LEGALITAS PEMBUATAN TRUST AGREEMENT DI INDONESIA

I Dewa Gede Agung Ariwangsa, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ida Ayu Sukihana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v11.i01.p01

ABSTRAK

Tujuan studi ini adalah untuk menganalisa pengaturan hukum trust agreement dalam hukum positif dan aspek legalitas pembuatan trust agreement di Indonesia. Studi penelitian hukum normatif ini dibuat dengan historical approach, conceptual approach dan statute approach. Hasil penelitian menunjukkan yang telah dilakukan, ditemukan bahwa Pengaturan hukum trust agreement dalam hukum positif Indonesia didasarkan dengan POJK 27 /2015 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) sebagaimana telah diubah dalam j.o POJK 25 /2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 27/POJK.03/2015 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) yang pada pokoknya menentukan trust agreement sebagai bagian dari rezim pengaturan hukum perbankan. Selanjutnya terhadap trust agreement yang dibenarkan atau dapat dikatakan legal menurut hukum positif hanyalah trust agreement yang dilakukan oleh individu atau badan hukum sebagai settlor atau pemberi dana (harta) dan pihak Bank selaku trustee atau pihak yang dipercayakan untuk mengelola harta yang dititipkan sesuai dengan ketentuan POJK Trust.

Kata Kunci: Legalitas, Pembuatan, Trust Agreement.

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the legal arrangements of trust agreements in positive law and the legal aspects of making trust agreements in Indonesia. This normative legal research study was made using a historical approach, a conceptual approach and a statute approach. From the research that has been done, it was found that the legal arrangement of trust agreements in Indonesian positive law is based on the Financial Services Authority Regulation no. 27 /POJK.03/2015 concerning Bank Business Activities in the Form of Trust, as amended in conjunction with Financial Services Authority Regulation Number 25 /POJK.03/2016 concerning Amendments to Financial Services Authority Regulation No. 27/POJK.03/2015 concerning Bank Business Activities in the Form of Trust (hereinafter referred to as POJK Trust) which principally determines trust agreements as part of the banking legal regulatory regime. Furthermore, for trust agreements that are justified or can be said to be legal according to positive law, only trust agreements are carried out by individuals or legal entities as settlors or funders (assets) and the Bank as trustees or parties entrusted with managing the assets deposited in accordance with the provisions of POJK Trust.

Keywords: Legality, Manufacture, Trust Agreement.

  • I . Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Secara terminologi, trust berasal dari Bahasa Inggris yang berarti kepercayaan. Trust secara umum dapat dipahami sebagai hubungan kontraktual antara Settlor

sebagai pemilik dana/aset, trustee sebagai pihak yang mengelola dana, dan Beneficiaries sebagai pihak yang dari pengelolaan aset/dana dan investasi menerima manfaat.1 Secara teoritis konsep trust agreement ini berasal dari sistem hukum umum atau lazim disebut common law system. Dalam banyak kasus, “seseorang yang memiliki keinginan untuk menyembunyikan hartanya, biasanya memilih untuk tidak memiliki rekening bank, aset, atau perusahaan sendiri, nama, tetapi melalui kendaraan hukum baik melalui badan hukum seperti perusahaan, yayasan dan persekutuan atau pengaturan hukum lainnya.”2 Berbeda dengan badan hukum yang memerlukan pendaftaran, sejalan dengan hal tersebut, dengan melakukan perjanjian trust, seseorang dapat menyimpan dana atau aset mereka. Dengan kata lain melalui selembar kertas perjanjian maka dana dan aset bisa disimpan oleh pihak lainnya. Pembentukan Trust agreement di luar negeri bisa dengan mudah membuat seseorang dapat berperan sebagai pemilik saham atau aset perusahaan dan bertindak sebagai perusahaan induk terakhir dalam struktur holding perusahaan. Secara sederhana dapat dikatakan pula trust agreement dapat dibentuk sebagai perusahaan induk untuk mengelola saham.

