JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP

ISSN: 2442-5508

VOL. 4, NO. 1, APRIL 2018

Identifikasi dan persepsi penggunaan jenis elemen taman pada natah di desa adat Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali

I Gusti Ayu Purnama Dewi1, Sang Made Sarwadana1*, I Made Sukewijaya2

  • 1.    Program Studi Arsitektur Pertamanan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Indonesia 80114

  • 2.    Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Indonesia 80114

*E-mail: sarwadana55@gmail.com

Abstract

Identification and perception use of types elements on yard of Sangeh traditional village, Abiansemal Sub-district, Badung Regency, Bali Province. Bali's traditional garden is one of the uniqueness in Bali. One example of a garden that is closest to its users is yard. Yard is an empty space that is open and has many functions in the life of Balinese people. Currently the arrangement and selection of elements in the ration is very important to note that the activities carried out on yard can still take place. The purpose of this research is to identify the hard elements and soft elements used in Sangeh traditional village, to identify the way people choose the elements used and to provide information about the elements used in the yard area. The results of this study indicate the type of hard elements and soft elements used in the yard. The functions and benefits of the elements used and the recommendation of the application of the elements used are based on data from interviews, questionnaires and various literature studies. The use of elements in the nat should pay attention to the function of the elements used. The use of soft lemen corresponds to the function of landscape, and spiritual function. The use of hard elements is applied wisely so that the ecological function of the yard is maintained.

Keywords: function of yard, hard element, identification, soft element

  • 2.2    Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah kamera digital, kertas dan alat tulis, lembar kuesioner, lembar wawancara, laptop dengan software AutoCAD 2007.

  • 2.3    Metode Peneltian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner pada sampel rumah yang diambil dengan cara purposive sampling.

  • 2.4    Tahapan penelitian




Gambar 1. Tahapan Penelitian

  • 2.5    Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah tabulasi dan analisis deskriptif

  • 2.6    Batasan Penelitian

Identifikasi jenis elemen hanya untuk Desa Adat Sangeh. Rekomendasi yang diberikan sesuai dengan pola ruang rumah di Desa Adat Sangeh karena terdapat perbedaan dengan desa lain yang ada di Bali.

  • 3.     Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Adat Sangeh terletak di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, berjarak 21 kilometer dari pusat Kota Denpasar. Desa Adat Sangeh berbatasan sebelah Utara dengan Desa Carangsari, sebelah Selatan dengan Desa Blahkiuh, sebelah Barat dengan Desa Cau Belayu, sebelah Timur dengan Desa Selat. Desa Adat Sangeh memiliki 5 banjar yaitu Banjar Pemijian, Banjar Mulukbabi, Banjar Sibang, Banjar Brahmana, dan Banjar Batusari. Jumlah rumah yang merupakan tanah milik ada sekitar 190 rumah (Profil Desa Sangeh, 2015) yang menggunakan sistem asta kosala kosali dalam penempatan bangunan pada rumah.

  • 3.2    Gambaran Lokasi Natah di Desa Adat Sangeh

    Gambar 2. Tata Letak Natah di Desa Adat Sangeh


  • 3.3    Identifikasi Jenis Elemen Lunak

Jenis elemen lunak di areal natah rumah di Desa Adat Sangeh adalah jenis tanaman dan jenis satwa. Tabel di atas menunjukkan jenis tanaman yang paling diminati adalah kamboja (93%), rumput gajah mini 73%, simbar menjangan sebanyak 70%, paku 70%, dan pandan bali 53%. Penataan dan pemanfaatan tanam-tanaman dalam sebuah taman dalam taman tradisional Bali tidak hanya untuk memenuhi aspek estetika tetapi juga mengandung nilai filosofis dan aspek psikis yang berkaitan dengan kenyamanan orang. Tanaman tersebut memiliki fungsi sebagai tanaman lansekap dan juga fungsi sebagai tanaman upakara. Fungsi tanaman dilihat sebagai tanaman lansekap seperti tanaman pengendali pandangan, pembatas fisik, pengendali iklim, habitat satwa, serta fungsi estetika yang dimiliki (Hakim dan Utomo 2003). Tanaman sebagai fungsi upakara yang diperoleh ada 38 jenis tanaman upakara dari 96 tanaman yang diidentifikasi.

