PENGATURAN PERLINDUNGAN SAKSI PELAKU

YANG BEKERJASAMA DALAM PENGUNGKAPAN KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DIMASA

MENDATANG

Ni Wayan Rina Pramesti Wahyundari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Dewa Gede Dana Sugama, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i06.p08

ABSTRAK

Tujuan penulisan daripada jurnal ilmiah ini yaitu untuk memahami pengaturan perlindungan saksi pelaku yang melakukan bekerjasama dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi dimasa mendatang. Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pengaturan mengenai perlindungan saksi pelaku yang melakukan kerjasama dalam kasus tindak pidana korupsi di Indonesia diatur pada UU PSK dan Peraturan Bersama. Peraturan ini tidak mengakomodir kejelasan mengenai penghargaan dan perlindungan terhadap saksi pelaku yang melakukan kerjasama, sehingga tidak memberikan kepastian hukum kepada saksi pelaku yang melakukan kerjasama dengan penegak hukum dalam mengungkap kasus korupsi terkait. Perlindungan saksi pelaku yang melakukan kerjasama dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi dimasa mendatang tercermin dalam RUU Korupsi versi masyarakat yang dipelopori oleh ICW, yaitu terdapat pada Pasal 55 yang menjamin prioritas keselamatan dan keamanan Saksi Pelaku Yang melakukan kerjasama, dan pada Pasal 50 seorang saksi pelaku yang melakukan kerjasama mendapatkan pengurangan ancaman hukuman yang pasti yaitu dikurangi 1/3 ancaman dari apa yang dia perbuat. Guna memberikan kepastian atas perlindungan diri dan keluarga serta kepastian diberikan pengurangan hukuman atas kesaksian yang diberikan guna pengungkapan kasus korupsi yang terkait, hal ini yang tidak diakomodir oleh UU PSK yang menjadi permasalahan utama banyak pelaku yang tidak mau bekerjasama dalam pengungkapan kasus korupsi.

Kata Kunci : Korupsi, Saksi Yang Bekerjasama, Perlindungan Hukum

ABSTRACT

The purpose of writing from this scientific journal is to understand the arrangement of witness protection of perpetrators who cooperate in the disclosure of cases of corruption in the future. The writing of this scientific journal uses normative legal research methods. The regulation on the protection of witnesses of perpetrators who cooperate in cases of corruption in Indonesia is stipulated in the Psk Law and The Joint Regulation. This regulation does not accommodate clarity on the award and protection of witnesses who cooperate, so it does not provide legal certainty to witnesses who cooperate with law enforcement in uncovering related corruption cases. The protection of witnesses of perpetrators who cooperate in the disclosure of cases of corruption crimes in the future is reflected in the public version of the Corruption Bill spearheaded by ICW, namely in Article 55 that guarantees the safety and security priorities of The Perpetrator Witness who cooperates, and in Article 50 a witness who cooperates gets a reduction in the threat of punishment that is certainly reduced by 1/3 of the threat of what he did. In order to provide certainty over the protection of self and family and certainty given the reduction of penalties for testimony given for the disclosure of related corruption cases, this is not accommodated by the PSK Law

which is the main problem of many perpetrators who do not want to cooperate in the disclosure of corruption cases.

Keywords: Corruption, Justice Collaborator, Legal Protection

  • 1.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Negara hukum merupakan konsep suatu bentuk negara yang memiliki arah tujuan yang bertitik tolak atas terciptanya kesejahteraan, keadilan, hak asasi manusia yang senantiasa terlindung dan demokratis, sebagai negara penganut negara hukum Indonesia sampai hari ini belum memenuhi apa yang dicita-citakan oleh negara hukum.1Permasalahan-permasalahan serius yang benyak dialami oleh Negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah korupsi.

