E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP

ISSN: 2442-5508

VOL. 3, NO. 2, OKTOBER 2017

Mewujudkan Kampung Pulo sebagai Eco-Compact City

ADITYAS PRASETYO*, DWI ABDUL SYAKUR, EKO BUDI PURWANTO, FERRARI ALIFA TESTAROSSA, MUHAMMAD AL-IRSYAD, DAISY RADNAWATI, RAY MARCH SYAHADAT, PRIAMBUDI TRIE PUTRA

Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Sains dan Teknologi Nasional

ABSTRACT

Realizing Kampung Pulo as an Eco-Compact City

.

An urban village (kampong) is an important element in a city to support various activities of a city including commerce and government. Thus the urban village landscape planning is also important because can rehabilitate the urban village from their complex problem like density, public open space, environmental quality, and social problem. This is what underlies this research conducted in Kampung Pulo, East Jakarta. The aims of this study were to plan Kampung Pulo as a village in urban area with the concept of eco-compact city and to overcome various problems in the area. The research methods were literature study, observation, interview, and graphic illustration. Kampung Pulo was planned with eco-compact city model. The model described by land use with building compaction, access efficiency, and optimize the ecological value element.

Keywords: ecology, kampung, landscape planning, landscape, urban.

  • 1.    Pendahuluan

Kampung kota adalah hal yang penting di dalam sistem suatu kota. Keberadaan kampung kota adalah salah satu aspek yang mendukung suatu kota dalam melaksanakan berbagai aktivitas kota, baik perniagaan maupun pemerintahan. Kampung kota didefinisikan sebagai kawasan hunian masyarakat yang umumnya berpenghasilan rendah dengan kondisi fisik kurang baik (Budiharjo, 1992). Kampung kota merupakan kawasan permukiman kumuh (slum atau squatter) dengan ketersediaan sarana umum buruk dan terbatas (Hapsari, 2012). Kampung kota dapat dikatakan sebagai bentuk pemukiman di perkotaan khas Indonesia dengan ciri penduduk masih membawa sifat serta perilaku kehidupan pedesaan, dan ikatan kekeluargaan yang erat. Selanjutnya, kondisi fisik bangunan maupun lingkungan kurang baik, tidak beraturan, kerapatan bangunan dan penduduk tinggi, serta sarana pelayanan dasar yang serba kurang baik terutama air

bersih. Selain itu saluran air limbah dan air hujan, pembuangan sampah juga menjadi masalah (Hapsari 2012; Nursyahbani dan Pigawati, 2015).

Pandangan new urbanism lebih memperhatikan aspek hunian dan manusia, sehingga muncul konsep mengenai kota yang kompak sebagai upaya pembentukan kota yang lebih berkelanjutan. Konsep ini biasa disebut dengan konsep compact city. Konsep compact city dipengaruhi oleh fakta bahwa banyak kota-kota bersejarah di Eropa yang berkembang sebagai pusat (core) yang merupakan bentuk kota ideal untuk bertempat tinggal dan bekerja. Dengan kepadatan yang tinggi, maka compact city dapat mendorong percampuran sosial (social mix) dan interaksi yang merupakan karakteristik utama dari kota-kota tradisional. Hal ini menyiratkan bahwa konsep ini mendorong agar kota terbentuk memusat dan memadat pada pusat kota. Tujuannya adalah mencegah urban sprawl dan menciptakan efisiensi terutama sumber daya alam dan energi (Nugroho, 2009). Urban sprawl dapat didefinisikan sebagai bentuk bertambah luasnya kota secara fisik. Perluasan kota disebabkan oleh berkembangnya penduduk dan migrasi. Hal yang mengikutinya juga yaitu adanya konversi lahan sehingga terjadi penurunan kualitas perkotaan yang dilihat dari sudut pandang ekologi, ekonomi, maupun sosial-budaya. Secara singkat, ecocompact city adalah sebuah kota yang dibangun dan dikembangkan dalam keseimbangan dengan lingkungan alam dengan batas-batas yang jelas, dengan rasio optimum antara kepadatan dan jaringan ruang publik terbuka yang didefinisikan oleh blok penggunaan campuran perkotaan (Eco-Compact City Network, 2017a).