Elemen lunak yang ada pada natah salah satunya adalah tanaman. Beragam jenis tanaman yang ada di areal natah, salah satunya adalah tanaman berbunga. Tanaman berbunga memiliki daya tarik pada bunganya. Sukawati (2017) menyatakan bahwa tanaman bunga menjadi elemen penting untuk menciptakan taman yang indah dan berseri seperti tanaman kamboja, mawar, kembang sepatu, anggrek dan jenis tanaman berbunga lainnya.

  • 3.3.1    Identifikasi Jenis Elemen Keras

Jenis elemen keras yang ditemui di areal natah Desa Adat Sangeh dapat dilihat pada berikut:

Tabel 1. Identifikasi Elemen Keras

No

Elemen Keras

F

1

Jalan Setapak Bahan:

a. Paving

23%

b. Beton

23%

c. Batu sikat

57%

d. Tanah

7%

2

Pot

27%

3

Kolam

33%

4

Patung

23%

5

Sumur

10%

6

Bale bengong

7%

7

Lumbung

17%

8

Kandang Satwa

a. Burung

43%

b. Ayam

13%

c. Anjing

3%

9

Lampu Taman

Bahan atap:

17%

a. Ijuk

3%

b. Semen

10%

c. Bata

3%

10

Planter Box

27%

11

Keran Air

20%

12

Tempat duduk

7%

13

Pelinggih Natah (Siwareka)

63%

Elemen keras pada natah yang kemunculannya melebihi 50% adalah jalan setapak dengan bahan batusikat, pot, dan pelinggih natah (taksu). Tempat duduk di areal natah tidak terlalu diminati karena natah cukup dinikmati dari bangunan areal natah tidak harus berada duduk di areal natah. Kreasi penggunaan bahan dalan jalan setapak menambah nilai estetika yang ditimbulkan oleh bahan-bahan yang digunakan.

Banyak jenis elemen keras yang dijumpai di areal natah, seperti jalan setapak, pot, kolam, patung, sumur, gazebo, lumbung, kandang satwa, lampu taman, platerbox, keran air, tempat duduk, pelinggih natah (siwareka). Jalan setapak difungsikan untuk menghubungkan bangunan-bangunan yang ada di rumah.

Frekuensi kemunculan bangku taman rendah dikarenakan fungsi dari bangku taman yang tidak terlalu efektif begitu juga dengan gazebo yang memiliki fungsi sebagai tempat untuk beristirahat. Pengguna lebih memilih beristirahat di bangunan atau bale-bale yang sudah ada karena penambahan gazebo dan bangku taman memerlukan ruang yang cukup besar. Elemen keras yang dijumpai di areal natah sangat beragam Tabel 1 menunjukkan ada beberapa jenis elemen keras yang ditemukan pada ruang natah di Desa Adat Sangeh. Pemilihan perkerasan pada natah harus dipikirkan dengan matang, agar fungsi ekologis tetap terjaga dan dari segi estetika juga dapat dinikmati. Hasil penelitian ini didukung oleh Arifin dan Nurhayati (2006), bahwa dalam perancangan taman perlu dilakukan pemilihan dan penataan detail elemen-elemennya agar taman dapat berfungsi secara fungsional dan berfungsi secara estetika.

Elemen keras yang terdapat di natah lainnya adalah patung. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ida Pedanda Rai Kemenuh (2017) mengatakan bahwa penggunaan patung tidak dipermasalahkan, namun diusahakan agar patung yang digunakan tidak di sembarang pasupati (diupacarai). Elemen kolam juga menjadi elemen yang cukup digemari dalam areal natah. Masyarakat beranggapan bila membuat kolam sebaiknya jangan menggali tanah. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan Ida Pedanda Rai Kemenuh (2017), pembuatan kolam tidak dipermasalahkan jika menggali atau tidak, namun keadaan airnya yang diperhatikan. Keadaan air yang ada pada kolam harus bergerak, karena bila keadaan air tersebut diam merupakan lambang durga siluman. Secara logika keadaan air yang tenang dapat membuat nyamuk bertelur di air tersebut apalagi jika tidak ada ikan. Pernyataan ini didukung oleh uji statistik yang dilakukan oleh Jaya, et al (2013) responden yang memelihara ikan persentasi adanya jentik lebih sedikit dibanding tanpa memelihara ikan pada kolam.