Menelaah perkembangan aktual dewasa ini Indonesia belum memiliki pengaturan hukum yang cukup terkait trust. Kurangnya pengaturan terhadap aspek ini menimbulkan adanya celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang menggunakan trust untuk menghindari pajak. Banyak perusahaan atau orang kaya Indonesia memberikan rasa percaya mereka terhadap pengelolaan kekayaan dan aset mereka melalui perjanjian trust di negara penganut common law system, contohnya Hongkong dan Singapura. Penggunaan trust oleh warga negara asing membuat tidak dikenakannya pajak pada kedua negara tersebut di bawah undang-undang mereka, itu memungkinkan pendapatan orang Indonesia yang menempatkan dana dan asetnya melalui trusts untuk tidak dikenakan pajak, baik di Indonesia maupun di Singapura atau di negara tempat Trust dikelola. Hal ini juga termasuk pada ekstraktif sektor industri dengan investasi dan modal yang tinggi. Kendati pun belum terdapat data pasti yang dipublikasikan terkait dideritanya kerugian Indonesia dari hilangnya potensi pemungutan pajak oleh negara karena praktik penggunaan trusts swasta di luar negeri (umumnya di negara-negara surga pajak), namun kisaran jumlahnya dianggap cukup besar.

Sebagai ilustrasi, genap padahal program Amnesti Pajak di Indonesia (2016-2017) sudah mengungkapkan aset Wajib Pajak orang pribadi dari luar negeri sebesar “Rp 1.003,87 triliun, baru sekitar Rp 121 triliun yang dipulangkan ke Indonesia. Sedangkan Wajib Pajak Badan dari Surat Pemberitahuan Luar Negeri sebesar menjadi 32,89 triliun rupiah3, dan hanya 25 triliun rupiah yang berhasil dipulangkan.”4 Diperkirakan sebagian besar aset lepas pantai dikelola melalui penggunaan Trust swasta dan perusahaan luar negeri dalam pajak negara surga atau yurisdiksi. Di Indonesia sebagai negara yang menganut sistem civil law, istilah trust sejatinya dapat ditemukan dalam POJK 27/2015 tentang Kegiatan Usaha Bank Dalam Bentuk Penitipan dengan

Manajemen (Trust) yang kemudian diubah dengan POJK 25/2016.5 Namun, dalam produk hukum ini masih terdapat kekosongan norma terkait legalitas perjanjian trust yang dapat dilakukan oleh subjek hukum dengan pihak lain yang bukan merupakan pihak Bank.

Untuk menjamin orisinalitas penelitian, selanjutnya penulis uraikan beberapa penelitian terdahulu dengan tema penelitian sejenis yakni Jonker Sihombing dengan judul “Pengaturan Kegiatan Trust Bagi Industri Perbankan Di Indonesia” yang membahas berkaitan dengan pengaturan kegiatan trust dalam perspektif industry perbankan.6 Selanjutnya Adhi Suryo Judhanto melalui judul “Pembentukan Holding Company BUMN dalam Perspektif Hukum Persaiangan Usaha” yang Membahas berkenaan dengan pembentukan holding BUMN dengan didasarkan pada konsep perjanjian trust.7 Berangkat dari uraian sebelumnya, dapat dilihat adanya kebaharuan gagasan dari permasalahan hukum yang diangkat dalam penelitian ini yang secara khusus menganalisa terkait legalitas trust agreement yang dilakukan di Indonesia. Kemudian penulis akan meneliti lebih lanjut dengan memilih judul “Legalitas Pembuatan Trust Agreement Di Indonesia”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.B agaimana pengaturan hukum trust agreement dalam hukum positif Indonesia?

  • 2.B agaimana legalitas pembuatan trust agreement di Indonesia?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Jurnal ini mempunyai tujuan dalam menambahkan pengetahuan keilmuan hukum berkenaan dengan pengaturan trust agreement di Indonesia. Selanjutnya, tujuan khusus merujuk rumusan masalah secara khusus ditujukan kepada para pebisnis agar dapat mengetahui terkait aspek legalitas dari pembuatan trust agreement.