  • 2.    Metode

Studi dilakukan di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, pada bulan Oktober sampai dengan November 2016 (Gambar 1). Metode pengumpulan data yang digunakan antara lain wawancara, observasi, dan studi literatur. Peta citra diperoleh dari Google Earth Pro. Data diolah secara deskriptif dan spasial. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan komparatif terhadap teori kampung kota berkelanjutan berdasarkan pendekatan eco-compact city. Pendekatan ini mengacu kepada Fatmala et al. (2017). Dari hasil analisis tersebut dapat dirumuskan kesimpulan berupa rekomendasi yang menjadi dasar dalam menciptakan konsep kampung kota yang berkelanjutan dengan inovasi instrumen perencanaan eco-compact city. Pengolahan gambar menggunakan software AdobePhotoshop CS6, AutoCAD 2007, dan SketchUp 2016.

Gambar 1. Peta Lokasi Studi

(Sumber: images.google.com dan maps.google.com)

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Kampung Pulo merupakan salah satu daerah yang berada di Jakarta Timur dan memiliki lokasi di sekitar bantaran Sungai Ciliwung. Kampung Pulo ini telah ada sejak abad ke-17. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kampung ini termasuk ke dalam kawasan Meester Cornelis. Dasar kepemilikan tanah di kawasan tersebut menggunakan verponding (surat tagihan pajak). Sejak saat itu Kampung Pulo terkenal sebagai tempat perniagaan di timur Batavia (Firdaus, 2015). Kampung Pulo memiliki luas area sekitar ±8 ha dengan jumlah penduduk sebanyak ±10.000 jiwa. Lokasi Kampung Pulo yang berada di bantaran Sungai Ciliwung mengakibatkan Kampung Pulo selalu terkena banjir terutama pada saat musim penghujan. Pemukiman Kampung Pulo didirikan di atas lahan milik negara yang seharusnya difungsikan sebagai daerah resapan air (Hermawan, 2015).

Compact city mempunyai model perancangan yang mengutamakan kepadatan dari setiap bangunannya. Konsep compact city diibaratkan sebagai suatu kondisi yang terjadi pada masa abad pertengahan yaitu terdapat konsentrasi aktivitas dengan kepadatan tinggi dengan batasan-batasan dan hierarki kota yang jelas (core and edge of city). Gambarannya adalah bahwa kota harus terbentuk dengan skala yang sesuai. Bukan hanya untuk aktivitas kendaraan bermotor tetapi juga untuk berjalan kaki, bersepeda, serta untuk sarana transportasi lain yang lebih efisien dengan kekompakan yang mendorong terjadinya interaksi sosial (Elkin et al., 1991). Sedangkan menurut Burton (2000) definisi compact city menekankan pada dimensi kepadatan yang tinggi. Pendekatan compact city adalah meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk. Sehingga menurut dari beberapa ahli tersebut, model compact city sangat sesuai untuk perkampungan kota pada masa sekarang. Selain menghemat lahan, juga dapat mengefisiensi lahan sehingga tata guna lahan menjadi lebih terencana dan baik. Berikut gambar perbedaan dari compact city dengan sprawling city (Gambar 2).

Gambar 2. Perbedaan compact city dan sprawling city

Sumber: http://www.qside.eu/urban_sus.html

Konsep dari eco-compact city mempunyai pendekatan perkampungan kota yang memiliki unsur-unsur ekologi di wilayah kabupatennya sehingga perkampungan ini menjadi tetap metropolis dengan compact city-nya dan juga ekologis dengan konsep eco-nya. Pendekatan konsep eco-compact city memungkinkan adanya sistem menyerupai ritel kecil sehingga pendekatan konsep ini menuntut untuk terbentuknya satu sistem yang efisien di dalamnya. Sistem ini meliputi sistem untuk pergerakan angkutan umum dan pejalan kaki. Khusus untuk pejalan kaki, dengan konsep eco-compact city, memungkinkan penduduknya hidup dalam lingkungan yang ramah pejalan kaki sehingga mendorong gerakan pejalan kaki serta penggunaan angkutan umum. Secara tidak langsung akan menghambat pertambahan mobil (Janitra, 2015).