Korupsi sudah menjadi virus yang menggrogoti Negara Indonesia dari merusak sistem hukum yang menghambat jalanya roda pemerintahan yang demokratis dan bersih, hingga merabah pada bidang perekonomian yang membuat perekonomian tidak stabil secara terorganisir, sistematis dan luas, tidak hanya itu korupsi juga sudah merambah ke hampir segala lini di kehidupan masyarakat.2

Justice collaborator atau sering disebut saksi pelaku yang bekerjasama ditujukan kepada seorang yang mengungkap tindak pidana yang ia lakukan sendiri, dengan tujuan untuk mengungkap kejahatan yang diketahuinya, istilah ini pada umum digunakan dalam kasus tindak pidana korupsi.3 Pengaturan mengenai saksi pelaku yang bekerjasama selama ini diatur “Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban” (selanjutnya disebut UU PSK), merupakan landasan penggunaan peran saksi pelaku yang bekerjasama di Indonesia yang diatur sebagai berikut :“Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana.”

Tataran kebijakan formulatif dan aplikatif pada masa kini, masih terdapat kurang jelasannya dan kurang tegasnya aturan hukum yang bersifat khusus untuk melindungi para saksi pelaku tindak pidana korupsi. Sehingga dalam penerapan perlindungan hukum terhadap saksi pelaku yang bekerjasama dalam tindak pidana korupsi menjadi kurang efektif dan terkadang dikesampingkan.

Peran Justice Collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama) sebagai seorang yang mengungkap tindak pidana korupsi yang ia lakukan sendiri serta rekan-rekan yang berkerjasama untuk itu, dengan tujuan untuk mengungkap kejahatan yang diketahuinya, sangat rentan untuk mendapat ancaman. Maka perlu mendapatkan perlindungan hukum atas keselamatan dirinya serta berbagai hal yang membuatnya merasa aman dan nyaman dan juga agar mereka tidak merasa takut untuk memberikan kesaksian ataupun informasi yang berkaitan dengan tindak pidana

korupsi.4 Dengan diberikannya suatu jaminan keamanan dan kerahasiaan identitas atas dirinya dan keluarganya yang dapat langsung dirasakan oleh seorang saksi pelaku yang bekerja sama, maka seseorang tidak perlu takut atau khawatir terhadap berbagai macam bentuk ancaman jika berstatus sebagai seorang saksi pelaku yang bekerja sama. Sehingga diperlukan sebuah konsep penyempurnaan yang ideal di masa mendatang (Ius Constituendum) dalam hal aturan dari perlindungan hukum terhadap saksi pelaku yang bekerja sama.

Berdasarkan kekosongan norma mengenai pengaturan perlidungan saksi pelaku yang bekerjasama di Indonesia, sehingga sangat relevan untuk dijadikan suatu jurnal ilmiah dengan judul “Pengaturan Perlindungan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama Dalam Pengungkapan Kasus Tindak Pidana Korupsi Dimasa Mendatang”

Penulisan jurnal ilmiah ini merupakan jurnal ilmiah yang dibuat dan dikerjakan secara orisinil, sehingga untuk membuktikan hal tersebut dibuatlah suatu perbandingan terhadap tulisan jurnal ilmiah sebelumnya yang memiliki topik serupa dengan jurnal ilmiah ini. Adapun digunakan 2 (dua) jurnal ilmiah terdahulu untuk disandingkan, antara lain, jurnal yang dibuat oleh Ayu Diah Pradnya Swari P.J dan Ni Nengah Adiyaryani, yang terbit pada Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana Vol. 07, No. 05, November 2018, dengan judul “Pengaturan Terhadap Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) Dalam Tindak Pidana Korupsi Dikaji Dari Perspktif Sistem Peradilan Pidana”. Permasalahan yang dibahas adalah “pengaturan terhadap saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) dalam tindak pidana korupsi dikaji dari perspketif sistem peradilan pidana dan ius constituendum terhadap pengaturan saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) dalam sistem peradilan pidana Indonesia.:. Jurnal yang dibuat oleh I Ketut Hari Putra Susanto dan I Ketut Suardita, yang terbit pada Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana Vol. 06, No. 01, Januari 2017, dengan judul “Peran Penting Justice Collaborator Dalam Pengungkapan Kasus Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia”. Permasalahan yang dibahas meliputi “peran penting justice collaborator dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia dan prospek pengaturan justice collaborator dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.”

Bila disandingkan dengan permasalahan yang dibahas pada jurnal ilmiah ini maka permasalahan yang akan dibahas dari jurnal ilmiah ini yaitu perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi dimasa yang akan datang dengan mengacu pada perlindungan hukum saksi pelaku yang bekerjasama dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Versi Masyarakat yang dipelopori oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) (selanjutnya disebut RUU Korupsi Versi Masyarakat). Sehingga dapat dibuktikan tulisan jurnal ilmiah ini memiliki orisinalitas dan pembaharuan hukum untuk keilmuan ilmu hukum khususnya mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan masalah yang telah dijabarkan pada sub bab diatas, sehingga dapat dirumuskan suatu permasalahan untuk dikaji sebagai pembahasan antara lain:

  • 1.    Bagaimana pengaturan mengenai perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama dalam kasus tindak pidana korupsi di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi dimasa mendatang?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan diperlukan agar penulisan jurnal ilmiah ini memiliki arah yang jelas. Adapun tujuan penulisan ini dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum jurnal ilmiah ini yaitu untuk memahami pengaturan perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi dimasa mendatang. Kemudian tujuan khusus jurnal ilmiah ini yaitu untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama dalam kasus tindak pidana korupsi di Indonesia dan untuk mengetahui perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi dimasa yang akan datang.

  • 2.    Metode Penelitian

Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian dengan metode penelitian normative yang bertitik tolak dengan mengkaji norma-norma maupun kaidah-kaidah hukum menggunakan Peraturan Perundang-undangan terkait.5 Undang-Undang terkait yang dimaksud yaitu UU PSK dan RUU Korupsi Versi Masyarakat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dengan mengkaji peraturan terkait dengan permasalahan yang ada. 6

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Mengenai Perlindungan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama Dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Melakukan penegakan hukum pada tindak pidana korupsi sangatlah kompleks karena tidak pidana korupsi dilakukan secara terstruktur sistematis dan massive di Indonesia.7 Pidana dalam Bahasa Belanda yaitu “straf” yang artinya hukuman.8 Jadi untuk dapat menghukum para pelaku utama dari tindak pidana korupsi, penegak hukum harus melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu dan luar biasa untuk mengungkap itu semua, termasuk bekerja sama dengan saksi pelaku, untuk mengungkap pelaku utama dari tindak pidana korupsi yang dimaksud.

Pengaturan tentang saksi pelaku yang bekerjasama adalah hal baru bagi Indonesia apabila dibandingkan dengan umur daripada praktek hukum acara di KUHAP. UU Korupsi saat ini tidak mengakomodir mengenai perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama dalam kasus tindak pidana korupsi di Indonesia. Sehingga perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama ini dapat ditemukan pada UU PSK. Diundangkannya aturan ini diharapkan untuk saksi pelaku yang bekerjasama dapat terbantu dengan hal yang ditemukan dalam ketentuan Pasal 10 ayat 2 UU PSK yang pada prinsipnya mengatur bahwa saksi pelaku yang bekerjasama ini jika mau bekerjasama untuk mengungkap kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan maka akan mendapat keringanan hukuman dan tidak menghilangkan tanggungjawab pemidanaanya serta tidak menghilangkan kewajibanya untuk mengembalikan kekayaan negara yang didapatnya dari korupsi atau dapat disebut uang pengganti.9 Peraturan ini hanya menjamin bahwa saksi pelaku yang bekerjasama akan mendapat keringanan ancaman hukuman dari putusan hakim, namun tidak memberikan kepastian hukum mengenai seberapa banyak pengurangan ancaman hukuman tersebut. Serta aturan ini tidak menjamin keselamatan saksi pelaku yang bekerjasama beserta keluarganya dari ancaman-ancaman yang datang, oleh karena itu tidak akan optimal lah saksi pelaku yang bekerjasama ini akan melakukan tugas dan fungsinya dalam membantu penegak hukum dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi. Banyak permasalahan yang sering terjadi, akibat tidak jelasnya pengaturan mengenai perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama, sering terjadi ketidak pastian hukum atas mereka. Saksi pelaku ini memiliki peran guna bekerjasama dengan pihak berwajib guna melakukan suatu tindakan pembongkaran ataupun membongkar tindak pidan akorupsi yang tejadi dengan lebih luas, lebih cepat dan mendalam, peran-peran semacam ini tidak dipertimbangkan para penegak hukum sebagai peringan, namun malah saksi pelaku yang bekerjasama ini mendapat hukuman yang sama bahkan ada yang lebih tinggi, jadi tidak ada untungnya bagi pelaku untuk bekerjasama dengan pihak berwajib.10 Dalam kasus Damayanti, Abdul Khoir yang juga ditetapkan KPK sebagai saksi pelaku yang bekerjasama justru memperoleh hukuman hampir dua kali lipat lebih berat dari tuntutan penuntut umum. Ternyata menjadi saksi pelaku yang bekerjasama bukan jaminan untuk mendapatkan hukuman yang lebih ringan.11

Pengaturan terhadap saksi pelaku yang bekerjasama dapat dilihat pada “Peraturan Bersama Aparat Penegak Hukum dan LPSK Tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama” (selanjutnya disebut Peraturan Bersama). Peraturan Bersama dibuat agar berfungsi untuk: “menyamakan pandangan dan presepsi serta memperlancar pelaksanaan tugas aparat penegak hukum dalam mengungkap tindak pidana serius dan/atau terorganisir dan memberikan pedoman bagi para penegak hukum dalam melakukan koordinasi dan kerjasama di bidang pemberian perlindungan bagi pelapor, saksi pelapor dan saksi pelaku yang bekerjasama dalam perkara pidana.” Pengaturan yang terkait dengan saksi pelaku yang bekerjasama diatur pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Bersama yang

pada prinsipnya mengatur menganai kewajiban saksi pelaku yang bekerjasama untuk memberikan informasi dan mengembalikan harta negara yang dikorupsinya untuk dikembalikan kepada negara. Aturan ini pula tidak menjamin keselamatan saksi pelaku yang bekerjasama dan keluarganya dari segala tindak ancaman untuk melakukan pengungkapan kasus korupsi yang terjadi.

Kejahatan luar biasa merupakan status yang melekat dan ditentukan pemerintah Indonesia atas suatu tidakan atau perbuatan pidana korupsi atau lazim disebut (extra ordinary crime), itu dikarenakan kejahatan terkait korupsi yang merugikan Negara itu tidak dapat lagi diperlakukan secara biasa.12 Dapat dikatakan pemberantasan kejahatan pada bidang korupsi apabila dilakukan secara biasa-biasa saja atau secara konvensional sudah tidak terbukti efektif karena pelaku atau tindak pidana korupsi ini sudah sangat banyak dan menjamur di Indonesia, serta penanganan secara konvensional banyak menemukan kendala dalam mengupayakan pencegahan dan pemberantasanya. Korupsi dewasa kini sudah merasuki lembaga yudisial yang dilakukan oleh para oknum penegak hukum seperti Kepolisian, kejaksaan dan Kehakiman, tidak hanya itu korupsi juga lumrah terjadi pada lembaga legislative seperti DPR dan eksekutif. Karena itu diperlukan cara-cara luar biasa dalam menangani korupsi di Indonesia dalam mengupayakan pemberantasan dan pencegahnyaa.13

Namun, Indonesia dalam hal ini belum dapat memberikan perlindungan yang pantas serta penghargaan yang setimpal dengan resiko yang dihadapi oleh pelaku yang bekerjasama dalam mengungkap kasus yang ia lakukan. Kepastian hukum perlindungan bagi Whistleblower dan Justice Collaborator yang tertuang dalam UU PSK tentang Perlindungan Saksi dan Korban Jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 belum memadai sebagai landasan/pijakan hukum bagi aparat hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada saksi yang berkerjasama.14 saksi pelaku yang bekerjasama pula digunakan untuk mengungkap ketidak jujuran dan penyimpangan yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan rekan-rekannya dalam suatu tindak pidana.

Bukan suatu hal yang mudah seorang saksi pelaku yang bekerjasamayang harus mengungkapkan dengan secara terang dan jelas kejahatan apa yang telah diperbuatnya yang telah dilakukan dengan rekanannya dalam suatu tindak pidana yang terorganisir seperti korupsi tersebut. Disisi lain, hal ini akan mendapatkan beban bagi seorang saksi pelaku yang bekerjasama atas apa yang telah diungkapnya dalam kesaksian tersebut. Karena itu juga menyangkut keamanan diri saksi pelaku yang bekerjasama tersebut maupun keluarganya, karena sudah membeberkan seluruh informasi kepada pihak kepolisian.

Hal-hal ini yang menjadikan bahwa sesungguhnya pengaturan saksi pelaku yang bekerjasama di indonesia masih mengalami ketidakjelasan sehingga tidak

memberikan kepastian hukum bagi saksi pelaku yang bekerjasama dalam pengungkapan kasus korupsi, dengan banyaknya terjadi hal demikian, maka pembaharuan hukum pidana atau aturan baru mengenai saksi pelaku yang bekerjasamasangat perlu untuk dipikirkan oleh lembaga legislatif di indonesia.

  • 3.2    Perlindungan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama Dalam Pengungkapan Kasus Tindak Pidana Korupsi Dimasa Mendatang

Perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi dimasa mendatang dapat dilihat dari Penyusunan RUU Korupsi versi masyarakat pertama kali dilakukan pada tahun 2009 yang lalu dengan melibatkan beberapa ahli hukum yang dipelopori oleh ICW. Menurut versi masyarakat dalam naskah akademik penyusunan RUU Tindak Pidana Korupsi salah satu sebab belum tuntasnya korupsi di Indonesia karena selama ini masyarakat dibatasi haknya untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan tidak adanya pelindungan bagi pelapor atau saksi perkara korupsi.

Perlindungan hukum terhadap saksi pelaku yang bekerjasamasecara tersurat diatur pada Pasal 50 ayat (1) RUU Tindak Pidana Korupsi Versi Masyarakat, yang pada prinsipnya mengatur “seorang tersangka atau terdakwa yang peranannya paling ringan mendapatkan jaminan hukum yang lebih ringan yaitu hanya sepertiga (1/3) nya saja dari ancaman atas hukuman dari perbuatanya tersebut, namun dengan syarat seorang tersangka atau terdakwa yang peranannya paling ringan harus mau bekerjasama dengan penyidik atau jaksa penuntut umum dalam pengungkapan kasus korupsi yang dia lakukan.” Kerjasama dapat dilakukan oleh saksi pelaku yang bekerjasama dalam bentuk memberikan keterangan yang menerangkan kasus korupsi tersebut, dapat dalam bentuk memberikan bukti-bukti yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang dijalani dan dalam bentuk lainnya guna untuk mengungkap kasus korupsi tersebut.

Pasal 55 RUU Tindak Pidana Korupsi juga menjamin suatu kewajiban untuk memberikan prioritas perlindungan terhadap Justice Collaborator. Pasal ini mengaturmemberikan kewajiban kepada penyidik dan penuntut umum untuk berkoordinasi dengan LPSK untuk memberikan prioritas perlindungan kepada saksi pelaku yang bekerjasama. Penyidik dan penuntut umum bersama LPSK harus menjamin perlindungan kepada saksi pelaku yang bekerjasama, agar saksi pelaku yang bekerjasama bisa memberikan keterangan dan bukti-bukti dengan tenang, aman, dan terjamin keselamatanya guna pengungkapan kasus korupsi yang dimaksud.

RUU Korupsi Versi Masyarakat menjamin keselamatan dan keamanan saksi pelaku yang bekerjasama, juga iamendapatkan pengurangan ancaman hukuman yang pasti yaitu dikurangi 1/3 ancaman dari apa yang dia perbuat. Guna Memberikan kepastian atas perlindungan diri dan keluarga serta kepastian diberikan pengurangan hukuman atas kesaksian yang diberikan guna pengungkapan kasus korupsi yang terkait, hal ini yang tidak diakomodir oleh UU PSK yang menjadi permasalahan utama banyak pelaku yang tidak mau bekerjasama dalam pengungkapan kasus korupsi. Sehingga diharapkan dapat melakukan kerjasama pengungkapan kasus tindak pidana korupsi dengan optimal guna mengembalikan kerugian negara dan menangkap dalang daripada tindak korupsi tersebut.

