yard park, pakraman village, QGIS, city of culture.
-
1. Pendahuluan
Bali sebagai sebuah pulau taman terdiri dari kumpulan berbagai taman, mulai dari taman laut/pantai, taman danau, taman gunung yang bersifat alami, maupun taman-taman yang sengaja dibangun oleh para pendahulu sebagai hasil kreasi cipta, rasa, karsa, dan karya yang memiliki aspek arsitektural, fungsional, estetika, dan sosial-budaya-religius seperti: Taman Tirtha Gangga, Taman Ujung di Karangasem (Taman warisan/peninggalan Kerajaan Karangasem) di Kabupaten Karangasem, Taman Kertha Gosa (Taman warisan Kerajaan Gelgel di Kelungkung/Semara Pura), Taman Saraswati Ubud, Tirtha Empul, Mangening, Gunung Kawi di Tampak Siring, Taman Goa Gajah Bedulu, Taman Candi Tebing Tegallinggah, Bitra di Kabupaten Gianyar, Taman Ayun (Mengwi, Badung), dan masih banyak taman-taman peninggalan zaman kerajaan dahulu. Demikian pula taman-taman yang sengaja dibangun pada era setelah proklamasi kemerdekaan seperti: Taman Kota, Taman Kecamatan, Taman Desa, taman-taman di setiap kantor pemerintahan maupun swasta, taman hotel/villa, termasuk taman-taman di sekolah-sekolah sampai perguruan tinggi. Bahkan hampir disetiap pekarangan di Bali juga dilengkapi dengan taman pekarangan.
Sejak Empu Kuturan berhasil menyatukan sekta-sekta di Bali dan setelah terbentuknya desa adat, sekarang disebut desa pakraman (Pemerintah Daerah Provinsi Bali, 2001) di masing-masing Desa
Pakraman paling tidak terdapat satu kuburan (disebut Setra). Di Desa Pakraman yang cukup besar yang terdiri dari beberapa Banjar Adat bisa memiliki lebih dari satu Setra. Setra memiliki ekosistem tersendiri dalam sebuah desa pakraman. Selain sebagai kuburan dengan kearifan lokal yang ada, Setra juga berfungi sebagai sebuah taman yang disebut Taman Setra. Dengan demikian di Bali terdapat lebih dari seribu taman setra yang belum teridentifikasi dengan baik, termasuk belum diketahui secara detail bagaimana morfometri masing-masing taman setra tersebut. Berpijak dari pemikiran tersebut, maka sudah sepantasnya sebagai seorang akademisi dan sekaligus sebagai masyarakat Bali tergerak untuk mengungkap tabir rahasia dan sekaligus melakukan pendataan, identifikasi, dan sekaligus melakukan pemetaan terhadap ribuan taman yang ada di Bali sebagai data base sehingga mampu memperkokoh ungkapan “Bali sebagai sebuah Pulau Taman”.
Penelitian dan publikasi tentang taman setra sampai saat ini masih sangat kurang, masih banyak tabir rahasia yang perlu diangkat ke permukaan terkait dengan potensi dan eksistensi taman setra di Bali. Bila dicermati sedikit lebih dalam, sesungguhnya taman setra memiliki keunikan tersendiri sebagai sebuah kearifan lokal dipandang dari keempat aspek tersebut di atas, yang satu-satunya ada di Bali dan belum ada di daerah lain di wilayah Nusantara ini maupun di negara lainnya di dunia. Oleh karena itu besar keinginan peneliti untuk melakukan penelitian tentang taman setra di Bali, yang mana sebagai langkah awal dilaksanakan di Kota Denpasar.
Berlatar belakang dari pemikiran tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimana keberadaan taman setra di wilayah Kota Denpasar?; (2) Bagaimana pemanfaatan taman setra bagi kepentingan desa pakraman masing-masing?; (3) Apa saja elemen-elemen penyusun taman setra di wilayah Kota Denpasr?; dan (4) Bagaimana morfometri taman setra yang ada di wilayah Kota Denpasar?. Berangkat dari permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini antara lain adalah: (1) Untuk mengidentifikasikan taman setra yang ada di Kota Denpasar; (2) Untuk mengetahui morfometri taman setra yang ada di Kota Denpasar; (3) Membuat peta dan menyusun data-base taman setra yang ada di Kota Denpasar.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Denpasar, Provinsi Bali, dengan waktu pelaksanaan selama 8 (delapan) bulan yaitu dari bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2017.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (a) GPS (Global Positioning System), (b) Perangkat komputer yang dilengkapi software QGIS, (c) kamera, (d) Kuisioner, (e) form observasi, dan (f) alat tulis kantor. Bahan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain: (a) peta wilayah, (b) peta topografi, (c) peta citra landsat Kota Denpasar.