Tujuan utama dari eco-compact city adalah untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang kaya akan interaktif serta mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam dan mengurangi polusi udara dan meningkatkan kualitas pemandangan alam. Ecocompact city lebih efisien daripada sprawl city karena eco-compact city mengkonsumsi lebih sedikit wilayah, memungkinkan kepadatan yang benar, dan memungkinkan aktivitas perdagangan untuk berada di jalan dan di lanskap berupa plaza, square, mall, ataupun alun-alun. Selanjutnya eco-compact city juga memaksimalkan investasi, memungkinkan penciptaan jaringan yang efisien utilitas publik, dan memungkinkan penciptaan sistem angkutan umum yang efisien (Eco-Compact City Network, 2017b).

Kepadatan yang tinggi dan minimnya lahan terbuka hijau menjadi masalah yang juga cukup serius. Konsep eco-compact city memiliki perhatian terhadap kepadatan dan ruang terbuka hijau. Di Kampung Pulo memiliki potensi dengan posisinya di dekat sungai. Seperti yang diketahui sungai dan bantarannya seharusnya merupakan area konservasi. Untuk merehabilitasi Kampung Polo maka harus mengembalikan fungsi utama sungai sebagai area ekologis. Penyelamatan bantaran sungai, dengan menyediakan RTH di sempadan sungai dapat dilakukan dengan penanaman vegetasi. Penyediaan lawn juga dapat menambah fungsi sosial pada area ini. Penerapan ini menjadikan daerah Kampung Pulo tersusun dengan efisien. Pada perencanaan menggunakan model dan konsep ecocompact city, direncanakan dengan dibangunnya beberapa area ruang public terbuka di

sekitar hunian sehingga dapat diakses oleh berbagai kalangan dari masyarakat setempat, baik kalangan anak-anak, ibu-ibu, hingga bapak-bapak. Pada tapak juga direncanakan untuk dibangunnya dua masjid untuk menunjang kebutuhan tempat ibadah masyarakat. Lokasi salah satu masjid yang dibangun berada pada lokasi yang strategis, yaitu berada dekat dengan makam Habib Husin bin Muksin Bin Husin Alaydrus atau biasa disebut Shohibul Makam. Makam ini sudah ada sejak 1830. Sedangkan masjid satu lagi adalah hasil pemugaran dari Musala At-Tawwabin yang telah berdiri sejak 1927 yang juga memiliki sisi historis tersendiri.

Terdapat beberapa prinsip penting untuk mewujudkan eco-compact city. Ecocompact city lebih memanfaatkan kendaraan umum seperti kereta, angkot, bus, dan kendaraan umum lainnya, dibandingkan dengan kendaraan pribadi seperti mobil ataupun motor. Meskipun demikian, kendaraan pribadi berupa sepeda tentu didukung sehingga fasilitas bersepeda dipertimbangkan. Tak hanya fasilitas sepeda, fasilitas untuk pejalan kaki dan pengguna difabel juga didukung. Dari sisi ketetanggaan, konsep ini menjabarkan lingkungan dengan mencakup sistem yang seimbang dari kegiatan seperti kegiatan komersial, perumahan, produksi, penginapan, administrasi, pendidikan, dan kantor. Struktur ini sangat berguna untuk orang-orang muda dan tua, serta untuk kelas berpenghasilan rendah dan secara umum untuk semua orang yang tidak bisa bergantung pada mobil untuk gerakan mereka.

Prinsip lainnya dalam eco-compact city pada dasarnya juga selalu menghadirkan sebuah pusat, yang didefinisikan oleh batas-batas yang jelas dan diartikulasikan melalui struktur jalan, square, dan blok perkotaan. Bagian pusat terbuat dari ruang terbuka publik yang jelas yang dapat menjadi piazza, square, taman, node, atau perempatan kota penting. Selanjutnya, prinsip lainnya setiap daerah sekitar memiliki centre dan limit. Kombinasi ini memungkinkan pengembangan identitas yang kuat di masyarakat setempat (Eco-Compact City Network, 2017c).

