PENGATURAN PEMBINAAN NARAPIDANA RESIDIVIS

TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR

Oleh:

I Made Aditya Prabawa∗∗

I Wayan Suardana∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Udayana

ABSTRAK

Anak adalah anugerah yang diberikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sepatutnya dipelihara, diberikan pembinaan dan bimbingan. Kehidupan sosial masyarakat saat ini tidak sedikit fenomena mengenai pemidanaan anak, meskipun ada upaya diversi namun hal ini tidak; berlaku bagi anak yang sudah menjadi residivis. Berdasarkan pernyataan ini maka penulis tertarik mengajukan beberapa permasalahan diantaranya bagaimakah pengaturan yang mengatur mengenai pembinaan narapidana residivis anak; di bawah umur dan Bagaimanakah pembinaan narapidana residivis anak di bawah umur dan bagaimanakah pembinaan narapidana terhadap residivis anak di bawah umur berdasarkan UU No 12 Tahun 1995 dan PP No 31 Tahun 1999. Tujuan dari tulisan ini untuk mengetahui pengaturan yang mengatur dan bentuk pembinaan narapidana residivis anak di bawah umur sehingga dalam hal ini menggunakan penelitian hukum; normatif. Pengaturan pembinaan narapidana residivis anak di bawah umur telah ada beberapa ketentuan yang mengatur yaitu UU No 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak, UU No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan dan PP No 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, berdasarkan bentuk pembinaan yang diatur pada UU No 12 Tahun 1995 dan PP No 31 Tahun 1999 tentunya bentuk pembinaan itu dapat menciptakan narapidana anak yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia serta kerampilan. Bentuk

Jurnal ilmiah ini ditulis di luar ringkasan skripsi.

∗∗ I Made Aditya Prabawa adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespodensi : [email protected].

∗∗∗ I Wayan Suardana adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.

pemidanaan yang ada di dalam Lembaga pemasyarakatan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian, tujuannya untuk mengubah watak dan mental bagi narapidana anak serta pemberian bekal bakat dan keterampilan bagi narapidana anak agar nantinya dapat terbuka akan segala perubahan ke arah yang lebih baik dan kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang mandiri, bebas dan bertanggung jawab.

Kata kunci : Pembinaan, Residivis, Anak.

ABSTRACT

Children are gifts given to Allah SWT that must be cared for, given guidance and guidance. Today's social life is not some phenomenon about child punishment, while there is discussion about diversion but it is not; applies to children who have become recidivists. Based on this agreement, questions arose regarding the coverage of the release of child recidivist inmates; minors and discuss prisoners' guidelines for the minors' residuals and how the development of detainees towards the minors' residency under Law No. 12 of 1995 and PP No. 31 of 1999. underage so in this case use legal research; normative. Arrangements for guiding minors to recidivists have a number of provisions contained in Law no. 11 of 2012 concerning the juvenile justice system, Law no. 12 of 1995 concerning correctional problems and PP No. 31 of 1999 concerning fostering and fostering detainees, as well as fostering Law Regulation Number 12 of 1995 and PP No. 31 of 1999 concerning forms of formation that can produce child convicts who have religious spiritual strength, character and noble skills. The form of criminal penalties in correctional institutions is raising awareness and fostering independence which is intended to change the character and mentality of children inmates who are supported by the provision of talent and assistance for child inmates who will be used to change direction. independent, free and responsible society.

Keywords: Coaching, Recidivists, Children.

  • I.   Pendahuluan

    • 1.1 .  Latar belakang

Anak adalah anugrah yang diberikan kepada tuhan yang maha esa sudah sepatutnya dipelihara, diberikan pembinaan dan bimbingan hingga tumbuh menjadi sosok dewasa serta berkembang dan beradaptasi nantinya di lingkungan sekitar. Generasi penerus bangsa ini yang akan menjadi cikal bakal

penerus bangsa ke depan yang seharusnya dilindungi oleh negara seperti makna yang terkandung pada pasal 28B ayat 2 dalam UUD 1945 yang bahwasanya; anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta berhak atas kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan tumbuh nantinya di dalam lingkungan masyarakat.