Penelitian ini menggunakan metode survei, dengan teknik pengambilan data melalui observasi, wawancara, dan penyebaran kuisioner untuk mendapatkan data primer yang secara langsung diperoleh di lapangan dari informan pangkal seperti Camat, Lurah atau Perbekel, serta informan kunci seperti Bendesa Adat/Prajuru Adat se Kota Denpasar, serta studi literatur untuk melengkapi data yang tidak diperoleh di lapangan sebagai data skunder yang diperoleh dari pustaka-pustaka baik berupa buku atau lontar, dan internet yang berkaiatan dengan taman setra. Sedangkan untuk pemetaan menggunakan perangkat lunak digital Quantum Geography Information System (QGIS). Alur penelitian melalui tahapan sebagai berikut: (1) tahap persiapan dan inventarisasi data (seperti data biofisik, data sosial budaya, dan data spasial); (2) tahap analisis (setelah data terkumpul ditabulasi, input data dan analisis data spasial GPS, disusun sesuai indikator masing-masing seperti geografi, morfometri, pola ruang, elemen taman, fungsi, dan titik koordinat taman setra masing-masing); (3) tahap sintesis (pembuatan peta dan penyusunan data-base); dan (4) tahap akhir berupa hasil/output (Peta dan data-base Taman Setra Kota Denpasar).
Secara geografis Kota Denpasar berada di antara 08° 35”31' - 08° 44”349' LS dan 1150 10”23' -1150 16”27' BT dengan 59,10% berada pada ketinggian 0 - 25 m dari permukaan laut (dpl) dan sisanya sampai 75 m dpl, dengan luas keseluruhan lebih kurang 30.000 m2. Topografi Kota Denpasar sebagian besar (82,2%) berupa dataran dengan kemiringan lereng secara umum berkisar 0 - 2% ke arah Selatan, sebagian lagi kemiringan lerengnya 2 - 8%. Kemiringan lereng di beberapa tempat terutama di tebing sungai dapat mencapai 2 - 15%. Kota Denpasar beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar, 2015). Suhu udaranya berkisar antara 25,5 – 29,7o C dengan suhu rata-rata 27,6o C dan kelembaban udara rata-rata 78% (BPS Kota Denpasar, 2015).
Kota Denpasar merupakan salah satu kota budaya di Indonesia dan sekaligus sebagai Ibu Kota Provinsi Bali yang selalu berusaha mengedepankan sektor seni budaya dalam pembangunannya dalam rangka menunjang pembangunan pariwisata di Bali. Berdasarkan Peta Tanah Skala 1:250.000 (Yunus Dai, 1971) jenis tanahnya adalah Latosol Coklat Kekuningan yang penyebarannya menempati hampir seluruh Kota Denpasar, kecuali daerah dekat pantai merupakan tanah Aluvial. Kota Denpasar memiliki jumlah penduduk sebanyak 659.623 jiwa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Denpasar, 2016).
Berdasarkan konsep filosofi Tri Angga dan Tri Mandala (Jawatan Agama Hindu dan Buddha, 1973) maka Desa Pakraman (DP) dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (a) Uttama mandala, sebagai bagian kepala (Ulu), merupakan semua Parhyangan yang ada di Desa pekraman; (b) Madya mandala, sebagai bagian badan (Raga), merupakan semua pekarangan yang ada di Desa Pekraman, dan (c) Nista mandala, sebagai bagian kaki (Cokor), merupakan tempak penguburan jenazah yang disebut Taman Setra. Pada setiap taman setra-pun konsep tri angga masih tetap berlaku, yang mana Pura Prajapati sebagai ulun setra yang sekaligus juga sebagai utama mandala, sedangkan bangunan seperti wantilan, asagan, liang kuburan, dan bangunan lainnya sebagai ragan setra yang sekaligus juga sebagai madia mandala, serta areal di sekitar kuburan sebagai tempat pembuangan atau pembakaran sampah sebagai bagian kaki/cokor setra yang sekaligus juga sebagai nista mandala.