Eco-compact city menyediakan lingkungan perkotaan dengan titik fokus untuk mengumpulkan. Setiap kawasan eco-city disusun sekitar plaza eco-compact biasanya dikelilingi oleh bangunan serba guna dengan penggunaan komersial di lantai dasar. Prinsip eco-compact plaza biasanya berupa bangunan sipil seperti hall, perpustakaan, bioskop, tempat ibadah, dan lainnya. Sebuah plaza eco-compact selalu kompak dalam ukuran dengan front tidak melebihi 100 m (Eco-Compact City Network, 2017d).

Eco-compact city block selalu didefinisikan oleh bangunan selaras di tepi jalan, sehingga memberikan blok dengan satu atau beberapa halaman internal untuk anak-anak atau orang tua. Dengan demikian, pengguna dapat bermain dan beristirahat di lingkungan yang terlindung ditandai dengan pemandangan hijau yang kuat. Blok perkotaan ecocompact memiliki hierarki yang jelas antara ruang publik eksternal dan satu dalam pribadi atau semi-swasta (Eco-Compact City Network, 2017e).

Bangunan dalam konteks eco-compact city terbuat dari bahan-bahan lokal dengan mengekspresikan karakter iklim, geografis, dan budaya daerah. Itu selalu berorientasi pada prinsip-prinsip bio-arsitektur, dengan menggunakan bahan-bahan alami dan teknik konstruksi yang meminimalkan konsumsi energi (Eco-Compact City Network, 2017f). Pada

perencanaan dengan konsep eco-compact city ini juga disediakan lahan yang berfungsi sebagai hutan kota. Tujuannya untuk meningkatkan nilai ekologi dari Kampung Pulo.

Berdasarkan analisis dan sintesis terhadap prinsip-prinsip yang harus dipenuhi untuk menciptakan eco-compact city, maka penulis mengilustrasikan konsep dalam bentuk site plan dan 3D eco-compact city Kampung Pulo (Gambar 3 dan Gambar 4). Kampung Pulo direncanakan terbagi atas delapan area penyusun yang kompak. Kedelapan area tersebut antara lain pintu masuk utama, blok rumah eco-compact, blok rumah susun, sempadan sungai, hutan kota, point of interest, public space area, dan masjid.

7

4

3

2

1

U

8

5

1

6

4

1

Keterangan:

1. Main entrance            5. Hutan kota

2. Blok rumah eco compact 6. Point of interest

3. Blok rumah susun        7. Public space area

4.  Sempadan            8. Mesjid

Gambar 3. Site Plan ECC Kampung Pulo

Gambar 4. Ilustrasi 3D Eco-Compact City Kampung Pulo

Area-area tersebut dapat menjabarkan penerapan prinsip eco-compact city. Pertama pola jalan yang tegas dan tidak rumit serta penyediaan fasilitas pejalan kaki. Selanjutnya posisi pintu masuk utama diletakkan di utara karena dekat dengan sarana dan prasarana transportasi publik. Kedua, dibuatnya area rumah eco-compact dan blok rumah susun untuk menyelesaikan masalah kepadatan yang terjadi di Kampung Pulo. Ketiga, penyediaan ruang terbuka hijau. Area ini terbagi menjadi area sempadan sungai untuk mengkonservasi sungai dan hutan kota untuk memenuhi kebutuhan area hijau di perkotaan. Keempat penyediaan area publik untuk kebutuhan sosial dan budaya bagi masyarakat setempat. Area publik disajikan dalam bentuk point of interest sebagai node, public space area, dan mesjid. Area mesjid dilakukan upaya preservasi karena merupakan salah satu cagar budaya Kampung Pulo yang telah ada sejak 1927. Di dekat mesjid ini yang mejadi satu kesatuan lanskap, juga dilakukan upaya preservasi terhadap makam Habib Husin bin Muksin Bin Husin Alaydrus pada tahun 1830.

  • 4.    Kesimpulan

Konsep eco-compact city dapat diterapkan dengan upaya memenuhi prinsip-prinsipnya dalam bentuk perencanaan maupun perancangan. Konsep eco-compact city sangat berguna untuk mengatasi berbagai permasalahan kampung kota yang sedang terjadi di banyak tempat. Konsep ini juga yang direncanakan untuk diterapkan di Kampung Pulo sebagai upaya menjaga keberlangsungan kawasan dari kerusakan ekologi pada wilayah perkotaan. Konsep ini juga dapat mengoptimalkan tata guna lahan sehingga menjadi lebih tersusun dan efisien. Tata guna lahan yang baik dengan perlindungan ekologi pada wilayah perkotaan dapat mengatasi berbagai permasalahan kota seperti polusi udara berlebih dan banjir yang juga berimplikasi kepada sisi ekonomi dan sosial-budaya. Penerapan konsep ini diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan di Kampung Pulo sehingga area ini dapat berubah menjadi perkampungan kota yang sehat, ekologis, bebas dari bahaya banjir, serta permasalahan kualitas udara.