  • 4.    Kesimpulan

Pengaturan mengenai perlindungan saksi pelaku yang melakukan bekerjasama dalam kasus tindak pidana korupsi di Indonesia diatur pada UU PSK dan Peraturan Bersama. Peraturan ini tidak mengakomodir kejelasan mengenai penghargaan dan perlindungan terhadap saksi pelaku yang melakukanbekerjasama, sehingga tidak memberikan kepastian hukum kepada saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegakan hukum dalam mengungkap kasus korupsi terkait. Sehingga dari ketidak jelasan aturan ini menyebabkan tidak optimalnya perlindungan huku kepada saksi pelaku yang bekerjasama, yang berdampak engganya pelaku untuk bekerjasama sehingga tindak pidana korupsi susah untuk di ungkap. Perlindungan saksi pelaku yang bekerjasama dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi dimasa mendatang tercermin dalam RUU Korupsi Versi Masyarakat yang dipelopori oleh ICW, yaitu terdapat pada Pasal 55 yang menjamin prioritas keselamatan dan keamanan saksi pelaku yang bekerjasama, dan pada Pasal 50 seorang saksi pelaku yang bekerjasa mamendapatkan pengurangan ancaman hukuman yang pasti yaitu dikurangi 1/3 ancaman dari apa yang dia perbuat. Guna Memberikan kepastian atas perlindungan diri dan keluarga serta kepastian diberikan pengurangan hukuman atas kesaksian yang diberikan guna pengungkapan kasus korupsi yang terkait, hal ini yang tidak diakomodir oleh UU PSK yang menjadi permasalhan utama banyak pelaku yang tidak mau bekerjasama dalam pengungkapan kasus korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Febriansyah, et all, 2011, Laporan Penelitian : Penguatan Pemberantasan Korupsi Melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta : Indonesia Corruption Watch-Kerjasama dengan Eropa Union (EU) dan UNODC (Ungffited Nations Office on Drugs and Crime)

Firman Wijaya, 2012, Whistle Blower dan Justice Collaborator dalam Perspektif Hukum, Penaku, Jakarta

Lies Sulistiani, et. Al, tanpa tahun terbit, Sudut Pandang Peran LPSK dalam Perlindungan Saksi dan Korban, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Jakarta

Jurnal Ilmiah

Ayu Diah Pradnya Swari P. J. dan Ni Nengah Adiyaryani. “Pengaturan Terhadapsaksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) Dalam Tindak Pidana Korupsidikaji Dari Perspktif Sistem Peradilan Pidana”. Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana 7, No.05 (2018)

Damanik, Kristwan Genova. "Antara Uang Pengganti Dan Kerugian Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi." Jurnal Masalah-Masalah Hukum 45, No.1 (2016) Desak Made Adnyaswari Sudewa dan Putu Tuni Cakabawa L. “Proses Diversi Dalam Sistem Peradilan Anak Sebagai Upaya Pembinaan Anak Yang Melakukan Tindak Pidana”. Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana 1, No.03 (2013)

Ekayanti, Rika. “Perlindungan Hukum Terhadap Justice Collaborator Terkait Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia” Udayana Master Law Journal 4, No. 01 (2015)

I Ketut Hari Putra Susanto dan I Ketut Suardita. “Peran Penting Justice Collaborator Dalam Pengungkapan Kasus Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia”. Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana 6, No. 01 (2017)

Pande Putu Indahyani Lestari dan I Gede Agus Kurniawan. “Perluasan Pengaturan Pengurusanperseroan Terbatas Dalam Pembaharuan Hukum Perseroan Terbatas”. Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana 8, No.10 (2020)

Tjokorda Istri Agung Adintya Devi dan I Gusti Ngurah Parwata. “Harta Benda Yang Dapat Disita Dalam Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana 9, No.10 (2020)

Yoga, I Nyoman Darma. Et.al. “Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Menangani Obstruction of Justice Dalam Perkara Korupsi”. Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana 7, No. 04 (2018)

Skripsi

Adi Surya, 2017, Pelaksanaan Perlindungan Terhadap Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (justice collaborator) Dalam Tindak Pidana Narkotika Di Wilayah Hukum Polda Bali, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Jurnal Kertha Wicara Vol. 10 No. 6 Tahun 2021, hlm. 466-474