Taman setra sebagai suatu satuan ekosistem yang sangat khas. Sebuah taman setra, seperti taman pada umumnya, lengkap dengan elemen-elemen penyusunnya seperti elemen keras taman (hardscape) maupun elemen lunak taman (softscape). Elemen kerasnya antara lain: areal/tapak setra, bangunan Palinggih Prajapati, Pamuhunan, Piyasan, wantilan, tembok pembatas, asagan, terkadang ada Tugu Pahlawan, gundukan/liang kubur, batu nisan, bebatuan alami, bebatuan fabrika, tempat/tiang lampu, dan lain-lain, sedangkan elemen lunaknya antara lain: (a) tanaman baik berupa tanaman tahunan maupun tanaman semusim, tanaman perdu, semak, tanaman merambat, maupun tanaman rerumputan; (b) binatang, baik jenis mamalia, unggas, reptil, insekta, mulusca, dan yang lainnya. Adapun hasil penelitian yang diperoleh pada kegaitan pelaksanan penelitian ini adalah sebagi berikut:
Kecamatan Denpasar Utara memiliki luas wilayah 3.302,148 Ha dengan jumlah penduduk 138.337 jiwa yang terdiri dari 71.559 orang laki-laki dan 66.778 orang perempuan. Secara administrasi terdiri dari tiga kelurah dan delapan desa, yaitu Kelurahan Peguyangan, Kelurahan Tonja, dan Kelurahan Ubung, Desa Peguyangan Kaja, Desa Peguyangan Kangin, Desa Dangin Puri Kauh, Desa Dauh Puri Kaja, Desa Dangin Puri Kangin, Desa Dangin Puri Kaja, Desa Pemecutan Kaja, dan Desa Ubung Kaja (BPS Kota Denpasar, 2016). Desa Pakraman di wilayah Kecamatan Denpasar Utara terdapat 10 desa pakraman yaitu:
-
1. DP Denpasar, memikili tiga taman setra (TS) yaitu: (a) TS Agung Badung yang warga pengampunya berasal dari warga masyarakat Desa Dangin Puri Kauh, Dangin Puri Kaja, Dangin Puri Kangin, dan Pamecutan Kaja; (b) TS Lumintang yang warga pengampunya berasal dari warga masyarakat Desa Dauh Puri Kaja yang berada di wilyah Lumintang; dan (c) TS Dalem Toh Jaya yang warga pengampunganya berasal dari warga masyarakat Desa Dauh Puri Kaja di luar Banjar Adat Lumintang.
-
2. DP Peguyangan, yang warga pengampunya berasal dari warga masyarakat Desa Peguyangan Kaja memiliki empat taman setra yaitu TS Kedaton, Penataran, Agung, dan Tuh Punggung. Warga pengampunya yang berasal dari Kelurahan Peguyangan juga memiliki empat taman setra yaitu TS Ageng Peguyangan, Dukuh Tektek, Dagdagan, dan Tagtag.