  • 5.    Daftar Pustaka

Budiharjo, E.1992.Sejumlah Masalah Perkampungan Kota. Alumni, Bandung.

Burton, E. .2000.The Potential of the Compact City for Promoting Social Equity The potential of the compact city for promoting social equity. In Achieving Sustainable Urban Form. Edited by: Williams K, Burton E, and Jenks M (eds). Spon. London.

Eco-Compact City Network. 2017a. Eco-Compact City. Eco-Compact City Network.

Available online at http://www.ecocompactcity.org/City/City.html (accesed 9 January 2017).

Eco-Compact City Network. 2017b. Eco-Compact Cities are Based Upon the Transect.

Eco-Compact       City Network. Available online at

http://www.ecocompactcity.org/home.html (accesed 9 January 2017).

Eco-Compact City Network. 2017c. Eco-Compact Neighborhood. Eco-Compact City Network.                   Available                   online                   at

http://www.ecocompactcity.org/Neighborhood/Neighborhood.html (accesed 9 January 2017).

Eco-Compact City Network. 2017d. Eco-Compact Plaza. Eco-Compact City Network. Available online at http://www.ecocompactcity.org/Plaza/plaza.html (accesed 9 January 2017).

Eco-Compact City Network. 2017e. Eco-Compact Block. Eco-Compact City Network. Available online at http://www.ecocompactcity.org/Block/Block.html (accesed 9 January 2017).

Eco-Compact City Network. 2017f. Eco-Compact Building. Eco-Compact City Network. Available online at http://www.ecocompactcity.org/Building/Building.html (accesed 9 January 2017).

Elkin, T., D. McLaren, and M. Hilman. 1991. Reviving the city: Towards Sustainable Urban Development, Friends of the Earth Trust, Michigan.

Fatmala, D., F. Nurhasanah, I.U. Utami, S. Khansha, D. Radnawati, R.M. Syahadat, and P.T. Putra. 2017. Mewujudkan Kampung Bandan sebagai Kampung Kota Berkelanjutan Menggunakan Pendekatan Asian New Urbanism. Viruvian Jurnal Arsitektur, Lingkungan, dan Bangunan, 6(3):91-100.

Firdaus, F. 2015. Sejarah Tanah Kampung Pulo. Rappler. Available online at http://www.rappler.com/indonesia/103393-sejarah-tanah-kampung-pulo (accessed 28 July 2017).

Hapsari, M. D. 2012. Hubungan Pola Aktivitas Penghuni terhadap Komposisi KDB dan KDH pada Perumahan Perkotaan di Kelurahan Pekunden. Undergraduate Thesis (unpublished) Universitas Diponegoro.

Hermawan B. 2015. Sekilas Sejarah Kampung Pulo (1). Republika. Available online at http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/08/22/ntfzog354-sekilas-sejarah-kampung-pulo-1. (accesed 3 January 2017).

Janitra, M. R. 2015. Eco City, Konsep Kota Unggul yang Relevan di Indonesia. Medium. Available online at https://medium.com/sadeva-satyagraha/eco-city-konsep-kota-unggul-relevan-di-indonesia-36c181b2de49#.h0alompwr (accessed 9 January 2017).

Nugroho, A C. 2009. Kampung Kota Sebagai Sebuah Titik Tolak Dalam Membentuk Urbanitas dan Ruang Kota Berkelanjutan. Jurnal Rekayasa, 13(3): 209-218.

Nursyabani, R. and B. Pigawati. 2015. Kajian Karakteristik Permukiman Kumuh di Kampung Kota (Studi Kasus: Kampung Gandekan Semarang). Jurnal Teknik PWK, 4(2):267-281.

JAL | 178

http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap