PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI KOTA SINGARAJA (STUDI DI POLRES BULELENG)
on
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA
PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI KOTA SINGARAJA (STUDI DI POLRES BULELENG)*
Oleh:
Ketut Adi Riantara, Email : adiriantara@gmail.com ,. Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali**
I Wayan Suardana, SH.,MH. Email : suardana.wayan57@yahoo.com ,. Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali***
ABSTRAK
Minuman beralkohol atau yang disingkat minol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke sejumlah kalangan saja, umumnya orangorang yang telah melewati batas usia tertentu. Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan efek samping ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk. Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji upaya Kepolisian dalam menanggulangi peredaran minuman beralkohol di kota Singaraja serta faktor yang menjadi pendukung dan penghambat penegakan hukum tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian lapangan (field research), penelitian dilaksanakan di Polres Buleleng. Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis empiris, karena mendekati masalah dari peraturan yang berlaku dan kenyataan yang ada di masyarakat. hasil dari penelitian ini Ada 3 (tiga) upaya aparat kepolisian dalam menanggulangi peredaran minuman beralkohol, yaitu : Upaya Preentif, upaya preventif dan upaya represif dalam hal tersebut aparat kepolisian memiliki 3 (tiga) faktor pendukung, yaitu : faktor substansi hukum, faktor informan, faktor Tokoh masyarakat. dan 4 (empat) faktor penghambat, yaitu : faktor sumber daya manusia penyidik Polri, faktor sarana dan prasarana penegak hukum, faktor masyarakat, dan faktor budaya masyarakat.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Tindak Pidana, Peredaran minuman beralkohol
ABSTRACT
Alcoholic drinks or abbreviated to Minol are drinks that contain ethanol. Ethanol is a psychoactive substance and its consumption causes loss of consciousness. In many countries, sales of alcoholic beverages are limited to a limited number of people, generally people who have passed a certain age limit. When consumed in excessive amounts, alcoholic drinks can cause side effects of organic mental disorders (GMOs), which are disturbances in the function of thinking, feeling, and behaving. The emergence of GMOs is caused by the direct reaction of alcohol in central nerve cells. Because of the addictive nature of alcohol, people who drink it over time without consciously will increase the dose / dose to the dose of poisoning or intoxication. Those affected by GMOs usually experience changes in behavior, such as wanting to fight or commit other acts of violence, unable to assess reality, disrupted their social functions, and interrupted their work. This study aims to examine the efforts of the Police in tackling the circulation of alcoholic beverages in the city of Singaraja as well as the factors that support and hinder the enforcement of the law. The research method used was the field research method, the research was carried out at the Buleleng Police Station. This type of research in this paper is empirical juridical research, because it approaches the problem of applicable regulations and the reality that exists in society. the results of this study There are 3 (three) efforts of the police in overcoming the circulation of alcoholic drinks, namely: Preventive efforts, preventive efforts and repressive efforts in this case the police officers have 3 (three) supporting factors, namely: legal substance factors, informant factors, community figure factor. and 4 (four) inhibiting factors, namely: human resource factors of the National Police investigator, factors of law enforcement facilities and infrastructure, community factors, and community cultural factors.
Keywords : Law Enforcement, Criminal Acts, Distribution of alcoholic drinks
1.
Pendahuluan
Suatu negara yang sejahtera dan baik memerlukan kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyrakatnya, masyrakat memiliki peran dalam mewujudkan cita-cita negara baik pembangunan nasional maupun internasional. Dengan kerjasama yang dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat maka tujuan dan target pembangunan nasional maupun internasional akan segera tercapai sehingga kedepannya dapat terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera. Bangsa yang sejahtera kerap menghadapi berbagai masalah baik dari luar maupun dalam. Dampak positif atau baik dari pembangunan nasional dan internasional yaitu terwujudnya peningkatan kemakmuran dan kesejahtraan rakyat bangsa Indonesia, dan dampak negatif atau buruknya merupakan meningkatnya kriminalitas yang bermacam-macam, hal tersebut memiliki pengaruh terhadap kelancaran serta keberhasilan pembangunan. Salah satunya dampak negatif yang sering terjadi dalam masyarakat atau sebuah bangsa yakni masalah terhadap minuman keras yang dijual oplosan yang sangat sering dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyrakat luas. Mengkonsumsi minuman beralkohol yang berlebihan memiliki dampak yang dapat merugikan baik pada diri sendiri maupun merugikan orang lain seperti balapan atau kebut-kebutan di jalan-jalan raya yang dapat mengganggu ketertiban lalu lintas, membuat kekacauan dan keributan, serta mengganggu ketentraman masyarakat lainnya.1 Hal tersebut disebabkan karena mengkonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan sehingga membuat kehilangan kontrol diri.