Anak yang dalam tahap mencari sebuah jati diri dan emosional ini kadang malah terpengaruh; dengan adanya situasi dan kondisi di dalam lingkungan sekitar,; sehingga jika dalam lingkungan sekitarnya itu buruk maka dapat; dengan cepat terpengaruh hal-hal yang buruk dan dapat memicu terjadinya tindakan yang melanggar hukum. Tidak sedikit dari ;tindakan mereka tersebut akhirnya menyeret mereka berurusan dengan aparat penegak hukum.; Walaupun demikian, anak yang berhadapan maupun melanggar hukum tidaklah; layak untuk dihukum hingga kemudian dimasukkan dalam penjara namun apabila anak tersebut ikut serta melakukan suatu kejahatan yang mengancam matinya nyawa orang lain apakah cukup dikatakan tidak layak dihukum? Inilah yang masih dipertanyakan mengapa hanya rehabilitasi saja namun tidak ada suatu tindakan maupun sanksi lain terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana.;

Tak jarang kasus tindak pidana yang dilakukan; oleh anak banyak terjadi di jaman milenial ini, apalagi isu tentang anak yang berhadapan dengan hukum.;seperti halnya kasus di malang bahwa bocah yang berumur 15 tahun melakukan residivis “Sebelum kami amankan karena terbukti melakukan aksi pencurian ayam dan percobaan pencurian makanan milik pamannya, tersangka DS ini sudah sering ketahuan mencuri. Terakhir pada pertengahan 2018 lalu, DS pernah dipenjara karena kasus pencurian bor listrik,” kata Kanit UPPA (Unit Pelayanan

Perempuan dan Anak) Satreskrim Polres Malang, Ipda Yulistiana Sri Iriana, Jumat (13/9/2019). selain itu juga bocah tersebut melancarkan aksi mencuri sepeda motor milik warga sekitar di area persawahan dengan berdalih kekurangan uang saku untuk membeli makanan dan rokok. bocah ini telah melakukan pengulangan tindak pidana karena pengaruh di lingkungan sekitar sehingga perlunya pembinaan baik dari penegak hukum maupun keluarga.1

Latar belakang seorang anak melakukan tindak pidana secara sosiologis adalah karena perkembangan dari anak tersebut baik dari segi lingkungan dan pemikiran. Sebagaimana yang telah ada dalam hukum positif Indonesia bahwasanya peraturan perundang-undangan hukum pidana di indonesia memberikan pengertian perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana anak yaitu setiap perbuatan pelanggaran maupun berupa kejahatan. Bahkan tidak hanya perbuatan yang diatur dalam undang-undang peradilan anak saja, melainkan juga perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang lain yang tentunya menjadi peraturan yang hidup di dalam masyarakat .2;

Hakikatnya tempat pertama dalam pembentukan karakter diri anak yang utama adalah dalam keluarga yang terdiri dari pembinaan mental dan pembentukan kepbribadian di lingkungan yang mana hal itu dapat di lakukan penyempurnaan di sekolah dan di lingkungan yang dapat membawa dampak positif, pada dasarnya orang tua tetap menjadi hal yang penting dan berperan dalam pengawasan dan kontrol dari anak.

Berbicara mengenai hal diatas tersebut tentang anak yang melakukan tindak pidana jadi tentu saja akan berlanjut ke dalam sistem pemidanaannya, pemidanaan ini biasa disebut dengan pemberian atau penjatuhan pidana oleh undang-undang (hukum positif) Indonesia dalam hal sanksi yaitu sanksi hukum pidana. Berdasarkan latar belakang ini, merumuskan masalah-masalah yang sekiranya sangat hangat diperbincangkan akhir-akhir ini yaitu tindakan residivis yang ;dilakukan anak di bawah umur. Anak yang terjerumus kedalam kasus tindak pidana, apalagi yang di bawah umur jumlahnya tidak sedikit, anak yang berhadapan dengan hukum sangat diperlukan payung hukum. kasus anak yang melakukan pengulangan tindak pidana dilakukannya baik dari rehabilitasi dan setelah kembali di masyarakat kembali terjerumus dalam kasus tindak pidana yang dimana sejak ini belum adanya pengaturan hukum yang mengatur tentang permasalahan seorang anak yang melakukan pengulangan tindak pidana, apalagi adanya pernyataan dari UU SPPA yang merupakan perlindungan ;hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan yang mengatur mengenai pembinaan narapidana residivis anak di bawah umur?

  • 2.     Bagaimanakah pembinaan narapidana terhadap residivis

anak di bawah umur berdasarkan Undang-undang No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan   dan    Pembimbingan   Warga   Binaan

Pemasyarakatan?

  • 1.3    Tujuan penulisan :

  • 1.    Untuk mengetahui pengaturan pembinaan narapidana terhadap residivis anak;di bawah umur.

