PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BIDAN DAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN MALPRAKTEK
on
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAKAN MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH
BIDAN DAN PERAWAT
Kadek Yogi Barhaspati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: yogibarhaspati15@gmail.com
Sagung Putri M. E. Purwani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: sg.putri@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah untuk dapat mengkaji mengenai pertanggungjawaban pidana terkait malpraktek yang dilakukan oleh bidan maupun perawat serta bagaimanakah pengaturan pertanggungjawaban pidana terkait malpraktek oleh bidan dan perwat yang ideal dimasa yang akan datang. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan memusatkan objek kajian pada Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, Undang-Undang Keperawatan, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hasil studi menunjukan bahwa adanya kekosongan norma mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tindakan malpraktek yang dilakukan oleh bidan dan perawat, sehingga diperlukan pengaturan mengenai malpraktek oleh oleh bidan dan perawat yang ideal di masa yang akan datang. Pengaturan mengenai malpraktek yang dilakukan oleh bidan dan perawat akan memberikan keselarasan dan harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Malpraktek, Bidan, Perawat
ABSTRACT
The aim of this study is to examinedcriminal liability related to malpractice carried out by midwives and nurses and how is the regulation of criminal liability related to malpractice by midwives and ideal nurses in the future. This study used normative legal research methods by focusing the object of study on the Law on Health Workers, Midwifery Law, Nursing Act, and Wetboek van Strafrecht.The results of the study show that there is a void of norms regarding criminal liability for acts of malpractice committed by midwives and nurses, so that regulation of malpractice by ideal midwives and nurses is needed in the future. Regulations regarding malpractice carried out by midwives and nurses will provide harmony and harmonization with the current laws and regulations.
Key Words: Criminal Liability, Malpractice, Midwife, Nurse
Penyediaan tenaga kesehatan di Indonesia merupakan cara untuk mendukung peningkatan taraf kesehatan masyarakat Indonesia sesuai dengan cita-cita bangsa.1Tenaga kesehatan meliputi
dokter (tenaga medis), bidan (tenaga kebidanan), dan perawat (tenaga keperawatan).Dalam melaksanakan tugasnya, dokter tentu tidak bisa bertugas seorang diri, dokter dibantu dengan adanya perawat.Keperawatan merupakan pemberi asuhan baik pada individu, kelompok ataupun masyarakat entah dalam keadaan sakit maupun sehat.Sedangkan perawat merupakan seseorang yang sudah menyelesaikan pendidikannya dibidang perawat, di dalam negeri maupun luar negeri yang sesuai dengan perundang-undangan.Diluar itu, ada juga pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan.Bidan yang diklasifikasikan kedalam kelompok tenaga kebidanan, merupakan perempuan yang telah tamat dalam pendidikan bidan sertatelah tercatat atau teregistrasi menurut perundang-undangan.Bidan bertugas sebagai pemberi pelayanan kesehatan pada masyarakat serta pemberian mutu kesehatan pada setiap ibu-ibu.2
Sebagai bagian dari tenaga kesehatan tidak menutup kemungkinan bidan dan perawat melakukan kesalahan baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaannya, dalam dunia medis lebih dikenal dengan sebutan “Malpraktek”. Salah satu contoh malpraktek yang terjadi di Indonesia yang dilakukan oleh bidan yaitu kasus seorang wanita di Sumatra Utara yang mengalami pembengkakan pada bokongnya setelah mendapatkan suntikan dari Bidan.3 Kasus malpraktek lain yang juga melibatkan perawat yaitu kasus meninggalnya seorang pasien di RS Sibolga usai disuntik oleh perawat.4Hingga kini kedua kasus tersebut masih dalam penelusuran lebih lanjut oleh kepolisian yang berwenang.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh korban malpraktek adalah sulitnya dalam membuktikan apakah benar telah terjadi malpraktek atau tidak, hal ini dikarenakan belum adanya aturan yang mengatur tentang malpraktek lebih rinci khususnya bagi bidan dan perawat.5 Beda halnya dengan dokter yang berada dibawah naungan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), apabila terdapat indikasi malpraktek yang dilakukan oleh dokter maka IDI melalui Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) akan melakukan investigasi awal apakah ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter. Hal tersebut dikarenakan IDI mempunyai dasar hukum yang jelas yang termuat dalam penjelasan Pasal 8 huruf f Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang membahas mengenai etika profesi. Sehingga, berdasarkan Pasal 8 huruf F tersebut, IDI sebagai organisasi resmi yang mewadahi dokter-dokter seluruh Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan apakah benar dokter yang bersangkutan melakukan malpraktek atau tidak sesuai dengan kode etik yang dimiliki oleh dokter. Jika memang benar dokter tersebut melakukan malpraktek maka IDI juga akan menjatuhkan sanksi kepada dokter tersebut. Sedangkan bidan yang berada dalam naungan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan perawat yang berada dalam naungan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), tidak memiliki dasar aturan
yang tegas baik dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, Undang-Undang Keperawatan, serta Wetboek van Strafrecht (KUHP), yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menindak bidan dan perawat yang diindikasi melakukan malpraktek terhadap. Sehingga dengan demikian menjadikannya sebagai norma kosong.