  • 3.3.2    Tanggapan Pengguna terhadap Penggunaan Elemen

Tanggapan Responden Tentang Zona Natah dapat dilihat pada gambar berikut:

  • Gambar 3. Tanggapan Mengenai Tanaman Berbunga

Tanaman bunga menjadi elemen penting untuk menciptakan taman yang indah dan berseri dari nilai estetika yang dimiliki oleh tanaman berbunga. Tanaman berbunga juga bisa dijadikan sarana persembahyangan maupun sebagai bahan untuk pembuatan upakara. Hasil identifikasi pada elemen lunak, bahwa masyarakat di Desa Adat Sangeh banyak menggunakan tanaman berbunga seperti kamboja yang dijadikan sarana untuk persembahyangan. Hasil penelitian tersebut ditunjang oleh pernyataan Sukawati (2017) yang menyatakan bahwa tanaman bunga menjadi elemen penting untuk menciptakan taman yang indah dan berseri contohnya tanaman kamboja, mawar, kembang sepatu, anggrek dan jenis tanaman berbunga lainnya. Tanaman bunga dapat dikelola sesuai dengan sistem pengider-ider (Panca Dewata) yaitu Timur warna putih tanaman yang ditanam misalnya cempaka putih, kamboja putih, kacapiring, melati dan mawar putih. Selatan dengan warna merah tanaman yang ditanam seperti mawar merah, soka, dan kamboja merah. Barat warna kuning tanaman yang ditanam misalnya cempaka kuning, lantana kuning, alamanda. warna hitam tanaman yang ditanam seperti kenanga, roalia. Tengah warna campuran dari berbagai wrna tanaman yang tepat adalah teratai dengan berbagai jenis warna.

Gambar 4. Tanggapan Mengenai Tanaman Berbuah

Berdasarkan data di atas mengenai tanaman berbuah masyarakat 50% mengatakan tanaman berbuah tidak baik ditanam di areal natah, sedangkan 50% lagi mengatakan tanaman berbuah baik ditanam di areal natah. Sebagian masyarakat berpendapat, bahwa tanaman berbuah tidak baik ditanam di natah karena tanaman itu membahayakan jika tanaman tersebut berbuah mengenai pengguna yang berjalan di bawahnya, namun sebagian lagi masyarakat mengatakan tanaman berbuah baik ditanam di areal natah karena hasil buah dari tanaman tersebut dapat dinikmati oleh penghuni rumah serta memiliki daya tarik tersendiri pada saat tanaman tersebut berbuah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ida Pedanda Rai Kemenuh, bahwa tanaman berbuah tidak masalah jika ditanam di areal natah kecuali tanaman papaya karena tanaman papaya memiliki aura yang dapat mengundang makhluk yang dapat membuat tanah pekarangan menjadi angker. Tanaman yang dilarang di areal natah selain papaya adalah tanaman-tanaman yang biasanya ditanam di kuburan seperti kepah (Sterculia foetida), kepuh (Sterculia foetida), pule (Alstonia scholaris), beringin (Ficus benjamina) dan bila (Crescentia cujeita). Sebanyak 13% rumah menggunakan tanaman beringin sebagai elemen di areal natah yang biasanya digunakan sebagai tanaman kerdil. Sebaiknya tanaman tersebut dihindari untuk digunakan di natah baik itu dijadikan tanaman peneduh maupun tanaman kerdil (vocal point). Bila ingin menggunakan tanaman kerdil bisa dipilih tanaman selain beringin seperti ficus daun tebal. Penggunaan tanaman beringin tersebut lambang durga maya apalagi bila tanaman beringin yang dikerdilkan tersebut sudah memiliki akar yang tumbuh keluar dapat mengundang makhluk gaib seperti memedi (makhluk yang tinggal di semak-semak dan batu yang besar), tonya (memiliki perawakan dan tingkah laku seperti manusia), gamang (tinggal di sungai dan bentuk yang tidak jelas sesuai dengan sebutannya gamang), kemangmang (makhluk tanpa badan, kaki, dan tangan) dan dapat membuat rumah pengguna menjadi angker (Rahardjo, 2014). Pohon beringin juga pada malam hari mengeluarkan CO2, bilamana ditanam dekat dengan bangunan tempat tidur menyebabkan pengguna kekurangan oksigen dan kesulitan bernafas.