Bali merupakan salah satu provinsi yang memiliki pendapatan daerah yang sebagian besar berasal dari sektor pariwisata, maka sebagai daerah pariwisata yang menekankan pada dunia hiburan yang banyak di kunjungi wisatawan asing maupun wisatawan domestic tidak lepas dari yang namanya minuman beralkohol, minuman beralkohol dalam dunia pariwisata merupakan barang dagangan yang memiliki nilai ekonomi yang cukup menjanjikan bagi beberapa masyarakat di Bali, hal tersebut membuat minuman beralkohol sangat mudah ditemukan di warung-warung kecil, hingga toko-toko besar di Bali, salah satu daerah yang berada di utara pulau Bali yaitu Buleleng merupakan salah satu daerah penghasil minuman-minuman beralkohol, baik untuk diproduksi maupun diperdagangkan, ada beberapa produk minuman beralkohol seperti arak beras dan wine yang diproduksi dari buah anggur lokal yang menjadi brand atau merek lokal di Buleleng.2
Dibalik hal tersebut Buleleng merupakan daerah yang rawan terjadi konflik sosial, sentimen antar orang dangan orang, atau orang dengan
masyarakat yang dimana penyebab tersebut seringkali dipicu dari mengkonsumsi minum-minuman beralkohol. Kandungan alkohol yang tinggi pada minuman jenis arak memudahkan orang-orang yang mengkonsumsinya menjadi mabuk dan tak sadarkan diri hingga dapat memicu tindakan kriminalitas.
Razia minuman beralkohol yang dilakukan oleh Polres Buleleng sebagai upaya pencegahan dari gangguan ketertiban sosial masih sangat banyak ditemukannya peredaran minuman beralkohol, Polres Buleleng telah menyita kurang lebih 150 liter arak dalam jerigen yang dimana arak tersebut tanpa adanya izin edar dan tanpa pengemasan yang layak, pelaku tersebut sudah ditindak lanjuti di Pengadilan Negeri Singaraja. Namun dari sekian razia-razia yang dilakukan oleh Polres Buleleng tersebut tidak juga menghentikan permasalahan atau mengurangi peredaran minuman beralkohol ilegal, terdapat kasus kematian di Buleleng yang di akibatkan karena mengkonsumsi minuman beralkohol terjadi pada bulan Maret 2004, 7 (tujuh) orang dinyatakan meninggal dunia akibat mengkonsumsi minum beralkohol tidak bermerek, BPOM Denpasar menyebutkan hasil uji sampel minuman beralkohol tersebut positif mengandung metanol. Ada pun kasus serupa yang kembali terjadi di awal tahun 2014, 3 orang dinyatakan meninggal dunia akibat mengkonsumsi minuman beralkohol, dan 4 orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Buleleng
Setiap pelaku usaha minuman beralkohol yang mengedarkan minuman beralkohol impor atau lokal pabrikan wajib mengemas minuman tersebut, menggunakan label edar dan pita cukai, bagi koperasi serta kelompok usaha yang mengedarkan minuman beralkohol tradisional wajib mengemas dan menggunakan label edar, untuk penjual minuman beralkohol juga wajib memiliki SIUP, SIUP MB atau SIUP MBT hal tersebut diatur dalam Peraturan Daerah Bali nomer 5 Tahun 2012 tentang Pengendalian peredaran minuman beralkohol. Namun faktanya Buleleng, syarat administratif yang bersanksi pidana ini belum terlaksana dengan maksimal, bahkan masih terdapat beberapa minuman beralkohol seperti arak tradisional dijual tanpa izin apapun.