  • 2.    Untuk mengetahui pembinaan narapidana residivis anak di; bawah umur berdasarkan Undang-undang No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

  • II.    ISI MAKALAH

  • 1.1    Metode Penelitian

Dalam penulisan jurnal ini, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Peter Mahmud Marzuki; merumuskan peneletian hukum adalah sebagai suatu proses untuk menemukan aturan hukum maupun doktrin-doktrin; hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian normatif merupakan studi pustaka yang dimana memerlukan bahan-bahan seperti buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen-dokumen lainnya. Penelitian dilakukan untuk menghasilkan; argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Teknik analisis dalam jurnal ini menggunakan Teknik deskripsi, berarti Teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaany. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum.3

  • 1.2    Hasil dan Analisis

    1.2.1    Pengaturan Pembinaan Narapidana Residivis yang Dilakukan Anak di Bawah Umur

Seringkali dewasa ini mendengar kata tindak pidana yang

akhir-akhir ini banyak dilakukan baik dari kalangan muda hingga dewasa dan tidak asing di dengar lagi bahwasanya pelaku dari tindak pidana; tersebut merupakan anak yang di bawah umur yang belum memahami ataupun cakap hukum. Tindak pidana merupakan perbuatan yang dirumuskan; dalam perundang-undangan pidana sebagai perbuatan yang ;dilarang. Perbuatan dapat di kenakkan sanksi pidana apabila orang tersebut melakukan perbuatan dengan kesalahan.4

Recidive dalam kamus; hukum diartikan sebagai ulangan kejahatan, kejadian bahwa seseorang yang pernah di hukum karena melakukan suatu; kejahatan, melakukan lagi suatu kejahatan.5 Terjadinya residivis jika seseorang telah melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi; pidana dengan suatu putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum yang tetap, kemudian dia kembali lagi melakukan suatu tindak; pidana. Setiap orang yang telah melakukan tindak pidana dan telah di jatuhi suatu pidana, dan setelah menjalani bimbingan, pembinaan dan pendidikan tertentu di dalam suatu lembaga; pemasyarakatan, dalam hal ini agar menjadi orang yang baik dan berguna kemudian kembali lagi ke ;masyarakat tetapi pada saat kemudian orang tersebut kembali melakukan suatu tindak pidana. Pernyataan ini di lihat dari perspektif masyarakat yang memberikan arti recidive.

Berikut beberapa ketentuan yang mengatur mengenai pengaturan pembinaan bagi anak yang melakukan residivis atau pengulangan tindak pidana yaitu :

  • a.    Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak :

Pasal 5 ayat (1) : “Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif”. Dari ketentuan pasal 5 ini keadilan restorative harus mengedepankan atau mengutamakan yaitu pembinaan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, yang salah satunya pada pasal 5 ayat (2) huruf C : “Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan”.

Jadi pada UU No 11 tahun 2012 ini mengatur mengenai sistem peradilan pidana anak yang dimana dalam hal ini menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan bagi anak yang berkonflik dengan hukum sehingga lebih mengedepankan keadilan restorative justice dan diversi terhadap narapidana anak. Dalam substansi yang diatur dalam Undang-Undang ini juga yaitu mengenai penempatan Anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) tujuannya agar anak dapat bersikap dan berperilaku baik dan kemudian kembali ke dalam lingkungan social secara wajar. Oleh karena itu, sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut.

Khusus mengenai sanksi terhadap Anak ditentukan berdasarkan perbedaan umur Anak, yaitu bagi Anak yang masih berumur kurang dari 12 (dua belas) tahun hanya dikenai tindakan, sedangkan bagi Anak yang telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dapat dijatuhi tindakan dan pidana, seperti halnya yang disebutkan dalam Pasal 69 ayat (1) bahwa “Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam UndangUndang ini. (2) Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.”

Mengingat ciri dan sifat yang khas pada Anak dan demi pelindungan terhadap Anak, perkara Anak yang berhadapan dengan hukum wajib disidangkan di pengadilan pidana Anak yang berada di lingkungan peradilan umum. Proses peradilan perkara Anak sejak ditangkap, ditahan, dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah Anak. Namun, sebelum masuk proses peradilan, para penegak hukum, keluarga, dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur pengadilan, yakni melalui Diversi berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.

  • b.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan

Pada pasal 1 angka 8 menyebutkan Anak Didik

Pemasyarakatan adalah :

  • a.    Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

  • b.    Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

  • c.    Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Pasal 14 ayat (1) Narapidana berhak :

(a).Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; (b).Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; (c).Mendapatkan pendidikan dan pengajaran; (d).Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; (e).Menyampaikan

keluhan; (f).Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; (g).Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; (h).Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; (i).Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); (j).Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; (k).Mendapatkan pembebasan bersyarat; (l).Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan (m).Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22 ayat (1) : “Anak Pidana memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 kecuali huruf g”.

Pasal 29 ayat (1) : “Anak Negara memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, kecuali huruf g dan I”.

Pasal 36 ayat (1 :) “Anak Sipil memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, kecuali huruf g, i, k, dan huruf l”.

Jadi, dalam pemidanaan seperti pranata pidana bersyarat (Pasal 14a KUHP), pelepasan bersyarat (Pasal 15 KUHP), dan pranata khusus penuntutan serta penghukuman terhadap anak (Pasal 45, 46, dan 47 KUHP), namun pada dasarnya sifat pemidanaan masih bertolak dari asas dan sistem pemenjaraan, sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara bagi Narapidana dan rumah pendidikan negara bagi anak yang bersalah.

upaya untuk menyadarkan Narapidana atau Anak Pidana agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai. Anak yang

bersalah pembinaannya ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak.

  • c.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (Pp) Nomor 31 Tahun 1999  (31/1999) Tentang Pembinaan Dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

pada ketentuan Pasal 13 : “Anak Didik Pemasyarakatan terdiri

dari:

  • a.    Anak Pidana;

  • b.    Anak Negara; dan

  • c.    Anak Sipil

kemudian pada Pasal 14 :

  • (1)    Kepala LAPAS Anak wajib melaksanakan pembinaan Anak

Didik Pemasyarakatan.

  • (2)    Dalam    melaksanakan    pembinaan    Anak    Didik

Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepala LAPAS  Anak wajib  mengadakan perencanaan,

pelaksanaan, dan pengendalian atas kegiatan program pembinaan.

  • (3)    Kegiatan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat diarahkan pada kemampuan Anak Didik Pemasyarakatan untuk berintegrasi secara sehat dengan masyarakat.

Jadi dalam PP ini merupakan suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahannya yang terkhususnya pada anak yang masih di bawah umur tetap dilakukan maupun di upayakan pembinaan dan pembimbingan di LAPAS anak.

  • 2.2.2 Pembinaan Narapidana terhadap Residivis Anak di Bawah Umur berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Pembinaan atau bimbingan merupakan sarana yang mendukung keberhasilan Negara menjadikan narapidana menjadi anggota masyarakat. lembaga pemasyarakatan anak berperan dalam pembinaan narapidana, yang memperlakukan narapidana agar menjadi lebih baik. Dalam hal ini yang perlu dibina yaitu pribadi narapidana, membangkitkan rasa harga diri dan mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat. sehingga potensial menjadi manusia yang berpribadi dan bermoral tinggi.6 Pembinaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana di Lembaga Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas-asas pembinaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu :7

  • a.    Asas Pengayoman

  • b.    Asas Persamaan Perlakuan dan Pelayanan

  • c.    Asas Pendidikan

  • d.    Asas Pembinaan

  • e.    Asas Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia

  • f.    Asas Kehilangan Kemerdekaan Satu-satunya Penderitaan

  • g.    Asas Berhubungan dengan Keluarga atau Orang-orang Tertentu

Model pembinaan bagi narapidana berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pembinaan yang berbasis pendidikan layak anak, sejalan dengan arti pendidikan sendiri yaitu pembinaan yang berusaha menciptakan anak didik pemasyarakatan yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukaan dirinya, yang akan berdampak baik bagi masyarakat, bangsa dan negara. Bentuk Pembinaan yang terdapat dalam UU ini yaitu terdapat dalam pasal 3 diantaranya yang berkaitan dengan :

  • a.    ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

  • b.    kesadaran berbangsa dan bernegara

  • c.    intelektual

  • d.    sikap dan perilaku

  • e.    kesehatan jasmani dan rohani f. kesadaran hukum

  • g.    reintegrasi sehat dengan masyarakat

  • h.    keterampilan kerja dan

  • i.    latihan kerja dan produksi

Pembinaan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan selain yang terdapat pada ketentuan Undang-undang, bentuk pembinaan yang ada dalam Lembaga pemasyarakatan harus diperlakukan sama dan tidak ada program pembinaan mengkhusus bagi narapidana yang lainnya. Bentuk pembinaan bagi narapidana di Lembaga pemasyarakatan itu seperti halnya : 1. Pembinaan Kepribadian

Pembinaan kepribadian dalam Lembaga Pemasyarakatan dalam hal ini bertujuan untuk mengubah watak dan mental bagi narapidana anak tersebut sehingga kedepannya mereka

lebih dapat terbuka akan segala perubahan kearah yang lebih baik. Pembinaan dibidang ini dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan, yang bertujuan  pokok agar dapat diterima kembali  oleh

masyarakat luas. Pembinaan kepribadian yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

  • a.    Pembinaan Mental Kepribadian

  • b.    Pembinaan Fisik, yang meliputi

  • c.    Pembinaan Intelektual

  • 2.    Pembinaan Kemandirian

Pembinaan kemandirian merupakan salah satu pendidikan yang diarahkan pada pemberian bekal bakat dan keterampilan bagi narapidana. Pembinaan kemandirian ini dilakukan agar nantinya dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang mandiri, bebas dan bertanggung jawab. Pendidikan kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai berikut :

  • a.    Kegiatan melukis

  • b.    Kegiatan kerajinan perak

  • c.    Kegiatan komputer design Grafis dan Microsoft Office

  • d.   Kegiatan pertamanan

  • e.    Kegiatan menjahit

  • f.    Kegiatan peternakan dan pertanian

  • g.    Kegiatan pangkas rambut

  • h.    Kegiatan sablon kaos.8

  • II I. PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Kesimpulan dari permasalahan yang telah; dibahas di dalam jurnal ini, dapat penulis simpulkan sebagai berikut :

  • 1.    Pengaturan hukum yang mengatur mengenai pembinaan narapidana residivis anak;di bawah umur diatur pada beberapa peraturan perundang-undangan yaitu; Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yaitu Pasal 5 ayat (1) dan (2), dan Pasal 21 ayat 1 huruf B, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yaitu Pada pasal 1 angka 8, Pasal 14 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 36 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (Pp) Nomor 31 Tahun 1999 (31/1999) Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyaraka

tan yaitu pada ketentuan Pasal 13 dan pasal 14.

  • 2.    Bentuk pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan bagi narapidana anak yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian yang dimana dalam hal itu untuk merubah sikap dan perilaku narapidana. Bahwa dari pembinaan serta bimbingan yang di dapat dalam Lembaga pemasyarakatan dapat membangkitkan rasa harga diri dan mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Tentang pengaturan hukum mengenai;   pembinaan

narapidana residivis anak di bawah umur sebaiknya perlu di tingkatkan kembali mengenai program pembinaan dan bimbingan terhadap anak yang residivis dan pengaturan yang

khusus bagi narapidana residivis anak karena apabila anak tersebut melakukan residivis berarti kurangnya efek jera bagi anak tersebut.

  • 2.    Dalam upaya memberikan perlindungan maksimal kepada anak karena anak merupakan; generasi penerus bangsa, maka perlu adanya upaya evaluasi terhadap ketentuan yang ada, yang menutup kemungkinan diversi bagi residivis anak. Hal lebih urgen dilakukan sebenarnya bukan pemidanaan akan tetapi bagaimana pembuat kebijakan melihat ini sebagai bentuk kurangnya pembinaan terhadap anak yang sudah pernah melakukan tindak; pidana.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1976, “Loka Karya Evaluasi Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak ”. Bina Cipta: Bandung.

Mertha I Ketut, 2016, Buku Ajar Hukum Pidana, Fakultas Hukum UNUD, Denpasar.

Fakultas Hukum, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

Sambas Nandang, 2010, “Pembaruan Sistem Pemidanan Anak di Indonesia”, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Saraswati Rika, 2015, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Subekti, 2002, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta.

Siregar Bismar, 1983, Berbagai Segi Hukum dan perkembangannya dalam Masyarakat, Alumni, Bandung.

Jurnal Ilmiah:

Desi Widiastuti, 2019, Pertanggungjawaban Pidana Anak Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak, Jurnal Mahasiswa UNSRI, Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

Fenti Cahniya, 2018, Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tondak Pidana Secara Berulang (Residivis), Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kiddy Krsna, 2019, Penjatuhan Sanksi Disiplin Terhadap Warga Binaan Yang Melakukan Perkelahian Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas Ii A Kerobokan, Skripsi Fakultas

Hukum Universitas Udayana, Desember 2019, Denpasar.

Undang-undang:

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (Pp) Nomor 31 Tahun 1999 (31/1999) Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan

Warga Binaan Pemasyarakatan

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153 Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5332)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

17