Gambar 5. Tanggapan Mengenai Pohon yang Tinggi

Berdasarkan data di atas menunjukan masyarakat berpendapat, bahwa pohon yang tinggi tidak baik ditanam di natah dengan alasan tanaman tersebut membahayakan pengguna. Hasil identifikasi menunjukan habitus pohon yang ditemukan sebanyak 19 jenis tanaman namun ketinggian pohon masih dengan dengan ketinggian tidak melebihi ketinggian dari bangunan. Keadaan ranting pohon yang ditanam sangatlah

diperhatikan agar fungsi dari tanaman pohon yang menjadi tanaman peneduh dapat dinikmati. Selain memperhatikan keadaan ranting dari pohon tersebut yang perlu diperhatikan yaitu akar dari tanaman tersebut karena akar dapat tumbuh jauh dari pohon yang tampak di permukaan. Jika sudah demikian akar pohon dapat merusak dinding pondasi (Latief, 2012).

Tabel 2. Tanggapan Responden Tentang Zona Natah

No

Pertanyaan

Jawaban

Persen

1

Tanaman yang ditanami di natah

Tanaman hias

70%

Tanaman keperluan upakara

30%

Total

100%

2

Faktor pemilihan tanaman

Keindahan

73%

Filosofi

27%

Tren

0%

Harga

0%

Total

100%

3

Penggunaan areal natah

Sering

83%

Jarang

17%

Tidak Pernah

0%

Total

100%

4

Fungsi natah

Fungsi sosial

0%

Fungsi spiritual

13%

Fungsi ekologis

50%

Fungsi hiburan

7%

Fungsi estetika

30%

Total

100%

5

Penggunaan natah untuk aktivitas

Sering

83%

Jarang

17%

Tidak Pernah

0%

Tanaman yang ditanam di areal natah yang paling diminati adalah tanaman hias sebanyak 70% dan tanaman untuk upakara sebanyak 30%. Responden memilih fungsi paling banyak dari natah adalah fungsi spiritual karena upacara keagamaan manusia dari sejak baru lahir hingga meninggal dilakukan di natah. Jenis kegiatan yang dilakukan di natah sangat tergantung berdasarkan keadaan natah dari segi luasan, jenis tanaman yang digunakan.

Berdasarkan data Tabel 2 mengenai fungsi natah yang tertinggi adalah fungsi ekologis sebanyak 50%. Jadi beragam fungsi yang dimiliki natah mulai dari fungsi ekologis yang dapat menjaga suhu mikro suatu lingkungan rumah dengan beragam jenis tanaman yang mampu meminimalisasi perubahan cuaca yang ekstrem serta tempat resapan air hujan pada saat musim hujan agar jumlah aliran air di permukaan tidak langsung turun ke daerah yang lebih rendah, namun sebagian mampu diserap oleh tanah, fungsi sosial untuk menerima tamu, fungsi hiburan bersama keluarga untuk melakukan kegiatan berolahraga ataupun hanya untuk berkebun dan fungsi spiritual berupa kegiatan yadnya yang dilakukan di areal natah mulai dari upacara manusia baru lahir sampai dengan meninggal dunia. Hasil penelitian ini didukung oleh sumber Dwijendra (2008) menyebutkan fungsi natah dibedakan menjadi fungsi spiritual, fungsi ekonomi, fungsi budaya, fungsi komunikatif dan fungsi ekologis, maka segala fungsi yang diperoleh dari adanya natah sangatlah berperan dalam keberlangsungan hubungan Tri Hita Karana yaitu hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan lingkungannya.