Seiring berjalannya waktu minuman beralkohol seringkali memicu terjadinya tindakan kriminal, peningkatan tindak kriminal yang telah terjadi didalam masyrakat salah satunya tindak pidana umum atau konvensional seperti pencurian, penodongan, penganiayaan, pemerkosaan, pengerusakan fasilitas umum dan lain sebagainya, tidak sedikit para pelakunya sedang dalam pengaruh minuman beralkohol.3 Tanpa adanya kepedulian kepada pelaku atau korban sama saja dengan membiarkan terjadinya kehancuran moral pada masyarakat, serta dampak yang di timbulkan akibat dari mengkonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, maka perlu dilakukan tindak lanjut sebagai upaya penaganan oleh pihak kepolisian yang merupakan aparat penegak hukum.
Aparat kepolisian sebagai pelayan dan penegak hukum bagi masyarakat serta menjaga ketertiban umum berperan sangat penting dalam mengantisipasi
adanya kejahatan-kejahatan yang terjadi di masyarakat salah satunya kejahatan yang disebabkan oleh alkohol. Alkohollisme merupakan keadaan seseorang yang tidak mampu lagi mengontrol atau mengendalikan banyaknya jumlah alkohol yang diminumnya sehingga dapat menyebabkan seseorang tidak sadar dengan apa yang telah di perbuatnya.4 Banyaknya peredaran minuman beralkohol berdampak pada prilaku alkoholisme di dalam masyarakat serta kejahatan-kejahatan yang disebabkan oleh minuman beralkohol. Persoalan tersebut yang harus ditanggulangi dan menjadi tugas bagi aparat Kepolisian, dengan ini aparat Kepolisian diharuskan bekerja lebih maksimal lagi dengan menindak tegas para pedagang atau penjual minuman beralkohol tersebut agar dapat menimbulkan efek jera pada penjual minuman maka keamanan dan ketertiban dapat selalu terjaga di dalam masyrakat.5
Praktik Produksi, Penjualan, dan Peredaran minuman beralkohol merupakan bentuk pelanggaran dan tindak pidana yang diatur dalam beberapa peraturan hukum yaitu, Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomer 9 Tahun 2016 tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 120 tahun 2018 tentang perubahan kelima atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, Pengaturan dalam Undang-Undang KUH Pidana di dalam ketentuan Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana peredaran minuman keras oplosan diatur dalam Pasal 204 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
-
1. Apa saja upaya-upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat Kepolisian Polres Buleleng dalam menanggulangi peredaran minuman beralkohol di wilayah kota Singaraja?
-
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung serta penghambat yang mempengaruhi penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Polres Buleleng dalam memberantas peredaran minuman beralkohol?
Agar mengetahui bagaimana upaya-upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian Polres Buleleng dalam menanggulangi peredaran minuman beralkohol diwilayah kota Singaraja. Serta mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian Polres Buleleng dalam memberantas dan menangani peredaran minuman beralkohol.
II
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam menyusun penelitian ini adalah metode penelitian lapangan (field research), penelitian dilaksanakan di Polres Buleleng. Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis empiris, karena mendekati masalah dari peraturan yang berlaku dan kenyataan yang ada di masyarakat.
Penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan fakta (The Fact Approach), dan pendekatan sosilogis yang dimana penelitian skripsi ini dilakukan di Polres Buleleng dengan menelaah beberapa kasus di kota Singaraja yang berkaitan dengan upaya penegakan hukum tindak pidana peredaran minuman beraqlkohol.