  • 2 .Metode Penelitian

Jurnal Legalitas Pembuatan Trust Agreement di Indonesia yang termasuk sebagai jurnal penelitian normatif ini menelaah permasalahan norma kosong (vacuum of norm) dalam hukum perjanjian positif Indonesia terkait pembuatan trust agreement.8 Adapun berkenaan dengan sumber hukum sendiri, terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder.

Selanjutnya pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan statute approach yang menelaah berbagai produk hukum terkait dengan permasalahan yang diangkat. Kemudian juga digunakan conceptual approach dan historical approach untuk mengulas sejarah trust agreement dan perkembangannya hingga saat ini serta membedah konsep suatu trust agreement. Studi dokumen merupakan teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan sedangkan teknik analisis dilakukan melalui analisa kualitatif.

  • 3 .Hasil dan Pembahasan

    3.1. Pengaturan Hukum Trust Agreement Dalam Hukum Positif Indonesia

Konsep kepercayaan telah ada lebih lama dari yang disadari kebanyakan orang. Seperti ceritanya, kepercayaan pertama berasal dari zaman Kekaisaran Romawi sekitar 800 M. Dalam masyarakat itu, hanya warga Roma yang bisa memiliki properti. Kapan dihadapkan dengan penempatan, tentara akan mentransfer kepemilikan properti mereka ke teman tepercaya untuk memastikan keluarga mereka diperhatikan. Selama pendudukan Romawi di Kepulauan Inggris, kepercayaan menjadi alat yang akrab untuk melindungi tanah dari gubernur dan penguasa yang nakal. Konsep kepercayaan tiba di tanah Amerika bersama dengan penjajah. Trusts pernah dianggap hanya sebagai alat yang tersedia bagi orang yang sangat kaya. Meskipun ini benar selama beberapa dekade, telah terjadi perkembangan penggunaan alat perencanaan yang fleksibel dan kuat ini. Orang-orang telah menemukan bahwa trusts dapat berguna untuk hampir semua kelas sosial ekonomi. LA Sheridan dan GW Keeton menyatakan bahwa trust adalah:

“A trust is the relationship which arises wherever a person called the trustee is compelled in equity to hold property, whether real or personal, and whether by legal or equitable title, for the benefit of some persons (of whom he may be one and who are termed beneficiaries) or for some object permitted by law, in such a way that the real benefit of the property accrues, not to the trustees, but to the beneficiaries or other objects of the trust.” (bilamana diterjemahkan bebas memuat pengertian bahwa trusts adalah hubungan yang timbul di mana pun seseorang yang disebut wali amanat dipaksa dalam ekuitas untuk memiliki properti, baik nyata atau pribadi, dan apakah dengan judul yang sah atau adil, untuk kepentingan beberapa orang (di antaranya dia mungkin salah satunya dan siapa disebut penerima manfaat) atau untuk beberapa objek yang diizinkan oleh hukum, sedemikian rupa sehingga manfaat nyata dari properti diperoleh, bukan untuk wali amanat, tetapi untuk penerima manfaat atau objek lain dari trusts).9

Struktur Trusts harus memiliki empat elemen utama. Elemen pertama adalah pembuat kepercayaan, orang yang membuat kepercayaan. Orang ini juga bisa disebut “Pemberi” atau “settlor”. Elemen kedua adalah orang yang mengelola aset trusts dan menjalankan fungsi trusts. Orang ini disebut “Trustee” dan terkadang bisa menjadi orang yang sama dengan trust maker atau bisa menjadi trustee profesional atau institusional. Ada lebih banyak tingkat trusts. Misalnya, ketika wali yang asli meninggal atau tidak lagi menjabat, maka ditunjuk orang lain untuk menggantikannya. Orang itu disebut “Pemimpin Pengganti.” Elemen ketiga adalah orang atau kelas orang yang akan mendapat manfaat dari keberadaan dan pengoperasian trusts.

Orang ini disebut “Penerima Manfaat” dan penerima manfaat asli terkadang adalah pembuat kepercayaan, namun dalam banyak jenis trusts, pembuat kepercayaan bukanlah penerima manfaat. Setelah pemberi amanat meninggal, maka biasanya anak-anak mereka menjadi penerima manfaat berikutnya. Tentu saja, jika ada lebih dari satu orang, mereka disebut “Penerima Manfaat”. Elemen terakhir terdiri dari aset di dalam

kepercayaan. Aset ini disebut kepercayaan “Corpus.”10 Elemen-elemen ini sepenuhnya saling bergantung tidak ada kepercayaan yang bisa ada jika salah satu dari elemen ini tidak ada. Jenis Trusts Trusts dapat dibentuk dalam ribuan konfigurasi. Penggunaannya hampir tidak terbatas. Terlepas dari kemungkinan yang hampir tak terbatas ini, hanya ada empat jenis trusts utama dengan klasifikasi sebagai berikut:11

  • 1.    Revocable Trusts

Jenis kepercayaan ini dapat diubah, ditambahkan, atau dicabut selama masa hidup pembuatnya yang kompeten. Setelah pembuatnya meninggal, jenis kepercayaan ini biasanya menjadi tidak dapat dibatalkan.

  • 2.    Irrevocable Trusts

Kepercayaan ini tidak dapat diubah setelah dibuat. Ada banyak kegunaan untuk trusts yang tidak dapat dibatalkan seperti mendanai warisan untuk anak atau cucu. Orang lain mungkin menggunakan kepercayaan yang tidak dapat dibatalkan untuk memberikan hadiah properti atau asuransi jiwa.

  • 3.    Testamentary Trusts

Ini adalah jenis kepercayaan yang biasanya termasuk dalam kehendak seseorang. Sebuah kepercayaan wasiat berlaku hanya setelah pembuatnya telah meninggal. Amanah ini juga dapat dianggap sebagai amanah yang dapat dibatalkan karena kehendak seseorang dapat berubah sewaktu-waktu selama hidupnya.

  • 4.    Living Trusts

Setiap kepercayaan yang berlaku selama masa hidup pembuatnya dianggap sebagai kepercayaan yang hidup. Kebanyakan orang dan terkadang bahkan profesional hukum, salah mengartikan perbedaan yang ada dalam konsep di sini. Masyarakat kerap terdengar berbicara tentang “trusts hidup” padahal sebenarnya mereka bermaksud mengatakan “kepercayaan yang dapat dibatalkan”.

Benar saja, kepercayaan yang dapat dibatalkan biasanya merupakan kepercayaan yang hidup, tetapi kepercayaan yang tidak dapat dibatalkan sangat sering juga merupakan kepercayaan yang hidup. Sebagian besar yurisdiksi hukum perdata saat ini, cabang dari hukum Romawi, tidak mengandung konsep perwalian karena dianggap melanggar prinsip-prinsip hukum properti utama. Hal ini berlaku, khususnya, untuk negara-negara hukum sipil yang telah dipengaruhi oleh perubahan revolusioner di Prancis dan mengambil alih konsepsi kepemilikan kesatuan yang ditetapkan oleh Code Napoleon.12

Berkaitan dengan kepemilikan mutlak dan banyak klausul hak milik, yurisdiksi hukum perdata tidak mengenal dualisme hukum dan kesetaraan dan, oleh karena itu, tidak ada pemisahan kepemilikan menjadi bagian yang sah dan adil.13 Pemisahan kepemilikan dan kendali hukum properti inilah dari kepemilikan yang adil dan manfaatnya yang tidak sesuai dengan konsepsi kepemilikan kesatuan sipil.14 Tidak

seperti hak kontraktual yang dapat disepakati secara bebas oleh para pihak dalam melaksanakan kebebasan berkontrak mereka (Vertragsfreiheit), klausul hak milik tidak mengizinkan bentuk baru hak milik selain dari yang disediakan oleh undang-undang. Karakteristik kepemilikan yang adil dari penerima manfaat dari trusts agreement common law tidak cocok dengan salah satu kategori tersebut. Hukum properti civil law didasarkan pada gagasan tentang kepemilikan hukum yang absolut dan mencakup semua sebagai kekuatan tak terbatas untuk mengelola, menikmati dan mengeluarkan secara bebas dari properti.15 Menelaah dalam hukum positif Indonesia konsep trust agreement hanya dikenal sebagai perjanjian yang dilakukan antara individua atau badan hukum dengan Bank. Merujuk dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 27 /POJK.03/2015 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) sebagaimana telah diubah dalam j.o Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25 /POJK.03/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 27/POJK.03/2015 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) (selanjutnya disebut POJK Trust) ditentukan bahwa:

Trust, adalah kegiatan penitipTrust, adalah kegiatan penitipan dengan pengelolaan atas harta milik penitip harta trust berdasarkan perjanjian tertulis antara Bank sebagai penerima dan pengelola harta trust dengan penitip harta trust untuk kepentingan penerima manfaatan dengan pengelolaan atas harta milik penitip harta trust berdasarkan perjanjian tertulis antara Bank sebagai penerima dan pengelola harta trust dengan penitip harta trust untuk kepentingan penerima manfaat.”

Adapun secara konsep, POJK Trust pada dasarnya menentukan para pihak yang terlibat dalam trust agreement adalah penerima dan pengelola harta yang disebut trustee, penitip harta trust (settlor) serta penerima manfaat (beneficiary). Berkenaan dengan para pihak tersebut, masing-masing ditentukan dalam beberapa Pasal dalam POJK sebagai berikut:

“a.Trustee, adalah Bank yang melakukan kegiatan Trust sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. (Pasal 1 angka 3 POJK Trust)

b.Penitip Harta Trust, yang selanjutnya disebut Settlor, adalah pihak yang memiliki dan menitipkan hartanya untuk dikelola oleh Trustee. (Pasal 1 angka 4 POJK Trust)

c.Penerima Manfaat, yang selanjutnya disebut Beneficiary, adalah pihak yang menerima manfaat dari kegiatan Trust. (Pasal 1 angka 5 POJK Trust).”

Kemudian dalam kegiatan trust, trustee bisa melakukan perbuatan dan atas nama settlor sebagaimana yang telah diatur Pasal 5 ayat (1) POJK Trust yaitu:

“a. agen pembayar (paying agent);

  • b.    agen investasi dana secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip Syariah dan/atau

  • c.    agen peminjaman secara konvensional (borrowing agent) dan/atau agen pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah.”

Dalam perspektif lainnya, pengaturan larangan dalam kegiatan trust yang ditentukan pada POJK trust ialah untuk “tidak mememanfaatkan harta Trust untuk kepentingan sendiri dan/atau melakukan kegiatan diluar yang telah diatur dalam

perjanjian Trust, baik atas inisiatif sendiri maupun berdasarkan perintah tertulis dari Settlor.”

  • 3.2 Legalitas Pembuatan Trust Agreement Di Indonesia

Pengaturan hukum terkait trust agreement di Indonesia dapat dipahami sebagai bagian dari urusan perbankan. Hal ini terlihat dari aspek kesejarahan dimana pengaturan pertama yang mengatur terkait trust agreement adalah PBI No 14/17/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) sebelum akhirnya diatur ke dalam Peraturan OJK pada tahun 2015 silam dan dirubah setahun sesudahnya yakni pada tahun 2016. Secara konsep, pengaturan hukum trust agreement atau perjanjian kepercayaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan konsep trust agreement yang lazim terdapat pada negara-negara penganut common law system. Selanjutnya perbedaan konsep perjanjian trust di Indonesia dengan negara common law system dapat diuraikan dalam tabel sebagai berikut:16

Aspek Perbedaan

Trust Agreement (common law system)

Trust Agreement (Indonesia)

Dasar Hukum

Kepatutan atau equity yang muncul dan ada serta berkembang di luar hukum

Perundang-ndangan yakni Peraturan Bank Indonesia j.o Peraturan OJK

Aset

Secara sah menurut hukum diakui milik trustee

Bukanlah milik trustee

Kepemilikan Aset

Menganut konsep dual ownership

Tidak mengenal konsep dual ownership atau mede eigendom yang berarti tidak dikenalnya pemisahan antara pemilik secara hukum serta pemilik manfaat, akan tetapi mengenal kepemilikan bersama

Berangkat dari aspek dasar hukum sebagaimana diuraikan dalam tabel diatas, maka dapat dipahami adanya perbedaan mendasar dalam proses pembuatan perjanjian di Indonesia dengan negara-negara common law system pada umumnya yang

mengadakan trust agreement. Secara teoritis pembuatan perjanjian di Indonesia adalah KUHPer yang memuat asas kebebasan berkontrak sesuai Pasal 1338 KUHPer sehingga setiap orang dapat mengadakan perjanjian sepanjang memenuhi syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUHPer. Kendati demikian berkenaan dengan perjanjian trust sendiri sudah diatur dalam POJK Trust maka dalam melakukan perjanjian trust ini tentu harus didasarkan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam aturan tersebut, mengingat syarat objektif dari suatu perjanjian adalah “sebab yang halal” atau dapat dikatakan “tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan”. Dalam perspektif POJK Trust, memang tidak ditentukan larangan secara eksplisit terhadap pihak selain Bank yang menjadi trustee pada perjanjian trust di Indonesia, kendati demikian melalui BAB IV tentang Pihak Dalam Kegiatan Trust, Pasal 14 huruf a POJK Trust telah secara tegas memberikan limitasi terhadap Pihak sebagai trustee dalam kegiatan trust yakni “Bank sebagai trustee”. Sehingga berbeda dengan praktik trust agreement common law system yang memungkinkan adanya perseorangan atau badan hukum non-Bank yang dapat menjadi trustee, disisi lain aturan hukum positif Indonesia tidak menghendaki demikian. Kemudian berkenaan pelaksanaan tugas Bank sebagai trustee wajib memenuhi beberapa prinsip sebagaimana ketentuan Pasal 4 POJK Trust yakni:17

  • a.    “kegiatan Trust dilakukan oleh unit kerja yang terpisah dari unit kegiatan Bank lainnya;

  • b.    harta yang dititipkan settlor untuk dikelola oleh trustee terbatas pada aset finansial;

  • c.    harta yang dititipkan Settlor untuk dikelola oleh Trustee dicatat dan dilaporkan terpisah dari harta Bank;

  • d.    dalam hal Bank yang melakukan kegiatan Trust dilikuidasi, semua harta Trust tidak dimasukkan dalam harta pailit (boedel pailit) dan dikembalikan kepada Settlor atau dialihkan kepada trustee pengganti yang ditunjuk Settlor;

  • e.    kegiatan Trust dituangkan dalam perjanjian tertulis antara Trustee dan Settlor;

  • f.    Trustee menjaga kerahasiaan data dan keterangan terkait kegiatan Trust sebagaimana diatur dalam perjanjian Trust, kecuali untuk kepentingan pelaporan kepada Bank Indonesia;

  • g.    Bank yang melakukan kegiatan Trust tunduk pada ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Adapun pihak Bank juga mempunyai kewajiban untuk menyampaikan Laporan terkait pelaksanaan kegiatan trust secara berkala pada Bank Indonesia. Disamping itu, pihak Bank mempunyai tanggung jawab sepenuhnya atas kebenaran, kelangkapan, serta ketepatan waktu dari penyampaian laporan tersebut. Terhadap pihak Bank yang tidak memenuhi ketentuan sesuai amanat POJK Trust, terdapat beberapa sanksi yang dapat diterima baik sanksi teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan Bank, larangan kegiatan trust dan/atau pencabutan persetujuan untuk melakukan kegiatan trust (Pasal 47 POJK Trust).

