PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR (NASABAH) DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
on
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR (NASABAH) DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Oleh :
Ni Luh Putu Widyantini I Made Pasek Diantha
Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Dalam makalah ilmiah yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Debitur (Nasabah) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perbankan Ditinjau Dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen” ini mengandung permasalahan mengenai kelemahan kedudukan debitur dalam perjanjian kredit perbankan yang formulasi dan ketentuannya sudah dibakukan secara sepihak oleh Bank. Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan tersebut antara lain jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, teknik pengumpulan bahan hukum dengan melakukan studi pustaka serta penelusuran bahan-bahan hukum primer dan sekunder, serta menggunakan teknik analisis secara kualitatif, deskriptif analitis dan sistematis. Berdasarkan analisa dan hasil penelitian yang diperoleh, akibat hukum perjanjian baku mengharuskan pihak debitur untuk menyetujui dan melaksanakan ketentuan dari perjanjian baku yang formulasi dan ketentuannya sudah ditentukan secara sepihak oleh Bank. Disamping itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah mengatur mengenai ketentuan pencantuman klausula baku untuk melindungi hak dan kepentingan debitur. Kesimpulannya bahwa perlindungan hukum bagi debitur dalam perjanjian kredit perbankan terletak pada adanya kewajiban bagi pihak bank untuk mengindahkan tata cara pembuatan klausula baku baik bentuk maupun substansinya berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam hal pembuatan perjanjian kredit/pembiayaan untuk melindungi kepentingan-kepentingan debitur (nasabah).
Kata Kunci: Perbankan, Debitur, Perjanjian Baku, Perlindungan Konsumen
ABSTRACT
In scientific papers, entitled "Legal Protection for Debtor (Customer) Ongoing Banking Credit Agreement Reviewed From Consumer Protection Law" was conceived concerns about weaknesses in the debtor position of the banking credit agreement and its provisions are standardized formulation unilaterally by the Bank. The method used to assess and analyze problems, among other types of normative legal research approach legislation, legal materials collection techniques by conducting literature searches as well as primary legal materials and secondary, as well as qualitative analysis techniques, descriptive and analytical systematic. Based on the analysis and the results obtained, due to standard contract law requires the debtor to agree to and implement the provisions of the standard contract formulation and conditions are determined unilaterally by the Bank.
In addition, the Consumer Protection Act has set the standard clause inclusion of provisions to protect the rights and interests of the debtor. The conclusion that the legal protection for debtors in bank credit agreement lies in the obligation for the bank to heed the standard clause-making procedures both in form and substance by the Consumer Protection Act in terms of making a credit agreement / funding to protect the interests of the debtor (customer).
Keywords : Banking, Debtors, Standard Contract, Consumer Protection
Seiring terus meningkatnya kebutuhan masyarakat di berbagai bidang kehidupan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan. Sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam atau perjanjian kredit. Lembaga perbankan adalah salah satu lembaga yang berfungsi untuk menyimpan dan menyalurkan dana kepada masyarakat berupa kredit untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam proses pembuatan perjanjian kredit, sebuah bank akan sulit untuk menetapkan besar kecilnya suku bunga dan lamanya jangka waktu kredit serta tata cara pelunasan hutang yang diberikan kepada nasabahnya apabila bank harus menegosiasikan hal-hal itu dengan setiap nasabahnya. Hal inilah yang menyebabkan bank menganggap perlu untuk membakukan banyak persyaratan pemberian kredit melalui penggunaan perjanjian baku. Perjanjian kredit yang ada di masyarakat hampir keseluruhan menggunakan perjanjian baku karena sangat efisien dan proses pinjam meminjam uang bisa lebih cepat. Konsekuensinya perjanjian baku ini menempatkan debitur (nasabah) dalam posisi yang lemah dan tidak mempunyai hak untuk memilih apa saja yang berarti dari keseluruhan persyaratan yang ditawarkan dalam perjanjian kredit. Meskipun demikian, perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan.