Fungsi yang dimiliki natah sangat mempengaruhi tingkat penggunaan natah di suatu rumah. Berdasarkan Tabel 2 tentang tingkat penggunaan natah di rumah responden. Sebanyak 83% mengatakan sering menggunakan natah dan 17% responden mengungkapkan jarang menggunakan natah. Ruang terbuka natah sangat berfungsi di kehidupan penghuni rumah untuk menunjang segala aktivitas yang dilakukan di areal natah. Berbagai jenis kegiatan dilakukan di areal natah seperti berolahraga, berkebun, upacara yadnya dan hiburan. Berbagai aktivitas tersebut menggunakan natah sebagai fasilitasnya. Banyaknya aktivitas yang dilakukan di areal natah nantinya diharapkan akan didukung dengan elemen-elemen yang dapat

memperlancar segala aktivitas yang akan dilakukan di areal natah antara anggota keluarga dan masyarakat dalam menumbuhkan interaksi yang harmonis. Pernyataan ini didukung oleh Dwijendra (2008), yang menyatakan natah berlokasi di madyaning-madya yang berada di tengah-tengah yang berfungsi sebagai pusat orientasi, dengan kata lain natah merupakan pusat dari aktivitas manusia.

  • 3.4 Rekomendasi

Penggunaan elemen lunak pada natah di Desa Adat Sangeh sebaiknya menerapkan konsep pengider-ider (Panca Dewata) atau penanaman tanaman yang berguna untuk kebutuhan upakara. Penggunaan elemen keras di natah di Desa Adat sangeh lebih memilih secara bijak, elemen keras yang digunakan agar nilai estetika dari elemen keras yang digunakan tetap dapat diperoleh tanpa merusak fungsi dari natah utamanya fungsi ekologis. Berikut ini merupakan rekomendasi yang dapat diterapkan di Desa Adat Sangeh.

Gambar 6. Rekomendasi

  • 4     Simpulan dan Saran

    • 4.1    Simpulan

Elemen lunak yang digunakan pada natah di Desa Adat sangeh ada 96 tanaman mulai strata dari pohon, semak, perdu, penutup tanah, dan tanaman air. Elemen keras yang digunakan yaitu jalan setapak, pot, kolam, patung, bale bengong, lampu taman, planter box, dan tempat duduk.Persepsi masyarakat mengenai elemen pada natah mulai dari pembuatan kolam yang tidak menggali tanah, penanaman pohon tinggi yang menaungi atap bangunan, penggunaan patung berwujud raksasa, dan penanaman tanaman beringin tidak masalah berbentuk bonsai. Persepsi masyarakat sangat berpengaruh terhadap elemen yang digunakan karena sudah menjadi cerita di kalangan di Desa Adat Sangeh.

  • 4.2    Saran

Penggunaan elemen lunak pada natah di Desa Adat Sangeh sebaiknya menerapkan konsep pengider-ider (Panca Dewata) atau penanaman tanaman yang berguna untuk kebutuhan upakara. Penggunaan elemen keras di natah di Desa Adat sangeh lebih memilih secara bijak, elemen keras yang digunakan agar nilai estetika dari elemen keras yang digunakan tetap dapat diperoleh tanpa merusak fungsi dari natah utamanya fungsi ekologis.

  • 5 . Daftar Pustaka

Arifin, H.S. dan Nurhayati. 2006. Pemeliharaan Taman Edisi Revisi. Jakarta. Penebar Swadaya 123 halaman. Dwijendra, N. K. A. 2008. Arsitektur Rumah Tradisional Bali. Udayana University Press, Denpasar. 232 halaman

Hakim, R. dan Utomo, H. 2003. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap: Prinsip-Unsur dan Aplikasi.

Bumi Aksara, Jakarta. 250 halaman

Jaya, D. M. Ibrahim, E. Anwar,. 2013. The Relationship Of Dengue Mosquitoes’ Nest-Eradication With The Presence Of Aedes Aegypti Larvae In The Dhf Endemic Area Of Kassi-Kassi, The City Of Makassar. Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS, Makassar. 12 halaman

Latief. 2012. Bahaya di Balik Kokohnya Tembok Rumah Anda. Tersedia online : www.property.kompas.com diakses tanggal 10 Oktober 2017

Profil Desa Sangeh. 2015. Tim Penyusun Profil Desa Sangeh.

Rahardjo, W. 2014. Leak dan Makhluk Halus versi Bali. Tersedia online di: https://dongengbudaya.wordpress.com (diakses 22 April 2017).

Sukawati, T. A. A. 2017. Implementasi Desain Taman Tradisional Bali dalam Pembangunan Pariwisata di Bali pada Seminar Keilmuan Arsitektur Lansekap Fakultas Pertanian Universitas Udayana. 13 halaman.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap

JAL | 27