Terkait permasalahan malpraktek yang dilakukan bidan dan perawat, penulis terdorong untuk mengkaji lebih jauh mengenai pengaturan pertanggungjawaban pidana bidan dan perawat atas malpraktek yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, Undang-Undang Keperawatan, dan Wetboek van Strafrecht (KUHP).
-
1. Bagaimanakah pengaturan pertanggungjawaban pidana kepada bidan dan perawat yang melakukan malpraktek ditinjau melalui Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, dan Undang-Undang Keperawatan?
-
2. Bagaimanakahpengaturan pertanggungjawaban pidana terhadap tindakan malpraktek yang dilakukan oleh bidan dan perawat yang ideal dimasa yang akan datang?
Penulisan jurnal ini bertujuan untuk mengetahuipengaturan pertanggungjawaban pidana kepada bidan dan perawat yang melakukan malpraktek ditinjau melalui Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, dan Undang-Undang Keperawatan. Selain itu penulisan jurnal ini juga dimaksud untuk mengetahuipengaturan pertanggungjawaban pidana terhadap tindakan malpraktek yang dilakukan oleh bidan dan perawat yang ideal dimasa yang akan datang.
Metode penelitian dalam jurnal ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif.Penelitian hukum secara normatif merupakan penelitian hukum dengan menguraikan permasalahan yang terjadi dan mengaitkan dengan kajian teori hukum yang kemudian dihubungkan dengan aturan yang ada dan berlaku saat ini.6 Penggunaan metode penelitian hukum normatif yaitu berangkat dari adanya kekosongan norma atau yang disebut dengan rechvacum, yang dalam hal ini tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertanggungjawaban pidana bidan dan perawat yang melakukan malpraktek. Penulis menggunakan jenis pendekatan The Statue Approach (pendekatan perundang-undangan), Analitical and The Conseptual Approach (pendekatan analisis konsep hukum).7 Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan menempatkan Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, Undang-Undang Keperawatan, dan Wetboek van Strafrecht (KUHP) sebagai objek kajian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu menggunakan metoda kepustakaan (library research).Sumber-sumber literatur dikumpulkan dan dijadikan sebagai bahan rujukan dalam mengkaji permasalahan yang penuli teliti. Literatur berupa buku-buku serta jurnal-jurnal dipilih oleh penulis berdasarkan sumber-sumber yang kredibel dan relevan dengan topik yang penulis teliti. Demikian juga terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan tema penelitian ini juga menjadi bahan bacaan dan sumber rujukan oleh penulis.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3. 1. Pertanggungjawaban Pidana Kepada Bidan Dan Perawat Yang Melakukan Malpraktek Berdasarkan Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, Dan Undang-Undang Keperawatan
Dewasa ini perwujudan derajat kesehatan memegang pernanan penting dalam segala segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan dukungan bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan.Salah satunya dengan membuat hukum yang dapat mengatasi segala permasalahan yang berkaitan dengan dunia kesehatan.8Munculnya beragam kasus mengenai pelayanan kesehatan yang terjadi di tengah masyarakat menuai banyak kritikan dari masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan salah satunya mengenai malpraktek. Hal ini berdampak pada masyarakat yang tidak mau lagi menerima begitu saja pelayanan kesehatan yang dianggap kurang efisien yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat, akan tetapi masyarakat ingin menjalani bagaimana pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat itu harus dilakukan, dan bagaimana masyarakat harus bertindak sesuai dengan hak dan kepentingannya apabila suatu saat mereka menderita kerugian dari kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.9
