KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)
on
KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN
(STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)
Oleh :
Ni Made Ira Sukmaningsih Tjok Istri Putra Astiti
Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
This journal entitled The Validity of the Determination of the Status of a Suspect in the Inquiry Process, which deals with accusations or not when someone suspected of committing a criminal offence is designated as a suspect in the inquiry process. By using the methods of normative and legal research has the purpose to know the validity of the determination of the status of a suspect in the inquiry process, because as stated in the book of the law of Criminal Procedure Law and the criminal law legislation in particular in the process of be in session in criminal justice that a person can be defined as a suspect at the time of this stage of the investigation. As for the remedy, which is based on the ruling of the Constitutional Court, that the determination of the errors to the status of a person as suspect will serve as the object of the pre-trial.
Keywords: determination, the suspect, the investigation, the investigation
ABSTRAK
Jurnal ini berjudul “Keabsahan Penetapan Status Tersangka Dalam Proses Penyelidikan”, yang membahas mengenai absah atau tidaknya apabila seseorang yang di duga melakukan tindak pidana ditetapkan sebagai tersangka dalam proses penyelidikan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif serta memiliki tujuan untuk mengetahui keabsahan penetapan status tersangka dalam proses penyelidikan, karena sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya dalam proses beracara di Peradilan Pidana bahwa seseorang baru dapat di tetapkan sebagai tersangka dalam tahap penyidikan. Adapun upaya hukum yang dapat ditempuh berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang baru adalah “bahwa kesalahan penetapan terhadap status seseorang sebagai tersangka akan dijadikan sebagai objek pra-peradilan".
Kata kunci : penetapan, tersangka, penyelidikan, penyidikan
Hukum Acara Pidana sebagai salah satu instrumen dalam sistem Peradilan Pidana pada pokoknya memiliki fungsi utama yaitu :
-
1. Mencari dan menemukan kebenaran ;
-
2. Pengambilan keputusan oleh Hakim, dan
-
3. Pelaksanaan dari pada putusan yang telah diambil itu.1
Dari ketiga fungsi tersebut, yang paling penting adalah fungsi untuk mencari dan menemukan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran materiil, kebenaran yang selengkap-lengkapnya atau setidaknya yang mendekati kebenaran dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur 2 dan tepat.2
Namun, apabila ditinjau dari perkara penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Ir. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terjadi ketidaksesuaian mengenai makna dari “Penyelidikan dan Penyidikan”, dimana dalam hal ini Ahok ditetapkan sebagai tersangka dalam tahap penyelidikan dan bukan dalam tahap penyidikan, yang sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses penyelidikan hanya menentukan apakah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh seseorang tersebut adalah tindak pidana atau bukan, serta merujuk pada peraturan pada pasal 1 butir 1 dan 2 serta dijelaskan pula dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi bahwa pengertian dari Penyidikan adalah untuk mencari serta mengumpulkan bukti untuk membuat terang tentang Tindak Pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.3
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan penetapan status tersangka dalam proses penyelidikan.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mempergunakan jenis pendekatan analisis terhadap peraturan perundang-undangan serta didasarkan pada literatur-literatur hukum.
Keabsahan Penetapan Status Tersangka Dalam Proses Penyelidikan.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka perlu diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian serta makna baik dari ”Penyelidikan dan Penyidikan”. 4
Adapun ruang lingkup penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana guna untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 1 angka 5, penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang menerima laporan, mencari keterangan dan barang bukti, menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa nama pengenal diri, dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (1) KUHAP, untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik, atas perintah penyidik dapat melakukan penangkapan. Namun, untuk menjamin hak-hak asasi tersangka, perintah penangkapan tersebut harus didasarkan pada bukti permulaan barang bukti.
Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini tetap harus menghormati asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP. Penerapan asas ini adalah tidak lain untuk melindungi kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenang-wenangan kekuasaan para aparat penegak hukum. Selanjutnya kesimpulan hasil penyelidikan tersebut barulah akan disampaikan kepada penyidik.
Pengertian mengenai penyidikan diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana yang terdapat pada pasal 1 butir 1 yang berbunyi sebagai berikut :
“Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”.
Serta pengertian mengenai penyidikan yang diatur dalam pasal 1 butir 2 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut :
“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.5
Berdasarkan pasal 1 angka 14 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang dimaksud dengan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, yang dalam hal ini proses penyidikan tidak ditujukan untuk menentukan perkara tersebut tindak pidana atau bukan, melainkan karena penyidikan ditujukan untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna menemukan pelaku tindak pidana ataupun tersangkanya.
Selanjutnya, dalam pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap 12/2009) disebutkan bahwa:
-
(1) Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti.
-
(2) Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.
Bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka haruslah didapati bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti, dan ditentukan melalui gelar perkara. Sehingga harus ada proses terlebih dahulu dalam menetapkan seseorang untuk menjadi tersangka.
Berdasarkan pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Perkap 12/2000, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka harus dilakukan tersangka secara profesional, proposional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang sebagai tersangka.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penetapan tersangka dalam proses penyelidikan tidak dapat diakui keabsahannya karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam KUHP dan KUHAP mengenai pengertian proses penyelidikan serta penyidikan dan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai penetapan status tersangka. Namun apabila ketidaksesuain tersebut tetap dilanjutkan proses beracaranya, maka seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam proses penyelidikan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang baru dapat mengajukan upaya hukum pra-peradilan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
R. Achmad S. Soema Di Pradja, 1981, Pokok-Pokok Hukum Acara Pidana Indonesia, Alumni, Bandung.
Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia: Edisi Revisi, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta.
M. Yahya Harahap,2008 Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta.
Mien Rukmini, 2006, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai), Alumni, Bandung.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
5
Discussion and feedback