Sejalan dengan perumusan latar belakang yang telah diuraikan diatas, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji akibat hukum perjanjian baku bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan, serta menganalisis bagaimana perlindungan hukum bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Jenis penelitian yang dilakukan dalam membuat karya ilmiah ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai penelitian hukum kepustakaan yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistem hukum, penelitian taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum serta sejarah hukum.1
Jenis pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), yaitu dengan menelaah semua undang-undang yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang ditangani. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer yang berupa peraturan perundangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, bahan hukum sekunder yang berupa rancangan peraturan perundangan, surat kabar dan bahan hukum tersier seperti kamus. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi pustaka terhadap bahan hukum, serta penelusuran bahan-bahan hukum. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik analisis secara kualitatif, deskriptif analitis dan sistematis, yaitu dengan memilih bahan hukum mana yang memiliki kualitas untuk menjawab isu hukum.
Keberatan-keberatan terhadap perjanjian baku antara lain adalah karena isi dan syarat-syarat sudah dipersiapkan oleh salah satu pihak, tidak mengetahui isi dan syarat-syarat perjanjian baku dan kalaupun tahu tidak mengetahui jangkauan akibat hukumnya, salah satu pihak secara ekonomis lebih kuat, ada unsur “terpaksa” dalam menandatangani perjanjian. Adapun alasan penciptaan perjanjian baku adalah demi efisiensi.2
Hal tersebut menunjukkan bahwa perjanjian baku bertentangan baik dengan asas-asas hukum perjanjian (Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata) maupun kesusilaan. Akan tetapi di dalam praktek, perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan. Dengan demikian akibat hukum perjanjian baku bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan yaitu debitur (nasabah) sebagai pihak yang lemah harus menyetujui dan tunduk kepada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit yang sudah dibakukan oleh bank tanpa adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai kredit dan aturan-aturan kreditnya.
-
B. Perlindungan Hukum Bagi Debitur (Nasabah) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perbankan Ditinjau Dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen Adanya perlindungan hukum bagi debitur (nasabah) selaku konsumen di bidang perbankan menjadi urgen, karena secara faktual kedudukan antara para pihak seringkali tidak seimbang. Adanya kondisi demikian, melatarbelakangi substansi Undang-Undang Perlindungan Konsumen untuk memberikan pengaturan mengenai ketentuan pencantuman klausula baku antara lain: pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti, pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian yang menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha, serta hal-hal lain yang merugikan debitur (nasabah).
Walaupun ketentuan mengenai klausula baku sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, akan tetapi pada kenyataannya seringkali masih terjadi pelanggaran sehingga akan merugikan kepentingan nasabah. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak bank untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir terjadinya kerugian bagi nasabah karena memang harus dalam bentuk perjanjian baku, antara lain adalah sebagai berikut:3
-
1. Memberikan peringatan secukupnya kepada para nasabahnya akan adanya dan berlakunya klausula-klausula penting dalam perjanjian.
-
2. Pemberitahuan dilakukan sebelum atau pada saat penandatanganan perjanjian kredit/pembiayaan.
-
3. Dirumuskan dalam kata-kata dan kalimat yang jelas.
-
4. Memberikan kesempatan yang cukup bagi debitur untuk mengetahui isi perjanjian.
Dengan kerjasama yang baik antara pihak bank dengan nasabah, khususnya dalam hal adanya perjanjian baku mengenai kredit atau pembiayaan, serta pembukaan rekening di bank maka diharapkan akan lebih mengoptimalkan perlindungan hukum bagi nasabah, sehingga dapat meminimalisir dispute yang berkepanjangan di kemudian hari.
-
A. Akibat hukum perjanjian baku bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan yaitu debitur (nasabah) harus tunduk pada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang telah dibakukan sepihak oleh bank tanpa adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai kredit dan aturan-aturan kreditnya.
-
B. Perlindungan hukum bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen terletak pada adanya kewajiban bagi pihak bank untuk mengindahkan tata cara pembuatan klausula baku baik bentuk maupun substansinya dalam hal pembuatan perjanjian kredit/pembiayaan untuk melindungi kepentingan-kepentingan debitur (nasabah).
-
IV. DAFTAR PUSTAKA
Buku
H. Budi Untung, 2005, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Johannes Ibrahim, 2004, Cross Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, PT. Revika Aditama, Bandung.
Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), 1992, Terjemahan oleh Subekti R dan R. Tjitrosudibio, Pradnya Paramita, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821.
5
Discussion and feedback