PENGATURAN PENGANGKATAN TENAGA AHLI FRAKSI DPRD DARI APARATUR SIPIL NEGARA YANG SEDANG MENJABAT

Ni Komang Anggi Widyanti, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Ketut Sudiarta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i12.p02

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji aturan terkait tenaga ahli dalam suatu pemerintahan, dikarenakan aturan yang berlaku hingga saat ini tidak mengatur secara spesifik terkait pengangkatan tenaga ahli, merupakan tujuan dari penulisan artikel ilmiah ini. Adapun metode yang digunakan dalam studi ini ialah metode penelitian hukum normatif, dengan mengkaji hukum dengan norma atau peraturan sebagai objeknya yakni peraturan terkait tenaga ahli dalam suatu pemerintahan, sehingga pendekatan yang digunakan yakni dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Peraturan perundang-undangan menjadi sumber bahan hukum primer dalam penelitian ini, serta didukung dengan bahan hukum sekunder dari buku dan jurnal yang dikumpulkan dengan teknik studi dokumen dengan dianalisis menggunakan teknik analisis logika deduktif. Dari hasil studi yang telah ditemukan bahwa aturan yang berlaku hingga saat ini masih belum memberikan pengaturan secara spesifik dan mendetail terkait pengangkatan tenaga ahli fraksi dewan perwakilan rakyat daerah, sehingga membuka ruang sebesar-besarnya untuk setiap orang menjadi tenaga ahli dan tidak terkecuali aparatur sipil negara. Kondisi ini dapat tercipta karena adanya norma yang kosong, serta didukung dengan pemaknaan bahwa tenaga ahli tidak termasuk kedalam golongan jabatan aparatur sipil negara. Permasalahan yang timbul bukan hanya karena ASN yang juga menduduki posisi tenaga ahli fraksi, tetapi dampak pada terganggunya kewajiban serta profesionalitas dari ASN yang berkaitan dengan kode etik ASN. Namun, sepanjang tidak mengganggu kinerja serta profesionalitas, Tenaga Ahli Fraksi DPRD yang diangkat dari ASN yang sedang menjabat tidak dipermasalahkan.

Kata Kunci: Tenaga Ahli, Kewajiban dan Profesionalitas, Aparatur Sipil Negara

ABSTRACT

The aim of this study is to review regulations involving experts in administration, since the ones applied today does not specifically regulate experts’ recruitment. The method used in this study is a normative legal research method, by examining law with norms or regulations as its object, namely regulations related to experts in a government, so that the approach used is the statute approach and comparative approach. Legislation is the primary source of legal material in this research and is supported by secondary legal materials from books and journals collected by document study techniques with analysis using deductive logic analysis techniques. The result demonstrated that the currently applied regulations still do not provide specific and detailed arrangements related to the ideas of the regional representative council faction, thus opening a large space for each expert and not building the state civil apparatus (ASN). This condition can be created because of the existence of empty norms and is supported by the meaning that experts are not included in the position of the state civil apparatus. The problems that arise are not only because ASN occupies a position as an expert on the faction, but has an impact on disrupting the obligations and professionalism of ASN related to the ASN code of ethics. However, as long as it does

not interfere with the performance and professionalism, the DPRD Faction Experts appointed from the ASN are not being questioned.

Keywords: Experts, Obligations and Professionality, State Civil Apparatus

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan rakyat menjadi tujuan utama dari setiap negara. Untuk mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang maju dan berkecukupan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang pada intinya memberikan amanat kepada pemerintah sebagai suatu sistem yang memiliki kewenangan untuk mengatur masyarakat pada suatu wilayah tertentu, agar mampu memberikan perlindungan serta memajukan kesejahteraan rakyatnya. Pemerintah dalam suatu negara memiliki peran penting serta dipandang memiliki tanggung jawab terhadap standar sejahtera hidup tiap-tiap warganya.1 Maka dari itu dalam pembentukan susunan keanggotaan, badan-badan yang menjadi pelaksana dari setiap bidang, dan segala sumber daya manusia yang tergabung didalamnya diatur sedemikian rupa dalam berbagai peraturan perundang-undangan untuk memperoleh sumber daya manusia yang handal, cakap, serta bertanggungjawab.

Dalam upaya mempercepat pemenuhan tujuan negara, setiap daerah di Indonesia membentuk suatu pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dibentuk untuk meningkatkan fungsi pemerintahan agar lebih tepat sasaran memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya sendiri. Penyelenggaraan Pemerintah daerah ditujukan kelangsungannya untuk mempercepat efektivitas peningkatan pelayanan tiap-tiap masyarakatnya guna meningkatkan kesejahteraan didaerah sesuai dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.2 Penyelenggaran sistem pemerintahan daerah dilakukan oleh beberapa komponen yakni pemerintah daerah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai penyalur aspirasi rakyat didaerah itu sendiri, dengan menjalankan roda pemerintahan berlandaskan sistem otonomi daerah.3

Pemerintah daerah terdiri dari beberapa lapisan serta tersusun dari banyaknya elemen pendukung, salah satunya yakni peran aparatur sipil negara sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang pada pokoknya menyebutkan bahwa ASN berperan dalam berbagai pelaksanaan tugas-tugas lembaga pemerintahan dengan berbagai pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik, dengan kata lain penting melihat tugas yang diemban oleh ASN. Selain aparatur sipil negara, berbagai urusan Pemerintah Daerah juga dibantu oleh pegawai non-PNS. Hal ini dikarenakan, instansi pemerintahan memiliki tanggung jawab yang sangat besar dengan membutuhkan sumber daya manusia baik kuantitas serta kualitasnya memadai, dengan demikian jika bertumpu

pada PNS dinilai belum cukup dalam kuantitas maupun kompetensi kekhususan kualitas setiap bidang, yang mengakibatkan munculnya kebijakan perekrutan tenaga kontrak ataupun tenaga non-PNS.4 Beberapa posisi diisi oleh sumber daya manusia yang tidak tergolong kedalam ASN, salah satunya yaitu posisi tenaga ahli dalam suatu pemerintahan. Terdapat beberapa jenis tenaga ahli, mulai dari tenaga ahli DPR, tenaga ahli kepala daerah, tenaga ahli fraksi DPRD, dan lainnya dengan kekhususan yang berbeda-beda serta peraturan yang mengikatnya pun berbeda. Dalam kasus ini, untuk menunjang kinerja Pemerintahan Daerah khususnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tenaga ahli yang menjabat disebut dengan tenaga ahli fraksi DPRD.

Beberapa pemerintah daerah membentuk tenaga ahli dengan maksud utama membantu tugas dari kepala daerah.5 Selain kepala daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga memiliki tenaga ahli yang bertujuan untuk memberikan bantuan dalam kelancaran pelaksanaan tugas dari fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ruang lingkup yang diperlukan serta dengan mempertimbangkan faktor kesanggupan dari APBD dimasing-masing daerah. Sehingga dalam hal ini Tenaga Ahli Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat dikatakan merupakan suatu posisi yang memberikan dampak dalam kelancaran bagi suatu program kerja, fungsi, serta kebijakan yang akan dilaksanakan dalam periode masa jabatan fraksi dewan.

Hingga saat ini pengaturan mengenai pengangkatan tenaga ahli fraksi DPRD masih mengandung ketentuan yang umum dan tidak bersifat mengkhusus. Ketentuan yang bersifat umum ini hanya mengatur minimum pendidikan yang telah ditempuh pelamar, wajib menguasai bidang pemerintahan, dan tugas serta fungsi DPRD. Pengaturan pengangkatan tenaga ahli tidak memberikan larangan khusus mengenai riwayat kerja pelamarnya yang memberikan ruang bagi siapa saja setiap individu untuk menjadi tenaga ahli. Kemudian muncul berbagai pandangan bahwa bagaimana ketika seorang aparatur sipil negara ikut serta dalam pengangkatan tenaga ahli fraksi DPRD, karena sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa tenaga ahli tidak termasuk golongan ASN. Kondisi ini memberikan ruang untuk terjadinya suatu rangkap jabatan. Bukan 2 (dua) posisi yang diemban oleh individu yang sama yang menjadi masalah, tetapi ketika fungsi dan tugas dari ASN dan Tenaga ahli tersebut yang memiliki kepentingan yang bertabrakan dan menimbulkan berbagai dampak pada instansi pemerintahan. Ketika suatu pemerintahan hendak mendapatkan sumber daya manusia yang berkompeten serta tepat sasaran dibidangnya untuk pemenuhan posisi Tenaga Ahli tersebut menjadi terhambat dikarenakan dalam pelaksanaannya tidak terdapat aturan mengenai kondisi tersebut. Suatu keadaan inilah yang menimbulkan beberapa problematika terkait pengangkatan Tenaga Ahli khususnya tenaga ahli fraksi DPRD.

Dalam pengumpulan sumber jurnal ilmiah terkait dengan pengangkatan tenaga ahli fraksi DPRD, terdapat salah satu jurnal hukum yang mengangkat permasalahan subjek yang sama berjudul “Kajian Hukum Pembentukan Tenaga Ahli Kepala Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” yang terbit pada tahun 2020 lalu. Penelitian tersebut menjadikan tenaga ahli sebagai fokus utama atau keyword

dalam penelitiannya, namun yang dikaji adalah pembentukan dari tenaga ahli kepala daerah dengan mendasar pada kajian hukum ketatanegaraan. Sedangkan terdapat permasalahan yang berbeda dan unsur kebaruan dalam penelitian kali ini dengan topik yang sama yakni tenaga ahli, namun lebih mengkhusus pada kedudukan atau jabatan tenaga ahli fraksi DPRD. Sehingga dipandang sangat penting melakukan penelitian ini demi kemajuan hukum di Indonesia terkait dengan tema pengaturan yang khusus dan spesifik terkait pengangkatan tenaga ahli fraksi DPRD. Belum adanya aturan yang mengatur mengenai keadaan tersebut memberikan berbagai kesempatan serta ruang bagi timbulnya permasalahan, ketika halnya pengangkatan jabatan dari tenaga ahli fraksi DPRD dalam suatu daerah tertentu hendak melakukan perekrutan hanya dengan syarat dan ketentuan yang minim, memungkinkan adanya praktik tertentu untuk memanfaatkan kelonggaran aturan tersebut. Problematika ini dapat muncul dikarenakan tenaga ahli tidak termasuk golongan Aparatur Sipil Negara, dan berkaca dari peraturan yang berlaku, belum terdapat frasa larangan mengenai kondisi tersebut. Beranjak dari permasalahan sebagaimana dijelaskan, penulis melakukan penelitian yang berkaitan dengan sistem pengangkatan tenaga ahli fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari aparatur sipil negara yang masih menjabat.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berakar dari latar belakang yang telah disebutkan, penulis mengelompokkan beberapa rumusan permasalahan yang akan diangkat dalam penulisan jurnal ini antara lain:

  • 1.    Bagaimanakah status tenaga ahli pada suatu instansi pemerintahan di Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah pengaturan pengangkatan tenaga ahli Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang sedang menjabat sebagai aparatur sipil negara?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan ilmiah ini pada dasarnya bertujuan untuk mengkaji aturan terkait tenaga ahli dalam suatu pemerintahan, dikarenakan aturan yang berlaku tidak mengatur secara spesifik terkait pengangkatan tenaga ahli khususnya tenaga ahli fraksi dewan perwakilan rakyat sehingga membuka ruang sebesar-besarnya untuk setiap orang menjadi tenaga ahli, tidak terkecuali aparatur sipil negara. Selain itu, penulisan ini ditujukan sebagai acuan serta pertimbangan untuk pemerintah mengenai pentingnya merumuskan peraturan perundang-undangan terkait rangkap jabatan aparatur menjadi tenaga ahli, yang ikut serta memegang peranan penting dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian yang mengangkat permasalahan pengaturan pengangkatan tenaga ahli dalam suatu pemerintahan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Sebagaimana diketahui bahwa penelitian hukum normatif mengkaji hukum dengan ‘norma’ atau aturan tersebut sebagai objeknya.6 Sehingga atas dasar tersebut penulis

menggunakan metode penelitian hukum normatif karena fokus utama dari permasalahan yang diangkat terkandung dalam peraturan terkait tenaga ahli dalam suatu pemerintahan. Selanjutnya penulis menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan (statute approach) dengan menganalisis peraturan-peraturan terkait tenaga ahli,7 dan pendekatan perbandingan (comparative approach) yakni membandingkan beberapa konsep juga peraturan dengan tujuan menemukan poin yang tepat. Objek utama dalam penelitian ini merupakan peraturan yang mengatur tentang tenaga ahli, yang mengkhusus kepada tenaga ahli fraksi DPRD dengan peraturan perundang-undangan sebagai sumber bahan hukum primernya, serta didukung dengan bahan hukum sekunder dari buku, tesis, dan jurnal ilmiah. Bahan hukum tersebut dikumpulkan dengan teknik studi dokumen dengan cara menganalisis data dan sumber hukum guna mendapatkan suatu landasan, dan dianalisis menggunakan teknik analisis logika deduktif dengan menelaah kondisi umum atau keseluruhan sehingga dapat menarik menarik kesimpulan yang lebih spesifik atau khusus.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Tenaga Ahli dalam suatu Pemerintahan

Dalam literatur hukum telah diakui dan diterima mengenai pandangan dari pengertian pemerintah yang dapat dibagi menjadi, pemerintah dalam arti sempit dan pemerintah dalam arti luas.8 Pengertian pemerintah dalam arti luas dapat dikatakan bahwa pemerintah mencakup keseluruhan tindakan terkait kebijakan yang diputuskan atau akan dikeluarkan oleh alat/pelaksana pemerintah (bestuur organen) dalam jalannya memenuhi kebutuhan rakyatnya. Berbeda dengan pemerintah dengan pandangan dalam artian sempit, yang menjelaskan bahwa pemerintah dipandang hanya sebagai suatu badan yang dibebankan tugas suatu pemerintahan. Pemerintah dapat dikatakan merupakan suatu organisasi dalam tingkatan yang berbeda, partisipasi atau keterlibatan individu yang bersifat emosional dalam suatu kelompok tertentu didalam organisasi memberikan peran bagi pencapaian tujuan bersama dan berbagi tanggungjawab bersama-sama.9 Sehingga peran kecil setiap individu yang ikut tergabung didalam suatu susunan pemerintahan memberikan kontribusi yang sama pentingnya. Selanjutnya menelaah pengertian jabatan dalam suatu pemerintahan penting adanya dalam penelitian ini, E. Utrecht mengemukakan bahwa jabatan adalah penyokong hak dan kewajiban yang berposisi sebagai persoon atau subjek hukum yang memiliki wewenang melakukan rechtsdelingen atau perbuatan hukum.10 Dengan dibebani kewajiban tersebut memberikan wewenang melakukan perbuatan hukum juga menghubungkan kekuasaan melalui tindakan

dalam melaksanakan urusan pemerintahan. Dari penjelasan tersebut, urusan tenaga ahli dalam suatu pemerintahan yang dalam penelitian ini mengkhusus kepada tenaga ahli fraksi DPRD juga tidak dapat dikesampingkan posisinya.

Pengaturan tenaga ahli secara umum dalam sistem pemerintahan di Indonesia terkandung dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang menyebutkan pengertian tenaga ahli secara implisit. Adapun beberapa peraturan tersebut sebagai berikut:

  • a.    Undang-Undang No. 17 Tahun2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

Dalam undang-undang ini frasa tenaga ahli ditemukan dalam ketentuan Pasal 417 yang pada pokoknya menjelaskan, bahwa tenaga ahli merupakan salah satu alat kelengkapan dari lembaga legislatif yakni DPR, tenaga ahli anggota, dan juga tenaga ahli untuk fraksi yang memiliki kompetensi keahlian khusus untuk menunjang tugas serta fungsi dari lembaga tersebut. Dalam ketentuan pasal ini juga menyebutkan mengenai rekrutmen tenaga ahli yang pelaksanaannya dilangsungkan oleh lembaga sebagaimana disebutkan sebelumnya dan dengan dibantu oleh Sekretaris Jendral DPR.

  • b.    Undang-Undang No. 23 Tahun2014 tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-undang Pemda dalam ketentuannya menyebutkan posisi tenaga ahli dalam beberapa Pasal, yakni:

  • •    Pasal 109 ayat (10), yang pada pokoknya menyebutkan bahwa untuk menunjang berbagai pelaksanaan kegiatan serta tugas dari fraksi, Sekretariat DPRD tingkat provinsi menyiapkan beberapa komponen salah satunya yaitu tenaga ahli, namun dengan memperhatikan kemampuan dari masing-masing APBD.

  • •    Pasal 162 ayat (10), yang pada pokoknya menjelaskan ketentuan yang sama dengan Pasal 109 ayat (10), namun dengan subjek yang berbeda yakni Sekretariat DPRD pada tingkat Kabupaten/Kota.

  • •    Pasal 215 ayat (2), yang pada pokoknya menjabarkan mengenai tugas-tugas dari sekretaris DPRD salah satunya dengan menyediakan serta mengatur perekrutan tenaga ahli yang dibutuhkan oleh DPRD sebagai alat penunjang pelaksanaan fungsi dari lembaga legislatif daerah tersebut, dengan tetap memperhatikan porsi serta kebutuhan.

  • •    Pasal 397 ayat (4), menyebutkan pada intinya bahwa jabatan tenaga ahli juga bertugas untuk membantu Sekretariat dewan pertimbangan otonomi daerah.

  • c.    Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota;

Berikut beberapa pasal yang menyebutkan kata tenaga ahli dalam Peraturan Pemerintah ini:

  • •    Pasal 123 ayat (3), yang pada pokoknya menjelaskan bahwa untuk menunjang berbagai pelaksanaan kegiatan serta tugas dari fraksi, Sekretariat DPRD menyiapkan beberapa komponen salah satunya yaitu tenaga ahli, namun dengan memperhatikan kemampuan APBD dari masing-masing daerah.

  • •    Pasal 124 ayat (1), dalam Pasal ini pada pokoknya menyebutkan mengenai kuantitas dari tenaga ahli yang disediakan untuk setiap fraksi. Selanjutnya pada Pasal 124 ayat (2) yang memberikan pengaturan mengenai syarat mininum untuk menjadi tenaga ahli fraksi dengan berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) serta pengalam kerja paling singkat 3 tahun; menguasai lingkup bidang pemerintahan serta tugas dan fungsi DPRD.

Dari berbagai ketentuan peraturan sebagaimana disebutkan diatas yang menyebutkan mengenai frasa tenaga ahli, telah memberikan pengakuan secara implisit mengenai tenaga ahli dalam tatanan pemerintahan di Indonesia. Jika ditelaah makna ahli dalam KBBI adalah orang yang mahir, paham mengenai suatu ilmu (kepandaian) tertentu. Berangkat dari pengertian tersebut, serta beberapa peraturan yang menyebutkan mengenai tenaga ahli dapat di simpulkan bahwa tenaga ahli adalah orang yang memiliki keahlian khusus, yang secara hukum merupakan bagian dari alat kelengkapan lembaga legislatif untuk menunjang kinerjanya dengan mengkhususkan kompetensinya pada bidang atau keahlian tertentu. Kedudukan tenaga ahli dalam pemerintahan bukanlah tergolong kedalam Aparatur Sipil Negara, sehingga dapat dikatakan bahwa jabatan tenaga ahli bukan termasuk kedalam kategori pegawai negeri sipil. Merujuk kedalam ketentuan Undang-Undang ASN yakni yang menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai Apatur Sipil Negara adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja pada suatu instansi pemerintah. Didalam peraturan tersebut tidak disebutkan mengenai pengertian pegawai dengan kontrak ataupun istilah lainnya yang berkaitan dengan sistem pengangkatan dari tenaga ahli. Tenaga ahli bekerja dengan suatu perjanjian kerja atau kontrak dengan pemerintah, baik pemerintah ataupun pemerintah daerah sehingga dikatakan berstatus kontrak.11

Terdapat berbagai jabatan tenaga ahli didalam sistem pemerintahan di Indonesia, adapun kedudukan tenaga ahli fraksi DPRD yang pengelompokkannya berbeda dengan fungsi tenaga ahli lainnya. Landasan dari adanya tenaga ahli dewan perwakilan rakyat daerah, khususnya daerah provinsi Bali adalah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Peraturan Daerah tersebut khususnya pada ketentuan Pasal 20 ayat (1) yang pada pokoknya menjelaskan bahwa dalam hal menunjang kegiatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, disediakan belanja penunjang guna memberikan dukungan kelancaran berbagai tugas, fungsi, serta wewenang DPRD. Salah satu poin yang disebutkan dalam ketentuan tersebut adalah penyediaan tenaga ahli fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Berdasar dari peraturan tersebut, memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan pengangkatan tenaga ahli fraksi DPRD untuk mendukung berbagai tugas, fungsi, dan memperlancar program kerja dari fraksi DPRD. Hal ini bertujuan untuk meniadakan kesenjangan antara parpol bersama dengan anggotanya yang menduduki jabatan DPRD.

Selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (1) Perda Provinsi Bali No. 6 Tahun 2017 tersebut bahwa, yang dimaksudkan dengan tenaga ahli fraksi DPRD yakni tenaga ahli untuk setiap masing-masing fraksi yang disiapkan berjumlah 1 (satu) orang, memiliki kompetensi kekhususan dalam bidang ilmu tertentu yang mampu

memberikan dukungan serta menunjang kinerja dan/atau tugas dari fraksi, dengan diberikan kompensasi sesuai dengan standar kekhususnya yang dikuasai serta menyesuaikan dengan kemampuan anggaran pendapatan belanja daerah. Mendasar dari beberapa ketentuan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa tenaga ahli fraksi dewan perwakilan rakyat daerah penting adanya untuk memberikan kelancaran dalam tugas fraksi. Salah satunya, pelaksanaan dalam lembaga legislatif daerah provinsi Bali yang terdiri dari 5 (lima) fraksi, yang masing-masing fraksi memiliki tenaga ahlinya sendiri yang berjumlah 1 (satu) orang yang mempunyai tugas:12

  • a.    Membantu fraksi atau alat kelengkapan DPRD Provinsi dalam pelaksanaan kegiatan serta fungsi pemerintahaan dan/atau program kerja lainnya yang berhubungan dan mengikat mengenai tugas dan fungsi dewan perwakilan rakyat daerah;

  • b.    Menyampaikan pertimbangan serta saran mengenai tugas, fungsi, dan/atau wewenang dewan perwakilan rakyat daerah kepada fraksi atau alat kelengkapan dewan dalam hal pelaksanaan kegiatan dalam suatu pemerintahan daerah;

  • c.    Memberikan laporan bulanan kegiatan dari tenaga ahli fraksi yang dimaksudkan untuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Melihat peran tenaga ahli fraksi dalam suatu pemerintahan daerah begitu berpengaruh dengan berbagai program kerja yang dijalankan, memberikan tuntutan pengaturan yang jelas mengenai proses pengangkatan tenaga ahli fraksi agar mampu memperoleh sumber daya tenaga ahli yang benar-benar kompeten dalam bidangnya. Terkait urgensi tersebut, tenaga ahli fraksi dewan perwakilan rakyat daerah ditetapkan dengan keputusan sekretaris DPRD, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2017. Sehingga jika ditetapkan dengan keputusan, kebijakan tersebut bersifat individual konkrit atau dapat dikatakan tertuju langsung pada individu terkait. Dari berbagai ketentuan tersebut, memberikan pengakuan serta landasan hukum mengenai kedudukan serta status dari tenaga ahli, khususnya tenaga ahli fraksi DPRD dalam sistem pemerintahan di Indonesia.

  • 3.2.    Pengaturan Pengangkatan Tenaga Ahli Fraksi DPRD

Proses perekrutan anggota yang akan menduduki suatu jabatan tertentu merupakan awal dari terciptanya suatu organisasi yang baik dan kokoh serta mampu mencapai tujuan dari organisasi tersebut, sama halnya dengan pengangkatan tenaga ahli fraksi dewan perwakilan rakyat daerah. Ketika hendak mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mengisi posisi tersebut, diperlukan berbagai syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi, yang dalam hal ini diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan dikarenakan berkaitan dengan lembaga legislatif suatu pemerintahan daerah. Adapun beberapa peraturan yang mengatur mengenai syarat dan ketentuan dari pengangkatan tenaga ahli fraksi DPRD yakni Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2018 dan Peraturan DPRD Provinsi Bali No. 1 Tahun 2019, yang pada pokoknya menyebutkan ketentuan yang sama bahwa Tenaga ahli Fraksi sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan syarat sebagai berikut:

  • a.    Telah menyelesaikan pendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) serta telah memiliki pengalaman kerja minimal tiga tahun;

  • b.    Berkompeten dan menguasai lingkup dibidang pemerintahan; dan

  • c.    Memiliki kemampuan menguasai fungsi serta tugas dari dewan perwakilan rakyat daerah.

Kedua peraturan tersebut diatas tidak menyebutkan mengenai ketentuan bahwa pelamar tenaga ahli fraksi DPRD secara khusus apakah diperbolehkan ketika seseorang masih menjabat dalam suatu instansi tertentu, baik itu instansi badan usaha milik negara ataupun swasta untuk ikut serta dalam proses perekrutan tenaga ahli fraksi tersebut. Hal ini memberikan ruang dan peluang bagi setiap individu dengan memenuhi syarat sebagaimana disebutkan diatas untuk menjadi tenaga ahli fraksi DPRD, tidak terkecuali aparatur sipil negara yang masih menjabat.

Aparatur Sipil Negara memiliki peran penting untuk menjadi perencana, pelaksana, dan/atau pengawas dalam suatu kegiatan atau penyelenggaraan tugas pemerintahan secara umum dengan professional, tidak ikut serta dalam intervensi pelaksanaan kegiatan politik, dan juga bersih dari segala tindakan korupsi, koIusi, serta nepotism.13 Terkait dengan keadaan seorang ASN yang masih menjabat, tetapi juga rangkap jabatan menduduki jabatan tanaga ahli fraksi DPRD menjadi sebuah tanda tanya. Merujuk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ASN yang selanjutnya disebut UU ASN, tidak memberikan pemahaman yang khusus mengenai larangan jabatan ASN. Namun, dikarenakan ASN terbagi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), terdapat peraturan khusus yang mengatur mengenai kedua jabatan tersebut antara lain sebagai berikut:

  • a.    Peraturan Pemerintah No.53 Tahun2020 (disiplin PNS)

Dalam peraturan pemerintah ini terdapat ketentuan pasal yang mengatur secara spesifik larangan PNS yang termaktub pada Pasal 4. Terdapat 15 poin larangan bagi seorang PNS, namun tidak terdapat frasa yang dalam hal ini berkaitan dengan ketentuan rangkap jabatan mengisi posisi dalam suatu instansi pemerintahan, yang dalam kasus ini dimaksud adalah tenaga ahli fraksi DPRD. Adapun larangan yang terkait dengan keadaan tersebut yakni:

  • -  Tanpa adanya izin Pemerintah untuk bekerja pada suatu lembaga

internasional dan/atau negara lain; serta

  • -  Bekerja untuk suatu perusahaan asing, ataupun lembaga swadaya

masyarakat negara lain.

  • b.    Peraturan Pemerintah No.49 Tahun2018 (manajemen PPPK)

Terkait dengan ketentuan rangkap jabatan PPPK tidak disebutkan secara eksplisit maupun implisit dalam peraturan pemerintah ini. Larangan yang cukup berkaitan dengan keadaan tersebut dalam peraturan ini disebutkan bahwa dalam hal pengangkatan PPPK, calon PPPK tidak diperbolehkan sedang berkedudukan menjadi calon PNS, PNS, Prajurit TNI, Anggoa Kepolisian RI, ataupun PPPK sebelum ditetapkan menjadi calon PPPK.

Sehingga dari kedua peraturan tersebut tidak mengatur larangan mengenai kondisi ketika seorang ASN, baik sedang menjabat menjadi PNS atau PPPK melakukan suatu rangkap jabatan yang dalam penelitian ini mengkhusus kepada jabatan tenaga ahli fraksi DPRD. Manajemen mengenai kepegawaian PNS selanjutnya diatur khusus dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun2020, mengenai ketentuan rangkap jabatan yang sebelumnya terdapat dalam PP No.11 Tahun2017 diubah dalam peraturan ini, sehingga aturan rangkap jabatan PNS tidak diatur lagi hingga saat ini. Namun terdapat pengecualian, jika tercantum didalam peraturan tersendiri (khusus) tiap-tiap lembaga/instansi yang diduduki oleh PNS tersebut.14

Dalam perkembangannya, kondisi rangkap jabatan ini menjadi suatu problematika dan dipermasalahkan oleh beberapa kalangan karena dianggap memberikan ruang bebas kepada aparatur untuk melakukan rangkap jabatan. Hal ini dipandang tidak memberikan permasalahan yang serius pada awalnya, namun jika dilihat dari keoptimalan kinerja dari seorang aparatur dengan membagi-bagi tugas, fungsi, serta wewenangnya menjadi sesuatu yang membawa dampak negatif bagi instansi terkait. Seseorang yang menduduki 2 (dua) posisi sekaligus atau seperti yang disebutkan sebelumnya diharuskan mempunyai kompetensi mengenai loyalitas serta pemenuhan kewajiban serta tugas yang berbeda dari masing-masing entitas yang diembannya, kondisi demikian memberikan tanggung jawab untuk memiliki peran ganda. Dilihat dari teori kepentingan, keadaan tersebut dapat memunculkan konflik ketika orang dalam posisi tertentu mempunyai kewajiban dan/atau fungsi yang bertentangan terhadap kedua jabatan yang sedang dijalani tersebut.15 Seperti halnya telah disebutkan bahwa kinerja dari setiap individu dalam suatu pemerintahan memberikan kontribusi yang sama pentingnya, dan selanjutnya kewajiban dan tugas yang diemban individu tersebut terhalangi oleh jabatan lain akan memberikan dampak tidak langsung kepada instansi pemerintahan.

Dari berbagai peraturan yang mengatur mengenai aparatur sipil negara, memang tidak terdapat ketentuan terkait kondisi rangkap jabatan dari PNS ataupun PPPK. Namun, ketika keadaan rangkap jabatan tersebut terjadi akan memberikan dampak pada terganggunya kewajiban dari aparatur sipil negara yang pada umumnya memiliki ketentuan kedisiplinan khusus yang harus ditaati. Adapun poin penting dari kewajiban pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang dapat terganggu akibat adanya kondisi rangkap jabatan yakni berkaitan dengan aturan masuk kerja serta ketentuan jam operasional kerja. Dalam hal ini kedisiplinan bermakna ketika pegawai/aparatur selalu bekerja dalam jam yang telah ditentukan dengan tepat waktu, melakukan pekerjaan sesuai dengan standar yang baik, dan mematuhi semua aturan yang berlaku juga terkait disiplin kerja, sehingga tercipta kesadaran terkait norma yang berlaku dalam lingkungan kerja.16 Dalam hal ini bagi pegawai, disiplin adalah kunci untuk dapat memenuhi dan

menyelesaikan tugas serta kewajibannya dalam suatu instansi pemerintahan, karena tanpa adanya disiplin efektifitas organisasi akan menjadi sangat terbatas.17

Terlepas dari terganggunya kewajiban seorang apatur sipil negara ketika menduduki 2 (dua) posisi dalam masa bersamaan, keadaan tersebut juga menimbulkan permasalahan terkait dengan asas profesionalitas yang menjadi nilai dasar dalam setiap pelaksanaan kegiatan aparatur yang diatur dalam UU ASN. Makna dari profesionalitas dalam ketentuan tersebut adalah dengan mengutamakan keahlian berIandaskan kode etik serta peraturan perundang-undangan. Dalam posisi seorang aparatur melakukan tindakan rangkap posisi tersebut akan memberikan pertanyaan terkait kode etik yang diatur khusus dalam Permendagri No.15 Tahun 2020, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu poin penting kode etik ASN adalah dengan menegakkan disiplin sehingga tercapai asas profesionalitas pada setiap pegawai. Dengan melanggar ketentuan tersebut, ASN bisa dilaporkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara ataupun inspektorat tiap-tiap instansi yang bersangkutan karena dugaan pelanggaran kode etik.

Pada pokoknya dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia hingga saat ini memang tidak mengatur frasa ‘rangkap jabatan’ bagi ASN yang dalam penelitian ini mengkhusus pada jabatan tenaga ahli fraksi DPRD, memang benar tenaga ahli fraksi DPRD bukan termasuk kedalam golongan PNS atau PPPK. Tetapi ketika ASN melakukan hal tersebut, sekalipun jabatan yang dimaksud diluar golongan aparatur sipil akan tetap memberikan dampak terhadap terganggunya kewajiban dari aparatur tersebut. Dalam kondisi ini, peran tenaga ahli fraksi merupakan jabatan yang berperan penting dalam pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga legislatif daerah, maka besar pula tenaga dan sumbangsih pikiran yang akan diberikan oleh seseorang yang mengisi jabatan tersebut. Namun, sepanjang tidak mengganggu kinerja serta professionalitas, rangkap jabatan ASN menjadi tenaga ahli fraksi DPRD tidak dipermasalahkan.

  • 4.    Kesimpulan

Pengangkatan Tenaga Ahli Fraksi DPRD memperhatikan berbagai ketentuan khusus seperti kompetensi kekhususan dalam bidang ilmu tertentu yang mampu memberikan dukungan serta menunjang kinerja dan/atau tugas dari fraksi, dengan diberikan kompensasi sesuai dengan standar kekhususan yang dikuasainya serta menyesuaikan dengan kemampuan anggaran pendapatan dari masing-masing daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2018 dan Peraturan DPRD Provinsi Bali No. 1 Tahun 2019, memberikan pengakuan serta landasan hukum mengenai kedudukan dari jabatan tenaga ahli fraksi DPRD, yang kedudukannya dalam instansi pemerintahan berstatus tidak tergolong kedalam Aparatur Sipil Negara. Terkait dengan syarat dan ketentuan pengangkatan tenaga ahli fraksi DPRD diatur dalam PP No.12Tahun2018 dan Peraturan DPRD Provinsi Bali No.1 Tahun2019. Kedua peraturan tersebut memberikan ruang bagi ASN yang sedang menjabat untuk ikut serta menjadi tenaga ahli fraksi DPRD, karena tidak terdapat peraturan hingga saat ini mengenai larangan untuk ASN melakukan tindakan rangkap jabatan. Kondisi ASN yang masih menjabat dan menjadi tenaga ahli fraksi DPRD akan memberikan dampak pada

kewajiban terkait kedisiplinan aparatur. Sepanjang tidak mengganggu kinerja serta professionalitas, rangkap jabatan ASN menjadi tenaga ahli fraksi DPRD tidak dipermasalahkan. Namun, lebih baik diterbitkan aturan khusus terkait larangan rangkap jabatan tersebut untuk memaksimalkan kinerja kedua jabatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Pangerang Moenta, Andi dan Anugrah Pradana, Syafa’at. Pokok-Pokok Hukum Pemerintahan Daerah (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2018), 25-26.

Jurnal Ilmiah

Boemiya, Helmy. “Kajian Hukum Pembentukan Tenaga Ahli Kepala Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia.” Pamator Journal 13, No. 1 (2020): 18-25. DOI: https://doi.org/10.21107/pamator.v13i1.6999.

Fahrani, Novi Savarianti. “Analisis Keberadaan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil dalam Perspektif Manajemen ASN.” Civil Service: Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS 14, No. 2 (2020): 65-74.

Ichsan, Reza Nurul, Eddi Surianta, and Lukman Nasution. “Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Ajudan Jendral Daerah Militer (AJENDAM)- I Bukitbarisan Medan” Jurnal Darma Agung 28 No. 2 (2020): 187-210. DOI: http://dx.doi.org/10.46930/ojsuda.v28i2.625.

Lasatu, Asri. “Urgensi Peraturan Daerah tentang Program Pembentukan Peraturan Daerah Terhadap Kinerja DPRD.” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 14, No. 2 (2020): 201-222. DOI: http://dx.doi.org/10.30641/kebijakan.2020.V14.201-222.

Nurhayati, Yati, Ifrani Ifrani, and M. Yasir Said. “Metodologi Normatif dan Empiris dalam Perspektif Ilmu Hukum.” Jurnal Penegakan Hukum Indonesia 2, No. 1 (2021): 1-20. DOI: https://doi.org/10.51749/jphi.v2i1.14

Pattiasina, Victor, Muhammad Noch Yamin, Andarias Patiran, and Melyanus Bonsapia. “Karakteristik Tujuan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah pada Organisasi Perangkat Daerah.” Public Policy (Jurnal Aplikasi Kebijakan Publik & Bisnis) 1, No. 2 (2020): 178-194.

Permana, Yogi Setya, and Pandu Yuhsina Adaba. “Menelisik Peran Tenaga Ahli Anggota Legislatif.” Jurnal Penelitian Politik 8, No. 1  (2016): 83-94. DOI:

https://doi.org/10.14203/jpp.v8i1.479.

Pidada, Ida Ayu Intan Pramesti Dewi dan Dahana, Cokorda Dalem “Pengaturan Pegawai Negeri Sipil yang merangkap jabatan sebagai Komisaris Badan Usaha Milik Negara.” Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 9, No. 3 (2021): 189-198.

Qamaruddin, Muh Yusuf, and M. Ishaq Iskandar. “Analisis Efektivitas Penerapan E-Absensi Terhadap Kinerja Aparatur Sipil Negara di Sekretariat Daerah.” JENIUS (Jurnal Ilmiah Manajemen Sumber Daya Manusia) 5, No. 1 (2021): 210-219. DOI: http://dx.doi.org/10.32493/JJSDM.v5i1.13155.

Sukmayanti, Putu Netta dan Kasih, Desak Putu Dewi “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Kartu Kredit Dalam Proses Pembayaran Melalui Jasa Penagih Utang.” Kerta Wicara: Journal Ilmu Hukum 10, No. 8 (2021): 624-634.

Suryono, Agus. “Kebijakan Publik Untuk Kesejahteraan Rakyat.” Transparansi: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi 6, No. 2   (2014):       98-102. DOI:

https://doi.org/10.31334/trans.v6i2.33.

Syari, Neny Ratika, Warjio Warjio, and Abdul Kadir. “Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.” Strukturasi: Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik 1, No. 2 (2019): 156-164.

Wijayanti, Septi Nur. “Hubungan Antara Pusat dan Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.” Jurnal Media     Hukum     23,     No.     2     (2016):     186-199.     DOI:

https://doi.org/10.18196/jmh.2016.0079.186-199.

Tesis

Rizky, Muhammad. "Pertanggungjawaban Notaris Yang Melakukan Penipuan Dan Pemalsuan Akta Autentik (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 383/Pid. B/2015/Pn. Smn)." Phd Diss., Sriwijaya University, (2020): 1137.

Website/Internet

Komisi Aparatur Sipil Negara, “PNS Rangkap Jabatan, Melanggar Etika?”, URL: https://www.kasn.go.id/id/publikasi/pns-rangkap-jabatan-melanggar-etika. Diakses pada 26 September 2021 pukul 18:45.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494).

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negam Republik Indonesia Nomor 6197).

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2017 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2017 Nomor 6).

Jurnal Kertha Wicara, Vol.10 No.12 Tahun 2021, hlm. 976-988