ASPEK HUKUM PEMBUKTIAN E-MAIL YANG BERUPA AKTA
on
ASPEK HUKUM PEMBUKTIAN E-MAIL YANG BERUPA AKTA
Oleh: I Gusti Ayu Mirah Kristina Dewi Pembimbing Akademik : Anak Agung Oka Parwata Bagian Hukum Acara
ABSTRAK
Kecangggihan teknologi internet mampu menembus batas jarak dan waktu, sehingga batas-batas fisik negara bukan lagi hambatan untuk melakukan komunikasi maupun interaksi atas berbagai kepentingan dari masyarakat. Kemampuan internet telah mengubah cara berfikir, berinteraksi dan bertindak juga berdampak terhadap hukum. Hukum biasanya mendasarkan pada sesuatu yang nyata (fisik) akan tetapi internet telah mengubah sesuatu yang nyata menjadi sesuatu yang bersifat elektronik, seperti berkirim surat melalui e-mail. Hal ini berarti membutuhkan pengertian yang luas mengenai alat bukti dalam pembuktian perkara perdata dan untuk menjamin adanya kepastian hukum di Indonesia.
Kata Kunci : Email, Pembuktian.
ABSTRACT
The sophistication of Internet technological can through the boundaries of time and distance, so the physical boundaries of the state is no longer a barrier to communication and interaction of the various interests of the community. The ability of the Internet has changed the way of thinking, interacting and act that also impacts the law. The law is usually based on something real (physical) but the Internet has changed the real thing into something that is electronically, like send a letter via e-mail. This means it requires a broad understanding of the evidence in a civil case and to ensure the certainty of civil law Indonesia.
Key word: E-Mail, Verification.
Dewasa ini kemajuan di bidang teknologi informasi semakin pesat, seiring dengan perkembangan masyarakat. Salah satu bukti dari kemajuan di bidang teknologi tersebut dengan ditemukannya teknologi komputer, sebagai akibatnya timbul praktek Computerized
Record Keeping yang secara cepat menjadi prosedur yang normal dalam kegiatan bisnis sehari-hari. Gejala ini membawa permasalahan di bidang hukum, terutama mengenai alat bukti data elektronik dalam bentuk e-mail.1
Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat dan perkembangan telekomunikasi tersebut sangat memudahkan seseorang berkirim surat melalui e-mail sebab penggunaan e-mail tersebut dianggap murah dan cepat. Penggunaan e-mail juga sangat berperan sekali dalam berbagai kegiatan pendidikan, bisnis, perdagangan, sosial dan berbagai kegiatan lainnya. Untuk itu perlu adanya pengertian baru mengenai alat bukti yang dapat digunakan dalam proses persidangan dalam bentuk e-mail tersebut.
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis alat bukti dalam pembuktian perkara perdata dan aspek penerapan E-Mail dalam menegakkan hukum perdata di Indonesia dan untuk menyumbangkan buah pikiran penulis dan semoga dapat berguna bagi Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah secara mendalam peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permbahasan. Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif maka sumber datanya adalah berupa data sekunder yang berupa bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan studi pustaka yaitu dengan cara membaca buku-buku dan mempelajari literatur-literatur yang selanjutnya diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masing-masing pokok bahasannya. Analisis terhadap bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dilakukan dengan cara menggunakan metode analisis kualitatif.
Dalam proses perdata bukti tulisan merupakan bukti yang paling utama. Di dalam hukum acara perdata mengenal 3 macam surat, ialah : surat biasa, akta otentik, akta di bawah tangan
Perbedaan dari ketiga macam surat ini, yaitu dalam kelompok mana suatu tulisan termasuk dalam alat bukti surat, itu tergantung dari cara pembuatannya. Jika hasil cetak atau print-out E-mail dikatakan sebagai akta otentik, maka hasil cetak atau print-out E-mail harus memenuhi syarat sahnya akta otentik.
Akta Otentik
Syarat sahnya akta otentik adalah syarat formil yaitu dibuat di hadapan pejabat yang berwenang, pada umumnya di hadapan notaris, tetapi ada kemungkinan pejabat lain, seperti PPAT, pegawai pencatat nikah pada KUA dalam pembuatan akta nikah, dihadiri para pihak, kedua belah pihak dikenal atau dikenalkan kepada pejabat, dihadiri oleh dua orang saksi, menyebut identitas notaris (pejabat), penghadap dan para saksi, menyebut tempat, hari, bulan dan tahun pembuatan akta, notaris membacakan akta di hadapan para penghadap, ditandatangani semua pihak, penegasan pembacaan, penerjemahan, dan penandatanganan pada bagian penutup akta dan syarat materiil yaitu berisi keterangan kesepakatan para pihak, isi keterangan perbuatan hukum, pembuatan akta sengaja di maksudkan sebagai alat bukti.