-
3. DP Peraupan, memiliki dua taman setra yaitu TS Jurang Sari dan Bantas Peraupan.
-
4. DP Kedua memiliki satu taman setra yaitu TS Kedua.
-
5. DP Cengkilung memiliki satu taman setra yaitu TS Cengkilung.
-
6. DP Jenah juga memiliki satu taman setra yaitu TS Jenah.
-
7. DP Peninjauan juga memiliki satu taman setra yaitu TS Peninjauan.
-
8. DP Tonja memiliki dua taman setra yaitu TS Bungkeneng dan Bon Boni.
-
9. DP Poh Gading memilki satu taman setra yaitu TS Agung Poh Gading.
-
10. DP Ubung memiliki dua taman setra yaitu TS Ubung Kelod, dan Ubung Kaler.
Kecamatan Denpasar Timur memiliki luas wilayah 2.254 Ha dengan jumlah penduduk 88.530 jiwa yang terdiri dari 46.887 orang laki-laki dan 41.643 orang perempuan. Secara administrasi terdiri dari empat kelurah dan tujuh desa, yaitu Kelurahan Penatih, Kelurahan Kesiman, Kelurahan Sumerta, dan Kelurahan Dangin Puri, Desa Penatih Dangin Puri, Desa Kesiman Petilan, Desa Kesiman Kertalangu, Desa Sumerta Kauh, Desa Sumerta Kelod, Desa Dangin Puri Kelod, dan Desa Dauh Puri Kangin (BPS Kota Denpasar, 2016). Jumlah Desa Pakraman di wilayah Kecamatan Denpasar Timur terdapat sembilan desa pakraman yaitu:
-
1. Pada wilayah Desa Penatih Dangin Puri memiliki tiga desa pakraman, yaitu: DP Bekul, Laplap, dan Poh Manis yang masing-masing memikili satu taman setra yang namanya sesuai dengan nama DP-nya masing-masing.
-
2. Pada wilayah Kelurahan Penatih terdapat dua desa pakraman yaitu DP Angabaya yang memiliki dua taman setra yaitu TS Angabaya dan Jungut Bun, serta DP Penatih memiliki empat taman setra yaitu: TS Plagan, Penatih, Saba, dan Tembau.
-
3. Kelurahan Kesiman, Desa Kesiman Petilan, dan Desa Kesiman Kertalangu memiliki satu desa pakraman yaitu DP Kesiman, dengan empat buah taman setra yaitu TS Kesiman Waribang diampu oleh warga masyarakat Kelurahan Kesiman dan Desa Kesiman Petilan, TS Kahyangan Tohpati, TS Kerta Jiwa, dan TS Kahyangan Kesambi diampu oleh warga masyarakat Desa Kesiman Kertalangu.
-
4. Kelurahan Sumerta, Desa Sumerta Kauh, dan Desa Sumerta Kelod memiliki satu desa pakraman yaitu DP Sumerta dengan sebuah taman setra yaitu TS Sumerta.
-
5. Kelurahan Dangin Puri juga memiliki satu desa pakraman yaitu DP Plagan dengan sebuah taman setra yaitu TS Bantas Plagan.
-
6. Desa Dangin Puri Kelod dan Dauh Puri Kangin juga memiliki satu desa pakraman yaitu DP Dangin Puri Kelod dengan satu taman setra yaitu TS Yang Batu.
Kecamatan Denpasar Selatan memiliki luas wilayah 4.999 Ha dengan jumlah penduduk 144.709 jiwa yang terdiri dari 72.995 orang laki-laki dan 71.714 orang perempuan. Secara administrasi terdiri dari enam kelurah dan empat desa, yaitu Kelurahan Sanur, Kelurahan Renon, Kelurahan Panjer, Kelurahan Sesetan, Kelurahan Pedungan, dan Kelurahan Serangan, Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, Desa Sidakarya, dan Desa Pamogan (BPS Kota Denpasar, 2016). Jumlah Desa Pakraman di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan terdapat 11 desa pakraman yaitu:
-
1. Pada wilayah Kelurahan Sanur dan Desa Sanur Kaja memiliki satu desa pakraman, yaitu: DP Sanur yang memikili tiga taman setra yaitu TS Sanur Kaja, TS Bajang Santrian, dan TS Santrian.
-
2. Pada wilayah Desa Sanur Kauh terdapat dua desa pakraman yaitu DP Intaran dengan taman setra-nya yaitu TS Madura dan DP Penyaringan dengan taman setra-nya yaitu TS Penyaringan.
-
3. Wilayah Kelurahan Renon memiliki satu desa pakraman yaitu DP Renon, dengan sebuah taman setra yaitu TS Renon.
-
4. Pada Wilayah Kelurahan Panjer memiliki satu desa pakraman yaitu DP Panjer yang memiliki lima buah taman setra yaitu TS Semaya Jati, Gandamayu, Banjar Kangin, Banjar Kaja, dan Banjar Sasih.
-
5. Desa Sidakarya memiliki satu desa pakraman yaitu DP Sidakarya yang memiliki dua buah taman setra yaitu TS Dalem Kerta Petasikan dan TS Dalem Suda.