4. Kesimpulan

Pengaturan hukum trust agreement dalam hukum positif Indonesia didasarkan dengan POJK No. 27 /POJK.03/2015 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) sebagaimana telah diubah dalam j.o POJK No 25 /POJK.03/2016 tentang Perubahan atas POJK No. 27/POJK.03/2015 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) (selanjutnya disebut POJK Trust) yang pada pokoknya menentukan trust agreement sebagai bagian dari rezim pengaturan hukum perbankan. Selanjutnya terhadap trust agreement yang dibenarkan atau dapat dikatakan legal menurut hukum positif hanyalah trust agreement yang dilakukan oleh individu atau badan hukum sebagai settlor atau pemberi dana (harta) dan pihak Bank selaku trustee atau pihak yang dipercayakan untuk mengelola harta yang dititipkan sesuai dengan ketentuan POJK Trust.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ginantra, Janner Simarmata. Teknologi Finansial: Sistem Finansial Berbasis Teknologi di Era Digital. (Jakarta, Yayasan Kita Menulis, 2020).

Mukti Fajar, N. D., and Yulianto. Dualisme Penelitian Hukum: Normatif & Empiris. (Yogayakarta, Pustaka Pelajar, 2010).

JURNAL ILMIAH

Azhari, Tasyah. "Pembatalan Akta Pernyataan Pemindahan Dan Penyerahan Hak Milik Atas Tanah Dan Kuasa Yang Memuat Klausul Pemberian Kuasa Mutlak Oleh Notaris." Indonesian Notary 1, no. 001 (2019).

Clarry, Daniel. "Fiduciary ownership and trusts in a comparative perspective." International & Comparative Law Quarterly 63, no. 4 (2014)

Eric Tjandra. “Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Leverage Dan Profitabilitas Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Di Indonesia.” Gema Aktualita 4, No. 2 (2015).

Fahrurrozi, Fahrurrozi. "Konsep Perjanjian Profit and Loss Sharing dalam Ekonomi islam." IQTISHADIA: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah 3, no. 2 (2016)

Hajawiyah, Ain, Trisni Suryarini, and Tarsis Tarmudji. “Analysis of a tax amnesty’s effectiveness in Indonesia.” Journal of International Accounting, Auditing and Taxation 44 (2021)

Handayani, Tri, and Lastuti Abubakar. “Implikasi Kegiatan Usaha Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) Dalam Aktivitas Perbankan Terhadap Pembaharuan Hukum Perdata Indonesia.” JURNAL LITIGASI (e-Journal) 15, no. 2 (2016).

Heffernan, James V., and Laurens Williams. "Revocable Trusts in Estate Planning." Cornell LQ 44 (1958)

Judhanto, Adhi Suryo. “Pembentukan Holding Company BUMN dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha.” E-Jurnal SPIRIT PRO PATRIA 4, no. 2 (2018)

Lubis, Anggreni Atmei. “Status Kerugian Bisnis Perseroan Yang Mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara.” Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum 2, no. 2 (2015)

Meng, Zhen. "Trust Law of China and Its Uncertainty Regarding the Location of Ownership of Trust Property." In Ownership of Trust Property in China, pp. 13-35. Springer, Singapore, 2017.

Mifanyira, Franciska, and Indah Dwi MJ. “Bank Liability in Trustee Agreement in Insolvency Status.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 21, no. 3 (2019)

National Coordinator of PWYP Indonesia, Advisory Board of LTRC Program, The Brooking Institute, (2012-2020)

Sihombing, Jonker. “Pengaturan Kegiatan Trust Bagi Industri Perbankan di Indonesia.” Hukum Ketatanegaraan (2013)

Sugarda, Paripurna P. "Real Estate Investment Trust Dalam kerangka Hukum Pasar Modal Indonesia." Mimbar Hukum 19, no. 3 (2007).

Situngkir, Danel Aditia. "Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Nasional Dan Hukum Pidana Internasional." Soumatera Law Review 1, no. 1 (2018)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek, 2009, Diterjemahkan Oleh R. Subekti dan R. Tjitrosubdibio, PT Pradnya Paramita, Jakarta, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Lembaran Negara Republik Indonesia No 182 Tahun 1998, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790.

Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25 /Pojk.03/2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/Pojk.03/2015 Tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust)

Jurnal Kertha Wicara Vol.11 No.1 Tahun 2021 hlm.1-10