Jika data-data telah terkumpul baik data primer dan skunder selanjutnya dilakukan teknik analisis data dengan dicari kebenarannya yang berhubungan denga masalah-masalah yang ada di dalam penelitian ini serta data dianalisis dengan teknik analisis kualitatif atau analisi deskriptif, maka seluruh data-data baik data primer atau skunder yang sudah terkumpul selanjutnya akan diproses atau diolah dan dianalisis kembali, kemudian digolongkan dalam bentuk tema dan pola, serta dikategorikan dan di klasifikasikan, dihubungkan antara data satu dengan data yang lainnya dan dilakukan interpretasi agar dapat memahami makna dari data-data dalam situasi sosial, kemudian data-data akan disajikan secara deskriptif, kualitatif dan sistematis.6
-
III Hasil dan Analisis
Singaraja adalah salah satu kabupaten di wilayah utara provinsi Bali yang masih sangat kental dengan budaya keasliannya, budaya dari agama hindu di Bali masih sangat dilestarikan tradisinya sampai sekarang, banyak warisan-warisan budaya leluhur terdahulu yang masih dijaga kelestariannya baik dalam bidang kesenian, upacara-upacara adat, dan juga prilaku dan kebiasaan masyrakat yang khas disetiap daerah yang ada di Bali. Dalam upacara-upacara adat keagamaan di Bali dikenal dengan adanya tetabuhan (penabuhan) sebagai sarana upacara adat, yang dimaksud dengan tetabuhan itu sendiri adalah ritual dituangkannya minuman beralkohol diatas sesajen atau dalam istilah Bali disebutnya dengan banten dengan makna kesucian dari upacara yang dimana tetabuhan itu menggunakan minuman berjenis arak atau tuak dan juga berem, dengan adanya hal tersebut maka di Bali masih sangat banyak ditemukannya pedagang-pedagang yang menjual minuman beralkohol dengan alasan karena upacara adat yang disatu sisi pedagang tersebut tidak memiliki ijin untuk menjual minuman beralkohol, karena banyaknya pedagang minuman beralkohol, masyarakat sangat gampang untuk mendapatkan minuman tersebut dengan harga yang relatif murah, menjamurnya para pedagang dan harga minuman beralkohol yang murah ini seringkali disalah gunakan oleh masyrakat untuk sekedar dikonsumsi pribadi untuk mabuk-mabukan, kegiatan tersebut sangat membahayakan bagi yang mengkonsumsi secara berlebihan. Banyaknya penjual dan pabrik-pabrik minuman beralkohol di kota Singaraja yang mudah di jangkau.
-
Jumlah kasus dan jumlah barang bukti dicantumkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Data tahunan Kasus Minuman Beralkohol
No |
Tahun |
Jumlah kasus |
Jumlah barang bukti |
1 |
2017 |
22 kasus |
233 arak bali botol air mineral (600ml) & 58 jirigen |
2 |
2018 |
16 kasus |
192 arak bali dalam botol air mineral (600ml) & 44 ½ jirigen |
3 |
2019 |
5 kasus |
74 arak bali dalam botol air mineral (600ml) & 21 jirigen |
Grafik Kasus Minuman Beralkohol
350
300
250
200
150
100
50
0
2017 2018 2019
jumlah kasus jumlah barang bukti
Menurut Ipda Choiril Aman Soleh sebagai Kanit 1 Unit Idik Res. Narkoba dari hasil wawancara pada tanggal 8 juli 2019 menjelaskan bahwa dalam catatan kasus kepolisian Polres Singaraja mengenai minuman beralkohol dari tahun 2017 – 2019 terdapat berbagai jenis kasus yang disebabkan oleh minum beralkohol. Dari catatan kepolisian di tahun 2017 terdapat 24 kasus minuman beralkohol meliputi kedai-kedai dan warung-warung kecil yang menjual minuman beralkohol tanpa adanya surat izin atau yang sering disebut SIUP-MB, pada tahun 2018 terdapat 16 kasus minuman beralkohol serupa yang polres buleleng catat, dan pada tahun 2019 jumlah kasus minuman beralkohol kian menurun dalam catatan kasus kepolisian di tahun 2019 hanya terdapat 5 kasus saja, menurunnya jumlah kasus tersebut disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang semakin mengerti dengan bahayanya minuman beralkohol tersebut dan mengenai ijin-ijin yang diperlukan dalam perdagangan minuman yang mengandung alkohol.
Melihat fenomena peredaran minuman beralkohol sebagai masalah publik berarti melihat sebuah permasalahan publik yang harus diselesaikan oleh pemerintah yang merupakan kesatuan antara fungsi eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Berarti, harus terdapat kerjasama mulai dari pembuatan kebijakan publik yang ideal yang mengatur peredaran minuman beralkohol, pelaksanaan kebijakan publik oleh fungsi eksekutif, dan penegakkan hukum yang konsisten terhadap peraturan yang telah ada. Polri sebagai salah satu elemen pemerintah sesuai yang diamanatkan oleh UU No 2 Tahun 2002 mempunyai tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Ini berarti Polri sebagai salah satu lembaga pemerintah bertugas untuk menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat salah satunya dengan cara menegakkan hukum yang berlaku. Namun tidak semua hukum dapat ditangani oleh Polri, hanya perbuatan yang termasuk ke dalam ranah hukum pidana saja yang dapat ditegakkan oleh Polri. Ipda Choiril Aman Sholeh menyampaikan beberapa peran kepolisian yang dilaksankan untuk menegakan hukum terhadap tindak pidana peredaran minuman beralkohol yaitu tetap melaksanakan proses penyidikan terhadap tersangka tindak pidana peredaran minuman beralkohol sampai bekas perkara tersebut di kejaksaan mana kala kasus tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana.
Menurut Kanit 1 Unit Idik Narkoba Ipda Choiril Aman Sholeh menyatakan bahwa dalam menangani sebuah masalah sosial dibutuhkan kerjasama dari seluruh pihak terkait baik pemerintah maupun masyarakat. Sukses tidaknya upaya mengatasi masalah sosial bergantung pada komitmen masing-masing pihak untutk menjalankan perannya dengan maksimal sehingga masalah tersebut dapat teratasi. Begitu juga Polri sebagai salah satu pengemban fungsi pemerintahan yang mempunyai tugas menegakkan hukum harus benar-benar melaksanakan perannya dengan maksimal. Meningkatkan peran serta Polri dalam memecahkan masalah sosial peredaran minuman beralkohol ini dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi pelaksanaan tugas yang telah dilaksanakan selama ini dan melakukan peningkatan kinerja. Ada 3 (tiga) upaya aparat kepolisian dalam menanggulangi peredaran minuman beralkohol, yaitu:
Upaya Pre-Emtif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh aparat kepolisian Polres Buleleng untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-entif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi, dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan.7
Upaya prefentif upaya yang berupa sosialisasi ke masyarakat, sekolah-sekolah, dan komunitas yang rawan mengkonsumsi minuman tersebut. Selain itu dengan melakukan pertemuan lintas sektoral dengan tokoh-tokoh masyarakat membahas bahaya miras dan penanggulangannya. Anggota Polri dapat berkunjung kepada masyarakat untuk memberikan informasi tentang bahaya minuman beralkohol dan akibatnya bagi lingkungan sehingga masyarakat dapat berfikir untuk menghindari minuman beralkohol. Upaya ini
selain dapat mendorong warga untuk tidak meminum-minuman beralkohol juga dapat mencegah generasi muda yang belum pernah mencoba minuman beralkohol untuk tidak melakukannya. Hal ini kemudian dapat membentuk budaya anti miras di lingkungan masyarakat. Ketika budaya anti miras sudah terbentuk maka upaya kontrol sosial dapat dilakukan tidak hanya oleh Polri tapi juga oleh masyarakat. Keadaan ini nantinya akan mempermudah penanggulangan peredaran minuman beralkohol yang ada di masyarakat. selanjutnya dengan mengawasi penjualan bahan-bahan atau zat kimia yang dijual di apotek atau toko kimia yang rawan disalahgunakan. Khususnya, yang digunakan sebagai campuran miras oplosan.8
Upaya represif berupa operasi penindakan dan penertiban. Sasarannya adalah warung, kafe, maupun toko jamu yang diduga menjual minuman beralkohol ilegal dan oplosan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan Polri untuk menekan angka kejadian peredaran minuman beralkohol yang terjadi di masyarakat adalah dengan melakukan razia terhadap minuman beralkohol ilegal.9 Tugas penertiban ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pangan dimana Polri berhak dan wajib untuk menertibkan minuman beralkohol ilegal tanpa izin yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.10 Polri sangat perlu menertibkan minuman beralkohol ilegal ini karena di dalam minum beralkohol ilegal ini kadar alkoholnya tergolong tinggi dan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Kadar alkohol yang tinggi tentunya akan menimbulkan efek yang tidak terkontrol pula bagi peminumnya, dengan adanya upaya penertiban minuman beralkohol ilegal ini, diharapkan dapat mengurangi peredaran minuman beralkohol illegal di kota Singaraja. Polisi juga berupaya merekrut jaringan informasi sebagai bagian operasi intelijen mengungkap peredaran minuman beralkohol. Tindakan ini dilakukan karena peredaran minuman beralkohol saat ini sudah meniru peredaran dan transaksi narkoba. Penjual dan pembeli miras tidak bertemu langsung melainkan memesan melalui sambungan telpon atau media teknologi informasi lainnya.
Upaya Kepolisian dalam penegakan hukum tindak pidana peredaran minuman beralkohol memiliki beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan tugasnya, faktor ini hampir sama halnya dengan tindak Pidana lainnya, Menurut Ipda Choiril Aman Sholeh Menyatakan “ bahwa dalam
menegakan hukum kepolisian memiliki 3 (tiga) faktor pendukung dan 3 (tiga) faktor penghambat” yakni :
Faktor pendukung adalah semua faktor yang sifatnya turut mendorong,menyokong, melancarkan, menunjang, membantu,dan mempercepat kinerja kepolisian dalam menjalankan tugasnya. Adapun 3 (tiga) faktor pendukung, yaitu :
Hukum sangat mempengaruhi dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian, faktor ini mampu mendukung kinerja kepolisian dalam memberantas peredaran minuman beralkohol, Undang-undang dan PERDA yang mengatur tentang minuman beralkohol memudahkan kepolisian dalam melakukan tugasnya baik dalam hal penyelidikan maupun penyidikan, dengan adanya substansi hukum yang memadai fungsi Polri dalam pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan dapat lebih optimal dalam menjalankan tugas.
Informan merupakan faktor pendukung dalam penegakan hukum, yang dimana informasi-informasi yang didapat dari seseorang baik tentang situasi dan kondisi kasus mampu memudahkan kepolisian dalam menindak lanjuti suatu kasus perkara yang terjadi, informasi ini bisa didapat dari siapa saja yang mengetahui persoalan suatu kejadian, mereka yang memberi informasi secara resmi disebut sebagai konfidential atau informan criminal.11
Tokoh masyarakat adalah setiap orang yang memiliki pengaruh besar, dihormati, dan disegani dalam suatu masyrakat. Hampir sama dengan faktor informan, tokoh masyarakat selain memberi informasi juga berperan dalam pengendalian sosial, membina dan mengendalikan tingkah laku warga serta memberikan masukan-masukan yang positif kepada masyarakat, faktor ini memudahkan kepolisian dalam meminimalisir adanya peredaran minuman beralkohol di masyrakat.
Faktor penghambat adalah semua jenis faktor yang sifatnya menghambat (menjadikan lambat) atau bahkan menghalangidan menahan kinerja kepolisian dalam menjalankan tugasnya. Adapun 4 (empat) faktor penghambat tersebut, yaitu:
-
1. Faktor sumberdaya manusia penyidik polrifaktor sumber daya manusia mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam pelaksanaan fungsi pengawas penyidik tindak pidana karena dengan sumberdaya yang memadai dan menunjang akan mempercepat proses pengawasan penyidikan sehingga masyarakat akan merasa terlayani. Kurangnya jumlah pengawas penyidik Polri sangat berpengaruh terhadap optimalisasi Perkap tersebut. dengan menambah jumlah sumberdaya pengawas penyidikan maka semua yang berkaitan dengan tindakan penyidikan dapat termonitor dan mempersempit pelanggaran yang dilakukan penyidik, sehingga akan tercipta hasil penyidikan yang obyektif dan transparan.
-
2. Faktor sarana dan prasarana penegak hukumkurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki Polri dapat mempengaruhi upaya penanganan perkara tindak pidana yang di laporkan. Seiring dengan meningkatnya tindak pidana yang terjadi, upaya penegakan hukum ini tidak akan maksimal apabila sarana dan prasaranayang dimiliki Polri tidak mendukung bahkan cenderung kurang memadai.
-
3. Faktor masyarakatuntuk memperoleh hasil yang memuaskan maka pelaksanaan pencegahan terhadap kejahatan secara mutlak membutuhkan dukungan dari masyarakat sebagai obyek yang diamanatkan oleh Polri. Namun sebagian masyarakat masih kurang peduli atas proses penyidikan tindak pidana yang dilaporkan. Seharusnya masyarakat pro aktif untuk menanyakan perkembangan perkara yang dilaporkanya ke Polri dan memberikan informasi yang dapat membantu proses penydikan dimaksud. Apabila hal ini dilakukan maka dapat menjadi fungsi kontrol penyidik sehingga proses penyidikan tersebut dapat berjalan secara cepat dan transparan, yang pada akhirnya akan menghasilkan proses penyidikan yang obyektif guna tercapainya kepastian hukum.
-
4. Faktor budaya masyarakatbudaya atau tradisi yang ada di masyarakat seringkali dijadikan alasan untuk menjual maupun mengkonsumsi minuman beralkohol, bahwa minuman beralkohol adalah media atau sarana melakukan ritual adat dan keagamaan. Oleh karena itu, banyak pecinta minuman beralkohol melestarikan tradisi minum dengan alasan melestarikan budaya. Dalam kebudayaan agama hindu minuman beralkohol digunakan untuk ritual keagamaan karena minuman beralkohol dianggap sebagai hal yang sakral sehingga menyulitkan aparat kepolisian untuk mengambil tindakan yang tepat.12
-
IV. PENUTUP
-
1. Dalam upaya menanggulangi peredaran minuman beralkohol Polri akan melakukan 3 (tiga) upaya, yaitu : upaya preentif, upaya preventif dan upaya represif.
-
2. Dalam upaya menanggulangi peredaran minuman beralkohol ada beberapa faktor-faktor pendukung dan penghambat oleh kepolisian, memiliki 3 (tiga) faktor pendukung yakni : Faktor substansi hukum, Faktor informan, Faktor Tokoh masyarakat, dan 4 (empat) faktor penghambat yakni : faktor Sumber Daya Manusia Penyidik Polri, faktor sarana dan prasarana Penegak hukum, faktor Masyarakat, dan faktor budaya masyarakat.
-
1. Pihak kepolisian perlu meningkatkan upaya sosialisasi tentang Bahayanya minuman beralkohol dan sosialisasi tentang Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP-MB) agar masyarakat sebagai pelaku usaha mengerti tata cara untuk melakukan usaha yang legal dan mendapatkan perlindungan hukum.
-
2. Pihak kepolisian selaku penyidik dalam hal pemberantasan peredaran minuman beralkohol agar memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap lagi seperti teknologi komputer dan kendaraan aparat kepolisian, dan penambahan personel kepolisian di setiap daerah-daerah agar lebih efektif dalam menjalankan tugasnya.
Daftar Pustaka
Buku
Dirjosisworo, Soedjono 1984, Alkoholisme, Paparan Hukum dan Kriminologi, Remaja Karya, Bandung.
Soekanto, Soerjono, 1990, Ringkasan Metedologi Penelitian Hukum Empiris, Cet. I, IND-HILL-CO, Jakarta.
Jurnal
Abintoro Prakoso, 2013, “Kriminologi dan Hukum Pidana”, Laksbang Grafika, Yogyakarta.
Adjis, Chairil A. “Alkohol, TKI, dan Perdagangan Anak: Perspektif Kejahatan Transnasional.” Jurnal Kriminologi Indonesia. Vol. 4. No 1. September 2005.
Asshiddiqie,Jimly. 2006, “Penegakan Hukum”, Journal Hukum Konstitusi, Jakarta.
Mahmud Mulyadi, Kepolisian dalam sistem peradilan pidana, USU press, Medan,2009.
Priyono, FX. Joko. “Urgensi Pengaturan Peredaran Minuman Beralkohol Melalui Peraturan Daerah di Kota Salatiga.” Jurnal Masalah-Masalah Hukum No. 2. Jilid 43. April 2014.
Mulyana W. Kusumah, Kenakalan Remaja Dalam Perspektif Kriminologi, Prisma No. 9, Tahun XIV, LP3ES, Jakarta, 1985.
Mulyadi, Muhammad, Darurat Miras Oplosan. Jurnal Vol, No. 24/IIP3DI/Desember/2014.
Dinata, G. Surya. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja mengkonsumsi minuman keras. Jurnal SI ilmu sosiologi, Edisi Perdana
Surat Kabar
Wine Buleleng Dilirik Para Dubes Eropa, www.denpostnews.com, diakses tanggal 29 Januari 2019.
Undang-undang
KUHP Pasal 204 ayat 1 tentang barang yang membahayakan nyawa atau kesehatan.
Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol.
Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia nomer 120 tahun 2018 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Discussion and feedback