-
6. Pada Kelurahan Serangan juga memiliki satu desa pakraman yaitu DP Serangan dengan satu taman setra yaitu TS Serangan.
-
7. Pada Wilayah Kelurahan Sesetan memiliki satu desa pakraman yaitu DP Sesetan yang memiliki dua buah taman setra yaitu TS Desa Adat Sesetan, dan TS Suwung Batan Kendal.
-
8. Pada Wilayah Desa Pamogan terdapat dua desa pakraman yaitu DP Pamogan yang memiliki tiga taman setra yaitu TS Agung Pamogan, TS Gelogor Carik, dan TS Gandamayu, dan yang kedua DP Kepaon yang memiliki empat taman setra yaitu TS Suwung Kepaon, TS Gede Kepaon, TS Kepaon Alit, dan TS Kuburan Islam.
-
9. Pada Wilayah Kelurahan Pedungan terdapat satu desa pakraman yaitu DP Pedungan yang memiliki enam buah taman setra yaitu TS Pesanggaran, Dukuh Pasirahan, Gede Pedungan, Pitik, Sama, dan TS Begawan.
Kecamatan Denpasar Barat memiliki luas wilayah 3.201,73 Ha dengan jumlah penduduk 181.673 jiwa yang terdiri dari 91.585 orang laki-laki dan 87.959 orang perempuan. Secara administrasi terdiri dari tga kelurah dan delapan desa, yaitu Kelurahan Pemecutan, Kelurahan Dauh Puri, dan Kelurahan Padangsambian, Desa Pamecutan Kelod, Desa Dauh Puri Kelod, Desa Dauh Puri Kauh, Desa Dauh Puri Kangin, Desa Padangsambian Kaja, Desa Padangsambian Kelod, Desa Tegal Kertha, dan Desa Tegal Harum (BPS Kota Denpasar, 2016). Banyaknya Desa Pakraman yang terdapat di wilayah Kecamatan Denpasar Barat hanya memiliki dua desa pakraman yaitu:
-
1. Pada wilayah Kelurahan Pamecutan, Kelurahan Dauh Puri, Desa Pamecutan Kelod, Desa Dauh Puri Klod, Desa Dauh Puri Kangin, Desa Dauh Puri Kauh, Desa Tegal Kertha, dan Desa Tegal Harum memiliki satu desa pakraman, yaitu: DP Denpasar dan satu taman setra yaitu TS Agung Badung.
-
2. Pada wilayah Kelurahan Padangsambian, Desa Padangsambian Kaja, dan Desa Padangsambian Kelod juga memiliki satu desa pakraman yaitu DP Padangsambian yang memiliki empat taman setra yaitu TS Tegal Buah, Agung Padangsambian, Batu Paras, dan Tegallinggah.
Pada prinsipnya secara umum pola ruang masing-masing taman setra di Kota Denpasar hampir sama yaitu mengikuti konsep Tri Angga maupun Tri Mandala. Masing-masing taman setra memiliki Pura Prajapati sebagai ulu atau bagian kepala setra yang sekaligus juga sebagai utama mandalanya setra. Pamuhunan dan areal pekuburan sebagai badan atau madia mandala setra, serta areal di sekitar kuburan yang biasanya dipakai tempat pembuangan sampah atau sisa upakara merupakan bagian cokor (kaki) setra yang sekaligus juga merupakan bagian nista mandala, tetapi ada sedikit variasi atau kekhasan yang disebabkan oleh konsep desa, kala, dan patra yang ada di masing-masing desa pakraman.
Posisi Prajapati sebagai bagian dari utama mandala sebagian besar terletak pada posisi Timur Laut setra, yang mana hal ini sudah sesuai dengan konsep, bahwa utama mandala berada pada posisi luwan/ulu yang berkiblat ke gunung atau matahari terbit. Dalam penelitian ini 51% posisi prajapati terletak pada bagian Timur Laut setra, 19% pada bagian Utara, 18% pada bagian Timur, 6% pada posisi Selatan, 4% pada posisi Barat, masing-masing 1% berada pada posisi Barat Daya dan Tenggara setra. Demikian pula tata letak pintu masuknya 34% menghadap ke Barat, 32% menghadap ke Selatan, dan yang lainnya menghadap ke Utara dan kea rah Timur masing-masing sebesar 17%. Data ini menunjukkan, bahwa pada beberapa setra karena situasi dan kondisi lapang tertentu terpaksa membangun prajapati pada bagian Barat atau Selatan setra. Keadaan seperti ini tidak perlu dipermasalahkan karena telah didukung oleh adanya konsep desa, kala, dan patra.