Kalau dilihat dari syarat sahnya akta otentik, hasil cetak atau print-out dari E-mail tidak dapat dikatagorikan sebagai akta otentik karena tidak memenuhi syarat sahnya akta otentik yaitu tidak dibuat di hadapan pejabat berwenang, tidak dihadiri para pihak, tidak dihadiri dua orang saksi, karena e-mail itu merupakan pesan, yang berupa teks, yang dikirimkan dari satu alamat ke alamat lain di jaringan internet. Syarat formil bersifat komulatif, bukan bersifat alternatif. Berarti satu saja syarat itu tidak terpenuhi, mengakibatkan akta otentik yang bersangkutan mengandung cacat formil. Akibatnya akta tersebut tidak sah dan tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian untuk membuktikan
perkara yang dipersengketakan. Maka dari itu hasil cetak atau print-out dari E-mail tidak dapat dikatagorikan sebagai akta otentik.
Akta di Bawah Tangan
Selain akta otentik juga ada akta di bawah tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak yang berkepentingan tanpa bantuan dari pejabat yang berwenang. Segala bentuk tulisan atau akta yang bukan akta otentik disebut akta dibawah tangan, atau dengan kata lain segala jenis akta yang tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum termasuk rumpun akta di bawah tangan.
Namun dari sudut pandang hukum pembuktian, agar suatu tulisan bernilai sebagai akta dibawah tangan harus memenuhi syarat pokok, yaitu: surat atau tulisan itu ditanda tangani, isi yang diterangkan di dalamnya menyangkut perbuatan hukum atau hubungan hukum, dan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti dari perbuatan atau hubungan hukum yang disebut di dalamnya.2 Jika dilihat dari syarat sahnya akta dibawah tangan hasil cetak atau print-out E-mail bisa dikatagorikan sebagai akta dibawah tangan asalkan berbentuk tertulis atau tulisan, isinya menyangkut perbuatan hukum atau hubungan hukum, di tanda tangani oleh para pihak, mencantumkan tanggal dan tempat penandatanganan. Persoalan disini apa hasil cetak atau print-out itu yang di tanda tangani dengan tanda tangan digital (Digital Signature) sah menurut hakim, karena dalam kenyataan yang dihadapi, fenomena pemakaian digital signature banyak dipergunakan di kalangan pengguna jasa internet dalam transaksi electronic commerce (E-commerce). Apabila yang dijadikan rujukan bertitik tolak pada Pasal 1874 KUHPerdata, tanda tangan digital, tidak dikenal. Oleh karena itu belum diakui keabsahannya. Tanda tangan dalam suatu surat tidak lain daripada memastikan identifikasi atau menentukan kebenaran ciri-ciri penanda tangan. Penanda tangan menjamin kebenaran isi yang tercantum dalam tulisan tersebut.
Kemampuan media internet telah mengubah cara berfikir dan bertindak juga berdampak pada hukum. Hukum lebih mendasarkan pada hal-hal yang nyata menjadi sesuatu yang bersifat elektronik, seperti berkirim surat melaui media elektronik dalam
bentuk e-mail. Sehingga memerlukan pengertian yang luas mengenai alat bukti di pengadilan. Sehingga perkembangan internet yang ditandai dengan adanya alat bukti surat dalam bentuk e-mail tersebut, harus juga disertai dengan perkembangan hukum untuk menjadikan e-mail sebagai alat bukti di persidangan. Oleh karena itu perlu segera mendapat perhatian dan kepastian hukum dalam masalah pembuktian e-mail dalam proses persidangan perdata, sebelum lebih jauh terlanjur tidak ada peraturan yang diberlakukan sehingga memudahkan seseorang untuk menggunakan internet untuk keperluan dirinya sendiri yang dapat merugikan orang lain. Untuk itu dalam merancang perundang-undangan yang akan diberlakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan dari media internet, untuk itu perlu membandingkan dengan penerapan dan peraturan perundang-undangan dari negara lain yang telah menerapkan peraturan hukum mengenai internet sehingga aturan hukum mengenai internet yang akan diundangkan tersebut mengandung asas hukum yang berlaku secara universal.Tetapi dalam perbandingan tersebut juga harus diperhatikan adanya kepastian hukum dan keadilan yang berlaku di Indonesia
-
1. Dokumen elektronik itu diakui sebagai alat bukti surat atau tulisan setelah adanya hasil cetak atau print-out dari E-mail maka hasil cetak atau print-out dari E-mail itu merupakan alat bukti yang sah, selain itu persyaratan yang lain, harus membubuhkan tanda tangan elektronik dokumen agar memiliki keabsahan sebagai akta dibawah tangan, menuangkannya dalam kontrak elektronik yang baku dan penggunaan sistem elektronik telah mendapatkan sertifikasi elektornik dari pemerintah. Pembuktian dokumen tertulis dalam hukum pembuktian perkara perdata sangatlah bergantung pada bentuk dan maksud dari dokumen itu di buat.
-
2. Mengenai aspek hukum penerapan e-mail dalam menegakkan hukum bahwa dengan adanya internet, yang telah mengubah cara berfikir dan bertindak sehingga berdampak pada hukum, maka memerlukan pengertian yang luas mengenai alat bukti dalam proses persidangan. Yaitu dengan perlunya aturan hukum yang diterapkan secara tegas, baik itu berupa peraturan perundang-undangan atau kaidah hukum yang disesuaikan dengan kebutuhan dari media internet itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Haraphap, Yahya, 2005, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.
Supraptomo, Heru, 1996 Hukum dan Komputer, Alumni, Bandung.
Sitompul, Asril, 2001, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Waluyo, Bambang, 1992, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
6
Discussion and feedback