Dalam pelaksanaan prakteknya, setiap tenaga kesehatan telah mempunyai kewenangannya masing-masing.Baik bidan maupun perawat kewenangannya tersebut telah secara tegas diatur dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan dan Undang-Undang Keperawatan.Tugas seorang Bidan dapat dilihat dari dua hal yaitu secara umum dan secara khusus.Secara umum bidan mempunyai tugas yaitu sebagai pemberi, pengelola, penyuluh dan konselor.Pendidik, pemberdayaan perempuan, dan sebagai peneliti.10 Selain tugas dan kewenangan secara umum, ada juga tugas dan kewenangan khusus yang dimiliki bidan, antara lain melakukan kontrol terhadap kehamilan, membantu persalinan, memberi bantuan masa nifas, bantuan kegawatdaruratan medis.11Seperti halnya dengan bidan, perawat dalam menjalankan tugasnya juga diatur dalam beberapa aturan. Berdasarkan Undang-Undang Keperawatan Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa tugas dan kewenangan perawat
adalah memberi asuhan, sebagai penyuluh dan konselor, mengelola pelayanan kesehatan, sebagai peneliti, pelaksana tugas dari hasil pelimpahan atau delegasi, serta pelaksana tugas karena kondisi tertentu. Perawat dalam menjalankan tindakan keperawatan harus sesuai dengan ketentuan kompetensi perawat yang telah ditetapkan selama proses pendidikan yang telah ditempuhnya. Fungsi perawat yang dulu dikatakan sebagai perpanjangan tangan dokter telah berubah menjadi pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai asuhan keperawatan.12
Dalam setiap aktivitasnya manusia pasti tidak akan luput dari suatu kesalahan, tidak terkecuali pada tenaga kesehatan yaitu bidan dan perawat. Bidan dan perawat dalam menjalankan tugasnya memberi tindakan medis, juga dapat melakukan malpraktek yang berdampak pada keselamatan pasien.Malpraktek yang dilakukan oleh bidan dan perawat dapat dipertanggungjawabkan secara pidana apabila ditemukan unsur kesalahan.Kesalahan ini adalah unsur yang bersifat subyektif dari tindak pidana.kesalahan didefinisikan sebagai keadaan batin dari pelaku yang melakukan tindak pidana dan mempunyai hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga pelaku tersebut dapat dicela atas perbuatan yang dilakukan. Unsur kesalahan dalam tindak pidana sangatlah penting, sehingga dari sinilah muncul adagium “tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld)”.Unsur kesalahan juga berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana dari pelaku kejahatan.
Dalam bahasa asingnya, pertanggungjawaban pidana disebut criminal liability atau criminal responbility.Pertanggungjawaban ini menganut asas culpabilitas (asas kesalahan), yang berdasarkan pada prinsip keseimbangan monodualistik antara asas culpabilitas yang mengacu pada nilai-nilai keadilan harus seimbang dan dipasangkan dengan asas legalitas yang mengacu pada nilai-nilai kepastian.13 Hukum pidana memberikan pengertian bahwa pertanggungjawaban itu bermakna setiap individu yang melanggar ketentuan hukum pidana maka wajib hukumnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang ia lakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga dalam arti lain setiap kesalahan akan dipertanggungjawabkan secara pidana sesuai dengan porsi kesalahan yang dilakukan. Kesalahan itu wajib memenuhi tiga unsur yaitu:
-
a. Kemampuan bertanggungjawab artinya dalam keadaan sehat jasmani.
-
b. Apakah perbuatan tersebut adalah bentuk kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa).
-
c. Tidak terdapat dalil-dalil pemaaf atau penghapus kesalahan.
Pertanggungjawaban pidana berkaitan juga dengan sifat melawan hukum (wederechtrlijkheid).Sifat melawan hukum akan menjadi dasar pertimbangan dalam memutuskan seseorang bersalah atau tidak. Terkait malpraktek yang dilakukan oleh bidan dan perawat, kesalahan yang terjadi bisa dikarenakan oleh kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa).Secara eksplisit makna mengenai kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa) tidak diatur secara spesifik dalam Wetboek van Strafrecht (KUHP).14Menurut MvT
kesengajaan adalah perbuatan yang telah dikehendaki oleh seseorang dan orang tersebut juga mengetahui akibat yang mungkin terjadi.Sedangkan berbeda dengan kesengajaan, kelalaian yaitu perbuatan dari seseorang yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa adanya niat terlebih dahulu.
Mengenai malpraktek yang terjadi di dunia kesehatan yang dilakukan oleh bidan dan perawat, belum ada aturan yang secara tegas mengatur mengenai hal tersebut.Bahkan dalam KUHP maupun Undang-Undang Khusus yang berkaitan dengan Kebidanan dan Keperawatan tidak ada aturan yang menjelaskan secara spesifik mengenai malpraktek maupun standar yang menentukan pada saat kapan seorang bidan dan perawat dikatakan melakukan malpraktek.Bahkan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menaungi bidan dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang menaungi perawat, juga tidak dapat memberikan penindakan terhadap bidan dan perawat yang diindikasi melakukan malpraktek selayaknya yang dilakukan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terhadap dokter. Hal ini dikarenakan dalam Undang-Undang Kebidanan maupun Undang-Undang Keperawatan tidak ada dasar hukum yang memberikan kewenangan terhadap IBI dan PPNI untuk melakukan pemeriksaan dan penindakan etika profesi terhadap bidan dan perawat apabila terjadi laporan malpraktek. Beda halnya dengan IDI yang berdasarkan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Praktek Kedokteran dapat melakukan pemeriksaan apabila ada laporan malpraktek yang dilakukan dokter.
Transaksi terapeutik sangat berkaitan erat dengan Malpraktek yang terjadi. Dalam transaksi terapeutik berisikan informed consent atau persetujuan dari pihak pasien ataupun keluarganya, terkait tindakan medis yang akan diberikan pada pasien kedepannya. Apabila dari tindakan medis yang dilakukan oleh bidan dan perawat tidak sesuai dengan informed consent yang diberikan oleh pasien maka itu adalah bentuk kesalahan.
Undang-Undang Tenaga Kesehatan sebagai aturan pokok dari tenaga kesehatan tidak memberi pengaturan yang spesifik mengenai Malpraktek dan juga tidak dijelaskan pada saat kondisi seperti apa tenaga kesehatan yang dalam hal ini bidan dan perawat dikatakan melakukan malpraktek. Dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan hanya menjelaskan apabila tenaga kesehatan melakukan kesalahan berupa kelalaian yang mengakibatkan pasien luka berat maka diancam pidana penjara maksimal 3 (tiga) tahun namun bila pasien mengalami kematian maka tenaga kesehatan diancam penjara maksimal 5 (lima) tahun.15Serta Undang-Undang ini juga menjelaskan mengenai ganti rugi yang harus didapat oleh pasien apabila terjadi kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Namun tetap saja dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan belum memberikan pengaturan khusus terkait malpraktek yang dilakukan oleh bidan dan perawat serta tidak memberikan penjelasan pada saat kondisi seperti apa tenaga kesehatan dalam hal ini bidan dan perawat dikatakan melakukan malpraktek. Sedangkan, apabila ditinjau berdasarkan Undang-Undang Kebidanan dan Undang-Undang Keperawatan, tidak satupun ditemukan pengaturan mengenai Malpraktek ataupun pengaturan mengenai etika profesi yang menjadi dasar IBI dan PPNI dapat melakukan penindakan terhadap bidan dan perawat yang melakukan malpraktek.
Berdasarkan hasil peninjauan terhadap Wetboek van Strafrecht (KUHP), KUHP juga tidak memuat penjelasan mengenai malpraktek namun lebih kepada tindak pidana karena kesalahan.Untuk memidanakan seseorang yang melakukan kesalahan dapat ditinjau dari dua hal, yaitu melalui delik dolus (kesengajaan) dan delik culpa
(kealpaan/kelalaian). Melalui perspektif delik dolus yang artinya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang didasarkan atas kesengajaan atau adanya niat dari si pelaku. Dalam rumusan di KUHP delik dolus diawali dengan kata “dengan sengaja”. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam KUHP dijelaskan bahwa bila seseorang melakukan suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan mengakibatkan orang lain meninggal dunia maka orang tersebut akan dikenakan sanksi pidana mati atau hukuman penjara seumur hidup, atau penjara maksimal dua puluh tahun.16
Apabila ditelisik melalui perspektif delik culpa yaitu melihat bagaimana tindak pidana yang terjadi dikarenakan tidak adanya kehati-hatian dari pelaku, yang menyebabkan orang lain terluka atau menyebabkan kematian pada orang lain. Dalam KUHP, perumusan mengenai delik ini biasanya diawali dengan kata “barangsiapa karena kealpaannya”. Menurut Simons, ada dua hal yang mempersyaratkan delik culpa yakni het gemis van voorzichtigheid (tidak adanya kehati-hatian) dan het gemis van de voorzienbaarheid van het gevolg (kurangnya perhatian pada akibat yang mungkin saja terjadi). Mengenai kelalaian, yang menjadi pertanyaan disini adalah seberapa jauh seseorang dituntut untuk bertingkah laku hati-hati? Tentu saja tuntutan kehati-hatian tenaga kesehatan tidaklah sama dengan tuntutan kehati-hatian asisten rumah tangga. Dengan demikian harus dijelaskan kasus demi kasus dan tidak dapat digeneralisasi mengukurnya dengan pengukuran yang normatif. Pada KUHP kita ketahui bahwa tindak pidana karena kelalaian diancam hukuman penjara maksimal lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.17 Sehingga dengan demikian, dapat dikatakan berdasarkan sumber-sumber hukum yang berasal dari Wetboek van Strafrecht (KUHP), Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Keperawatan, dan Undang-Undang Kebidanan belum adanya pengaturan yang tegas dan jelas terkait malpraktek yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, yang dalam hal ini adalah bidan dan perawat.
-
3. 2. Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindakan Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan Dan Perawat Yang Ideal Dimasa Yang Akan Datang
Upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia merupakan suatu perwujudan untuk dapat meningkatkan kemauan hidup derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam proses peningkatan pelayanan kesehatan di masyarakat, tentunya menghasilkan hak dan kewajiban yang dalam hal ini adalah antara pasien dengan bidan ataupun perawat.18 Kewajiban yang dilakukan oleh bidan ataupun perawat inilah yang juga terkadang akan menimbulkan suatu kelalaian yang menyebabkan kerugian hingga kematian terhadap pasiennya. Dalam dunia medis hal itu disebut dengan malpraktek medis.
Fenomena mengenai ketidakpuasan pasien terhadap kinerja tenaga kesehatan (bidan dan perawat) juga kerap kali terjadi.Media-media di Indonesia juga tak jarang melaporkan beberapa tindakan adanya dugaan malpraktek yang terjadi baik oleh bidan maupun perawat. Malpraktek yang terjadi juga tak jarang diselesaikan melalui proses
non litigasi.19 Proses non litigasi atau melalui mediasi juga bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan oleh korban dari dugaan malpraktek yang terjadi. Proses mediasi dalam hal malpraktek yang dilakukan oleh tenaga medis merupakan cara yang diutamakan oleh undang-undang. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang menyebutkan bahwa setiap kerugian yang ditimbulkan oleh tenaga kesehatan diselesaikan melalui mediasi.20
Sekalipun melalui proses mediasi, keadilan bagi korban malpraktek tetap masih sulit untuk diwujudkan. Pembuktian tindakan malpraktek yang dilakukan oleh tenaga medis yang dalam hal ini adalah bidan maupun perawat, akan terasa sulit untuk dilakukan. Kondisi ini diperparah lagi dengan keadaan dimana Indonesia belum memiliki aturan khusus yang mengatur tentang malpraktek tenaga medis.
Pengetahuan masyarakat mengenai malpraktek juga masih sangat minim.Dampak dari belum adanya aturan khusus yang mengatur malpraktek medis yaitu seringnya muncul anggapan dari masyarakat yang menyatakan bahwa setiap tindakan medis yang menimbulkan kerugian dapat tergolong sebagai tindakan malpraktek.Wetboek van Strafrecht (KUHP), Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, dan Undang-Undang Keperawatan tidak cukup memberikan penjelasan mengenai pengertian, isi, batasan-batasan malpraktek medis, serta sanksi-sanksinya. Selama ini malpraktek hanya bergantung pada sejauh mana orang memandangnya.
Penyelesaian kasus malpraktek yang dirasa sangat sulit sebenarnya bukanlah masalah yang hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan di negara lain juga hal serupa terjadi seperti misalnya Amerika Serikat. Amerika Serikat sebagai negara yang menganut sistem Common Law System juga masih menggunakan mediasi sebagai proses penyelesaian kasus malpraktek yang terjadi di negaranya. Profesor yang berasal dari University of Pennsyvania, Patricia M. Donzon juga memberikan pendapatnya bahwa banyak negara seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada, semakin merasa tidak puas dengan sistem hukum tradisionalnya, yang dalam hal ini dalam penyelesaian kelalaian medis yang terjadi.21
Hubungan antara tenaga medis (bidan dan perawat) terhadap pasiennya yang awalnya saling percaya dapat berubah menjadi hubungan yang saling curiga apabila permasalahan mengenai malpraktek tidak segera diatasi, utamanya terhadap pembentukan aturan khusus mengenai malpraktek. Sebagai negara yang menganut Civil Law System, yang selalu mengutamakan kepastian hukum dan berpedoman pada aturan hukum yang harus dikodifikasi ke dalam peraturan perundang-undangan, sudah seharusnya Indonesia memformulasikan aturan khusus yang membahas malpraktek bidan maupun perawat seperti halnya aturan yang telah dibuat untuk mengatasi permasalahan malpraktek oleh dokter. Pemerintah Indonesia telah memformulasikan pengaturan mengenai malpraktek yang dilakukan oleh dokter di Indonesia, hal ini bisa kita temukan dalam ketentuan Pasal 8 huruf f Undang-Undang
Praktek Kedokteran. Dengan adanya ketentuan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Praktek Kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia selaku organisasi resmi yang mewadahi seluruh dokter di Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap dokter apabila adanya laporan malpraktek yang terjadi. Tentu hal ini dapat sebagai cerminan bahwa bukan hanya dokter saja yang butuh pengaturan mengenai malpraktek namun bidan dan perawat juga butuh pengaturan untuk mengatasi permasalahan malpraktek yang terjadi.Formulasi mengenai malpraktek bidan maupun perawat tentu merupakan suatu perwujudan dari jaminan dan kepastian hukum bagi korban.Formulasi hukum yang membahas mengenai malpraktek juga dapat memberikan keselarasan dan harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan baik yang termuat dalam KUHP maupun undang-undang khusus yang membahas tentang tenaga kesehatan dalam hal ini bidan dan perawat.22
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik dua kesimpulan yakni :
-
1. Dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan dan Undang-Undang Keperawatan belum ada formulasi hukum terkait Pertanggungjawaban pidana bidan dan perawat yang melakukan malpraktek. Bahkan dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Kebidanan, dan Undang-Undang Keperawatan tidak memberikan dasar kepada IBI dan PPNI dalam melakukan penindakan kasus malpraktek yang terjadi seperti yang dilakukan oleh IDI terhadap dokter. Sedangkan Wetboek van Strafrecht (KUHP) hanya memberikan penjelasan untuk dapat memidanakan seseorang yang melakukan kesalahan ditinjau dari dua hal yaitu berdasarkan pada kesengajaan atau kelalaian. Kesengajaan harus didasarkan pada niat pelaku, sedangkan kelalaian didasarkan pada ketidak hati-hatian dari pelaku.
-
2. Munculnya permasalahan-permasalahan mengenai malpraktek yang terjadi baik yang dilakukan oleh bidan dan perawat, sudah barang tentu harus segera diatasi salah satunya dengan membentuk peraturan khusus yang membahas mengenai malpraktek medis. Dengan terciptanya aturan khusus tersebut akan menyamakan persepsi orang-orang pada pengertian, isi, batasan-batasan medis, hingga sanksi-sanksi kepada tenaga medis bila melakukan malpraktek. Sehingga tidak ada lagi penafsiran-penafsiran yang dapat merugikan salah satu pihak nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Afriko, Joni. "Hukum Kesehatan (Teori dan Aplikasinya)." (Bogor, In Media , 2016).
Arief, Barda Nawawi. “Masalah penegakan hukum dan kebijakan penanggulangan kejahatan”. (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001).
Jurnal:
Akhmaddhian, Suwari. "Analisis Pertanggungjawaban Tenaga Medis yang melakukan Tindak Pidana Malpraktek menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan." UNIFIKASI: Jurnal Ilmu Hukum 1, no. 1 (2015): 34-49.
Amalia Taufani. “TINJAUAN YURIDIS MALPRAKTEK MEDIS DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA.”Skripsi Sarjana. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (2011). diakses dari
https://eprints.uns.ac.id/2230/1/207721811201102511.pdf,tanggal 11 Desember
2019 jam 20.00.
Ernika, Kadek Riska, and Komang Pradnyana Sudibya. "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA SEORANG DOKTER DALAM KASUS MALPRAKTEK." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, no. 12 (2018): 1-16.
Isliko, Firdalia Emyta Nurdiana. Swardhana, Gde Made; Putra, I Made Walesa. “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TENAGA MEDIS YANG MELAKUKAN MALPRAKTIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN”. Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum 7, no.2 (2018): 1-5.
Kumala Dewi, Gst Agung Chandra. Resen, Made Gde Subha Karma. “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DOKTER SERTA DASAR ALASAN PENIADAAN PIDANA MALPRAKTEK MEDIS”. Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum, 7, no 5 (2018): 1-15.
Nuryuniarti, Rissa. "PERTANGGUNGJAWABAN BIDAN DALAM PEMBERIAN SUNTIKAN OKSITOSIN PADA IBU BERSALIN NORMAL DI BPS YANG MENGAKIBATKAN PERDARAHAN MENURUT PASAL 23 UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN." Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 5, no. 1 (2017): 25-27.
Putra, Ngurah Nandha Rama, and I. Gusti Ngurah Dharma Laksana. "ASPEK YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN TINDAKAN MALPRAKTEK MEDIS." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 9, no. 3 (2020): 1-16.
Setiani, Baiq. "Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Hal Pemenuhan Kewajiban dan Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan." Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia 8, no. 04 (2018): 497-507.
Sitio, Eriska Kurniati, AA Ngurah Wirasila, and Sagung Putri ME Purwani."Hukum Pidana Dan Undang-Undang Praktek Kedokteran Dalam Penanganan Malpraktek." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 6, no 2 (2017): 1-15.
Sukarya, Febyanca, and I. Made Dedy Priyanto. "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN OBAT DUMOLID DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 9, no. 2 (2020): 1-15.
Sulistyani, Venny, dan Zulhasmar Syamsu. "PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA SEORANG DOKTER DALAM KASUS MALPRAKTEK MEDIS." Lex Jurnalica 12, no. 2 (2015): 147-455.
Tallupadang, Edita Diana, Yovita Indrayati, and Djoko Widyarto JS. "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA PERAWAT YANG MELAKUKAN TINDAKAN MEDIK DALAM RANGKA MENJALANKAN TUGAS PEMERINTAH TERUTAMA DIKAITKAN DENGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR. 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERA." SOEPRA: Jurnal Hukum Kesehatan 2, no. 1 (2016): 17-29.
Turingsih, RA Antari Inaka. "Tanggung Jawab Keperdataan Bidan dalam Pelayanan Kesehatan." Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 24, no. 2 (2012): 267-274.
Website:
Jpnn.Com, “Disuntik Bidan, Bokong Adalia Malah Bengkak Sebesar Semangka”, <Https://Www.Jpnn.Com/News/Disuntik-Bidan-Bokong-Adalia-Malah-Bengkak-Sebesar-Semangka> (diakses pada 11 Desember 2019 jam 23.49).
Somat Hutabarat Abdi, “Pasien Meninggal Usai Disuntik Perawat Ini Penjelasan Rs Di Sibolga”, <Https://News.Detik.Com/Berita/D-4598347/Pasien-Meninggal-Usai-Disuntik-Perawat-Ini-Penjelasan-Rs-Di-Sibolga> (diakses pada 11 Desember 2019 jam 23.49).
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.
Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 7 Tahun 2020, hlm. 1-11.
Discussion and feedback