Pada bagian madia mandala (badan setra) selalu ada pamuhunan sebagai tempat pembakaran mayat pada saat melaksanakan kegiatan upacara ngaben atau makinsan di geni(pembakaran mayat sebelum upacara ngaben) atau sebagai tempat pecaruan atau ngerehang, Cuma ada variasi dalam hal ukuran maupun bentuknya, ada yang permanen (80%) ada pula yang tidak permanen (20%) hanya berupa gundukan tanah. Berikutnya ada batu nisan, pedestrian, lampu taman, dan di beberapa setra juga terdapat wantilan atau bangunan tempat beristrirahat, menaruh gong atau sarana upacara lainnya. Pada bagian nista mandala (cokor setra/bagian teben) pada umumnya sebagai tempat pembuangan sampah, namun ada variasi ada yang permanen dan ada pula yang bersifat sementara, begitu selesai kegiatan ritual lalu sampah dibakar habis.
Masing-masing tamana setra memiliki elemen keras (hardscape) dan elemen lunak (softscape) yang hampir sama tetapi ada variasi atau sedikit perbedaan terutama dalam hal volume (ukuran) dan jenis bahan serta jumlahnya pada elemen kerasnya, dan jenis satwa serta tumbuhan yang dominan pada elemen lunaknya. Elemen kerasnya seperti yang sudah diuraikan di atas, dan pada setiap prajapati selalu ada bangunan berupa palinggih padmasari dan paliyangan, sedangkan elemen lunaknya adalah berupa tumbuhan yang ada di masing-masing taman setra baik yang tumbuh alami atau sengaja ditanam. Ada variasi dalam jenis tanaman yang dominan baik berupa rerumputan sebagai penutup tanah, tanaman jenis semak, perdu, mapun jenis pohon. Jenis tanaman yang banyak terdapat adalah di Taman Setra Agung Badung, yang kedua di TS Kesiman Waribang.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan, dapat dijelaskan, bahwa taman setra merupakan hal yang cukup vital bagi setiap desa pakraman di Bali. Demikian pula halnya di Kota Denpasar taman setra juga merupakan kebutuhan masyarakat yang sangat vital bagi setiap desa pakraman dalam pelaksanaan sukerta tata agama, khususnya bagi agama Hindu, karena taman setra sudah diyakini memiliki multi fungsi dan potensi yang cukup besar baik ditinjau dari sudut arsitektural, fungsional, estetika, dan aspek sosio-culture-religius-magis. Dalam hal fungsi taman setra di Kota Denpasar pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan fungsi taman setra di daerah lainnya, seperti yang ada di Kecamatan Ubud misalnya. Selain memiliki fungsi ekologis sebagai ruang terbuka hijau, wajah setra juga semakin dipercatik dengan sentuhan Arsitektur Tradisional Bali dan arsitektur lansekap, sehingga lebih mampu memberikan keamanan, kenyamanan, dan kebahagiaan dalam memanfaatkan setra untuk berbagai keperluan seperti: tempat penguburan jenazah, pembakaran mayat, upacara pengabenan baik perseorangan maupun massal, dan ritual lainnya seperti pelaksanaan upacara pecaruan, mabayuh, serta upacara ngerehang sasuwunan Barong atau Rangda. Pada pertunjukan tarian Calonarang maka setra tidak luput sebagai bagian dari media tempat petunjukan tersebut (Sugianthara, dkk., 2017).
Hasil interpretasi citra satelit Quickbird tahun 2012, hasil observasi dan wawancara digunakan sebagai acuan dalam digitasi on screen poligon taman setra pada citra satelit CNES/Astrium Digital Globe tahun 2017. Hasil analisis citra satelit, observasi lapang, dan wawancara menghasilkan data spasial sebaran taman setra di Kota Denpasar disajikan berupa peta pada Gambar 1..
Gambar 1. Peta Taman Setra Kota Denpasar
-
4. Simpulan dan Saran
-
1. Dari hasil analisis spasial dalam pembuatan peta taman setra di Kota Denpasar diperoleh 72 poligon taman setra, yaitu: 22 taman setra di Kecamatan Denpasar Utara, 16 taman setra di Kecamatan Denpasar Timur, 29 taman setra di Kecamatan Denpasar Selatan, dan 5 (lima) buah taman setra di Kecamatan Denpasar Barat. Dengan topografi
-
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, semua taman setra di Kota Denpasar memiliki tata ruang berlandaskan konsep Tri Mandala yaitu: (1) Utama mandala sebagi kepala (ulu setra) berupa bangunan Pura Prajapati; (2) Madia mandala merupakan badan (ragan setra) sebagai tempat penguburan jenazah, pembakaran mayat, dan upacara pengabenan; (3) Nista mandala sebagai kaki (cokor/sor setra) merupan areal yang difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah atau sisa upakara. Luas arealnya sangat bervariasi dari 0,07 sampai 8,90 Ha, dengan status kepemilikan lahannya adalah milik desa pakraman masing-masing, tetapi baru sejumlah 16,7% yang sudah bersertifikat. Penataan tamannya cukup baik dan memiliki multi fungsi, disamping sebagi tempat penguburan jenazah, upacara pengabenan, dan ritual keagamaan lainnya juga berfungsi sebagai sebuah taman, tempat pelestarian tanaman langka, dan sekaligus punya fungsi ekologis sebagai ruang terbuka hijau yang rindang, nyaman, dan menarik.
-
3. Taman setra sebagai suatu satuan ekosistem yang sangat khas. Sebuah taman setra seperti taman-taman lainnya lengkap dengan elemen-elemen penyusunnya seperti elemen keras (hard scape) maupun elemen lunak (soft scape). Elemen kerasnya antara lain: areal/tapak setra, bangunan Palinggih Prajapati, Pamuhunan, Piyasan, wantilan, tembok pembatas, asagan, gundukan/liang kubur, batu nisan, bebatuan alami, bebatuan fabrika, tempat/tiang lampu, dan pelingih lainnya, sedangkan elemen lunaknya antara lain: (a) tanaman baik berupa tanaman tahunan maupun tanaman semusim, tanaman perdu, semak, tanaman merambat, maupun tanaman rerumputan.
-
4. Masing-masing taman setra di Kota Denpasar memiliki persamaan dalam hal tata ruang dan elemen
tamannya, hanya ada variasi atau perbedaan terutama dalam hal luas areal, posisi, bentuk, asesoris, dan bahan bangunan, serta jumlah dan jenis tanaman yang dominan.
Saran yang dapat diberikan kepada desa pakraman yang ada di Kota Denpasar yang taman setra-nya belum rindang agar memanfaatkan lahan kosong yang ada di sekitar setra untuk ditanami tanaman langka dan tanaman upakara yang dibutuhkan untuk upacara Pitra Yadnya, serta mengatur komposisi tanaman yang ada agar mampu menghasilkan taman setra yang indah dan karismatik.
-
5. Daftar Pustaka
Bappeda Bali. 1975. Arsitektur Tradisionil Bali. Bappeda Bali. Denpasar.
Jawatan Agama Hindu dan Buddha Propinsi Bali. 1973. Tata Nuntun Miwah Midabdabin Desa Adat Ring
Bali. Proyek Penyuluhan Agama Propinsi Bali. Denpasar.
Pemerintah Daerah Provinsi Bali. 2001. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001. Pemerintah
Daerah Provinsi Bali. Denpasar.
Pendit S., Nyoman. 1996. Hindu Dharma Abad XII Kesejahtraaan Global bagi Umat Manusia. Yayasan
Dharma Narada. Denpasar.
Soekmono R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Suada, I Nyoman. 2014. Bali dalam Persepektif Sejarah dan Tradisi dalam Relevansinya dengan Era
Globalisasi menuju keajegan Bali yang Harmonis. Yayasan Surya Dewata Bali. Denpasar.
Suja, I Wayan. 2010. Kearifan Lokal Sains Asli Bali. Universitas Pendidikan Ganesha. Penerbit Paramita, Surabaya.
Widana, Ida Bagus Gede. 2011. Dharmaning Hasta Kosali Arsitektur tradisional Bali. Penerbit Dharma
Putra. Denpasar.
JAL | 106
Discussion and feedback